Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 18 Desember 2017

TANTANGAN ZAMAN

TA        TANTANGAN ZAMAN.
Sudah ditandai oleh Rasulullah Muhammad salallahu allaihi wassalam, bahwa beliau lebih menyukai disapa dengan sebutan Amirul mukminin, seperti semua ummat Islam sudah tahu riwayat ini.
Sayangnya teladan ini, hanya sampai kepada pengganti beliau setelah wafat, kepada sahabat beliau yang dikenal dengan julukan Khalifaurasyiddin. Sahabat yang empat, berurutan mengganti beliau setelah beliau wafat: Abu Bakar as Siddiqi, Umar bin Khattab. Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Toyib, menggantikan sebagai Amirul mukmin dipilih oleh ummat islam.   Entah bagaiman prosesnya, dua diantaranya wafat terbunuh waktu masih menjabat sebagai Amirul mukminin akibat dari persaingan antar puak di tanah Arab, yang lain yang merasa lebih berhak, sedang wilayah taklukan berkembang pesat, menaklukkan kiri kanan, dengan harta rampasan yang melimpah. Akhirnya pada penggantian yang berikutnya jatuh pada Abu Sofyan, mengangkat anaknya sebagai pengganti dengan gelar Sultan. Wilayah taklukan sudah sampai di Andalusia, diperintah oleh para Sultan bani  Mu’awiyah ini. Yang beraliran sunni. Selanjutnya seabad dua abad diganti oleh wangsa disebelah timur, wilayah Parsia dengan para Sultan wangsa Abbasiah ganti mendominasi dunia islam, beraliran syi’ah, dengan muncul dan tenggelamnya wangsa kecil kecil seperti wangsa Fatimiyah di Mesir diganti oleh  Mamluq, kemudian pada tahap akhir perang salib diganti oleh wangsa Ayyubiyah disekitar Mesir, Utsmani di Turki, setiap wangsa mempunyai hujjah sendiri sendiri mengenai legalitas wangsanya. Semua tetap saja bertumpu pada sistim feodalisme, jauh dari teladan Rasulullah sendiri mengenai bentuk kekuasaan Negara. Begitu  pula yang terjadi di kerajaan Mataram di pulau Jawa abad ke 16, Sultan Agung Hanyokrokusumo Senopati hing Alogo menggelari dirinya sebagai Khalifatullah tanah Jawa. Lho maksudnya khalifaurayiddin yang masih Amirul mukminin, disebut Khalifah itu, khahifah ( wakil) nya Rasulullah sebagai Amirul mukminin, atas tunjukan teman teman seperjuangannya, dan tidak digantikan oleh keturunannya. Melainkan dipilih lagi diantara pemimpin pemimpin islam yang paling cakap, dan atas permufakatan para pimpinan kaum muslimin. 
Timbul tenggelamnya wangsa wangsa di Timur tengah, dan Parsi, setelah Europa mengalami renaisance dalam ilmu pengetahuan dan budaya. Banyak kerajaan monarki absolut yang runtuh diganti Republik atau kerajaan  dengan Perwakilan rakyat, mengikuti revolusi Perancis pada abad 17, dengan sistim demokrasi  yang lebih cocok dengan perkembangan kaum pedagang dan dunia pertukangan yang berubah jadi industry dengan produksi masal, maka mata dagangan dan senjata api menjadi tulang punggung pendukung kaum Borjuis, melingkupi, mendominasi kaum feodal untuk selamanya.
Untuk mecari pasar dan bahan baku industrinya, kaum pedagang dan industry ini, maka ilmu pelayaran Europa maju pesat, industri peleburan logam besi mencetak meriam caliber besar untuk kapal layar samudara mereka, dan dari galangan kapal layar samudra dengan layar dari flax/linen, merambah dunia Islam, anak benua India, anak benua China dan Nusantara, hingga exploitasi kekayaan alam Dunia Baru ( benua Amerika Selatan dan Utara sampai Kanada). Membanjiri pasar sekitar kolam laut Mediteranea, Parsi dan Turki  yang mewakili dunia Islam. Sedang India, China, Jepang dan Nusantara mewakili jalan sutera.
 Begitu besar pengaruhnya kepada tempat tempat  kebudayaan tinggi tersebut – Terutama pada masa makin terpuruknya sistim feodal yang masih melekat erat didunia islan disana, memudahkan semakin maraknya korupsi dan nepotisme untuk membeli mata dagangan hasil industry Europa zaman pertengahan, sampai sekarang.  Terutama kain wool khusus untuk baju kebesaran para pangeran dan raja raja, hasil mesin tenun kain linen  dan kapas berserat pajang dan campurannya untuk sandang harian dari putra puteri bangsawan sampai kawula biasa, alat dapur dari besi tuang, dan senjata api. Kaum  feodal islam mendadak saja menuntut setoran yang jauh lebih banyak dari hasil pertanian para kawula-taninya. Karena hanya dari sektor pertanian ini existensi kaum feodal-nya bertumpu. Pelaksanaan perdagangan tidak disemua wilayahnya,  lebih banyak bocornya sebagai baksys, ke pejabat setempat.  Memicu maraknya bakshis alias suap dimana patugas kerajaan menjadi raja raja kecil. Korupsi dan nepotisme yang sangat mudah pada sistim feodal.  Karena kekuasaan absolute selama hidup turun temurun. Orang Inggris sejak abad ke 16 telah tahu itu dengan exspresinya : “Power tent to corrupt” Pada saat itu Oliver Cromwel menciptakan antidotenya dengan Konstitusi dan Perwakilan rakyat dan bangsawan, "Magna carta" Sedangkan  Pasulullah Muhammad saw sudah mengisyaratkan dengan teladan, puluhan abad sebelumnya, malah tidak ada perhatian kesana.   Ya karena feodalisme itu dasarnya adalah dimensi  jiwa pemimpin yang sangat egosentris, jadi mudah sekali jadi sarana KolusiKorupsiNepotisme. 
Sedangkan demokrasi memerlukan dimensi jiwa yang sudah matang bisa meluas ke bangunan masyarakat yang lebih besar, misalnya bangsa , Negara  dan ajaran islam, nama gampangnya toleransi dan kesabaran inilah yang sudah tersurat pada ego Rasulullah saw, tapi yang tersirat dalam qolbunya adalah dimensi jiwa sudah meluas kedalam semua manusia, alam raya, tak terukur keluasannya   .                                                      Ya sebab ini, maka sampai  limabelas-duapuluh tahun yang lalu, para Presiden dunia islam malah bertahan jadi Despot dan tyran seumur hidup dan ada yang menjadi raja-diraja terusir dari negerinya, oleh perjuangan para Ulama Islam. Atau kebanyakan jatuh bangunnya para Diktator ini oleh intervensi Negara industry yang berubah jadi  Negara adhidaya demi penguasaan minyak mentah yang semakin langka.
Maka tidak heran semenjak Rasulullah Muhammad SAW, memberi isjarat, keluar menjauhi feodalisme dimensi jiwa yang masih sempit – Amirul mukminin dengan dimensi jiwa yang jauh lebih luas mencakup masyarakatnya, yang dengan  sengaja diabaikan teladan berdemokrasi ini. Sudah lima belas abad diabaikan oleh para Ulama dan pemimpin kaum muslimin. Disamping itu  di zaman modern ini ada tiga sultan-raja diraja Negara muslim dimakzulkan hanya dari anjuran keras kaum ulamanya. Jadi Republik dan mayoritas penduduknya islam, yaitu Turki, Mesir dan Iran , kejadian ini tidak mengesankan rakyat muslim dimana mana, toh soal ekonomi sudah mendunia ketergantungannya. Toh yang mati di terowongannya yang macet hasil ulah satu pangeran, bukan mereka, tapi bangsa lain. Di wilayah islam yang lain, para ulamanya menganggap kaum petani suku setempat, yang sudah muslim masih menggendong kepercayaan lama, sincretik dengan Islamnya, mereka ini kaum tani penyewa tanah, ditinggalkan terpisah dari  percaturan politik, ekonomi, dan persaudaraan kaum muslimin. Menjadikan ganjelan yang sangat besar tanpa disadari sampai sekarang, sehingga Pemimpin dengan sebutan Presiden (dengan dimensi jiwa sesempit egonya feodal) dari militer progressive maupun dari Ikhwan gagal total mengemban amanah demokrasi, mereka masih mengandalkan takhayul karena peran quasi feodal sudah tidak bisa diharap lagi, mereka  sesama islam yang harus dilayani oleh mereka yang sudah memiliki dimensi jiwa yang mencakup wawasan yang lebih luas misalnya ekonomi, nasionalisme.  Lho kok aneh. Kacederungan tidak peka pada kesengsaraan saudara senegaranya secara ekonomi, yang terbalakang terjadi dimana mana  kegiatan bukan di bidang pertanian saja.      Padahal semboyannya Allahu gayatuna, Al Rasul qudwatuna, Al Qur’an dusturuna, Al jihad sabiluna, Syahidfisabilillah asma samanina – sangat menggetarkan jiwa.-  di google dengan kata kunci Mesir. 
Penyimpangan praktek ekonomi yang ditentang islam, dimulai dari riba, ihtikar, perbudakan, dilanggar dalam skala dunia dengan cara rekayasa keungan yang sangat canggih - Sedang jiwa pemuka islam masih berkutat dalam dimensi jiwa feodal, tuntutan zaman mengharuskan islam menyatukan manusia  sedunia  dengan ekonomi islami tanpa mengecoh sesama, tanpa mendomisasi sesama, bukan retorika lagi, tapi berdaya dan kerja sehingga win-win solution dalam dagang, dalam jaringan ekonomi dunia yang adil. cara yang dianjurkan islam bisa dilaksanakan, diseluruh dunia. bukan sekedar permainan kata oleh para da'i. 
Sesudah Cromwel, sesudah revolusi Perancis, perjuangan melawan watak dasar feodalisme yaitu kekuasaan absolute dari satu dimensi jiwa sesempit ego itu, terhadap rakyat satu wilayah, yang sudah tebukti jadi sarang KolusiKorupsiNepotisme – sudah dilingkupi oleh persoalan yang jauh lebih besar – existensi manusia seluruh dunia, yang hanya bisa ditampung oleh dimensi jiwa yang jauh lebih luas. Ini Tantantang zaman. kaum muslimin dari berkutat di dimensi jiwa yang egois -dasar dari feodalsme, lagsung jadi humanis, yang hanya bisa tumbuh di dimensi jiwa yang sangat luas, demi menyelamatkan dunia. Baik dengan jalan adhikodrati ( mungkin dari persaudaraan ma'iyah yang dasuh oleh cak Nun bisa ngerti bahwa ini adalah tugasnya, maupun dengan jalan duniawi dengan merelakan dunia sebagai sodakoh, dunia ekonomi dan ilmu pengetahuan, menengok kembali dimensi jiwa, sampaikah kepada aktip membersihkan sampah plastik, sampah politik, sabar dan simpatik -  sudah ada relnya kesana, rakhmatan lil alamin - bukan hanya sekedar memamerkan jubah dan hujjah. Ikut aktip milih presiden yang bukan dinasti guritanya George Adhitjondro alm dan kroninya. Bersihkan muka tebal. pengisi kantong tebal, yang ditongkrongkan di DPR RI                                                                             Bagi kaum  muslimin dan para ulama, masih ada kesempatan mengamalkan teladan Rasulullah bedemokrasi, mengamalkan petunjuk   Al Qur'an dengan surah surah yang  dibuka sesudah Basmallah ditujukan dengan kata “Bagi semua manusia” –                    Muslimin dan ulamanya  berkonsentrasi menyelamatkan umat manusia dan alamnya– sesuai dengan “ad dien” yang dicita citakan. Bagaimana tidak? Wong sudah diabaikan saja, selama berabad abad, sedang manusia baik baik sedunia sudah berjuang mati matian melawan tyran politik local maupun internasional yang tergabung dalam Nazi-isme, Kolonalisme, Imperialisme kemudian Neo liberalisme - yaitu tyran ekonomi yang sudah menguasai keuangan dunia, membayar tenaga manusia dengan kertas yang nilainya secara sistimatis diturunkan dengan ihtikar yang mendunia, bukan dari komunisme yang anti Christ saja, atau anti Tuhan saja, menurut propaganda si imperialis dengan neo liberalismenya yang mempertuhan uang US dollar, alih alih menyelamatkan manusia, ,malah menjamin nilai uang kertas si raja tega dengan kekayaan minyaknya, mencopot dan memasang tyran politik disetiap Negara seenaknya udelnya, demi merampas kekayaan alamnya. Mengganti penduduk seluruh Negara dengan orang sesuku  yang sudah berabad abad yang lalu berdiaspora menurut riwayat dongeng kuno, sesempit ini egonya Mr. Donald Trump. Menciptakan off shore banking yang tidak bayar pajak kepada Negara manapun,dia mengeruk kekayaan alamnya dengan semena mena, menghisap kering kehidupan pekerja penerima upah sebagai nafkah hidup super austere life, ini egonya neoliberalis - supaya ndak bankrupt negaranya. ini akibat dia SENDIRI NDAK BAYAR PAJAK. Semua ini sudah ukuran dunia !
Semua tugas kolosal ini  tidak bisa dipungkiri lagi dengan segala dalih dan  hujjah.  Kalok mengemban pendirian ad dien, ya yang disebut diatas itu ya itulah lawannya.                              Bagi mereka yan sudah mengucapkan dengan hatinya kalimah syahadad, insya Allah dunia dan manusia bisa terselamatkan dengan dimensi jiwa yang sesuai luas dan dalamnya dari kaum muslimin dan ulamanya. Kerja.kerja, kerja – belajar, belajar,belajar ilmu duniawi dan ukhrowi. Bukan assesoriesnya saja.                                         Ummatnya sudah lk 23 % penduduk dunia  (tirto co.id. Ahmad Khadafi 26 april 2017) kekayaan ada, ilmu ada, hanya kesadarannya, kekerdilan ego pimpinannya perlu ditinjau. Wong seluruh dunia sudah tahu tingkah polahnya Fahri Hamzah yang menuntut ganti rugi dipecat dari partainya, tapi sampai sekarang masih mewakili rakyat ( rakyat mana)  didului oleh Suryadharna Ali, Aqil Mohtar, Lutfi Hasan Ishaq, Nazaruddin, Anas (Sengkuni) Orbaningrum dan ribuan nama besar pimpinan muslimin yang lain masih anggauta,yang masih bebas malah cengengesan, membela jaring centrang, perusak biota laut kita,  tapi masak semua jatuhnya ke pelimbahan juga ? (pepatah melayu) *)




0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More