TA TANTANGAN ZAMAN.
Sudah ditandai oleh
Rasulullah Muhammad salallahu allaihi wassalam, bahwa beliau lebih menyukai
disapa dengan sebutan Amirul mukminin, seperti semua ummat Islam sudah tahu
riwayat ini.
Sayangnya teladan ini,
hanya sampai kepada pengganti beliau setelah wafat, kepada sahabat beliau yang
dikenal dengan julukan Khalifaurasyiddin. Sahabat yang empat, berurutan mengganti
beliau setelah beliau wafat: Abu Bakar as Siddiqi, Umar bin Khattab. Utsman
bin Affan dan Ali bin Abi Toyib, menggantikan sebagai Amirul mukmin dipilih
oleh ummat islam. Entah bagaiman prosesnya,
dua diantaranya wafat terbunuh waktu masih menjabat sebagai Amirul mukminin
akibat dari persaingan antar puak di tanah Arab, yang lain yang merasa lebih
berhak, sedang wilayah taklukan berkembang pesat, menaklukkan kiri kanan, dengan
harta rampasan yang melimpah. Akhirnya pada penggantian yang berikutnya jatuh pada
Abu Sofyan, mengangkat anaknya sebagai pengganti dengan gelar Sultan. Wilayah
taklukan sudah sampai di Andalusia, diperintah oleh para Sultan bani Mu’awiyah ini. Yang beraliran sunni. Selanjutnya
seabad dua abad diganti oleh wangsa disebelah timur, wilayah Parsia dengan para
Sultan wangsa Abbasiah ganti mendominasi dunia islam, beraliran syi’ah, dengan
muncul dan tenggelamnya wangsa kecil kecil seperti wangsa Fatimiyah di Mesir
diganti oleh Mamluq, kemudian pada tahap
akhir perang salib diganti oleh wangsa Ayyubiyah disekitar Mesir, Utsmani di Turki, setiap
wangsa mempunyai hujjah sendiri sendiri mengenai legalitas wangsanya. Semua
tetap saja bertumpu pada sistim feodalisme, jauh dari teladan Rasulullah
sendiri mengenai bentuk kekuasaan Negara. Begitu pula yang terjadi di kerajaan Mataram di pulau
Jawa abad ke 16, Sultan Agung Hanyokrokusumo Senopati hing Alogo menggelari
dirinya sebagai Khalifatullah tanah Jawa. Lho maksudnya khalifaurayiddin yang
masih Amirul mukminin, disebut Khalifah itu, khahifah ( wakil) nya Rasulullah
sebagai Amirul mukminin, atas tunjukan teman teman seperjuangannya, dan tidak
digantikan oleh keturunannya. Melainkan dipilih lagi diantara pemimpin pemimpin
islam yang paling cakap, dan atas permufakatan para pimpinan kaum muslimin.
Timbul tenggelamnya wangsa wangsa di Timur tengah, dan Parsi, setelah Europa mengalami renaisance dalam ilmu pengetahuan dan budaya. Banyak kerajaan monarki absolut yang runtuh diganti Republik atau kerajaan dengan Perwakilan rakyat, mengikuti revolusi Perancis pada abad 17, dengan sistim demokrasi yang lebih cocok dengan perkembangan kaum pedagang dan dunia pertukangan yang berubah jadi industry dengan produksi masal, maka mata dagangan dan senjata api menjadi tulang punggung pendukung kaum Borjuis, melingkupi, mendominasi kaum feodal untuk selamanya.
Timbul tenggelamnya wangsa wangsa di Timur tengah, dan Parsi, setelah Europa mengalami renaisance dalam ilmu pengetahuan dan budaya. Banyak kerajaan monarki absolut yang runtuh diganti Republik atau kerajaan dengan Perwakilan rakyat, mengikuti revolusi Perancis pada abad 17, dengan sistim demokrasi yang lebih cocok dengan perkembangan kaum pedagang dan dunia pertukangan yang berubah jadi industry dengan produksi masal, maka mata dagangan dan senjata api menjadi tulang punggung pendukung kaum Borjuis, melingkupi, mendominasi kaum feodal untuk selamanya.
Untuk mecari pasar dan bahan
baku industrinya, kaum pedagang dan industry ini, maka ilmu pelayaran Europa
maju pesat, industri peleburan logam besi mencetak meriam caliber besar untuk
kapal layar samudara mereka, dan dari galangan kapal layar samudra dengan layar
dari flax/linen, merambah dunia Islam, anak benua India, anak benua China dan
Nusantara, hingga exploitasi kekayaan alam Dunia Baru ( benua Amerika Selatan
dan Utara sampai Kanada). Membanjiri pasar sekitar kolam laut Mediteranea,
Parsi dan Turki yang mewakili dunia
Islam. Sedang India, China, Jepang dan Nusantara mewakili jalan sutera.
Begitu besar pengaruhnya kepada tempat tempat kebudayaan tinggi tersebut – Terutama pada masa makin terpuruknya sistim feodal yang masih melekat erat didunia islan disana, memudahkan semakin maraknya korupsi dan nepotisme untuk membeli mata dagangan hasil industry Europa zaman pertengahan, sampai sekarang. Terutama kain wool khusus untuk baju kebesaran para pangeran dan raja raja, hasil mesin tenun kain linen dan kapas berserat pajang dan campurannya untuk sandang harian dari putra puteri bangsawan sampai kawula biasa, alat dapur dari besi tuang, dan senjata api. Kaum feodal islam mendadak saja menuntut setoran yang jauh lebih banyak dari hasil pertanian para kawula-taninya. Karena hanya dari sektor pertanian ini existensi kaum feodal-nya bertumpu. Pelaksanaan perdagangan tidak disemua wilayahnya, lebih banyak bocornya sebagai baksys, ke pejabat setempat. Memicu maraknya bakshis alias suap dimana patugas kerajaan menjadi raja raja kecil. Korupsi dan nepotisme yang sangat mudah pada sistim feodal. Karena kekuasaan absolute selama hidup turun temurun. Orang Inggris sejak abad ke 16 telah tahu itu dengan exspresinya : “Power tent to corrupt” Pada saat itu Oliver Cromwel menciptakan antidotenya dengan Konstitusi dan Perwakilan rakyat dan bangsawan, "Magna carta" Sedangkan Pasulullah Muhammad saw sudah mengisyaratkan dengan teladan, puluhan abad sebelumnya, malah tidak ada perhatian kesana. Ya karena feodalisme itu dasarnya adalah dimensi jiwa pemimpin yang sangat egosentris, jadi mudah sekali jadi sarana KolusiKorupsiNepotisme.
Sedangkan demokrasi memerlukan dimensi jiwa yang sudah matang bisa meluas ke bangunan masyarakat yang lebih besar, misalnya bangsa , Negara dan ajaran islam, nama gampangnya toleransi dan kesabaran inilah yang sudah tersurat pada ego Rasulullah saw, tapi yang tersirat dalam qolbunya adalah dimensi jiwa sudah meluas kedalam semua manusia, alam raya, tak terukur keluasannya . Ya sebab ini, maka sampai limabelas-duapuluh tahun yang lalu, para Presiden dunia islam malah bertahan jadi Despot dan tyran seumur hidup dan ada yang menjadi raja-diraja terusir dari negerinya, oleh perjuangan para Ulama Islam. Atau kebanyakan jatuh bangunnya para Diktator ini oleh intervensi Negara industry yang berubah jadi Negara adhidaya demi penguasaan minyak mentah yang semakin langka.
Begitu besar pengaruhnya kepada tempat tempat kebudayaan tinggi tersebut – Terutama pada masa makin terpuruknya sistim feodal yang masih melekat erat didunia islan disana, memudahkan semakin maraknya korupsi dan nepotisme untuk membeli mata dagangan hasil industry Europa zaman pertengahan, sampai sekarang. Terutama kain wool khusus untuk baju kebesaran para pangeran dan raja raja, hasil mesin tenun kain linen dan kapas berserat pajang dan campurannya untuk sandang harian dari putra puteri bangsawan sampai kawula biasa, alat dapur dari besi tuang, dan senjata api. Kaum feodal islam mendadak saja menuntut setoran yang jauh lebih banyak dari hasil pertanian para kawula-taninya. Karena hanya dari sektor pertanian ini existensi kaum feodal-nya bertumpu. Pelaksanaan perdagangan tidak disemua wilayahnya, lebih banyak bocornya sebagai baksys, ke pejabat setempat. Memicu maraknya bakshis alias suap dimana patugas kerajaan menjadi raja raja kecil. Korupsi dan nepotisme yang sangat mudah pada sistim feodal. Karena kekuasaan absolute selama hidup turun temurun. Orang Inggris sejak abad ke 16 telah tahu itu dengan exspresinya : “Power tent to corrupt” Pada saat itu Oliver Cromwel menciptakan antidotenya dengan Konstitusi dan Perwakilan rakyat dan bangsawan, "Magna carta" Sedangkan Pasulullah Muhammad saw sudah mengisyaratkan dengan teladan, puluhan abad sebelumnya, malah tidak ada perhatian kesana. Ya karena feodalisme itu dasarnya adalah dimensi jiwa pemimpin yang sangat egosentris, jadi mudah sekali jadi sarana KolusiKorupsiNepotisme.
Sedangkan demokrasi memerlukan dimensi jiwa yang sudah matang bisa meluas ke bangunan masyarakat yang lebih besar, misalnya bangsa , Negara dan ajaran islam, nama gampangnya toleransi dan kesabaran inilah yang sudah tersurat pada ego Rasulullah saw, tapi yang tersirat dalam qolbunya adalah dimensi jiwa sudah meluas kedalam semua manusia, alam raya, tak terukur keluasannya . Ya sebab ini, maka sampai limabelas-duapuluh tahun yang lalu, para Presiden dunia islam malah bertahan jadi Despot dan tyran seumur hidup dan ada yang menjadi raja-diraja terusir dari negerinya, oleh perjuangan para Ulama Islam. Atau kebanyakan jatuh bangunnya para Diktator ini oleh intervensi Negara industry yang berubah jadi Negara adhidaya demi penguasaan minyak mentah yang semakin langka.
Maka tidak heran semenjak
Rasulullah Muhammad SAW, memberi isjarat, keluar menjauhi feodalisme dimensi
jiwa yang masih sempit – Amirul mukminin dengan dimensi jiwa yang jauh lebih luas mencakup masyarakatnya, yang dengan sengaja diabaikan teladan berdemokrasi ini. Sudah lima belas abad diabaikan oleh para Ulama dan pemimpin kaum
muslimin. Disamping itu di zaman modern ini ada tiga sultan-raja diraja Negara muslim dimakzulkan
hanya dari anjuran keras kaum ulamanya. Jadi Republik dan mayoritas penduduknya islam, yaitu Turki, Mesir dan Iran , kejadian ini tidak mengesankan rakyat muslim dimana mana, toh soal ekonomi sudah mendunia ketergantungannya. Toh yang mati di terowongannya yang macet hasil ulah satu pangeran, bukan mereka, tapi bangsa lain. Di wilayah islam
yang lain, para ulamanya menganggap kaum petani suku setempat, yang sudah
muslim masih menggendong kepercayaan lama, sincretik dengan Islamnya, mereka
ini kaum tani penyewa tanah, ditinggalkan terpisah dari percaturan politik, ekonomi, dan persaudaraan
kaum muslimin. Menjadikan ganjelan yang sangat besar tanpa disadari sampai
sekarang, sehingga Pemimpin dengan sebutan Presiden (dengan dimensi jiwa
sesempit egonya feodal) dari militer progressive maupun dari Ikhwan gagal total
mengemban amanah demokrasi, mereka masih mengandalkan takhayul karena peran quasi feodal sudah tidak bisa diharap lagi, mereka sesama islam yang harus dilayani oleh mereka yang sudah memiliki
dimensi jiwa yang mencakup wawasan yang lebih luas misalnya ekonomi, nasionalisme. Lho kok aneh. Kacederungan tidak peka pada kesengsaraan saudara senegaranya secara ekonomi, yang terbalakang terjadi dimana mana kegiatan bukan di bidang pertanian saja. Padahal semboyannya Allahu
gayatuna, Al Rasul qudwatuna, Al Qur’an dusturuna, Al jihad sabiluna, Syahidfisabilillah
asma samanina – sangat menggetarkan jiwa.- di google dengan kata kunci Mesir.
Penyimpangan praktek ekonomi yang ditentang islam, dimulai dari riba, ihtikar, perbudakan, dilanggar dalam skala dunia dengan cara rekayasa keungan yang sangat canggih - Sedang jiwa pemuka islam masih berkutat dalam dimensi jiwa feodal, tuntutan zaman mengharuskan islam menyatukan manusia sedunia dengan ekonomi islami tanpa mengecoh sesama, tanpa mendomisasi sesama, bukan retorika lagi, tapi berdaya dan kerja sehingga win-win solution dalam dagang, dalam jaringan ekonomi dunia yang adil. cara yang dianjurkan islam bisa dilaksanakan, diseluruh dunia. bukan sekedar permainan kata oleh para da'i.
Sesudah Cromwel, sesudah revolusi Perancis, perjuangan melawan watak dasar feodalisme yaitu kekuasaan absolute dari satu dimensi jiwa sesempit ego itu, terhadap rakyat satu wilayah, yang sudah tebukti jadi sarang KolusiKorupsiNepotisme – sudah dilingkupi oleh persoalan yang jauh lebih besar – existensi manusia seluruh dunia, yang hanya bisa ditampung oleh dimensi jiwa yang jauh lebih luas. Ini Tantantang zaman. kaum muslimin dari berkutat di dimensi jiwa yang egois -dasar dari feodalsme, lagsung jadi humanis, yang hanya bisa tumbuh di dimensi jiwa yang sangat luas, demi menyelamatkan dunia. Baik dengan jalan adhikodrati ( mungkin dari persaudaraan ma'iyah yang dasuh oleh cak Nun bisa ngerti bahwa ini adalah tugasnya, maupun dengan jalan duniawi dengan merelakan dunia sebagai sodakoh, dunia ekonomi dan ilmu pengetahuan, menengok kembali dimensi jiwa, sampaikah kepada aktip membersihkan sampah plastik, sampah politik, sabar dan simpatik - sudah ada relnya kesana, rakhmatan lil alamin - bukan hanya sekedar memamerkan jubah dan hujjah. Ikut aktip milih presiden yang bukan dinasti guritanya George Adhitjondro alm dan kroninya. Bersihkan muka tebal. pengisi kantong tebal, yang ditongkrongkan di DPR RI Bagi kaum muslimin dan para ulama, masih ada kesempatan mengamalkan teladan Rasulullah bedemokrasi, mengamalkan petunjuk Al Qur'an dengan surah surah yang dibuka sesudah Basmallah ditujukan dengan kata “Bagi semua manusia” – Muslimin dan ulamanya berkonsentrasi menyelamatkan umat manusia dan alamnya– sesuai dengan “ad dien” yang dicita citakan. Bagaimana tidak? Wong sudah diabaikan saja, selama berabad abad, sedang manusia baik baik sedunia sudah berjuang mati matian melawan tyran politik local maupun internasional yang tergabung dalam Nazi-isme, Kolonalisme, Imperialisme kemudian Neo liberalisme - yaitu tyran ekonomi yang sudah menguasai keuangan dunia, membayar tenaga manusia dengan kertas yang nilainya secara sistimatis diturunkan dengan ihtikar yang mendunia, bukan dari komunisme yang anti Christ saja, atau anti Tuhan saja, menurut propaganda si imperialis dengan neo liberalismenya yang mempertuhan uang US dollar, alih alih menyelamatkan manusia, ,malah menjamin nilai uang kertas si raja tega dengan kekayaan minyaknya, mencopot dan memasang tyran politik disetiap Negara seenaknya udelnya, demi merampas kekayaan alamnya. Mengganti penduduk seluruh Negara dengan orang sesuku yang sudah berabad abad yang lalu berdiaspora menurut riwayat dongeng kuno, sesempit ini egonya Mr. Donald Trump. Menciptakan off shore banking yang tidak bayar pajak kepada Negara manapun,dia mengeruk kekayaan alamnya dengan semena mena, menghisap kering kehidupan pekerja penerima upah sebagai nafkah hidup super austere life, ini egonya neoliberalis - supaya ndak bankrupt negaranya. ini akibat dia SENDIRI NDAK BAYAR PAJAK. Semua ini sudah ukuran dunia !
Penyimpangan praktek ekonomi yang ditentang islam, dimulai dari riba, ihtikar, perbudakan, dilanggar dalam skala dunia dengan cara rekayasa keungan yang sangat canggih - Sedang jiwa pemuka islam masih berkutat dalam dimensi jiwa feodal, tuntutan zaman mengharuskan islam menyatukan manusia sedunia dengan ekonomi islami tanpa mengecoh sesama, tanpa mendomisasi sesama, bukan retorika lagi, tapi berdaya dan kerja sehingga win-win solution dalam dagang, dalam jaringan ekonomi dunia yang adil. cara yang dianjurkan islam bisa dilaksanakan, diseluruh dunia. bukan sekedar permainan kata oleh para da'i.
Sesudah Cromwel, sesudah revolusi Perancis, perjuangan melawan watak dasar feodalisme yaitu kekuasaan absolute dari satu dimensi jiwa sesempit ego itu, terhadap rakyat satu wilayah, yang sudah tebukti jadi sarang KolusiKorupsiNepotisme – sudah dilingkupi oleh persoalan yang jauh lebih besar – existensi manusia seluruh dunia, yang hanya bisa ditampung oleh dimensi jiwa yang jauh lebih luas. Ini Tantantang zaman. kaum muslimin dari berkutat di dimensi jiwa yang egois -dasar dari feodalsme, lagsung jadi humanis, yang hanya bisa tumbuh di dimensi jiwa yang sangat luas, demi menyelamatkan dunia. Baik dengan jalan adhikodrati ( mungkin dari persaudaraan ma'iyah yang dasuh oleh cak Nun bisa ngerti bahwa ini adalah tugasnya, maupun dengan jalan duniawi dengan merelakan dunia sebagai sodakoh, dunia ekonomi dan ilmu pengetahuan, menengok kembali dimensi jiwa, sampaikah kepada aktip membersihkan sampah plastik, sampah politik, sabar dan simpatik - sudah ada relnya kesana, rakhmatan lil alamin - bukan hanya sekedar memamerkan jubah dan hujjah. Ikut aktip milih presiden yang bukan dinasti guritanya George Adhitjondro alm dan kroninya. Bersihkan muka tebal. pengisi kantong tebal, yang ditongkrongkan di DPR RI Bagi kaum muslimin dan para ulama, masih ada kesempatan mengamalkan teladan Rasulullah bedemokrasi, mengamalkan petunjuk Al Qur'an dengan surah surah yang dibuka sesudah Basmallah ditujukan dengan kata “Bagi semua manusia” – Muslimin dan ulamanya berkonsentrasi menyelamatkan umat manusia dan alamnya– sesuai dengan “ad dien” yang dicita citakan. Bagaimana tidak? Wong sudah diabaikan saja, selama berabad abad, sedang manusia baik baik sedunia sudah berjuang mati matian melawan tyran politik local maupun internasional yang tergabung dalam Nazi-isme, Kolonalisme, Imperialisme kemudian Neo liberalisme - yaitu tyran ekonomi yang sudah menguasai keuangan dunia, membayar tenaga manusia dengan kertas yang nilainya secara sistimatis diturunkan dengan ihtikar yang mendunia, bukan dari komunisme yang anti Christ saja, atau anti Tuhan saja, menurut propaganda si imperialis dengan neo liberalismenya yang mempertuhan uang US dollar, alih alih menyelamatkan manusia, ,malah menjamin nilai uang kertas si raja tega dengan kekayaan minyaknya, mencopot dan memasang tyran politik disetiap Negara seenaknya udelnya, demi merampas kekayaan alamnya. Mengganti penduduk seluruh Negara dengan orang sesuku yang sudah berabad abad yang lalu berdiaspora menurut riwayat dongeng kuno, sesempit ini egonya Mr. Donald Trump. Menciptakan off shore banking yang tidak bayar pajak kepada Negara manapun,dia mengeruk kekayaan alamnya dengan semena mena, menghisap kering kehidupan pekerja penerima upah sebagai nafkah hidup super austere life, ini egonya neoliberalis - supaya ndak bankrupt negaranya. ini akibat dia SENDIRI NDAK BAYAR PAJAK. Semua ini sudah ukuran dunia !
Semua tugas kolosal ini tidak bisa dipungkiri lagi dengan segala dalih
dan hujjah. Kalok mengemban pendirian ad dien, ya yang
disebut diatas itu ya itulah lawannya. Bagi
mereka yan sudah mengucapkan dengan hatinya kalimah syahadad, insya Allah dunia
dan manusia bisa terselamatkan dengan dimensi jiwa yang sesuai luas dan dalamnya dari kaum muslimin
dan ulamanya. Kerja.kerja, kerja – belajar, belajar,belajar ilmu duniawi dan
ukhrowi. Bukan assesoriesnya saja. Ummatnya sudah lk 23 %
penduduk dunia (tirto co.id. Ahmad
Khadafi 26 april 2017) kekayaan ada, ilmu ada, hanya kesadarannya, kekerdilan ego
pimpinannya perlu ditinjau. Wong seluruh dunia sudah tahu tingkah polahnya
Fahri Hamzah yang menuntut ganti rugi dipecat dari partainya, tapi sampai sekarang masih mewakili rakyat ( rakyat mana) didului oleh
Suryadharna Ali, Aqil Mohtar, Lutfi Hasan Ishaq, Nazaruddin, Anas (Sengkuni)
Orbaningrum dan ribuan nama besar pimpinan muslimin yang lain masih anggauta,yang masih bebas malah cengengesan, membela jaring centrang, perusak biota laut kita, tapi masak semua jatuhnya ke pelimbahan juga ? (pepatah melayu) *)
0 comments:
Posting Komentar