disimpan di pad 2
BAGAIMANA ISLAM DIKEMBANGKAN DI PULAU JAWA
OLEH PARA WALIULLAH –MULAI AKHIR ABAD KE 11
MASEHI
Para mubaligh Islam yang paling pertama
tiba di pulau Jawa, konon dari Yunan sisi utara masyrakat Parsi, yang terdiri
dari para ilmuwan islam yang mmpuni, mengambil jalan lewat utara pegunungan
Himalaya- menghillir sungai Yang Tse yang ramai dengan pelayaran menuju ke Laut
Kuning dimana secara rutine jung china sudah melayari sampai di Singhasari , kemudian Majapahit sebagai ujung perdagangan rempah rempah dari timur yang sangat dimaui
pasar di pelabuhan sebelah barat - Timur laut kota kota pelabuhan
Mediteranean antaranya Punisia - ujung barat Jalan Sutra
Jadi asal para mubaligh itu dekat dengan
bangsa Parsi dimana islam bekembang di linkungan yang berkebudayaan sangat
tinggi juga dalam petanian, sangat lain dari di Mesir. yang hanya mengandalkan
luapan sungai Nil, tapi di Mesopotamia menanfaatkan rawa untuk sawah, dengan
mengatur ketinggian air dirawa rawa Mesopotamia ( tanah diantara dua sungai
Euphrat dan Tigris)
Para mubaligh ini melihat bahwa masyarakat Hindu di pulau jawa sudah
mengalami zaman keemasan dan mulai mengalami pelapukan di segi
dinamika masyarakat yang terbagi dengan sistim kasta berdasarkan kepercayaan
agama Hindu yang berkembang sudah berabad abad lamanya. Pengamatan para
mubaligh penyiar agama islam di barat India dan kerajaan kasultanan di India –
ternyata budaya kasta ini masih terikut dalam masyarakat baru yang beragama
islam, membuat para sarjana mubaligh ini sangat hati hati, terutama dalam
sistim penguasaan tanah pertanian sebagai tiang pokok suatu kekuasaan dalam
masyarakat agraris waktu itu. Penaklukan wilayah tidak mensita tanah pertanian
milik anggauta komunitas petani desa, melainkan menarik pajak tahunan seperti
yang lazim dilakukan oleh sistim pemerintahan feodal. hanya tanah pertanian
milik Raja diambil alih oleh penguasa baru. Mungkin juga lungguh (pengganti
gaji) para penjabat pemerintahan, mengalami pergantian seperti lazimnya
pegantian rezim.
Peperangan demi menyiarkan agama Islam seperti yang
ditulis dalam sejarah lslam, menyangkut catatan yang sangat rinci mengenai
harta rampasan dan pembagiannya – “ghanimah” -jadi rampasan perang dari
peperangan itu sendiri, semua bekal perang seperti ternak daging,
ternak tunggang ternak angkut, kendaraan perang dengan bekal
makanan, senjata, baju zirah dan pasukan taklukan beserta budak budaknya.
Kondisi zaman – yang telah
menyingkirkan Abu Dzar, sosok muslimin, yang sangat dekat dengan ideal
Rasulullah, karena karakternya yang lugas, jauh dari nafsu memperkaya
diri, zuhud, dan berani – seperti Jendral Jusuf, ksatrya dari Bugis
Hak milik satu pribadi yang untuk hidup sebagai kawula Negara satu komunitas tidak
dirampas,
dibagi bagi. Padahal perang sebelumnya sama dengan perampokan dengan skala
jauh lebih luas, tidak ada pembatas untuk perilaku pemenang.
Cara itu tidak beda dengan perang suci damana mana,
di zama sesudahnya. Juga perang perampokan dimana mana. Konon perang orang
Portugis dan Spanyol di Kerajaan Inca dan Maya di Amarika Selatan dua adat
perilaku perang itu dicampur jadi satu.
Kesimpulannya penyebaran islam di
Nusantara, jelas tidak memakai cara penaklukan itu. Sedang perang
antar Kerajaan di Nusantara – sebagai contoh di pulau Jawa, ya masih
menurut kebiasaan itu. Hanya pemilik Kerajaan serta keluarga intinya dan
hak miliknya disita – termasuk istri istrinya anak anaknya jadi tawanan atau
boyongn. ( dari babad Tanah jawi). Islam tidak mengadakan peperangan di
Pulau jawa. Jadi bisa dimengerti, komunitas islam pertama di Pulau jawa harus
membangun komunitas kaum muslim ( dan kaum lain) demi kemandirian tanpa
bergeseran dengan penduduk asli dan existensinya sendiri, yang bisa mandiri.
Para mubaligh yang datang dari Yunan mengambil pengalaman dan teknologi
dari Mesopotamia membangun rawa jadi sawah di muara Bengawan Solo dan tinggal
di lokasi yang lebih tinggi di bukit kapur Gresik atas izin peguasa Kerajaan
Majapahit. Tentu saja dasar dari semangat untuk bekerja berat membangun rawa
jadi sawah ya kepemilikan sawah itu sendiri. Perjuangan mencetak sawah dari
lahan rawa ini laksana perang penaklukan pada zaman kalifaur rasyiddin, para
pimpinan pasukan penakluk menganggap sebidang tahan pertanian yang subur adalah
ghanimah, hak untuk dibagi bagikan pada para pasukan yang berperang, tapi Umar
bin Khattab sebagai Amirul Mukminin lebih suka menjadikan tanah peertanian ini
milik Negara dan peggarap ditarik pajak untuk digunakan sebagai beaya penyelengaraan
Negara. https://www.kompasiana.com/milanletana/5500dddba33311a8725124af/ijtihad-umar-ibn-khattab-cak-nur
Kali ini para santri pembuka sawah
rawa diberikan hak untuk memilikinya- kejadian yang belum pernah ada pada
kekuasaan sebelumnya – meskipun komunitas kecil ini di Gresik ini bukan Negara,
tapi memberi semangat yang sangat besar bagi para santri dari semua kasta kaum
Hindu yang menjadi santri.
Terbukti pada adat kebiasaan petani di Lamongan dmana sawah rawa dbangun para santri, sekarang, yang masih memakai
adat matriarchal murni untuk mempertahankan sawahnya dari pembagian waris sawah
di beberapa desa Lamongan, sawah hanya diwariskan pada anak
perempuan. Dengan melamar menantu pria untuk tenaga penggarap, lengkap
dengan emas kawinnya – asal tidak minta warisan sawah sang calon istri. Persis
di tanah Minang yang bekas Kerajaan Hindu Pagar Ruyung.
Menimbulkan percaya diri, serta mengubah
mentalitas satu komunitas untuk sukarela begotong royong, alias berkorban
tenaga dan harta, demi idealnya, lengkap didukung oleh dua kasta atasnya dalam
komunitas itu, kaum Ksatria dan kaum Brahmana. Karena dua kasta diatas itu,
sebagian kecil hampir mirip sikap Abu Dzar sang beduin dari padang Pasir.
Setelah kurang lebih satu abad, generasi
berikutnya dari para sarjana dari Yunan ini membentuk satu budaya baru, sudah
ada kesempatan membangun rawa yang lebih besar di Demak Bintoro, karena beras
lebih dimaui pasar. Sedangkan sistim ekonomi kerajaan Hindu yang berkuasa mulai
melapuk karena perebutan kekuasaan dan tidak mampu mengantisipasi
kebutuhan pasar, kerana infra structure jalan dan jembatan sangat sulit
dibangun di wilayah tropic basah ini, sehingga mengumpulkan beras yang
diminta pasar tidak mudah. Lagipula sawah berundak di lereng lereng gunung
wilayah Majapahit sangan berpencar pencar, mulai Banyuwangi hingga
wilayah gunung Merapi Mebabu. Memang Majapahit tidak mengandalkan komoditas
beras untuk export, melainkan mengumpulan dan memproses rempah rampah.
Sehingga kesempatan untuk mengembangkan
rawa menjadi sawah tidak disia siakan oleh komunitas islam di Gersik, tepat
perhitungan para pendahulunya, para wali generasi kedua berhasil mendapat dukungan
kaum ksatrya dan kaum Brahmana dengan kelebihan ilmu dan budaya komunitas islam
yang telah diciptakan di muara bengawan Solo. Yaitu mengembangkan semangat abu
Dzar, dengan segala cara.
Pengajaran ilmu islam sangat digalakkan
untuk mereka, kaum ksatrya dan brahmana Hindu, yang melihat di lingkungannya
sudah dekaden. Para idealis ini mendapat angin segar dari pelajaran islam
para wali. Yaitu pelejaran ilmu makrifat islam dan hakikat islam, yang di selami
para wali dari sumbernya langsung yaitu Al Qur’an
dan Al Hadist Kudzi. Dan gerakan, bacaan
sholat lima waktu, seterusnya diandaikan dengan buah blimbing bersisi
lima rukun islam, dalam tembang "Ilir ilir". Adapun metoda megajarkan
islam mengambil dari sumbenya al Qur'an dan al Hadist - adalah mengambil
tafsir dan makna dari induknya Al Qur'an - surah Al Fatihah seluruh
textnya, (lha kenapa ditulis dalam mushaf Qur'an jika tidak untuk dibaca
dan digali apa maknanya ?), meskipun belakangan ada ajaran dengan banyak cara
mengumandangkan ummul Qur'an ini - cara ini membaca yang bermacam macam ini
timbul diantara penerus mubalegh islam. Pada zaman para wali, mereka megambil
sumber ajaran bukan dari detail, surah demi serah al Qur'an ini, yang
memerlukan belajar bertahun tahun untuk menguasainya menurut Gus Mustafa
Bisri. Para wali abad 13- 14 di tanah jawa mengambil jalan tabligh yang tepat,
karena mengganti mentalitas Hindu - menjadi mentalitas semangat Islami. yang
kala itu Hinduisme sudah dianggap pengap dari feodalisme dengan autarchy
feodal, oleh sementara golongan kecil kaum brahmana dan ksatrya - mereka
mengagumi ajaran egalitarian dan kelugasan dari Islam, waktu sholat berjama'ah
semua lelaki dewasa sehat dan bisa sholat, boleh jadi imam/ pemimpin sholat berjama'ah
ini. Tedak heran kesultanan Demak juga didampingi oleh sidang para Wali -
tidak memiliki sawah rawa yang dibuka dan dimiliki para santri. Ini yang menjadi
kelemahan kekuasaan Kesultanan dibelakang hari. Terbukti Kesulitanan Kesultanan Islam di Jawa zaman berikutnya dari Pajang sampai Mataram - para sultannya berusaha
"memiliki" sawah berpengairan, dan petani sebagai penggarapnya,
dengan puncak kekuatannya pada pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Sultan
Agung sudah berhasil mencetak kalantaka besar tapi sebagai kesultanan di
pedalaman, sudah tidak membangun kapal besar tipe kapal bercadik seperti di
gambar di candi Borobudur, dipersenjaai dengan itu......sayang.
Tindakan ini perlu kebersihan hati dan
percaya diri yang sangat besar. Prilaku dan pemikiran Kanjeng Nabi
Muhammad salallahu allaihi wassalam , dan sahabatnya yang empat ditambah
riwayat teladan Abu Dzar-yang dilupakan oleh para jamhur dan khilafah
Islam,selama berabad abad, karena terlalu idealis dan sangat bertentangan
dengan kaum feodal masa itu. Tapi berabad abad kemudian ternyata borok
feodalisme sudah tidak bisa lagi menampung semangat kemajuan produktip kaum
pedagang dan kaum terpelajar, hingga kini, bahkan di Arab Saudi.
Ajaran para wali tanah jawa bukan ajaran
gaya sekte sempalan, bukan sub mashab islam, tapi ajaran pendekatan ke
hakiki iman – diajarkan sorogan – dari mulut ke mulut –"ilmu iku kelakone
kanti laku" – bahasa jawa ilmu itu nyata, sesudah diserap dengan
tercermin di perilaku, jadi ya menjalani rukun islam yang lima itu, ditambah
dengan perilaku. Disitu Bramana ksatrya tunduk sejuk
pada Sang Guru – hidup lebih berisi, hidup berkonsentrasi – membuat dunia
lebih baik – mejadi rakhmatan lil alamin.
Santri yang beruntung
sepanjang sejarah pelajaran islam di Tanah Jawa, sesudah lima abad ini, masih
mendapatkan serpihan pelajaran para Wali yang menggali riwayat Abu Dzar
ini, menjadi azimat hidup murni seperti di teladani oleh jendral Jusuf,
Dr.Rizal Ramli, Hakim Kautsar. Jendral polisi Hugeng Imam Santoso,
Laksamana Srimulyono Herlambang, Jendral KKO Hartono.
Jendral Polisi Awaludin Jamin, Mereka yakini ilmu islam yang ini, bisa
diringkas seperti biji merica yang diasah bulat, sak mrico binububud, lamun
digelar bso ngebaki jagad. - tapi bisa digelar memenuhi dunia. Diajarkan
oleh para Wali tanah Jawa – dijahit kuat dengan ilmu tarikat islam dan
syari’at islam yang nampak pandangan mata – tercantum di tembang
Ilir-ilir, gubahan para wali tanah jawa, yang dilantunkan oleh cak Nun
keliling dunia – sayangnya tanpa makna.( cari di blog ini)
Kesultanan Islam Demak Bintoro berdiri,
jauh dari pusat kerajaan Hindu Majapahit, diwilayah yang diterlantarkan dirawa
Demak Bintoro dengan potensi pengembangan 20 – 30 ribu hektar ! Yang
berkembang jauh lebih kecil dari itu, tapi ngumpul jadi satu – kelebihan sawah
rawa : tidak perlu mambuat jalan dan jembatan panjang yang sulit dan mahal –
tapi transportasi dengan perahu datar, sampai penyosohan dan pelabuhan –
Pamotan dekat Gresik sekarang Lamongan dan Jepara dekat dengan
rawa rawa Demak.
Kesultanan islam bertahan 18 tahun,
sesingkat itu, sejarawan ndak ada yang mau tahu. Dasar cuma tempe, isuk tempe
sore dele. Raja tauladan-nya Dr. Nugroho Notosusnto
Saya bukan ahli sejarah, tapi saya
perkirakan, kesultanan yang didukung sawah rawa, yang mampu melayani kebutuhan
pasar beras untuk export ke negeri China – dimana perang antar kerajaan
kerajaan tanpa berhenti, menganggu musim tanam penduduk tani, merampok yang
sudah ada, membuat beras langka, di seluruh anak benua China, kelaparan
merajalela. Sedang jung perahu layar china bisa dibuat di Semarang, 200
DWT. sebab kayu jati dari sebelah utara di lereng dunung
Muria, galangan dengan ahlinya ada – Semarang kota galangan prahu
raksasa, dengan layar sutera – ringan dan luas – dengan daya dorong luar biasa
– kebutuhan beras sangat mendesak – Demak Bintoro mampu melayani semua –
kurang apa ? tapi Masjid peninggalannya. cuma bertiang tiga, yang satu kayu
limbah belaka. Apa Negara kurang beaya ? Tapi sunan Kudus sudah bikin
menara dari batu bata. Apa teman sejawatnya tidak setuju rakyat tani dinaikkan
pajaknnya ? Lha duit dari mana, kalok beras sudah diborong pedagang china
?
Pelayaran export nyaris berhenti
karena Vasco da Gama sudah merintis jalur pelayaran sampai ke laut China.
Ke Selat Karimata ( akir abad 14 M) Pembajakan meraja …. bukan lela –
tapi cannon besi kaliber 10 inci, dimuat berderet di lambung
galleon 300 DWT, dengan layar dari kanvas serat flax atau
linnen ( belanda) , –
1, Sedang armada Demak dan
jung Cina membawa kalantaka hanya 3-5 inci dengan jarak
tembak 300 meter. Sultan Demak Laksamana Adipati Yunus, kalah
telak. Jadi pembajakan jung pengangkut beras dan perompakan di Kepulauan
Maluku, bukan main kejamnya.
2. Terjadi pesaingan
dengan Kesultanan Demak untuk membeli beras dari petani, para pedagang china
sudah jauh dari seberang lautan, membeli “ijon” sebalum panen atau petani
meng-gadai-kan-nya, tidak ada kesetiaan pada Negara. Jadinya Kesultanan
hanya mendapatkan income dari pajak bumi saja…… padahal pendapatan Negara
yang terbanyak dari perdagangan beras export.
3. Adanya pedangkalan sistim irigasi rawa
yan masif dari lahar dingin gunung Merapi/Slamet, yang sulit dipulihkan kembali
karena lahan sudah di gadaikan atau sdah si ijon. Akhirnya sumber perputaran
ekonominya berhenti.
Bila dirunut sebabnya……. Ada pendatang
baru dari Timur tengah……menistakan ajaran para wali – dianggap takhayul,
bid’ah, dan churafat, melulu dari sudut pandang yang kasat mata, sangat cetek
pengisian qolbunya. Mereka berdatangan sampai sekarang.
Sedangkan petugas dari Kesultanan banyak
dari kaum ksatrya dan brahmana yang masih bermental priyayi, kurang sebat
dalam dagang. Persis kayak Dr. Leni Sugihat, panen sudah selesai, gudang bulog
masih kosong.
Terjadi
pendangkalan sawah rawa dari endapan lahar dingin yang sangat cepat dan merata,
sehingga sangat merusak sistim pematusan dan pengisian irigasi sawah rawa –
karena luasan lahan yang nyaris rata – sehingga dari design-nya, saluran
aslinya harus dibuat dangkal dan lebar, sangat rentan terhadap pendangkalan
sistim. Untuk memulihkan dengan cepat sistim pengairan rawa ini perlu beaya
atau pengerahan tenaga yang sangat besar. Kasultanan Demak tidak mampu
mengerahkan beaya atau mengerahkan petani untuk gotong royong karena
sawah sudah sangat kacau pemilikannya, oleh cara beli atau sewa
oleh pedagang china, yang sangat di nanti oleh jung jung di pelabuhan Jepara.
Saya kira ketiga
kemungkinan , memang terjadi secara simultan. Sebab semua memang terjadi
berbarengan Kesulitan Kesultanan islam yang pertama ini,
memilih pindah ke Pajang, orientasi policy Kesultanan beralih ke
Pertanian sawah dengan pengairan di ngarai bengawan Solo, di wilayah lembah
yang dibatasi gunung Merapi Merbabu dibarat,Pagunungan kapur Kidul
diselatan, Gunung Lawu ditimur dan Pegunungan kapur Kendeng di utara –
perbentuk seperti penggorangan. Sultan memiliki lahan penggorengan ini
disela sela Perdikan dari penguasa lama Majapahit. Ndak soal, kerana sebagian
besar masih dapat dibangun sistim pengairan diluasan kipas lahar purba. Dari
sumber air yang ada diumbul Cokro dan umbul Pengging, anak sugai
bengawan Solo, sudah cukup unut 2000 -3000 ha sistim pengiran lembah dengan
teknologi sedehana. Bahkan Belanda, menamakannya vorsten landen - tanah milik
sang raja
Sedang pekerja pembangunannya para abdi prajurit, yang mendapat “lungguh”
artinya sebidang sawah dilemembah berpengairan sebagtai ganti gaji. Juga para
bangsawan pengelola pemerintahan. Para ulama melorot jadi abdi kasultanan,
bercampur gaul dengan Hindu jawa di Perdikan ( sawah bebas pajak dan kewajiban
hadiah raja Majapahit) – seperti Pajang, Kajoran, Tingkir, Banyu Biru, jadi
islam abangan, akutrisqasi dengan Hindu, sering hinggs didakwa sincretisme atau necampur adukkan agama. Tapi ajaran para wali islam masih masuk sampai kelubuk hati –
menjadi prilaku para priyayi, dan para Kiai. Di pergaulan golongan ini Belanda
masih mencari perwira peserta perang Jawa – berakhir 1830 – mereka sangat
waspada, sampai ke generasi ke empat kelima, sebagian mereka, benar benar
tercebur dalam kenbudayaan Belanda . Sebagian besar malah sangat
mengejutkan Belanda, kok bisa berperang mengadu jiwa, melawan mereka ? mereka
anak Kiai, mereka anak priyayi, banyak yang santri, tahun 1945.
Sebaliknya ada,
diantar mereka, sholat sampai kening hitam mengkilat, sambil mecari
kesempatan unjuk diri – ujung ujungngnya ya mencari rejeki. Jadi pemimpin
reuni.*)
ini sudah daur ulang posting lama, jadi bila sudah pernah mebacanya ya tidak
usah ikut dibaca.
edisi ke 2 : PERKEMBANGAN +ISLAM SESUDAH MAJAPAHIT DI PULAU JAWA+ dari
blog sesudah di edit 3/1/2018
Yang jelas, Majapahit runtuh bukan karena perang dengan siapapun,
melainkan disebabkan oleh landasan ekonominya telah runtuh,
tanpa bisa diantisipasi jauh jauh hari.
Kapal jung dari China, menjadi lebih besar,
guna mengangkut beras yang lebih dibutuhkan, dan tidak bisa dilayani oleh
pelabuhan pedalaman, di pinggir kali Brantas di Wilwatiktapura, sekarag
sekitar Trowulan, Mojokerto sekarang, sangat mendangkal karena endapan
pasir vulkanik dari gunung api di daerah tangkapan airnya, terutama gunung
Kelut, dan gunung Anjasmoro.
Sedangkan memang
komoditas beras sangat memerlukan transportasi dari sawah peninggalan
zaman sebelumnya, sawah dengan pengairan berundak di lereng lereng
gunung yang terpencar pencar, sehingga sulit sekali untuk mendapatkan
ready stock beras sebanyak muatan 3-4 jung besar dalam waktu sebulan
misalnya, katakaan sampai 1000 ton beras di pelabuhan dalam, dengan
draft 2 -2,5 meter, di laut Jawa atau selat Madura. Sedangkan
ulama islam, sejak berdirinya kerajaan Majapahit telah membangun persawahan
pasang surut dan persawahan di rawa rawa muara bengawan Solo dekat hunian
kaum muslim di Gresik, sejak pada abad ke 12 M. dengan teknologi dari
Mesopotamia, menggunakan alat pengukur optik, ciptaan Al Haitham, ulama
islam ahli optika, disempurnakan dari kebudayaan Babylonia, oleh ulama islam,
dari prototype teodolit, untuk mengukur kontur dasar rawa. Rawa yang luas
dengan cepat dipetakan untuk rencana pembangunan saluran saluran pengairan,
bisa diukur meskipun dari wilayah rawa yang luas. oleh sunan Kalijogo,
dan gurunya sebelum zaman Demak. Menggunakan dasar rawa paling dalam untuk
dilewati saluran pematus guna menurunkan permukaan air di area yang sama sama
tergenang air, baik rawa pasang surut maupun rawa akibat aliran sungai
terhambat, seperti di Demak Bintoro, karena aliran sungai melewati lembah buntu
seperi Demak Bintoro, jadi dasar rawa yang tinggi menjadi cukup dangkal untuk
tanam bibit padi, menjadi lahan sawah, yang bisa mendapat air pengairan
sepanjang tahun. Pencetakan lahan baru sawah ini tidak bertentangan dengan
kekuasaan Majapahit, malah mendatangkan penghasilan dari katakanlah “pajak”
exportnya. Dengan demikinan selanjutnya pondasi dari kerajaan islam Demak
Bintoro menjadi kokoh. Karena sekitar Demak memang areal rawa yang sangat luas,
bisa di cetak sawah puluhan ribu hektare, karena dari tangkapan air di lereng
timur gunung Merapi Merbabu, lereng utara pegunngan Kendeng, lereng timur dan
selatan gunung Telomoyo di Semarang, terhadang ke laut oleh kaki dan lereng
selatan gunung Muria !! .
Lha ulama Jawa,
mulai dari para wali zaman Demak, telah mengajarkan ilmu hakikat islami
dan makrifat islami digali dari isyarat isyarat dalam syari’at islami yang
kasat mata. ( tembang dolanan ilir Ilir itu ciptaan para wali)
Diajarkan secara
estafet, sorogan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi untuk
mengatasi ajaran dharma dan karmapala yang tanpa ampun terhadap segala
kesalahan manusia, dari agama sebelumnya.
Karena isyarat yang diberikan oleh bacaan dan gerakan
sholat itu adalah inti sari ilmu hakikat islami dan makrifat islami, yang di
design oleh ALLAH subhanahuwata’alla sangat sederhana dan mudah dimengerti oleh
manusia diseluruh dunia. Begiyulah pqndqangan paqra wali. Jadi ilmu hakikat islami dan ilmu makrifat islami
tidak sulit sulit amat untuk dimengerti dan dijiwai oleh para murid para
wali tanah Jawa, dan anak pinak murid muridnya, meskipun belakangan sesudah
Demak sangat banyak ulama belajar dari Timur tengah berdakwah dikalangan akar
rumput dengan besorban dan jubah, brewok jenggot aneka macam, menawarkan sorga
dan menjatuhkan ke neraka mereka yang secara kasat nata beda dengan dia. Malah
menyebarkan ramalan ramalan akhir zaman,mereka artikan secara harfiah, seperti
kembali ke kekhalifahan islam. karena bunyi kalimah tauhid, tidak ads sesembahan kacuali Allah, tidak ada Nusantara yang ada Allah -( makanya aliran pmikiran kakitkat islam yang semacam ini dilarang di saudi Arabiak karena ngacau ndak ada pebandingan antara Tauhid kapada Allah dan metoda menjiwai tauhid dilokasi Nusantara - makanya menurut bisikan para wali, diminta gerakan "tandur" beneran di sawah rawa hasilnya sangat diharapkan di medan kekacauan di Timur Tengah sana, sudah ndak subur, musim tanan satahun sekali dikacau perang - lantas makan apa ? Lha disini setahun bisa "tandur" dua kali, lahan ada (potensial 9,3 ha, sangat bisa dikerjakan dengan eskavator tanggul dan salurannya, relatip rata, air ada, sinar matahari ada tenaga tandur ada - trus kurang apa ? lantas bila Nusantara tidak ada harus ikut khilafah mereka, jubahnya kan berjela jela basah semua ?
Apabila pada permulaan kerajaan islam di
Jawa, para ulama ikut berperan aktip membangun dasar ekonomi dengan
membangun pondasi ekonomi, sawah rawa, sesudah Kasultanan Demak bintoro
fungsi ulama islam surut, karena tidak berperan dalam kemajuan ekonomi, baik
infra structure maupun perdagangan, karena gangguan alur pelayaran yang semakin
gawat dari pembajakan galleon galleon Portugis.
Pondasi karajaan islam yang pertama ini pudar.
Pada kesultanan Pajang, Sultan berusaha agar sawah berpengairan ini
menjadi milik kesultanan, dan para prajurit sebagia penggarap, juga para
Pembesar kesultanan kerajaan Pajang. Kerajaan baru ini hanya
didukung oleh produksi beras dari lembah tepi barat bengawan Solo, sawah
berpengairan dari sumber air di ngarai, lembah antara lereng barat kaki gunung
Lawu sampai tepian barat bengawan Solo ,lembah antara pegunungan kapur di
selatan, Gunung Merapi dan Merbabu di barat dan Pegunungan kapur Kendeng di
utara, merupakan dataran rendah bengawan Solo, kali Pepe dan kali Dengkeng di
dataran landai menyatu dengan bengawan Solo, sebagai anak sungai
yang sangat pendek mengalir di lembah berbentuk seperti alat penggorengan.
Dengan ketinggian beberapa puluh meter diatas permukaan laut. Perpindahan ibu
kota sekaligus pengalihan rekayasa teknik pengairan sawahnya.- juga
membuat surutnya pegaruh para ulama islam dalam politik pemerintahan para
Sultan, mulai zaman Panemhana Senopati di Mataram Kerto, Amangkurat I Mataram
Plered, dn Kartasura kemudian pecah dua jadi Surakarta Hadiningrat dan
Ngayogyokarto Hadiningrat.
Dari semula, pada zaman
terdahulu, sawah berpengairan merupakan modal kekuasaan semua kerajaan di
pulau Jawa, kecuali Majapahit. yang bertumpu pada perdagangan rempah rempah.
Tidak seperti kerajaan Hindu yang hingga sekarang masih ada di pulau Bali,
menciptakan sistim saluran pengairaan subak sebagai penopang ekonominya.,
dikepalai oleh kaum brahmana sebagai Sedahan agung. Bila persawahan rawa
ini dimotori oleh para ulama islam yang menyediakan teknologi sekaligus para
santrinya, sebagai tenaga penggerak pembuat saluran, oleh sebab itu sidang para
Wali sangat besar pengaruhnya terhadap pemerintahan Sultan Sultannya.
Maka pengairan dari
sumber dataran rendah ( umbul Cokro, umbul Pengging) adalah danau kecil
di dataran 70 - 80 m diatas permukaan laut. Dengan debiet lk. 1500 liter per
detik, setiap sumbernya, digunakan sebagai pengairan sawah dengan
sistim saluran ke areal sawah bawahnya, hingga tepian barat bengawan Solo.
Wilayah yang oleh Penjajah Belanda disebut Vorstenlanden. Yang pemiliknya
adalah Sultan.
Pembunuhan amirul mukminin
di tanah Arab jauh sebelumnya, pendukungnya mengajukan pembenaran pembenaran
dengan ngotot, sehingga sangat menimbulkan pertentangan, diantara kaum
muslimin, gemanya sampai kesini juga setelah berabad abad. Lha ulama
Jawa, demi menghindari dari dampak itu, mulai dari para wali zaman Demak,
telah mengajarkan ilmu hakikat islami dan makrifat islami digali dari
isyarat isyarat dalam syari’at islami yang kasat mata. Diajarkan secara
estafet, sorogan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi juga untuk
mengatasi ajaran dharma dan karmapala yang tanpa ampun terhadap segala
kesalahan manusia, dari agama sebelumnya.
Karena isyarat
yang diberikan oleh bacaan dan gerakan sholat itu adalah inti sari ilmu hakikat
islami dan makrifat islami, yang di design oleh ALLAH subhanahuwata’alla sangat
sederhana dan mudah dimengerti oleh manusia diseluruh dunia. Ajaran dari kedua
ilmu islam ini sangat memikat para brahmana dasn ksatrya, yang sudah muak
dengan ajaran agama sebelumnya yang sangat feodalistic dan dekaden, jadi para
wali tanah jawa memang mendapat dukungan kaum intelek, sebagian dari kaum
ksatrya dan kaum brahmana yang memang dibutuhkan.
Sebaliknya dengan para
Sultan islam, yang menjadi penerusnya, sangat tergantung pada hasil
sawahnya, sangat memperhitungkan penghasilan berasnya, bahkan
pemberontakan, seperti yang terjadi di Mangir dan Kajoran pada era kerajaan
Mataram abad ke 16 -17 yang selalu dapat dipadamkan. Sedangkan pada zaman
kasultanan Demak saja yang masih didukung oleh persawahan rawa luas untuk
exsport, masih membutuhkan log/gelondong kayu jati dari Wengker ( wilayah
Ponorogo) yang sangat mudah dihanyutkan lewat kali Madiun anak sungai bengawan
Solo. Demak merasa dirintangi oleh pemangku wilayah sebagian dari
Wengker, dibawah keturunan pemangkunya yang mendapat mandat dari
Majapahit, Kiageng Kutu. Sosok sakti dari sincretisme Islam Hindu jawa. Demak
tepaksa minta tolong kepada Kiageng Gribig dari Sengguruh/Malang sekarang,
yang telah membersihkan kaum Bhairawa di sana. Beliau merupakan turunan
ketiga dari Sunan Giri Kedaton. Moyang Sunan Giri Kedaton ini Syech Jumadil
Qubro pendahulu dari wali islam di Demak, telah mengalahkan aliran
nyleneh dari hinduisme, yaitu aliran Bhairawa. ( google,
idesubagyo.blogspot.com Matahari Terbit di Wilwatikapura tayangan 2013) .
Kiageng Gribig mengirimkan putranya Kiageng Mirah, untuk membantu utusan Demak,
Bhatoro Katong, sehingga Kiageng Kutu bisa ditaklukknan. Untuk selanjutya
keturunan Kiageng Mirah bermukim di Ponorogo, salah satunya adalah Kiageng
Ngalimuntaha Mohammad Besari yang dimakamkan di desa Nglames. utara Madiun,
kecamata mBagi. Pada akhir Perang Diponegoro beliau sudah berusia hampir
tujuh puluh tahun, masih menyelenggarakan sistim lintelijen lapangan yang
sangat diperlukan oleh pasukan gerilya perang Jawa ini ( 1825-1830), dengan
mengamati gerakan pasukan Marsose Belanda dari Benteng Ngawi, yang merupakan
pertemuan sungai Madiun dan Bengawan Solo, Ngawi sangat strategis karena
merupakan jalan angkutan perahu ke tiga arah, ke Ponorogo -, Madiun, ke Solo
dan ke Surabaya. Berita gerakan pasukan lewat ketiga arah ini dipantau
dan diberitakan dengan puluhan kurir terpercaya sambil membawa pesan berupa
kacang tertentu sebagai contoh dagangan, ( jumlah pasukan) para kurir berkuda
secara estafet, kurir yang kesehariannya menyewakan kereta kudanya ke
para marsose senior yang memelihara istri simpanan di desa desa, sedang kuda
kudanya bila perlu bisa dikendarai oleh kurir dengan cepat, ke tiga
jurusan, sehingga kurir kurir ini tidak tahu siapa sebenarnya penerima contoh
dagangan dan disampaikan kepada siapa. Saat daerah Nganjuk mamanas, pada
akhir perang Jawa, setengah batalion marsose dari Ngawi dikirim ke timur
mudik sungai Madiun, mendarat di desa Mbagi, untuk melanjutkan dengan
baris jalan cepat, 55 km ketimur, lewat lereng utara gunung Wilis. Di tepian
barat sungai Mediun, tepatnya di ladang kering desa mBagi, sudah dihadang oleh
pasukan gerilya simpatisan Diponegoro, dan dipukul mundur, dengan banyak
korban, dikenal dengan perang Mbagi. Sang Kiai sepuh sangat hati hati,
berendah hati, selamanya tidak pernah pergi dan menerima tamu asing,
sehingga tidak diketahui peranan-nya baik oleh kawan maupun oleh
lawan. Itulah yang membuat upayanya sebagai intelijen tidak terungkap sampai
perang Jawa dimenangkan oleh Belanda. Hanya gambarnya dibuat kumpeni
untuk arsip, dan pengawasan gerak geriknya, sebagai sosok cerdas, yang bisa
diduga juga memiliki pengetahuan strategi militer. sampai sekarang masih ada.
Hanya dekat sekali dengan rumahnya didirikan sekolah sampai kelas lima, oleh
kanjeng Gupermen, sesuai dengan kebutuhan kecakapan yang diperlukan oleh para
kepala mandor kebun tebu (kometir- gecomiteerde) dan pegawai kecil di kaonderan
dan kawedanan, istilanya program pasifikasi, sampai th 1952 sekolahan itu
masih ada, sedang di dekat masjid lain misalnya di Gebang Tinatar tidak
didirkan sekolahan semacam itu, apalagi di desa. Ini termasuk program
pasifikasi wilayah jajahan, yang bergolak pada periode perang jawa.
Banyak nama ulama dengan
nama Besari di kawasan Madiun Ponorogo Pacitan dan Solo, seperti Ki Ageng Anom
Besari, yang makamnya di Caruban, ,dan banyak sosok Besari, yang kiranya
merupakan murid dari satu ulama sufi, sangat mungkin beliau
berasal dari Lebanon sekarang. Para murid beliau yang berhasil
menguasai ilmu sang guru, seperti Kiai Ageng Ngalimuntaha Mohammad Besari dari
desa Nglames Madiun diperbolehkan memakai nama beliau, juga Kiai Ageng Muhammad
Besari dari Gebang Tinatar, Ponorogo. Kiai Imam Besari di Jatisobo,
Bekonang Solo, dari Pacitan, sebab kata Besari di Libanon adalah nama satu
tempat dekat dengan tempat kelahiran sastrawan humanist zaman ini, yang
bermukim di Amerika, Kahlil Gibran (google kata kunci the birth place of
Kahlil Gibran). Jadi pasti ada ilmu sufi/makrifat islam dan hakikat islam
yang sama dari semua yang menyandang nama Besari. nama ulama Besari
ratusan tahun yang lalu, dari wilayah Yogya, Pacitan, Solo, Ponorogo, Madiun,
Caruban, belum pasti mereka dari satu induk pohon ginealogi, tapi mungkin juga
putra/kerabat, rupanya para generasi ke tiga sudah tidak berhak memakai nama
itu. meskipun telah di wejang ilmu ini dari tangan ketiga, yang
pasti mendapat ajaran yang sama. Yaitu ilmu HAKIKAT ISLAMI DAN MAKRIFAT ISLAMI,
yang intinya tentu cocok dengan ajaran para wali jawa terdahulu.
Kedua pengetahuan islam
ini hingga sekarang di Saudi Arbia sangat dibatasi penyebarannya, oleh
Pemerintah Saudi Arabia (google kata kunci Sumanto al Qurtubi – Wahabi KW )
beliau seorang lecturer mengenai science di Riyad King Faisal University.
Rabaan saya, ajaran hakikat islami dan makrifat islami dengan isyaratnya
dalam kalimah tauhid menunjukkan hanya al Qur’an dan Al Hadist
sajalah asal aturan nas bukan dari yang lain, sedangkan generasi
yang ada dibawah khalifaurasyiddin saja, telah menodai dirinya dengan
pembunuhan pembunuhan amirul mukinin-nya. Sehingga banyak
hujah untuk pembenarannya yang bias menimbulkan
pertentangan, diantara muslimin, makanya abad ke 15 M ulama islam di jawa
sangat berusaha menghindari dampak hujah hujah itu, dengan ilmu hakikat islam
dan makrifat islam langsung dari sumbernya bacaan dan gerakan utama sholat
wajib, dan sunnah nabi pada awal wahyu diturunkan, waktu masih belum ada suku
atau kabilah yang ikut ikut, kemudian merasa berhak sebagai penerus jadi Amirul
Mukminin, melainkan perorangan, dan istri Nabi Muhammad s.aw..belum ada dukung
mendukung. Para Wali menelad sebagai patokan para sahabat Nabi yang
tercocok karena cakaplah maka dipilih jadi Amirul Mukminin,
Persawahan rawa yang lebih unggul dari persawahan berundak dalam
transportasi hasilnya, padahal kerajaan Pajang dan Mataram mendasari
ekonominya dengan sistim pengairan dari sumber air dataran rendah, tanpa
bantuan dari kaum ulama, juga masih kesulitan dalam transportasi hasilnya,
Hasil karya pembangunan sarana ekonomi ini dimanfaatkan sepenuhnya oleh
para penguasa. Di Kesultanan Mataram, mulai dari pendirirnya – Panembahan
Senopati, mendasari pengairan sawahnya dengan membendung sungai di Wilayah
Yogya sekarang, sungai sungai yang mengalir ke selatan, yang merupakan sungai
pendek dengan wilayah penangkapan air di lereng tinggi gunung dan dataran
tinggi – beberapa kilometer sepanjang pinggang gunung membentuk jurang dalam,
akhirnya beberapa puluh kilometer dibawahnya membentuk kipas lahar dingin di
wilayah luas terbentuk dalam waktu jutaan tahun, peberapa puluh
kilometer menjadi sungai dangkal, yang mengalir deras didataran rendah,
mudah sekali dibendung dan dinaikkan permukaannya dengan sistim
bendung “plered” jaitu luncuran sisa aliran air sungai yang tidak masuk dalam
saluran pengairan. Bangunan bendung sistim plered ini menjadikan bendung lebih
kuat menahan air bah, dalam legenda bangunan pengairan ini menjadi nama pusaka
andalan Mataram tombak Kiai Plered - saya kira in hanya samaran dari andalan
kerajaan Mataram. yaitu bendung yang berupa plered.
Juga bendung batu kali
rendah untuk mengalirkan air pengairan kedataran kipas lahar dingin yang
sudah melapuk berabad adad sebelumnya, sudah memadai untuk
mengairi sawah areal itu beberapa puluh hingga ratus hektare. Jelas
sistim saluran pengairan ini tidak memerlukan teknologi yang terlalu
tinggi, dari para ahlinya, yang semula dimiliki oleh para wali islam tanah Jawa.
Tidak heran nama istana keraton ibu kota Mataram zaman
pemerintahan sesudah Sultan Agung diganti dengan nama Plered,
disitu air sungai dinaikkan dialirkan ke saluran irigasi, untuk mengingatkan
abdi petani, bahwa sang Sultanlah yang menghadiahi air. sebagai "Trahing
kusumo rembesing madhu, satrya handana warih, tedhake wong hamara
tapa" begitu dilukiskan sebagai tembang suluk janturan para
dhalang wayang purwa ”. Handana warih artinta memberi sedekah air -
irigasi Sebelumnya ibu kota Mataram namanya Kerto. Sedangkan gelar Sultan
Agung adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo Senopati hing alogo Sayidin
Panotogomo Khalifatullah tanah Jawa. Tanpa di jajari oleh pemuka agama- ulama
atau sidang para ulama. Malah pada pemerintahan Amangkurat I, terjadi
suatu masacre pembununuhan besar besaran terhadap para ulama di Plered/Kerto
konon menurut buku terjemahan oleh Belanda “Babad Tanah Jawi” huruf latin,
dalam satu hari telah dibunuh 10 000 ulama islam di ibu kota,
didakwa berkomplot melawan Sultan. Saya kira ini sangat dibesar besarkan,
demi politik devide et impera Belanda yang sangat ampuh. Buku ini susah
payah diterbitkan dalam tulisan latin, oleh percetakan J,B,Wolters, Groningen
Batavia, agar dibaca olen kaum abangan yang tercipta oleh etische politiek di Hindia
Belanda,yang akan menimbulkan jijik kaum menengah kepada penguasanya: para
Sultan. Selanjutnya terjadi exodus, pelarian besar besaran para ulama dan
santrinya dari ibu kota dan kawasan sekitarnya ribuan keluarga para
santri dan ulama, lewat route selatan yang sepi, sepanjang pegunungan
kapur selatan, Wonosari Wonogiri Pacitan Ponorogo Trenggalek
Tulungangung Kediri Jombang selatan Bangil Pasuruan
Probolinggo Lumajang Jember hingga Asembagus. Di lokasi lokasi tersebut
bertebaran para ulama dan santri pelarian ini bermukim.
Berbaur dengan orang
setempat, tentu saja pelarian pelarian ini sesuai dengan kondisi
kelurganya, akan bermukim dimana mereka bakal merasa aman. Tentu saja mereka
memilih daerah yang relatip subur dan air sumur untuk air wudhlu mudah didapat.
Kebanyakan masyarkat petani jawa dipelosok route pengungsian ini
masih setengan Hindu dan setengah menjalankan ritual animisme. Bisa
ditebak para ulama yang tinggal di jalan pelarian tersebut diatas akan
berinteraksi dengan penduduk petani budaya setempat, saling menyesuaikan
diri. Apa yang didapat selama bermukim di kota kerajaan, tidak akan dikenal
oleh penduduk setempat. Yang paling mudah menjadi pelipur lara dan dasar
pergaulan dengan masyarakat setempat adalah pengertian dan toleransi terhadap
budaya lain, yang masih lekat pada karmapala dan dharma sayup sayup, ada pada
sanubari penduduk setempat, sedang ajaran agama islam dipilih yang paling
sesuai dengan siituasi. Merekalah cikal bakal pesantren yang ada di sepanjang
route pengungsian abad ke 17 tersebut. Untuk memimpin masyarakat pelosok yang
masih setengah animis ini, yang sangat menarik minat mereka terhadap
ajaran para pendatang baru ini sdalah semacam ilmu gaib, debus, rodat,
reog ponorogo, kuda lumping, silat stroom, mampu menghimpun pengikut baru. Maka
makin susutlah ajaran syari’ah yang mengenai larangan thakhayul, bid'ah
dan khurafat.
Kekurangan para ulama
dan keturunan mereka dibidang Agama islam, sedikit demi sedikit diisi oleh
pengembara baru dan pendatang baru yang berguru di Mekkah dan lain tempat di
timur tengah, berabad abad kemudian hingga sekarang, yang berkisar pada
ilmu bahasa Arab yang adiluhung, sepeti yang dikuasai oleh Prof Qurais Sihab
dan Gus Mus, adab dalam menjalankan syari’ah dan hidup secara islami seperti
yang di Timur tengah,, dengan cara para habaib, tanpa mempertajam ilmu
hakikat islami dan makrifat islami, karena ulama yang baru datang belakangan
tidak diajari peka menangkap isyarat isyarat dari syari’at islami dan bacaan
wajib waktu sholat, (jangankan peka, ya Mas Pati ? Ajarannya saja kebanyakan
dihapus dari khazanah ilmu ilmu penting islam ( Sumanto Al Qurtubi
islaModerat.com. wahabi KW) karena dorongan watak egoisentris ulama baru dari
timur tengah ini untuk menjadi guru mursyid guna mendapatkan taklid (sumpah
setia, tunduk tanpa tanya) dari pengikutnya, yang berujung pada masyarakat yang
monolit berkhilafah, islam thok.
Ini lebih penting dari pengetahuan yang tidak
kasat mata dari ajaran islam, meskipun pengaruh pengertian ilmu ilmu
mengenai ajaran hakikat islam dan makrifat islam akan muncul dalam perilaku
dikancah pergaulan masyarakat, bisa memancarkan watak yang sangat
penting, yaitu sabar, toleran, rakhman dan rakhim terhadap sesama hidup,
dan mendasari tindakan perilaku dengan ilmu ilmu nyata yang moderen. Watak
idealnya priyayi jawa, sampai Belandapun tidak bisa menebak pikirannya.
Mereka kaum muslimin
Jawa yang berabad abad yang lalu sudah jauh dari kekuasaan Kasultanan, bentuk
kekuasaan yang sudah menuju ke autarchy feodalistis murni mulai dari Sultan
Agung, malah hidup sebagai perajin bathik, tenun dengan seluruh puaknya
memelihara masjid dan memberi pelajaran kepada puaknya sendiri, mengajarkan
ilmu tasawuf ini dengan diam diam, menghasilkan sosok sosok islami yang hidup
zuhud, dan hanya memberi petunjuk kepada anak cucunya sendiri, sambil mewarna
kain bathik dan membathik atau menenun untuk menopang hidup keluarganya. Antara
lain model stereortype keluarga besar Kiai Ageng Ngalimuntaha Muhammad
Besari. Sedangkan waktu Perang Diponegoro beliau sudah berusia antara 70
tahunan, menciptakan jaringan informasi intelijen lapangan dengan sangat
rapi, memantau gerakan militer marsose dari benteng bentengnya, antara lain
yang ada di pertemuan dua sungai Bengawan Solo dan kali Madiun, benteg Ngawi.
Belakangan setelah
Keturunan para ulama pelarian dari Mataram menjadi kelompok uzlah, artinya
menjauhi budaya penjajah secara heroik memisahkan diri dari upaya etische
politiek Hindia Belanda, bersarung nglinthing dan berbadan aking, berkudis
disela jemarinya, (google, kata kunci Islam moderat) sayangnya dijalankan dengan membabi buta,
terutama dalam hal menolak ilmu moderen dan hygiene. Jadi sasaran cibiran dan
hinaan Mohamad Basya Dahlan agen dari Dr. Snouck Horgronje, diseludupkan di
Muhammadiah, memberi dukungan dan dana besar, sekali lagi upaya memecah belah
antara pengikut dua sahabat dengan devide et impera, Kiai Hasyim Ashari dan
Kiai Ahmad Dahlan, dua sosok besar Islam yang sangat ditakuti Belanda, sesudah
Perang Jawa.( Pekalongan.utara.bersatu.com. judul meluruskan sejarah ).
Dalam perang kemerdekaan
dan mengisi kemerdekaan banyak muslimin,terpesona ajaran islam dari ulama baru
dari timur tengah yang penuh dengan ide khilafah diperkuat dengan slogan
slogan dari kitab kitab bahasa arab, budaya timur tengah: sewaktu waktu, tumbuh
sayap tegas dari pegas yang “forged in fire" muncul disetiap gerakan
dan organisasinya, selalu mempunyai sayap organisasi tumbuh tanpa kendali dari
organisasi induknya. Sangat sulit dipegang tindakan politik praktisnya,
karena kaum tetua-nya saja masih terjebak dalam dilema mereka:
Dalam "ad dien" islami. yang diperjuangkan kaum muslimin itu
apa bisa berdampingan dengan masyarakat plural ? Apalagi dalam khilafah
dari Jayapura Sabang sampai Maroko. Untuk mencapai itu apakah bisa dengan damai
?
Padahal ideologi Negara
Kesatuan Republik Indonesia jelas ada. Ini nomer satu, rakyatnya pingin damai,
kemakmuran dalam keadilan - harga mati.
Jangan khawatir, ndak usah plin plan, "ad dien" itu bakal
mendunia, bila dodot tidak bedah di pinggir, yang kasat mata berkibar kibar
menyolok mata, kalau bisa dijahit dijlumat menyatu dengan seluruh segi
empat kain penghias pinggang, dodot, sangatlah elok. Seperti lambang bilangan huruf arab, nggak
ada yang demo, ndak ada yang sweeping, dengan sendirinya dipakai semua orang
semua computer, diseluruh dunia, pemberantasan maraknya HIV yang menetaskan
AID, dari hubungan sex sembarangan yang sudah sangat dicermati pelaksanaannya
oleh "ad dien". Mbok dicoba, semua santrinya mengurangi rokok ? wong
secara global rokok sudah ditandai merusak kesehatan, menjadi cara yang handal
untuk mengeruk keuntungan, Sedang di Arab saudi saja sudah di larang ?
Dalam aturan perdagangan
islami, mendadak saja dengan cara kapitalis murni ada Negara yang
menawarkan win win solution kepada negara miskin ndak kuat bayar, untuk
membangun infra strucutre, mengajukan syarat mirip cara perdagangan yang
dianjurkan Islam, apakah dagang cara islami ini tidak bakal mendunia ? Tanpa di
demo ramai dengan gembar gembor ? Atau perang ISIL ?
Dunia perlu disayang,
resources alami terbatas, kalau dunia mau selamat ya harus diatur bagaimana
menggunakannya, itu namanya dalam rangka "ad Dien". Satu
keyakinan ideologi : yang aturan "ad Dhien" islami ini, mau
atau tidak harus diikuti oleh orang sedunia, perlu disadarkan, ndak menyinggung
harga mati kita, harga mati orang Amerika orang Europa, orang Rusia orang
China orang Jepang, orang Korea orang India. Kecuali si perusak alam, si
pemakan rente, si hangkara murka, si kartel, si neo liberalis, menggunduli
hutan, membakar gambut, menggerogoti gunung, dengan kapal ratusan ton menyeret
jaring trawl/centrang ngeruk sampai kedasar lautan dangkal - lha kok ponakan njenengan malah cengengesan,
membela mereka ?> sampah plastik, ya sampah politik, perusak generasi
manusia dengan narcotics dan HIV, rak enggih ta Pak Yai ? Kalok gitu ya monggo
kerahkan santri njenengan, ndak usah bawa golok, jadi counterparts relawan pelindung
lingkungan hidup.
Sedangkan
keturunan ulama jawa yang jauh dari kekuasaan, tidak menghimpun pengikut
dari golongan bawah dengan daya tarik setengah magic.( Satu bait dari Wedhotomo
: "Kekerane ilmu karang, kekarangane bangsane ghaib - syair Wedhotomo oleh
Mangkunegoro IV.) Jadi kelompok yang pertama menggeluti ilmu barat
dengan belajar di sekolah sekolah sejak zaman etische politiek 1870-1890, dan
ilmu ilmu moderen dari barat, sambil mempertahankan ajaran yang tidak kasat
mata, dalam ilmu hakikat islami dan makrifat islami. Hafalan-nya hanya kitab
Turutan/ Jus Amak, jus yang dalam Al Qur'anul karim, berisi surah surah
pendek dari Al Qur’an yang dibaca sebagai lanjutan dari ummul Qur’an Al
Fatihah wajib diucapkan pada setiap roka’at. Untungnya masih ada isyarat
isyarat ilmu ilmu penting yang sudah dijabarkan para wali tanah jawa jauh
jauh hari, dan masih dilantunkan oleh cak Nun dengan Kiai Kanjengnya. tembang
dolanan "ilir ilir" ( di postingan blog ini tepat
sebelum yang anda baca ini) Anda jangan malah mencerca, ucapan
"robil ngalamin" minta dikagumi, sudah mahir tartil dan tajwid, nhwu
dan sorof belajar tatabahasa Arab yang adhiluhung berpuluh tahun, lha laku
watak anda dalam ,masyarakat gimana ?
Sayangnya kok di youtube tidak dijabarkan sekalian maknanya "ilir
ilir" itu
Kedua model perkembangan
agama islam ini bertemu di zaman pra –kemerdekaan. ,Cacatnya para
Amtenaar / kaum menengah ciptaan Belanda, jadi islam abangan yang sering
melupakan sholat lima waktu dan puasa wajib, malah di maklumi oleh Raja
Mangkunegoro IV, dengan syair gubahan beliau mengenai etika dan moral
abdi Kraton - serat Wedhotomo, pemerintah Hindia Belanda tidak membredelnya, MUI belum ada.
Sedangkan para santri yang uzlah,
terpesona pada hujjah para ulama yang berguru dari timur tengah,
sebab bangsa kita sendiri, seperti ustadz Firanda ( google kata kunci
biodata Firanda ) yang dibesarkan di Sorong Papua, bermukim
disana juga tidak mengenal toleransi dengan tetangga, yang bukan golongannya pun
dibilang kafir, mau tawuran, sweepingpun sulit karena setiap oasis terpisah
dengan padang pasir yang luas. Dan orang Arab kini sangat menghormati kebebasan
individu, hanya memperlakukan peraturan agama pada dirinya sendiri ( google,
islaModerat .com, Sumanto al Qurtubi, wahabi KW) Mau demo 411 atau 212
penduduknya cuma hitungan jari, ya pindah lesini.
Yang tinggal disatu oasis harus seragam, yang beda ditindas, mau lari
kemana ? Tidak kekurangan apapun semua dibeli dari Amerika.
Petrodollarnya masih mengizinkan.
Zaman mengisi
kemerdekaan Indonesia dengan tantangan baru, satu Negara yang multi
budaya, satu Negara yang penduduknya sudah multi agama, harus dipersatukan
oleh kepentingan bersama. Mempertahankan kehidupan warganya dengan
warisan kakek moyang dan cadangan bagi para generasi mendatang, dengan
kemakmuran yang berkeadilan. Itu saja ditinggal lari, oleh sebagian kecil
warga kita, yang mengirim uang haramnnya ke Panama, pulau Kayman, Swiss,
Singapore, untuk menghindar pajak yang tidak seberapa, kartelnya disini,
jadinya kapan ada kemakmuran-nya ? Di kancah penggunaan fasilitas Negara,
anggaran Negara, juga Kekuasaan Negara digunakan mengeruk bersama kartel Usaha
e-KTP.. Pembalakan liar, Agen kapal keruk ikan “centrang” , pemerasan anak anak
buruh pabrik mercon, penimbunan beras a'la PT Ibu, impor daging sapi, penilepan
trilyunan kredit bank pemerintah kita a'la BLBI, menteri sudrun mengobral over
budgetting Kementeriannya, semua gak ngaku, bersih, mulus. E akhhir tahun
ketangkep OTT deputy menteri olah raga yang dari partai santri -
Ini mestinya yang jadi deputy ya separtai - bukan PNS karir tapi sosok yang
'luas' pergaulannya seperti layaknya orang swasta ! Cedhak nogo gupak - kebone
sudah ngandang.
Sampai disini bebas,
akan jadi koruptorkah dengan berkartel dan berKKN, menyusup dengan
kekuatan internasional, atau jadi warga yang zuhud sebagai warga negara yang
baik, mestinya sejarah ajaran islam di Nusantara, sebagai contoh di Jawa, sudah
mampu menunjukkan beda antara mereka yang egosentris despotis a’la timur
tengah, grusa grusu memaksakan kehendak dari para habib - dengan/atau
mereka yang mementingkan masyarakatnya dengan hidup bersih, sederhana dengan
hati dan mementingkan kepentingan umum, Bangsa dan Dunia, seperti bedanya model(A)
Gus Dur dan model(B) Lutfi Hasan Ishaq, sangat nyata, Pak Jokowi
adalah model(A) dengan kerja kerja karja mengejar dibangunnya infra structures
dasar dari kemakmuran yang berkeadilan- yang malah dicibir dilecehkan
oleh warga khilafah islam dari Jayapura Sabang sampai Maroko, para saracen,
muslimin khilafah, malah ponakan saya sndiri yang suka nulis ujaran kebencian
di face book, anggauta Front embuh membela apa, gitu kok minta direken*)