1. INTERMEZZO, INTERPRETASI SEJAR
Daur ulang posting lama
Daur ulang posting lama
Diberitakan dalam
sejarah tanah Jawa yang secara resmi
lolos dari incaran mesin
Penjajahan, bahwa Sinuwun PAKUBUWONO ke
V (memerintah 1820 -1823 ) dari
Surakarta sangat terpelajar dalam sastra Jawa yang memerintahkan menghimpun buku
“Serat Centini ” dan mestinya mempunyai waktu yang banyak untuk meneliti peninggalan sejarah autentik dari kerajaan
kerajaan Jawa sebelumnya ( beliau lahir
th 1765 dan wafat th 1823) dalam
jangkauannya sebagai Pusaka kerajaan yang bisa dia pelajari.
Beliau terbukti telah mumpuni menjadi empu keris, artinya bisa membedakan keris keris buatan zaman apa.
Anehnya beluau mengambil bahan dari serpihan meriam kecil yang telah rusak pecah, entah dari mana namanya Kiai Guntur Geni ( Konon meriam kecil ini dipakai untuk berperang melawan pemberontakan China di Kartasura tahun 1740 dan pecah, sisanya masih disimpan di khazanah pusaka keraton.) google kata kunci Pakubuwono V.
Beliau terbukti telah mumpuni menjadi empu keris, artinya bisa membedakan keris keris buatan zaman apa.
Anehnya beluau mengambil bahan dari serpihan meriam kecil yang telah rusak pecah, entah dari mana namanya Kiai Guntur Geni ( Konon meriam kecil ini dipakai untuk berperang melawan pemberontakan China di Kartasura tahun 1740 dan pecah, sisanya masih disimpan di khazanah pusaka keraton.) google kata kunci Pakubuwono V.
Karya sang Sinuwun berasaldari sepihan pecahan meriam kecil ini bisa sangat dikagumi dikalangan empu Istana, diberi nama keris Kiai Kaget,
mengherankan karena eloknya ( tabir sejarah yang dibukanya ?). Menurut saya, adalah asal usul sejarah keris ini, hasil daur ulang dari pusaka yang
asal usulnya sangat misterius ini bisa tersingkap, kok sang kiai kaget ini mirip dengan keris bikinan Majapahit. jadi pencetak meiam kecil yang besi serpihannya mirip sekali degan besi meriam dari pembuatan pusaka istimewa “meriam kalantakan” ( mungkin nama asli dari meriam adalah kalantaka) peninggalan kerajaan
yang telah lama lampau ini, mungkin tinggal satu satunya.
Kecurigaan beliau, yang inipun akan didaur ulang Belanda sebagai senjata dari sana, untuk menghapus sejarah kebanggaan bangsa ini.
Kecurigaan beliau, yang inipun akan didaur ulang Belanda sebagai senjata dari sana, untuk menghapus sejarah kebanggaan bangsa ini.
Adapun nama guntur Geni sebagai meriam kecil
dari besi tuang, telah muncul paling
sedikit sekali dalam legenda atau
dongeng yang dikutip juga oleh sejarah yang telah ditukangi oleg Belandai "sejarah tanah Jawa" dalam tulisn latin dan dalam Babad Nitik Pangeran Kajoran, atau babad Kajoran. Bahwa
Pangeran Kajoran Putra Pembahan Romo, berakar dari keturunan Kiageng Giring,
sosok yang bermunajad kepada Allah agar keturunanannya dapat menjadi Raja di
Tanah Jawa, dua generasi diatas Panembahan Senopati.
Sekali lagi legenda ini menjadi benang merah legalitas suksesi raja dikala itu, karena kekuatan fisik “tokoh”menurut kharismanya sudah tidak bisa mutlak diandalkan, karean ketokohannya selalu dibarengi dengan dukungan keuangan dan senjata dari Kompeni, Kiageng Giring yang menetap bumi perdikan majapahit kajoran, adalah tanah yang yang dijadikan nafkah keluraga besarnya mestinya dari bhumi perdikan prmberian pemerintahan Majapahit, dekat Klaten. Konon salah satu keturunan dari sini berani menerima tantangaan Sultan dari Mataram untuk menerima bhumi sesigar semangka asal berhasil menadahi dengan dadanya tembakan meriam tersebut. ( Apa ini bukan kiasan bahwa Kajoran harus membuktikan mendapatkan legalitas hak turun temurun tanah tersebut dari Majapahit ? ) Jadi meriamnya di Zamana Mataram Peniggalan Sultan Agung sudah menjadi pusaka kraton dan masih berfungsi.
Sekali lagi legenda ini menjadi benang merah legalitas suksesi raja dikala itu, karena kekuatan fisik “tokoh”menurut kharismanya sudah tidak bisa mutlak diandalkan, karean ketokohannya selalu dibarengi dengan dukungan keuangan dan senjata dari Kompeni, Kiageng Giring yang menetap bumi perdikan majapahit kajoran, adalah tanah yang yang dijadikan nafkah keluraga besarnya mestinya dari bhumi perdikan prmberian pemerintahan Majapahit, dekat Klaten. Konon salah satu keturunan dari sini berani menerima tantangaan Sultan dari Mataram untuk menerima bhumi sesigar semangka asal berhasil menadahi dengan dadanya tembakan meriam tersebut. ( Apa ini bukan kiasan bahwa Kajoran harus membuktikan mendapatkan legalitas hak turun temurun tanah tersebut dari Majapahit ? ) Jadi meriamnya di Zamana Mataram Peniggalan Sultan Agung sudah menjadi pusaka kraton dan masih berfungsi.
Apakah ini dongeng menyembunyikan cerita yang sebenarnya ? bahwa
Meriam itu sebenarnya memang pusaka dari peninggalan zaman Majapahit, yang diwariskan kepada
kerajaan Tanah Jawa untuk legalitas kekuasaan berturut turut Demak ,Pajang,
Mataram dengan ibu kota Plered, dimana dan kapan peristiwa sayembara ini
terjadi.
Ada seutas benang merah yang panjang
direntang guna mempertegas legalitas
suksesi kekuasaan mulai dari Majapahit, ke Demak Bintoronya Raden Fatah yang
konon adalah Putra Brawijaya yang Islam.
Persoalannya adalah, Pemindahan
kekuasaan Sultan Tranggono sultan ke III Demak Bintoro, ke Sultan Hadiwijoyo,
yang hanya menantunya. Bahkan kemudian memindah Kota Raja ke Pajang. Akar sultan
Hadiwijoyo alias Jaka Tingkir, memperkuat
benang merah suksesi kekuasaan ini dengan hubungan ketururunan dari Majapahit
juga, lewat Ki Kebo Kenongo yang memeluk
Islam esoteric, sudah ada sejak zaman
Majapahit.
Termasuk penggantinya Sutowijoyo anak angkat dari Joko Tingkir,yang telah membunuh Ario Penangsang, dalam perang tanding ditepi bengawan Sore, Sutowijoyo ini keeturunan Kebo Kenongo, juga keturunan Majapahit -atau Panembahan Senopati. Sebab sosok Penembahan Senopati ini mendapatkan bumi hutan Mentaok ( wilayah Jogjakarta) dari Sultan Hadiwijoyo ya karena kemenangan ini, sedang wilayah tersebut juga telah jadi Wilayah kekuasaan nenek moyang Kiageng Mangir sejak zaman Majapahit, dan terjadi sengketa antara Panembahan Senopati denga Kiageng Mangir, berakhir dengan kematian kiageng Mangir, konon kepalanya dibenturkan pada batu tempat duduk Panembahan Senopati, sewaktu menerima sembah sang Kiageng Mangir, karena sudah jadi menantunya).
Termasuk penggantinya Sutowijoyo anak angkat dari Joko Tingkir,yang telah membunuh Ario Penangsang, dalam perang tanding ditepi bengawan Sore, Sutowijoyo ini keeturunan Kebo Kenongo, juga keturunan Majapahit -atau Panembahan Senopati. Sebab sosok Penembahan Senopati ini mendapatkan bumi hutan Mentaok ( wilayah Jogjakarta) dari Sultan Hadiwijoyo ya karena kemenangan ini, sedang wilayah tersebut juga telah jadi Wilayah kekuasaan nenek moyang Kiageng Mangir sejak zaman Majapahit, dan terjadi sengketa antara Panembahan Senopati denga Kiageng Mangir, berakhir dengan kematian kiageng Mangir, konon kepalanya dibenturkan pada batu tempat duduk Panembahan Senopati, sewaktu menerima sembah sang Kiageng Mangir, karena sudah jadi menantunya).
Mulai dari sinilah setiap sosok yang
menganggap dirinya mempunyai hubungan benang merah dengan Brawijaya dari
Majapahit mengukuhi haknya atas suksesi raja tanah Jawa atau hanya hanya secuil wilayah
tanah Jawa.
Kekalahan Demak, Mataram dan
Kartasura dari penjajah Portugis, Inggris maupun Belanda adalah dari keunggulan
dukungan meriam yang dimiliki kaum penjajah ini. Sedangkan Majapahit telah
berdiri megah di Nusantara untuk mewujudkan Sumpah Palapa dari Mpu Mahapatih
Gajah Mada, tidak pernah disebut dengan jelas oleh kelebihan apa ?
Apakah sosok intelek seperti Adipati anom R.
Sugandi yang sebelum jadi Pakubuwono V , menghimpun almanac pertama Jawa “Serat
Centini” tidak penasaran ?
Pakubuwono V meneliti
pecahan meriam misterius ini dengan memanasi dan membakarnya layaknya membuat
keris, bila ternyata hasil keris teresebut sama dengan keris dari Majapahit
yang ada di gudang senjata kraton, maka dapat dipastikan si pembuat keris
Majapahit pada jamannya juga mencetak “lantak” atau “kalantaka” (kata kari
suluk pedhalangan wayang purwo – yang diperkirakan diciptakan pada zaman
kesultanan Demak), Kalantaka ini sebagai senjata, yang
di sejarah Melayu oleh penulis Malaysia disebut “rentaka”. Konon keris
Makapahit dibuat dengan mencetak bentuk keris secara masal dari peleburan pig
iron, kemudian baru dikikir dan disempurnakan diberi ornament, banyak yang
bilah keris jaman ini jadi satu dengan
gagangnya. Juga telah mencetak kalantaka untuk mwempersenjatai perahu armada perang perahu model Madura. perahu berukuran kecil ini dibuat bukan karena kekurangan kayu dan teknologi rancang bangun perahu besar, tapi ketiadaan layar yang cukup kuat unutk mendorongnya....... kecuali dengan layar sutera yang sangat mahal. Kapas kita serat pendek hanya bisa dipintal jadi benang besar supaya cukup kuat untuk detenun sebagai kain yang tebal dan berat, membuat kapal tidak stabil.
Dia pasti meneliti peninggalan pusaka
lama yang kemungkinan dari kerajaan Majapahit yang masih dihormati Keraton dari
zaman itu ada naumpamanya pecahan “meriam” Majapahit Kiai Guntur Geni, yang mestinya ma sendiri yang umum untuk senjata
itu pada jamannya ? Kan tulisa suluk pdealangan wayang purwo - dapat didengarkan di yout tube, denganan ini sudah menemukan namanya kalantaka bukan meriam dari khazanah suluk dhalang Ki Hadi Suwarno - suluk yang menggambarkan geger di Suralaya, bisa tenang kembali setelah ada suara gemuruh dari meriam kalantaka - pak Dhalang tepaksa menambah kata meriam" supaya pendengan jaman now tahu maksudnya -suara kalantaka.... kan terlalu to....... saking rapatnya merahasiakan nama kalantaka ini.
Sebab sampai sekarang kata “ meriam”
itu dipinjam dari mana dari kata apa, nama senjata ini semakin gelap saja. Sampai Alm. Pramudya Ananta Tur penasaran, kenapa ahli bahasa kita dan ahli sejarah kita sekalas Prof Purbocaroko, sekelas Nugroho Notosudanto tidak tahu.
Nama Jawa untuk meriam model dulu, yang diisi dari mancongnya adalah “meriam lantakan” juga “bedil lantakan” , untuk membedakan dengan bedil karabin. Emas yang dijual langsung dari peleburan adalah “emas lantakan” yang bentuknya silindris. Jadi emas lantakan ada hubungan langsung dengan bentuk silindris dari peleburan logam. Jadi kata lantakan hidup, dan artinya dalam perdagangan logam yang dicetak dari peleburan yang bentuknyua silindris. Jadi tanpa kata “meriam”, lantakan ini bisa dimengerti sebagai barang yang dilebur dari logam yang dicetak silinidris, diisi mesiu dari moncongnya. Kamungkina besar di indentifikasi dari nama “Kalantaka” atau “lela” saja. Belum diperkuat dengan akar kata “be-rantak-an” dan kata “luluh lantak” yang mengandung maksud yang sama, mengandung sylabel “rantaka” dan ka-“lantak”-an. yang tidak bisa dihubungkan dengan kata meriam, nama yang dipakai pada zaman berikutnya . Begitu juga istilah “merajalela” yang ada hubungannya dengan “lela” yang menguasai medan perang lautarmada majapahit.
Nama Jawa untuk meriam model dulu, yang diisi dari mancongnya adalah “meriam lantakan” juga “bedil lantakan” , untuk membedakan dengan bedil karabin. Emas yang dijual langsung dari peleburan adalah “emas lantakan” yang bentuknya silindris. Jadi emas lantakan ada hubungan langsung dengan bentuk silindris dari peleburan logam. Jadi kata lantakan hidup, dan artinya dalam perdagangan logam yang dicetak dari peleburan yang bentuknyua silindris. Jadi tanpa kata “meriam”, lantakan ini bisa dimengerti sebagai barang yang dilebur dari logam yang dicetak silinidris, diisi mesiu dari moncongnya. Kamungkina besar di indentifikasi dari nama “Kalantaka” atau “lela” saja. Belum diperkuat dengan akar kata “be-rantak-an” dan kata “luluh lantak” yang mengandung maksud yang sama, mengandung sylabel “rantaka” dan ka-“lantak”-an. yang tidak bisa dihubungkan dengan kata meriam, nama yang dipakai pada zaman berikutnya . Begitu juga istilah “merajalela” yang ada hubungannya dengan “lela” yang menguasai medan perang lautarmada majapahit.
Semoga tulisan ini dapat jadi perangsang
bagi Sejarawan kita untuk mengggali kembali, sejak kapan kita punya kalantaka,
atau rentaka untuk perang ini, bukan “meriam” dari orang Europa.
Penulis dari Malaysia, sangat mencurigai
benda senjata ini juga sudah dipunyai oleh lasykar kerajaan Melayu untuk menghadapi
Gubernur Inggris, sampai sang Gupernur terheran heran.
Di sejarah kerajaan Melayu nama meriam
adalah “Rentaka” jenis yang mudah di bawa kemana mana, apalagi dengan perahu dagang.
Era dominasi Penjajah dari Eropa, senjata jenis rentaka , “meriam” lantakan
yang buatan pribumi makin jarang, karena sengaja dihapuskan keberadaannya untuk
menipiskan kepercayaan diri dari bangsa yang dikalahkan. Bila kalah dalam pertempuran
dirampas oleh penjajah dan dilebur menurut bentuk senjata mereka, beberapa
dujadikan satu, otomatis caliber nya lebih besar. Semakin lama semakin habis
bahkan cara membuatnya juga tidak pernah diwariskan, karena tidak ada order. Mudah
kan ? Menghapuskan sejarah setelah empat
ratus tahun ? *)
0 comments:
Posting Komentar