SUDAH DISESUAIKAN
DENGAN KEADAAN, DIASPORA PUTRA PUTRI INDONESIA,
Dalam sejarah bangsa bangsa, istilah diaspora digunakan setelah
ada Negara dengan batas wilayah, ada suku suku bangsa didalamnya dan ada
cara yang khas untuk hidup bersama dalam masasyarakat itu. Dalam skala yang
lebih kecil kita kenal dengan urbanisasi, hanya berpindah dari pedesaan ke kota
kota, besar, Motifnya sama – mencari kehidupan baru, kemngkinan baru untuk
mendapatkan nafkah hidup dan nafkah budaya. Atau..........ditipu
kayak nenek moyang mereka yang dibawa ke New Caledonia, dbawa ke
Suriname,ratusan tahun yang lalu oleh Kolonialissme, sebagai koeli konrtrak
perkebunan tebu.
Kok sampai sekarang tidak mendominasi ekonomi dam membuat kartel disegala langkah dagangnya ? Semoga seterusnya begitu. Kok beda sekali dengan si Yo Seng, tongkulak beras dari Bekasi, yang mengoplos beras petani dengan saprotan bersubsidi dengan beras Cianjur,, untuk menyamarkan berasnya bukan beli dari petani pengguna subsidi, tapi petani Cianjur semua, dengan hasil keuntungan trilyunan. Bicara ngotot lagi, dia lebih jahat dari penyelundup narkoba. Mbok Meneer Van Danu, yang ngancam Kapolri, ikut ngomong ?
Apakah kita tidak harus berterima kasih kepada Kebudayaan Jawa. yang menghasilkan para Waliullah islam tanah Jawa, dan mengugali ajarannya untuk pedoman, kalau perlu melengkapinya dengan rambu rambu "nas" islami yang pas, guna kita bermasyarakat plural yang kita sama sama tahu, islam telah mengajarkan ? Sementara para pemikir besar bangsa lain yang sudah didewakan disembah sembah dengan hio- swa, sesudah para murid/pengikut setianya berdiaspora di Indonesia gagal total - malah mendominasi, mengacau ekonomi kehidupan rakyat dengan kartel dagangnya ?.
Nampaknya diaspora bangsa bangsa ini selalu disebabkan oleh kesempitan ekonomi dan budaya di negerinya sendiri, Sedangkan kesempitan ekonomi dan budaya sangat disebabkan oleh kesepakatan atau kebodohan kolektip berkolusi dengan golongan yang diluar sistim, dari masyarakat yang ditinggalkan berdiaspora itu. Saya mengharapkan dan mendo’akan dengan setulusnya kepada mereka yang bediaspora sudah menyadari apa yang ditinggalkan di negerinya sendiri, dan apa yang dicari dinegeri orang,
Saya membaca tulisan Dr, Susilo Toer, buku kecil : “REPUBLIK
JALAN KE TIGA” Judul itu merupakan judul disertasi Doktor-nya di Moskow.
yang masih USSR bergerak ke pembubarannya.
Beliau pulang tahun 70-han secara resmi lewat jalur screening
Kedutaan Besar Indonesia di Rusia – Kemudian oleh sebab kecurigaan rezim orde
baru dia ditahan sampai puluhan tahun tanpa proses pelanggaran apa yang di
perbuat, bersana dengan atase militer zaman Bung Karno, Brigjen Suharyo
Padmodiwirjo, guru ilmu bumi saya di SMP I Surabaya, Maklum, itu merupakan
bagian dari cara orde dictator militer. Biasa, terror untuk mempertahankan
kekuasaannya. Sebagai pakar dia menulis disalah satu bukunya ( Republik Jalan
Ketiga) “Apapun
metoda yang dipakai mengatur satu Negara, hasilnya sangat tergantung dari
tokoh Pempinannya (sccara
Perorangan maupun secara Kolektip dengan kroninya). Umumnya sifat perorangan
sangat menentukan warna dari kekuasaan itu. Aneh tapi benar.
Lah
kena apa judul disertasi ini dihubungkan dengan diaspora warga Indonesia putra
maupun putri ?
Ya
karena watak repressive yang dangkal dari orde jendral Suharto ini sangat
mempengaruhi bagaimana rizki dalam masyarakat di bagi, dan repressi
membabi buta, menggunakan tukang pukul tangan besi kepala kacang. Anda
anda yang bukan karena politik berseberangan dengan Orde Jendral Suharto,
karena terampas hak nafkah anda, anda yang karena politik tidak dikehendaki oleh
horde sang Jendral, misalnya pejuang kebangsaan a’la Sukarno pasti dipenjara
kayak Brigjen Suharyo, atau Dr. Susilo Toer dan masih banyak lagi, pilih
berdiaspora. Saya do’akan mereka dapat menyesuaikan diri dengan
tanah air baru. Lewat jalan kemanusiaan yang cukup lebar bagi semua bangsa
dan melingkupi seluruh bangsa. Kami disini tetap bejuang sebagai
debu dan menjadi debu, tapi semoga tetap membekas dikedalaman
lapisan bhumi, menjadi landasan tiang pancang bangunan tinggi, cita cita
generasi muda kita.
Memang
benar akhirnya, toh keberhasilan satu sistim ekonomi tergantung dari
Pemimpinnya –
(dan kewaspadaannya, pengendaliannya terhadap niat golongan yang sudah puluhan
tahun diluar sistim - menguasai ekonomi bangsa ini) - pasang naik tertingginya
karena dimanja oleh rezim orde baru. Tiang utamanya sudah keropos,
oleh sebab yang sama, harta. Semoga bisa ambruk bersama si penumpuk harta
haram. Ketawa bah ! Ambruk bawa duit perlu dibela.
Jadi memang kami pusatkan
perhatian kami di watak pemimpin Politik yang berjubel menjadi elite capture
masyarakat kami disemua tingkatan. Mendominasi blantika politik Negeri ini,
sementara. Para wakil pasti akan terseleksi.
Kami gali kembali dasar dasar pembentukan
manusia unggul yang teguh janjinya kepada Pertiwi, dari sejarah kami yang
sampai sekarang masih perlu dihidupkan kembali, misalnya ajaran para
Ksatrya pengabdi dharma, pendahulu dari para Wali dan santrinya,
para Wali Islam di Pulau Jawa – terbentuk satu lapisan masyarakat yang bisa
menjadi modal semua perjuangan – dari kemampuan meleburkan kepentingan
pribadinya - dengan perjuangan bangsa – menghapus takutnya pada kematian
selama perjuangan fisik melawan penjajah, takutya pada kemiskinan setelah
merdeka, seperti para pemuda tanggung teman temannja di SMP/SMA Brigjen
Suharyo, yang tidak bernama, dalam TRIP Jawa Timur. keteguhan /resiliensi dari
Dr Susilo Toer, menebar ilmunya. Membentuk manusia tangguh memang tidak
gampang dan sepi beaya, sepi donasi dari saku kiri, tapi harus. harus harus,
sebagai panggilan dari para pendahulu kita, sangat diharapkan oleh rakyat
kita *)
0 comments:
Posting Komentar