Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 11 April 2018

PEMBENTUKAN GENERASI PENERUS BANGSA

PEMBEBENTUKAN GENERASI PENERUS MANUSIA ABAD 20.
Tidak diragukan, peran manusia dalam sector produksi semakin berkurang, mulai abad ke 20 dan seterusnya. Kecerdasan buatan, otomatisasi mesin telah mengganti hampir seluruh segmen proses produksi barang yang panjang, hanya beberapa segmen yang masih dikerjakan oleh manusia untuk mendapat nafkah, seluruh proses sudah dikerjakan oleh mesin, baik di sector produksi maupun sector computasi dan administrasi.
 Untuk itu di Indonesia dan dunia yang diperlukan adalah modal pertama. 
Investasi yang diharap memberi nafkah masyarakat telah menempuh jalan diatas. Disini ternyata hasil pendidikan yang mahal tidak berguna, baik dari pendidikan tinggi maupun dari SMU/SMK. Nafkah hanya dihitung dari kebutuhan upah minimum regional, super austere economical measure sehari itu, dari segmen ongkos produksi yang kecil saja. dibagi dengan anak anakmu, yang bermodal izasah.thok.Titik. 
Menurut pengamatan saya, kesehatian kaum muda ma'iyah, pendengar setia pencerahan kemanusiaan islami asuhan a'la MH Ainun Najib, pemuda pemudi bersemangat ini kecuali izasah, masih dimodali mental perilaku puasa dan mental perilaku suka bersodakoh. Itu baik sekali untuk pengendalian diri, mencuci hati, meningkatkan harkat pribadi, sedang keluar kemasyarakat, anda anda bukan massa yang mengambang, yang hanya tunggu komando, krentegnya hati kalian adalah menyadari  harus menjadi sokoguru bangsamu- jadi produktif dari sawah rawa di lahan Papua - jadi pelopor seperti para Wali Islam tanah jawa. Menggarap satu satunya modal pertama yang tersisa, setelah dijarah Rahwana dengan kroninya dan tujuh, malah sembilan, atau ratusan naga. Apabila pendahulu kita dirawa rawa Manyar dan Demak Bintoro, 7-8 abad yang lalu membuka sawah dilahan rawa luas, dihantui benar benar kesulitan logistik, deserang malaria, hepatitis, kurang gizi dan hiegeni, pasti sekarang tidak lagi. Ini zaman baru, semua itu sudah ada penangkalnya, asal tidak dikorupsi. Kesana sangumu ada, backhoe, ekskavator terapung, perahu motor, kelambu serat nylon, generator listrik, chainsaw, radio UHF, pesawat terbang, malah drone bikinan sendiri,  ayo cak Nun, kurang apa ?

Mengenai soft ware – tenaga manusia lahir barthin
Sektor produksi barang dan jasa
Tidak ada buruh yang mogok, percuma , ya segitulah yang bisa diberikan pada segmen tenaga manusia pada proses produksi barang dan jasa. Untuk lokasi dan pabrik perlu modal yang pengembaliannya cepat, bank menentukan lima tahun atau ROI 20 %. Cicilan hutang dan pembelian barang ditarik bunga  0,88 % - 1,5 % per bulan tergantung dari besar cicilan dan resiko blong, dihitung per bulan dari utang pokok. Disini banyak trick menyembunyikan beaya utang sebenarnya dari harga barang. Untuk izin usaha dan uang pelicin apa saja hampir sama dengan harga pengeluaran dari pelabuhan dan transportasinya ke pabrik  pengguna bahan baku itu.  Setoran pungli tidak bisa ditawar, tapi jumlah bahan baku/unit produk bisa diakali, jadi jumlah upah minimum regional adalah perhitungan dengan hukum besi tidak perlu dinaikkan lagi, sedang kualitas produk makin jelek, tidak bisa di export ke Negara yang punya uang, SNI apa tidak, ini kenyataan.  Insentive, apabila penjualan produk lancar perputaran bagus, hanya tambahan keuntungan bagi modal, yang biasanya sangat srakah oleh psichosis warisan kakek moyang, sedang yang diberikan pada buruh hanya sekedar hadiah tujuh belasan, hari raya idul Fitri datau tahun baru satu bulan gaji titik. Makan makan, atau bagi white collar diorganisasi outing sambil rapat ke Bali 2 hari, di hotel kelas back packers.  Sedang sistim kontrak dan outsorcing sangat pupuler,  sepertinya pasti diburu oleh modal yang lebih besar akan merebut pasarnya karena mampu membeli  set pabrik yang lebih efisen dan canggih. Modal sangat berarti saat ini karena dengan modal padat, segmen beaya untuk bayar buruh, jadi sangat lebih sedikit, juga ketergantungannya. Lebih leluasa untuk membeli pejabat pemerintah yang terkait. Singkatnya yang extrim, nasionalitas hanya untuk monopoli pasar, ploduk ploduk indonesia,hanya sebagian kecil untuk segmen pemberian nafkah.

Sektor jasa pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Sama.
Di tiga sektor penting ini sangat kentara keperkasaan modal untuk membuat gedung dan fasilitasnya, dengan ROI yang sama,  5 tahun. Pasien dan siswa, penumpang atau si muslim dan muslimah yang ngidam kepingin umroh, adalah obyect yang tidak berdaya. Dosen, professor itu sangat disposable seperti kertas tissue. Sebab titel akademis adalah komoditas massal. Sedangkan Perawat dan dokter, tanpa perangkat keras yang didapat dari modal yang lebih besar, lebih bisa membuat mereka mengalah, dengan jam kerja yang liberal panjangnya.  Apalagi kualitas produknya tidak bisa di verifikasi. Standard untuk rumah Sakit,  sangat permukaan, sarung bantal dan sprei. iya pasien cancer terminal ya ditampung saja, (makan tidur serba lux  dengan ongkos. wong PNS sudah golongan IV - dibayar BPJS) service makan dak disentuh pasien yang sekarat. malah menunda penanganan pokok, CA nya malah berkembang, pokoknya kamar isi, prosedure harus antri. Ini mestinya kerja IDI.  BPJS tidak salah, wong fasilitas dan ahlinya lebih sedikit dari jumlah pasien yang harus dioperasi ? Lha julah ahli ini ya harus diupayakan dicetak, tidak ada beaya atau subsidi !!! dari segi supply and demand memang harus begitu. Jadi beaya bisa dikatrol tetap tinggi, ini termasuk policy lobby IDI terhadap Depkes dan PDK, jangan sampai overproduksi dokter ahli, nanti enflasi.

Ingat para pilot yang overwork,  ingat para dokter yang berlaku ceroboh RS  Omni Jakarta, Omninya tetep laris, pasien - korban malah dihukum, makan suap seperti Prof Bhimanesh, tindakan IDI lebih lembut dan ngambang daipada  kepada DR.Terawan Budi Pranoto, yang melakukan therapy stroke dengan metoda hasil penelitiannya yang sudah dia publikasikan di Lembaga kedokteran Dunia, tentu saja ndak perlu restu dan  IDI, inilah   isyarat nyata bahwa regulasi IDI hanya mencegah persaingan, melindungi colega seprofesi, lebih baik pasien menderita  dari pada mengakui metode baru penyembuhan, yang memerlukan kesungguhan dalam judgement yang melebihi kemampuannya, oh IDI, gratis lagi. o, ya ogah ah.
Terjadi pada gangguan syaraf trigeminus di rahang, penyakit Trigeminal neuralgia, http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/10/waspadai-penyakit-trigeminal-neuralgia
Kebanyakan terganggu oleh rangsangan denyut pembuluh darah dekat syraf tersebut, konon hanya 10 -12  persen dari rangsangan tekanan tumor atau lainnya.
Cara convensional pengobatan trigeminal neuralgia jag tertera di google, dengan operasi atau obat syaraf ini  sangat berisiko dan keberhasilannya mengurangi sakit  hanya sepertiga, ada cara baru operasi lewat belakang, ditembus dari batok kepala ( tidak sampai merusak selaput otak mestinya), kurang resiko mengobok obok bagian kelenjar hormone rahang, syaraf bisa di bugkus isolator terpisah dari pembuluh darah didekatnya. dengan keberhasilan tinggi guna mencegah rasa sakit karena “kortsluit” dengan rangsang penyebab denyutan pembuluh darah, dengan beaya sekian kali lipat dari cara konvensional. Entah proses di IDI bagaimana, kok ya sudah bisa digunakan nolong pasien yang bila kumat, sakitnya setengah mati, dan kuat bayar, konon saking sakitnya si pasien sampai  mau bunuh diri. Apa izin IDI jalan samping ?
Adakah pengawasan professional itu demi pasien ?  Pengawasan dari pihak penguasa selalau bisa ditangkal dengan kaidah yang umum di Negeri ini, sehingga Direktur Rumah Sakit, Plof ( maaf bukan prof) Bhimanesh bisa berkiprah menari dengan gendang Herr Frederich Adolf Von Bohnck. Jadi sorotan penyidik terhadap korban menabrak tiang listrik ini, sampai mobinya ringsek berat, Setia Novanto, kok terus dinyatakan sakit berat di ICU kan, tidak boleh diganggu, perintah  oleh sang Direktur RS Plof Bhimanesh. Padahal dia lagi buron dari penangkapan KPK, setelah diperiksa dengan alot oleh Dokter ahli dari RSPAD Gatot Subroto ternyarta dia sehat, masih berlagak sinting. Gini ini pembentukan generasi penerus ?
Kemarahan rakyat sudah meluber diatas takaran, kerjaannya termasuk kejahatan berdarah dingin yang luar biasa, nyaris harus dianggap musuh bangsa, bukan sekedar khilaf. Apa ini termasuk ajaran pembentukan generasi penerus juga, wahai ketua Partai ?
Diseluruh Dunia – disemua organisasi yang menyangkut uang dan kekuasaan, para tokoh politik dan organisasi, bahkan  organisasi olah raga Kayak  Sepp Blater di FIFA, Andi Daeng Nurdin halid. ex Direktur Bulog yang mengendalikan Organisasi sepak bola nasional dari penjara, ex Presiden  Lula Da Silva dari Brasilia, dalam perkara korupsi,  sebelumnya  ya ada Perdana Menteri Fujimori dari Peru korupsi dilepas lari balik pulang ke Jepang, sekarang anaknya Keiko dan Kenji Fujimori berebut suara di Pemilu di Peru, bulan juli depan ini (Antara news.com).   Amin Rais dapat ceperan dari Menteri kesehatah Fadillah Sapari, yang terlibat korupsi alat kesehatan. Istiqomah, masih dijanjikan bisa nyalon oleh mentornya. Tanpa malu malu Abah Amin ndak ngembalikan uang curian, malah berkilah ini uang sodakoh, yang dia terima bukan hasil uang korupsi, kalok perlu ya dimintkan label
Diseluruh Dunia berjatuhan ngantri di Pengadilan, jangan tanya di mintakan label halal.  
Organisasi Keungan Negara Indonesia, atau swasta, mantan WP-
Bdno, yang gayanya kayak orang terpelajar dan suci tapi prilaku nya kayak pencuri pasar, mengorbankan teman seprofesi, ya sudahlah memang lagi zamannya.(  Pengadilan Jaksel telah menganulir keputusan Praradilan sebelumnya yang tengik)
Mereka yang di puncaknya kekuasaan yang tersebut diatas, lebih baik bersikap tuma’ninah jangan kayak Miranda, atau Ditjen Perla, khilaf kilahnya sesudah kena OTT, Antonius Tony Kurbiawak Budioraono. Jadi,  bila belum ketangkap ya bersikaplah  istiqomah saja,  sederhana saja, malah keluar pejara bisa ikut jadi calon, kayak ibu Fadillah, makanya jangan sekali kali menutupi kejahatannya kepada kemanusiaan dengan kejumawaan dan bersikap hadigang hadigung wong kekayaannya dari mana ya tidak jelas, mengumbar suara gagah, kalok dia tidak dipilih jadi Presiden RI th.2019,  besuk tahun 2025 - 2030 Indonesia ambleg.  Gini kok dinamakan mendidik generasi  penerus, kan jidadnya yang ambleg.
Supaya jatuhnya tidak kebanting, tapi emang sudah berkubang dilumpur kok, jadi ya ndak usah direken.  Ini juga pembentukan generarsi penerus.
Mungkin karena uangnya aman dipindah Ke Amerika, yang ketahuan dari Panama papers dan Paradise papers. Mungkin Donald Trump janji memperlakukan uangnya cara istimewa, si bekas majikan Bapak alm ini. makanya sesumbar, ngandalkan hubungan mesra dengan bekas majikan bapak alm, nyambung kembali ke putra putrinya, dan mantan menantunya.
 Sang Diktator mati, hidup Diktator Diktator.  
Begitulah demonstran 411 bersorak. Ini sorak generasi penerus.
Tapi rakyat Indonesia, masibmu masih ada di suaramu dalam Pemilu, kalok sampai kepincuk mereka, ndak ada yang bisa menolongmu lagi.
Apa sikap ini timbul dari situasi bahwa duitnya yang disimpan di Panama di sorga uang gelap, tanpa pajak sudah dipindah ke Amerika Serikat. Yohana Artha Uly, Jurnalis · Senin 06 November 2017 20:47 WIB dari kompas.com.
Percaya diri seperti para anak cucu Papa Doc Duvalier tukang tenung dari Haiti semangatnya membumbung, mungkin dengan janji kepada keturunannya duit segunung hasil rampogan waktu bapak  kuasa selama 32 tahun, tidak akan di black list kerena hasil jarahan sang anak buah yang setia ? Jadi para pewarisnya bisa tenteram menggunakan  untuk beaya kampanye, supaya dinasti Bapaknya bisa pulih ? Itukah sebabnya kok terus muncul di mass media siap ikut pemilu pilpres 2019 ? 

ini juga pembentukan generasi penerus
Pertanda zaman, semua kejadian di masyarakat seantero dunia diatas bisa diartikan kekalahan soft ware terhadap hard ware. Yang menandai abad ini. Jadi siapkanlah generasi penerus dengan modal pertama, ya kekayaan alam kita yang masih tersisa, didiklah untuk mengelolanya, menghormatinya, mendapat nafkah dari modal yang tersisa. Sebab generasi seangkatan anda didominasi oleh buaya, yang penerusnya cuma bisa jadi buaya juga nantinya.
Pewaris raja minyak Indonesia zaman ordebau, dipanggil sebagai saksi Garuda,Emirsyah(seterusnya biasanya jadi tersangka) kasus pembelian mesin Roll Royce oleh ex Dirut Emirsyah Satar menilep 52 miliar rupiah sendirian. Generasi Penerus ya meneruskan uang ini. Penumpuk modal halal atau haram, pastinya minta label MUI. Sebaliknya pewaris pencipta pesawat terbang yang mendirikan pabrik Pasawat terbang Nasional, jadi Doktor juga, pembuat pesawat terbang, nafkahya dari gaji, menumpuk penghargaan saja tidak, ya enak jadi Direktur perusahaan Ferrofamili di Jerman sana. (G. Adhicondro alm.)
Begitukah hasil pembentukan generasi penerus ?
.Jadi Negara dan Penguasanya dari sekarang harus menentukan dalam pergulatan itu berpihak kemana ? Nggak bisa berpura pura tidak ada pergumulan antara manusia dengan modal yang 60% sudah dikuasai oleh 2 % warga Indonesia kita ini ?  
https://nasional.kompas.com/read/2012/04/26/0630461/Dua.Percent.Penduduk.Indonesia.Kuasai.56.Percent.Aset.Nasional
Zaman itu sudah berlalu, semoga. Dokter Fadilah Sapari sudah berhenti, tidak bakal berkuasa lagi, apalagi pelindungnya sudah ketahuan.Amin Rais. 
Kembalilah ke tekad baja, wahai bangsaku, malang malang putung, rawer rawe rantas menegakkan kedaulatan bernegara Panca Sila dan kebhinekaan bangsa, sampai di akar rumput, dengan Pak Jokowi tanpa calo. Kemakmuran kita tebus dengan kerja, disana di rawa rawa, dingarai dan lembah negeri kita, disanalah modal pertama kita, mengelola modal utama, susah ya, pedidikan dan pengalaman akan kita temui disana, tanpa bayar beaya, mereka kan penerus kita ? . Malaria, hepatitis, rabies, malnutrisi ? yang membuat keder kakek moyang kita, bukan barang gaib lagi, bisa diatasai kalau mau.
Tatap kedepan bernegara dan bermartabatlah, juga hiduplah sejahtera, belum terlambat. Dengan azas bhineka tunggal ika dengan dasar Panca Sila. Juga bersodakoh besar, menyaingi upaya ihtikar pangan yang mendunia. Bersamu wahai massa na'iyah, diperlukan sekali.

Kenyataannya kapitalis kita dari “sara” mana saja, juga tertekan oleh nilai US dollar dan harga modal yang harus dibayarkan ke bank, yang nyata nyata di jepang maupun Inggris sangat ringan kepada bangsanya sendiri saking kayanya. Sayangnya segmen produksi soft ware siapa saja dinegara berkembang, hanya dapat bagian kecil dari beaya produksi yang sudah kecil, dibagi sekian banyak pencari nafkah, pemegang izasah. sebagai modal dasar. Kredit dari Bank ? Jangan ngledek, wong ex Direktur BI saja menghabiskan dana 7,2 triliun untuk bantuan bank bank yang malah dikemplang kok. Boro boro dibayar balik, bisa diberikan pada UKM, lah endak kok, malah si ex Direktur BI senyum snyum senang.

Para Kapitalis tentu saja berpihak ke pemenangan hard wares. Sebab untuk memperolehnya hanya perlu modal dan modal, yang mereka sudah tumpuk dengan segala jalan. kebanyakan jalan bekomplot merayah proyek Pemerintah kayak Anggodo, Anggoro cs, Artalita cs, Salim cs, Hartati  murdaya Poo cs,  ekor dari tujuh Naga yang menguasai Indonesia de facto.   Selanjutnya mereka ndak perlu bayar apa apa lagi, selain suku cadang, selain belanja bahan baku. Bahan bakar saja nyuri kencingan. Situasi ini akan berhenti bila mereka yang ringan kepala dan getol berdemonstrasi sudah mengerti, mau dibawa kemana kekayaan negeri ini. Kabahagiaan mereka sang Naga dan Rahwana dan putra putrinya, atau nafkah bersama seluruh rakyat indonesia ?
Bangsa bangsa yang monolit seperti Jepang lebih gampang memilih, atara mesin dan nafkah bangsanya dengan pajak. Bangsa yang merupakan amalgam dari suku dan ras dan agama yang bermacam macam sangat sulit, karena pemecahan jarak dan kepercayaan kepada seseorang yang maknanya trust,  antara tenaga manusia beda suku, ras dan agama dalam sistim kapitalis feodal, juga lain. Dari bangsa sediri lebih memberi, lain dengan sara yang jauh dari si kapitalis, lebih menindas. Jarak ini yang dengan niat dan kesadaran harus dihilangkan – dinaikkan derajadnya bukan jadi kurir tukang memberi suap thok, atau pemilik pabrik atau sebidang tanah abal abal thok,……………Jawabnya: “ya ndak isa gitu, lha nip nip saya yak apa”.  Sudalah ndak usah neko neko, masih kurang apa, ya pindah saja jadi warga Amrik sana, mupung bisa.
Terbukti “sara” juga sangat menentukan. Satu dua sudah selesai dengan dirinya, lah mayoritasnya ? Makanya dalami Panca Sila, pantulkan yang selama ini kalian terima, sebagai cermin kaca sang Budha,  rakhman dan rakhim kembali ke masyarakat, dengan kenyata’an,  jangan malah dibuat kerudung kejahatan kayak Denajeng Murdaya ( dia sahabatnya Gusti Putri alm.) dengan Bupati Amran Batal.  Saya yakin kalian bisa. Ramalan Letjen purn. Prabowo bisa jadi kenyataan apabila pajak anda ingkari, apa kalian bisa lari, kalok Indonesia ambleg ?
Amerika Serikat sudah berpengalaman selama hampir tiga abad untuk merekayasa ikatan amalgam dari “sara” ini supaya adil dan kuat Negaranya, dengan segala tenaga dan konsistensi yang dihimpun dari ilmu komunikasi, lihat di film film Fox family, di fim Dicovery TV, semua sara dimunculkan rukun. Keadilan diratakan dengan pajak, toh masih diteropong oleh public.  ini kalian ingkari.
Di kita, menyadari saja takut dikira rasialis dan  takut dicap sara, karena secara politis di ikrar bernegara sudah diselesaikan, selanjutnya mereka masih pethakilan.  Malah ditutup rapat rapat dengan segala jalan, menunggu pada suatu saat anak kecil dalam cerita Andersen, akan nyletuk : “Raja tidak berbusana”. Artinya harusnya, kita bangsa yang ber- Panca Sila ini bukan sekedar omong kosong tapi nyata berupaya, mungkin waktunya belum tiba. Haiyaaa, lha Partai Partainya ya malah menghimpun koruptor dan manipulator – karena kekurangan waktu buat seleksi, kilahnya, atau tanpa kilah apa apa, hanya menyatakan tidak akan membela, kalok brani ya gila apa ?  Lha pakar business kok ndak bisa pilih centeng, pilih kader, apa ndak tau track recordnya ? Apa diusut dari ngathoknya, Bapakismenya, pengabdian pada clan sang ketua partainya-nya ? Karena nenek buyutnya masih gundik kakek buyut sang Naga ?
Ini masih dinikmati. Iya wong dulu dulunya juga dari negara feodal, sekarang ingat giliran menikmatinya. Cak Nun saja sudah muak jadi guru mursyid fans-nya kok, lah yang itu kok malah kumat. Berkilah lagi, nyatanya gitu saja bisa kok, iya Hitler juga begitu. 
Bangsaku teteplah jadi pemaaf jauhi kebencian, tapi ingatlah anda andalah yang menentukan, suaramu dalam pemilu bisa dibeli atau tidak, ingatanmu masih baik atau tidak, nafsumu hanya di joged bersenggol senggolan, tanpa menerawang masa depan. sebaliknya super mie dan ndangdutan gratis sekarang, gampang diajak demo barisan suci menghukum pendosa, penista agama, anda percaya dari situ bisa tercapai sorga. Sebaliknya itulah nasibmu nanti, tahun 2025 ambleg apa jaya*)



0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More