KARET
MEMBENTUK BUDAYA – SUDAH DI EDIT DAUR ULANG POSTING LAMA TH 2011
Getah pohon karet (Hevea brasiliensis L) sejak revolusi industri
mulai abad ke -19 menjadi komponen yang semakin penting dari segala macam
mesin-mesin, nyaris tak tergantikan.
Gemuruhnya mesin mesin di Negara - Negara
industri diimbangi dengan gemeretaknya api unggun, ribuan api unggun para
penjelajah tengkulak getah karet dan para kuli pengangkut di hutan-hutan
dan rawa, sungai besar kecil di wilayah sabuk tropis di seantero
dunia. Di tengah rimba raya dan rawa di pantai timur Brazilia dalam waktu
yang sangat singkat tumbuh kota baru dikepung hutan rimba dan rawa -rawa, yang
bergelimang dengan segala atribut kemewahan saat itu, bahkan ada gedung opera
sebesar yang ada di kota Paris: Manaos, karena tempat ini perupakan pusat
perdagangan getah karet yang pertama di Dunia. Uang dalam jumlah yang
sangat besar ditawarkan untuk getah karet. Di Kew Garden Rumah kaca – pinggiran kota
London disemaikan biji - biji pohon karet, dari upaya susah payah dan
berani telah berhasil diselundupan biji karet dari Brazilia kemudian
semaian itu diangkut ke Semenanjung Malaka dan Sumatra – untuk dikebunkan.
Dari semula, pribumi Semenanjung Malaka
dan pantai timur pulau Sumatra dan Kalimantan kebanyakan adalah petani ladang
yang berpindah-pindah juga pengumpul hasil hutan. Pada waktu demam tinggi
kebutuhan getah karet, mereka juga menjual getah serupa yang mereka namakan
getah perca dari pohon sebangsa beringin (Ficus elastica L ) yang
kemudian kurang diminati pasar.
Banyak Kesultanan di wilayah tersebut
sebenarnya lebih merupakan Kota Benteng seadanya dipagari kayu balok dan bambu
untuk mengawal muara sungai, menarik pajak dari setiap perahu yang mengangkut
hasil hutan dari pedalaman. Kebanyakan dijaga oleh para preman, dengan
wataknya, yang masih tersisa adalah gelar gelarnya yang sangat bombastic sampai sekarang…….
(Malah di era baru masyarakat demokrasi
sekarang para Kepala Daerahnya secara berjama’ah berpesta anggaran Daerahnya
Korupsi dan berdinasti – berita terkini masih dibolehkan jadi calon eksekutip
dan legislatip lagi—karena keyakinannya kepada pengikutnya yang masih banyak,
dan beraninya bayar mahar kepada partai partai preman juga—bukan Partainya tapi
Ketua Wilayahnya--meskipun partai baru terbentuk di zaman reformasi, yang dari semula Pucuk pimpnannya sekaligus Pendirinya mencitrakan kejujuran dan kebangsaan......kasihan., kalah pengalaman dengan dinasti penakik karet. Wilayah ini bukan Organisasi kewilayahan yang didukung
oleh lahan pertanian dan usaha pertukangan dan perdagangan, melainkan hutan karet yang mewngandalkan angkuan air- sungai sungai besar.
Kemudian oleh penjajah dijadikan Pos
kekuasaan terluar mereka.
Pada waktu itu Manaos di Brazilia
mengalami zaman keemasan yang singkat, para Petani dan Pengumpul hasil hutan di
Semenanjung, di Sumatra dan Kalimantan juga ikut menikmati guyuran rezeki
nomplok demam karet, dengan getah perca-nya.
Brazilia tidak berhasil mempertahankan
monopoli karet, dan tidak berhasil membangun Perkebunan karet untuk menguasai
pasar dengan Hevea
Brasiliensis L karena tidak memiliki sumber daya manusia yang
jumlahnya memadai, sedangkan di Asia Tenggara , buruh tani dari Jawa dan
Cina Selatan berlimpah, maka beberapa dekade akhir abad 19 sudah terbangun
puluhan ribu hektar kebun karet dengan buruh tukang sadap atau tukang takik
pokok karet yang terampil. Juga upaya seleksi dan teknik menyambungkan tqanaman - sehingga mengahilkan beberapa ton karet kering RSS 1 beberapa ton/Ha/tahun, di perkebunannya yang dipiara di sumartra utara dan Jawa - Sayangnya kepentingan penjajah tidak mengembangkan ketrampilan menyambung tanaman ini di pertanian rakyat, Penjajah malah setengah menyembunyikannya.
Proses metamorphosis juga terjadi pada
Peladang yang berpindah-pindah yang merambah hutan rimba sepanjang sungai besar
besar, seperti Musi, Batanghari, Indragiri, Siak , Kampar, Rokan, Asahan,
Barito, Mahakam, Kapuas sebagai jalur angkutan pengumpulan hasil hutan
sejak ribuan tahun. Petani ladang ini mulai menanami ladang yang
ditinggalkan oleh mereka dengan semaian karet ( Hevea brasiliensis L),
yang kemudian selang enam tujuh tahun mulai mereka “takik” . Mereka mulai
menapaki profesi baru sebagai Petani Penakik Karet, yang tinggal berpencar
pencar mendekati lahan karetnya yang “menghutan” karena memang tidak dipelihara
dan ada gubug di tepian sungai, untuk menumpuk hasil.
Sejalan dengan tingginya kebutuhan karet
hingga hampir lima generasi, hingga paruh pertama abad 20 mereka
sering kejatuhan rezeki nomplok.
Dari sudut materi terutama uang, mereka
lebih “kaya” dari Petani budidaya yang lain, akan tetapi dari sudut perilaku
dan adat istiadat, bahkan mereka banyak mendapat cibiran dari induk budaya
mereka yaitu budaya Melayu. Maklum lingkungan yang membentuk watak mereka
adalah lingkungan rimba terpencil tetapi mereka bergelimang uang, hingga empat-
lima generasi, dinamika penduduk wilayah ini cukup tinggi dengan
perdagangan, walau berhasil, mereka tetap menggelar business di kota-kota
pelabuhan kuala sungai sungai di mana mereka dibesarkan, tidak ada
budidaya, melainkan “pengumpulan” apa saja dan kekuasaan. Afinitas dan
selera mereka kepada Kekuasaan dan kekuatan yang mentah (militerisme dan
feodalisme ) sangat besar.
Kini ke-lugasan pengertian mereka terhadap
uang membawa mereka berbondong bondong merantau ke Ibu Kota, bermodal lagak
dan uang membeli suara untuk Wakil atas nama apa saja, malah jadi pejabat! , malah menciptakan dinasti Gupernur di Jambi Zumi zola anak Gupernur Jambi, dari PAN didukung Nasdem – Istilahnya : Kecil
dimanja- dewasa kaya- mati masuk sorga-karena dia dari PAN, kalau saja tidak kena OTT oleh KPK—seperti
Zumi Zola dan DPRD dimana mayoritas penerima angpau uang ketok palu anggaran APBD Propisi Jambi yang akan dibuat bancakan
bersama – adalah penerus generasi kebudayaan
karet, meskipun agamis fanatic – tidak jauh dari kaum Ismailiyah pangeran Ali
Khan suami bintang film Holywood.th 1955 an.
Bahkan setelah Kemerdekaan Negeri
ini Pendidikan formal terbuka lebar bagi siapapun, tapi sisi – sisi
“finesse” dari tata pergaulan bermasyarakat sangat sulit mereka adaptasi
misalnya : Dari bidang Pendidikan mereka hanya melihat gelar – gelar
kesarjanaan, bidang usaha mereka hanya melihat pada hak atas ladang
yang telah menjadi hutan kembali dari nenek moyangnya, di mana pada suatu
generasi telah menanam biji karet disana entah sempat ditakik apa tidak –
sekarang itu hak Putra Daerah, termasuk rimba raya yang belum tersentuh mereka
babat untuk dijual log nya, dijual hamparannya, dalam kesadaran mereka
Negara ini belum ada. Bagi generasi merdeka ini, Mereka di kakarta a berdinas di Ibu Kota sebagai pejabat Tinggi Negara, malah berfikir dirinya sudah jadi Buaya - bukan lawannya cicak cicak lagi, duh gagah dan sombongnya.
Lihat saja di Koran-Koran nama – nama mereka yang elok- elok, yang mereka pakai seperti nama Panggung ( bukan dari lahir pemberian orang tuanya), mereka sering memamerkan perilaku tak pantas di depan umum tanpa malu ber- KKN.
Lihat saja di Koran-Koran nama – nama mereka yang elok- elok, yang mereka pakai seperti nama Panggung ( bukan dari lahir pemberian orang tuanya), mereka sering memamerkan perilaku tak pantas di depan umum tanpa malu ber- KKN.
Maklum, dua generasi di atasnya masih
penakik karet yang terisolasi dari budaya, uang adalah segalanya.
Yang diseberang sana malah diberi Negara
sendiri, Sultan - Sultan yang kaya raya terdidik berperilaku di Puri
-Puri Europa, Pelaksana dan Pembantu dekatnya cuma pewaris watak
yang dibentuk dalam ke –terpencilan kelompok hunian penakik karet
(Ingat pembela anaknya Sultan, yang menyiksa isterinya Manohara putri mojang Sunda - kok mau lho ?)
(Dusun saja bukan saking kecilnya hanya beberapa keluarga), yang begelimang uang kadang kadang, di tengah hutan, jadinya mereka suka berlagak dan bersuara keras. Setelah belajar Ilmu – Ilmu Formal mereka malah suka mematut -matut budaya tetangga sebagai miliknya sendiri saking miskin budayanya, sambil mendaftarkannya sebagai hak miliknya di Pengadilan Internasional Tuannya, kemudian kita diharuskan bayar royalty bila kita kangen menikmatinya, seperti Sultan - Sultan mereka di zaman yang lampau, yang minta pajak setiap perahu yang lewat Kuala sungai yang mereka duduki, maunya , ya maklumlah negara tetangga kita begitulah polahnya.(*)
Catatan tambahan, sesudah 20 tahun lewat, kita mengalami euphoria berkelanjutan malah digunakan oleh pencari kesempatan, para pencoleng disegala bidang masuk dunia kekuasaan dengan kendaraan demokrasi euphoria - pokoknya berani membagi uang entah asalnya darimana, berani berorasi menggembirakan publik, jurkam joged ndangdut senggol empet empetan, diglontor supermie,pokoke nyoblos sing iku.
Mereka telah menggumpal jadi raksasa yang sangat ditakuti oleh "politisi demokrasi mayoritas, sebab maroritas sangat cair mudah tergoda janji sorga dan uang, alias tidak berprinsip. Partai partai dari golongan apa saja menyatu jadi mayoritas tidak berprinsip, semua politisi takut tidak kebagian suara. Malah boleh nyaleg nyalon eksekutip untuk lima tahun mendatang. ya pilihen Kurafak Kauf, Klabangdeha, Belut Listrik, sak kancane ma lima, cik ben ajur pisan. **)
(Ingat pembela anaknya Sultan, yang menyiksa isterinya Manohara putri mojang Sunda - kok mau lho ?)
(Dusun saja bukan saking kecilnya hanya beberapa keluarga), yang begelimang uang kadang kadang, di tengah hutan, jadinya mereka suka berlagak dan bersuara keras. Setelah belajar Ilmu – Ilmu Formal mereka malah suka mematut -matut budaya tetangga sebagai miliknya sendiri saking miskin budayanya, sambil mendaftarkannya sebagai hak miliknya di Pengadilan Internasional Tuannya, kemudian kita diharuskan bayar royalty bila kita kangen menikmatinya, seperti Sultan - Sultan mereka di zaman yang lampau, yang minta pajak setiap perahu yang lewat Kuala sungai yang mereka duduki, maunya , ya maklumlah negara tetangga kita begitulah polahnya.(*)
Catatan tambahan, sesudah 20 tahun lewat, kita mengalami euphoria berkelanjutan malah digunakan oleh pencari kesempatan, para pencoleng disegala bidang masuk dunia kekuasaan dengan kendaraan demokrasi euphoria - pokoknya berani membagi uang entah asalnya darimana, berani berorasi menggembirakan publik, jurkam joged ndangdut senggol empet empetan, diglontor supermie,pokoke nyoblos sing iku.
Mereka telah menggumpal jadi raksasa yang sangat ditakuti oleh "politisi demokrasi mayoritas, sebab maroritas sangat cair mudah tergoda janji sorga dan uang, alias tidak berprinsip. Partai partai dari golongan apa saja menyatu jadi mayoritas tidak berprinsip, semua politisi takut tidak kebagian suara. Malah boleh nyaleg nyalon eksekutip untuk lima tahun mendatang. ya pilihen Kurafak Kauf, Klabangdeha, Belut Listrik, sak kancane ma lima, cik ben ajur pisan. **)
0 comments:
Posting Komentar