ARTIKEL TULISAN ABDUL MAJID DARI KOMPASIANA
Polisi Istimewa dalam Palagan 10 November 1945
9 November 2011 18:34 Diperbarui: 25 Juni 2015 23:52 15437 1 3
[caption
id="attachment_147853" align="alignleft"
width="300" caption="Pasukan Polisi Istimewa"][/caption]
Jasmerah (Jangan
sekali-kali melupakan sejarah), kata mendiang Bung Karno. Maka, tulisan ini pun
saya buat demi mengingat sejarah.
“Pasukan Polisi Istimewa lahir
lebih dulu dari yang lain,” kata Ruslan Abdulgani, tokoh pejuang yang turut
berperan aktif dalam Palagan 10 November 1945. Sementara Mayjen (Pur) TNI AD
Sudarto, mantan ajudan Presiden Soekarno, menjelaskan secara gambling, “Omong
kosong, jika ada yang mengaku dalam bulan Agustus 1945 memiliki pasukan
bersenjata, yang ada hanya Pasukan Polisi Istimewa. Tanpa pasukan ini tidak aka
nada Hari Pahlawan 10 November 1945”.
MayorTNI AD (Pur) R. Kadim
Prawirodirdjo meneguhkan ucapan Mayjen (Pur) Sudarto, dengan tegas mengatakan,
pada saat pelucutan senjata Jepang, TKR belum terbentuk. Pada waktu itu hanya
ada Polisi (baik Umum, Central Special Police, dan Polisi Istimewa) yang
memiliki senjata. Merekalah yang memelopori pelucutan senjata Jepang. Polisi
Istimewa maju ke depan melucuti senjata Jepang.
Sehingga tak heran bila
Polisi Istimewa yang kemudian berganti nama Mobile Brigade sebagai sebuah
kesatuan militer menerima anugerah tanda jada pahlawan atas jasa di dalam
perjuangan gerilya membela kemerdekaan negara.
Kesiapan dan kematangan
polisi terjun ke medan laga, dalam kancah perjuangan revolusi kemerdekaan tidak
terjadi begitu saja. Kekuatan dibangun tidak cuma sehari. Tindakan progresif
revolusioner – memaklumkan diri sebagi Polisi Republik Indonesia dengan
tindakan melilitkan ban putih dengan tulisan merah ‘Polisi Istimewa’ pada
lengan kiri atas dan lencana merah putih berbentuk lonjong di peci, mengganti
lambang Sakura, merupakan tindakan yang memerlukan keberanian luar biasa.
Satya lencana sebagai cikal
bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI), telah diterima oleh Mayor Jenderal
Polisi Sutjipto Danukoesoemo, mewakili Kepolisian Negera Republik Indonesia,
bersama kurang lebih 90 orang mantan perwira tinggi ABRI.
Penghargaan ini diberikan
atas dasar peran Kepolisian Kota dan Daerah Keresidenan Surabaya,yang begitu
besar jasanya dalam membina dan membangkitkan semangat perjuangan pemuda dan
rakyat Surabaya untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialis. Polisi Surabaya
giat melatih perang para pemuda, dan rakyat dalam menghadapi serangan udara.
Pembinaan yang dilakukan
Polisi Surabaya tersebut secara langsung sangat berpengaruh hingga tersusunnya
kesatuan-kesatuan Badan Keamanan Rakyat BKR), cikal bakal Tentara Nasional
Indonesia (TNI).
Gerakan pembinaan kemiliteran
dan pelatihan tempur telah dipelopori oleh Kesatuan Polisi Istimewa Surabaya,
yang sejak beberapa tahun sebelum proklamasi Kemerdekaan dipimpin oleh
perwira-perwira muda lulusan Kotoka dan Futsuka, Sekolah Kepolisian Sukabumi.
Peranan ini semakin kuat, setelah pimpinan polisi Surabaya mengeluarkan dekrit
mempercayakan kepemimpinan pemuda polisi kepada perwira-perwira muda.
Kepeloporan Angkatan Muda
Angkatan Kepolisian dengan kekuatan riil Kesatuan Polisi Istimewa Surabaya,
ditambah dengan semua anggota polisi yang berani ikut berjuang secara penuh,
menjadi contoh yang luar biasa sehingga semua lapisan pemuda danrakyat, dengan
penuh keberanian menghadapi musuh, dan terjadilah peristiwa Hotel Yamato.
Peritiwa dahsyat 10 November 1945 dan berlanjut sampai Perang Kemerdekaan
selesaipada akhir tahun 1949.
Penghargaan satya lencana
sebagai cikal bakal Tentara Nasional Indonesia merupakan penghargaan terhadap
jasa-jasa Polisi Indonesia, sebagai pejuang kemerdekaan yang gigih berjuang
merebut dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Daya keyakinan, semangat
perjuangan kerelaan berkorban, dan dedikasi polisi memberikan hasil gemilang.
Semua ini tidak hanya cerita heroic sejarah perjuangan bangsa, tapi juga
menjadi pelajaran yang membangkitkan gairah perjuangan dan teladan bagi
generasi muda Indonesia.
Selanjutnya, perlu
dijelaskan di sini bahwa peranan seluruh jajaran polisi di Surabaya sangat
besar, baik Polisi Istimewa, Polisi Umum, maupun Pasukan Polisi Perjuangan
Republik Indonesia.
Sejak revolusi fisik,
Polisi Republik Indonesia sudah bahu-membahu mempertahankan kedaulatan Negera
Proklamasi 17 Agustus 1945, mengusir penjajah, membasmi gerombolan pengacau
liar dan pemberontak yang merongrong kewibawaan pemerintah Republik Indonesia.
Seusai Perang Asia Timur
Raya 15 Agustus 1945, setelah Jepang bertekuk lutut, dan diproklamasikan
Kemerdekaan Indonesia, Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho – pasukan yang
terdiri dari pemuda-pemuda Indonesia, diperbantukan pada pasukan-pasukan Jepang
di medan perang – dibubarkan. Mereka dipulangkan ke kampung halamannya
masing-masing tanpa senjata sama sekali.
Kepolisian yang pada
tanggal 18 Agustus 1945 mengatakan dirinya sebagai Kepolisian Republik
Indonesia. Polisi umum dilucuti oleh Tentara Jepang, karena Jepang memang
ditugaskan oleh Sekutu untuk menjaga dan memelihara keamanan di Indonesia agar
Sekutu dengan aman dapat menginjakkan kakinya di Bumi Indonesia.
Hanya ada satu kesatuan
polisi yang tidak diambil senjatanya, yaitu Polisi Istimewa. Polisi Istimewa
ini terdapat diseluruh Indonesia dan pada setiap Keresidenan ada satu peleton
atau satu kompi bersenjata lengkap.
Sedang di Kota Surabaya dua
kompi kesatuan Polisi Istimewa. Satu kesatuan yang dipimpin oleh Moehammad
Jasin. Sedangkan yang lainnya untuk Surabaya kota, kesatuan organik yang
dipimpin oleh Soetjipto Danoekoesoemo.
Perwira-perwira polisi
Jepang mencoba melucuti senjata Polisi Istimewa Surabaya. Namun para anggotanya
dengan tegas menolak.
Hari-hari selanjutnya yang
terjadi adalah sebaliknya, Surabaya diisi insiden pelucutan senjata Jepang oleh
Polisi Istimewa. Ada yang menyerahkan senjata tanpa perlawanan, tidak sedikit
pasukan tentara Jepang baru menyerahkan senjata setelah tembak-menembak dengan
Pasukan Polisi Istimewa.
Seperti yang tercatat dalam
bukuSoetjipto Danoekoesoemo “Hari-Hari Bahagia Bersama Rakyat”, tiga peleton
tentara Jepang menyerahkan senjata kepada Polisi Istimewa Seksi I, dengan
syarat keselamatan mereka dijamin, pada 1 Oktober 1945.
Pada 2 Oktober 1945, Polisi
Istimewa melucuti senjata tentara Jepang secara paksa, di Butai Don Bosco, Jln.
Tidar. Pelucutan ini diawali dengan perlawanan sengit tentara Jepang. Setelah
terjadi tembak-menembak sengit dan menelan korban jiwa barulah Jepang
menyerahkan senjata.
Pada hari yang sama, di
Gedung General Electronics di Kaliasin Jepang menyerahkan senjata setelah
terjadi pertempuran sengit dengan Tim Polisi Istimewa dibawah pimpinan
Soetjipto Danoekoesoemo. Dalam pertempuran ini tentara Jepang mengeluarkan
senjata-senjata mitraliur.
Pada akhirnya tentara
Jepang menyerahkan seluruh persenjataan, termasuk tank dan panser kepada Polisi
Istimewa. Polisi Istimewa kemudian membagi-bagikansenjata tersebut kepada
rakyat dan pemuda dalam organisasi perjuangan.
Senjata rampasan tersebut
menjadi modal awal terbentuknya Badan Keamanan Rakyat BKR), yang kemudian
berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
Pada sekitar 25 Oktober
1945 Inggris mendaratkan Brigade 49 dari Divisi 23 dipimpin Brigjen Mallaby.
Mereka datang untuk mengurus tawanan perang dan kaum bekas internirning. Untuk
itu mereka disetujui mengambil posisi dan menduduki tempat tentara di kota
Surabaya. Namun ternyata mereka bertindak seakan-akan menjadi penjaga keamanan
dan polisi sehingga menimbulkan insiden-insiden.
Terjadilah
pertempuran-pertempuran dahsyat. Pasukan Polisi Istimewa, mantan Peta dan Heiho
maupun para tokoh perjuangan, dan pemuda-pemuda Surabaya melawan tentara
Inggris.
Surabaya, 10 November 1945
Pagi hari, Inspektur Polisi
Soetjipto Danoekoesoemo, komandan Polisi Istimewa, mengendarai panser yang
dikemudikan Agen Polisi II Eman, mengadakan pemeriksaan pertahanan rakyat. Ia
berkeliling, menempatkan regu dan peleton pembantu Polisi Istimewa di pos-pos
pertahanan, dan mengadakan brifing singkat kepada pos-pos pertahanan kota.
Waktu itu diperkirakan tentara Inggris akan menyerbu dengan pasukan infanteri.
“Jangan biarkan Inggris
lewat tanpa perlawanan. Pancing mereka terjebak ke dalam kota,” kata Inspektur
Soetjipto Danoekoesoemo kepada anakbuahnya.
Pukul 10.00 pagi, pesawat
tempur Inggris mulai menjatuhkan bom di Surabaya. Dari laut meriam berdentuman.
Kantor Besar Polisi mendapat serangan gencar dari darat, laut dan udara.
Anggota Polisi Istimewa berguguran. Namun, pasukan infanteri Inggris tidak bisa
maju karena ketatnya pertahanan.
Kantor Besar Polisi menjadi
sasaran karena Inggris tahu bahwa Pasukan Polisi Istimewa adalah sebuah
kesatuan militer polisi yang tangguh.
Pertempuran seru
berlangsung hingga 28 November 1945. Surabaya menjadi neraka bagi Inggris.
Namun menjadi kawah candradimuka bagi Polisi Istimewa dan pejuang kemerdekaan
lainnya.
14 November 1946, Polisi
Istimewa berganti nama menjadi Mobile Brigade, dan beberapa tahun kemudian
menjadi Brigade Mobile (Brimob). (sumber tulisan: buku “Hari-Hari Bahagia
Bersama Rakyat”, catatan perjuangan Sutjipto Danoekoesoemo).
Tulisan ini dibuat dalam
rangka peringatan Hari Pahlawan 10 November 2011dan Ulang Tahun Korps Brimob
Polri 14 November 2011.Semoga generasi muda Polri menyadari bahwa pendahulu
mereka adalah pejuang. Polisi sekarang adalah pejuang penegakan hokum dan
pejuang Kamtibmas.
Kepala Daerah
mesti cuti!
Tetap menjabat
seperti biasa
TAMBAHAN DARI IDESUBAGYO.BLOGSPOT,COM
Tulisan dari Mas Abdul Majid, semua benar seperti apa adanya, beliau memang watawan jadi ya gitu. Saya sedikit tambahkan, Mayjen Sudarto tahun 1945 dari pasukan TRIP, terbanyak dari murid SMP Praban. Sudah dilatih oleh Bala Tentara Dai Nippon, untuk perang sejak pendudukannya di Nusantara, siswa yang pada waktu masuk kelas satu sejak jepang berkuasa, ya kenyang dikuyo kuyo kayak latihan kemiliteran sungguhan. lagipula jaman miskin, semua bahan makanan pokok langka dan mahal. Pasti siswa SMP yang dilatih harus membuat parit pertahanan kota di Gunung Sari, sebelah timur Kota surabaya - memanjang dari tepian utara kali Brantas, belapis lapis sampai ke Benowo lewat punggung bukit Tambak Boyo, berkilometer - kilometer, diberi ransum cara militer jepang bagian krocuk, ya nasi seadanya dengan lauk tauco dan ikan asin. Obat obatan sangat langka, malaria dan desentri ada dimana mana. Bayangkan selama pendudukan jepang tiga tahun. Itu yang dialami oleh Majen Soedarto dkk dari SMP Praban selama tiga tahun, mungkin disektor Gunung sari - lengkap dengan pilboxes dari beton bertulang. mereka diajar bahasa Jepang secara intensif, tapi tidak dilatih kemiliteran oleh Jepang langsung, karena kurang ada komunkasi, terhalang bahasa
Saya baru sadar membaca uraian Mas Abdul Majid, ternyata yang melatih mereka, menurut Mas Darto, adalah Polisi yang muda muda, untuk memudahkan komunikasi ( Ayah mas Darto berumah di Rangkah gg I, kami bertetangga.) Di Surabaya Polisi yang muda muda pada waktu itu - termasuk Polisi Tukubetsu Kusatsutai- artnya ya Polisi Istimewa, karena bersenjata lengkap cara perang, yang kemudian setelah Jepang kalah, dibentuk jadi Polisi Istimewa. oleh inspektur polisi Kutjjipto Danoekoemo dan Mohammad Jasin. Jadi murid murid SMP Praban sudah kenal dengan pelatihnya selama tiga tahun !!!
Lha pada saat itu Polisi muda muda ini yang melucuti senjata tentara Jepang. Itu juga menurut anggaran peraturan internasional, Polisi itu non combatan armed force jadi tentara Nippon Angkatan Laut menyerakahkan senjatanya ke Polisi RI yang baru, sesuai konvensi Jenewa. Rupanya Nippon Angkatan Laut lebih mengerti Konvensi Jenewa, karena dilaut bila mereka mengalami musibah ya ditolong oleh Al negara mana saja, ini juga menurut Konvensi Jenewa. Sebaliknya AD Nippon lebih fanatik, main gorok saja.
Baru satu dua bulan sesudah itu pak Jasin- Komandan Polisi Isrtimewa Surabaya memproklamasikan Polisi Istimewa jadi combatan armed force lepas dari tugas polisi dalam keadaan normal, hanya Polisi Istimewa dalam keadaan darurat. Selama perang kemerdekaan Belanda tidak mengakui Negara Indonesia menurut Konvensi Jenewa - semua aparat negara ini dianggap extremist. , Amerika Serikat, dan Austraslia mengakui exisrtensi Republik Indonesia.- ditulisan sejarah sekarang Negara yang ketiga Belgia - padahal seingat saja bulan November 1945 ada pesawat dua baling baliang, pesawat penumpang berbendera China Komintang bintang biru dengan gerigi biru panjang disayapnya melintas kota Surabaya ! wong yang diakui Amerika th 1945 adalah Komintang. Secara resmi, yang di agresi Jepang di wilayah China itu Negara China Republi komintang, jadi setelah Jepang bertekuk lutut. Ikut sebagai pemenang Perang perang de jure ya Republik China de jure exist th 1912-1949, jadi mestinya Amerika milih Republik China di pemenang perang Pasifik di th 1945. Adapun sesudah th 1947 dganti dengan Belgia ya masuk akal.
Di jalan Wonokromo aemua toko pinggir jalan raya mengibarkan bendera dua macam yang kanan merah putih yang kiri bendera Komintang - ya maklum ingatan anak kecil yang naik truk bak terbuka lewat jalan itu karena mengungsi !!. menuju ke Setasiun Wonkromo, sebab Setasiun Gubeng jadi kancah perang.
Perlu dicatat bahwa Surabaya, lain dengan kota kota pelabuhan di Nusantara lainnya - adalah pusat
Armada KL ( Koningklijke Marine) zaman Belanda, dan diambil alih oleh Kaigun ( Angkatan Laut Hinomaru). Jadi kota ini memang sangat diperhatikan oleh Panglima Mandala Perang yang ada di Saigon, Laksamana Kurita !! Lha bagaimana komandan Angkatan Darat Jepang merespon pentingnya kota ini dalam perang, mestinya ya bikin parit pwertahanan. kecuali itu juga menempatkan gudang senjata semua angkatan di kota ini, lengkap dengan personilnya.
Saya pernah bertemu dengan sosok sepuh tahun1978 di Ngawi jawa Timur,, baliau bernama Pak Darmin, waktu itu sudah sepuh, kuang lebih 60 tahun, beliau bercerita bahwa yang membuka gudang senjata di Don Bosco - Jalan Sawahan Surabaya itu pasukan Polisi Istimewa - Seksi I di jalan Darmo, Lha tentu saja sebelum membuka gudang senjata itu murid mirid SMP Praban. anak didiknya diberitahu lebih dulu, kan sulit menghubungi Komandan laskar atau penduduk yang bersemangat, polisi kan tahu, siapa yang sudah terlatih dan terpercaya mambawa senjata otomaits lagi, ya bekas murid didiknya lebih dulu !!!!! baru rakyat dan lasykarnya yang bisa dihubungi. Makanya, masih di bulan September Akhir, kok kakak saya - temannya mas Darto, mas Musanto, mas Papak, Mas Suharyo Kecik, tentunya mas Rajab Gani, penulis chronicle TRIP tahu dia, Beliau banyak kenalan karena di Staff Kesehatan. beliau juga telah menulis buku mengenai ini. Waktu pulang sudah bawa macam macam senjata dimuat di sijspan motor besar yang biasa dipakai oleh Polisi. Mereka membentuk pasukan 13 yang sudah punya mortir dan senapan mesin, model water mantel yang berat. Ada ceritanya lagi mengapa akhirnya keluar dari Surabaya pasukan TRIP mereka memiliki senapan mesin bekas punya pesawat pemburu Zero., yang jauh lebuh ringan.
Pak Jasin, komandan pak Darmin, anggauta Polisi Istimewa, yang mempersenjatai rakyat, juga menjaga keamanan dari penjahat yang berkedok laskar dengan gerombolannya ratusan orang. Sabaruddin yang bermarkas di Tretes/Pacet, dalam menjalankan kejahatannya memeras siapapun yang dia dakwa sebagai mata mata musuh, langsung dia culik dan duhukum mati. Terrornya kepada umum bersilangan dengan inspektur polisi seksi Ambengan Surabaya, Pak Agus Basuki, berujung si panculik akan mengeksekusi Perwira polisi. Dengan sigap Polisi Istimewa ini menjalankan tugasnya sebagai penjaga keamanan dari para pencoleng bersenjata. Membebaskan inspektur polisi yang akan dibunuh dan banyak anak buah Sabaruddin terbunuh dalam perlawanannya, sang inspektur polisi diselamatkan. Ternyata cerita Revolusi yang masih mulai, bukan perkara heroisme saja tapi juga melindung rakyat dan petugas Negara yang masih bayi ini dari para rampok dan pencoleng.
Ceritanya rumah kami di jalan Juwet 15 jadi bengkel kecil memberi kaki besi pipa untuk senapan mesin pesawat yang tidak punya kaki, sebab menempel di bodi pesawat. Kata tetangga kami yang tidak mengungsi karena mereka warga Phillipina, keluarga Amaranto, bilang kepada bapak saya waktu kembali dari pengungsian masih sendirian di th 1949, rumah itu lama diberi garis MP (militaire politie) Tenara Kerajaan pendudukan belanda, sesudah itu diawasi berbulan bulan, sebab banyak onderdil senapan mesin pesawat Jepang yang paling ditakuti Sekutu berceceran di rumah kosong itu. Paman ibu saya, yang kemudian jadi Kolonel Zeni angkatan Darat sampai pensiun, belajar bekerja di bingkil Lapter Morokrebangan.
O iya markas TRIP di Surabaya ada di Sekolah Santa Maria jalan Damo no 49 sampai bulan Desember atau Januari 1946. Sebagian besar TRIP Surabaya mundur ke Malang. Herannya sampai sekarang saya tidak mengertri mengapa pasukan TRIP itu kebanyakan di tahun 1945 masih di SMP, lha siswa SMT nya dimana ? Saya kenal siswa SMT hanya satu siswa SMT Pak Dr Tanu alm. karena beliau waktu saya di SMA II Surabaya, guru Fisika saya. Dan waktu perang beliau di Staff Konamdo TRIP.
Bung Tomo orator dan republiken yang piawai berorasi dengan berapi api dan sara yang keras, tapi laskarnya yang berpakaian seragan hitam BPRI sama sekali belum bersenjata api dikala revolusi dimulai, beliau juga bukan ahli siasat perang gerilya, juga bukan yang memerintahkan membuka gudang senjata di Don Bosco. Sekarang di TV One, "Melawan lupa" malah ngepop sejarah yang relatip masih baru, masih ada saksi hidup, tanpa mengurangi jasa Bung Tomo.
Yang membuka gudang senjata angkatan laut di Embong Wungu ( google Biografi Mohamad Jasin) dan angkatan darat Jepang di Surabaya adalah Polisi Istimewa - baru terbentuk BKR dan TKR dan banyak laskar antar lain Hisbullah, BPRI, Pesindo. Laskar Rakyat, Laskar Minyak di Cepu, dan masih banyak lagi. Zaman itu malah jarang ada tawuran dan perkelahian antara mereka. Karena sosok semacam Sabaruddin sudah diwaspadai masyarakat, yang sekarang malah boleh nyaleg - ya pilihen ben ajur pisan*)
Tulisan dari Mas Abdul Majid, semua benar seperti apa adanya, beliau memang watawan jadi ya gitu. Saya sedikit tambahkan, Mayjen Sudarto tahun 1945 dari pasukan TRIP, terbanyak dari murid SMP Praban. Sudah dilatih oleh Bala Tentara Dai Nippon, untuk perang sejak pendudukannya di Nusantara, siswa yang pada waktu masuk kelas satu sejak jepang berkuasa, ya kenyang dikuyo kuyo kayak latihan kemiliteran sungguhan. lagipula jaman miskin, semua bahan makanan pokok langka dan mahal. Pasti siswa SMP yang dilatih harus membuat parit pertahanan kota di Gunung Sari, sebelah timur Kota surabaya - memanjang dari tepian utara kali Brantas, belapis lapis sampai ke Benowo lewat punggung bukit Tambak Boyo, berkilometer - kilometer, diberi ransum cara militer jepang bagian krocuk, ya nasi seadanya dengan lauk tauco dan ikan asin. Obat obatan sangat langka, malaria dan desentri ada dimana mana. Bayangkan selama pendudukan jepang tiga tahun. Itu yang dialami oleh Majen Soedarto dkk dari SMP Praban selama tiga tahun, mungkin disektor Gunung sari - lengkap dengan pilboxes dari beton bertulang. mereka diajar bahasa Jepang secara intensif, tapi tidak dilatih kemiliteran oleh Jepang langsung, karena kurang ada komunkasi, terhalang bahasa
Saya baru sadar membaca uraian Mas Abdul Majid, ternyata yang melatih mereka, menurut Mas Darto, adalah Polisi yang muda muda, untuk memudahkan komunikasi ( Ayah mas Darto berumah di Rangkah gg I, kami bertetangga.) Di Surabaya Polisi yang muda muda pada waktu itu - termasuk Polisi Tukubetsu Kusatsutai- artnya ya Polisi Istimewa, karena bersenjata lengkap cara perang, yang kemudian setelah Jepang kalah, dibentuk jadi Polisi Istimewa. oleh inspektur polisi Kutjjipto Danoekoemo dan Mohammad Jasin. Jadi murid murid SMP Praban sudah kenal dengan pelatihnya selama tiga tahun !!!
Lha pada saat itu Polisi muda muda ini yang melucuti senjata tentara Jepang. Itu juga menurut anggaran peraturan internasional, Polisi itu non combatan armed force jadi tentara Nippon Angkatan Laut menyerakahkan senjatanya ke Polisi RI yang baru, sesuai konvensi Jenewa. Rupanya Nippon Angkatan Laut lebih mengerti Konvensi Jenewa, karena dilaut bila mereka mengalami musibah ya ditolong oleh Al negara mana saja, ini juga menurut Konvensi Jenewa. Sebaliknya AD Nippon lebih fanatik, main gorok saja.
Baru satu dua bulan sesudah itu pak Jasin- Komandan Polisi Isrtimewa Surabaya memproklamasikan Polisi Istimewa jadi combatan armed force lepas dari tugas polisi dalam keadaan normal, hanya Polisi Istimewa dalam keadaan darurat. Selama perang kemerdekaan Belanda tidak mengakui Negara Indonesia menurut Konvensi Jenewa - semua aparat negara ini dianggap extremist. , Amerika Serikat, dan Austraslia mengakui exisrtensi Republik Indonesia.- ditulisan sejarah sekarang Negara yang ketiga Belgia - padahal seingat saja bulan November 1945 ada pesawat dua baling baliang, pesawat penumpang berbendera China Komintang bintang biru dengan gerigi biru panjang disayapnya melintas kota Surabaya ! wong yang diakui Amerika th 1945 adalah Komintang. Secara resmi, yang di agresi Jepang di wilayah China itu Negara China Republi komintang, jadi setelah Jepang bertekuk lutut. Ikut sebagai pemenang Perang perang de jure ya Republik China de jure exist th 1912-1949, jadi mestinya Amerika milih Republik China di pemenang perang Pasifik di th 1945. Adapun sesudah th 1947 dganti dengan Belgia ya masuk akal.
Di jalan Wonokromo aemua toko pinggir jalan raya mengibarkan bendera dua macam yang kanan merah putih yang kiri bendera Komintang - ya maklum ingatan anak kecil yang naik truk bak terbuka lewat jalan itu karena mengungsi !!. menuju ke Setasiun Wonkromo, sebab Setasiun Gubeng jadi kancah perang.
Perlu dicatat bahwa Surabaya, lain dengan kota kota pelabuhan di Nusantara lainnya - adalah pusat
Armada KL ( Koningklijke Marine) zaman Belanda, dan diambil alih oleh Kaigun ( Angkatan Laut Hinomaru). Jadi kota ini memang sangat diperhatikan oleh Panglima Mandala Perang yang ada di Saigon, Laksamana Kurita !! Lha bagaimana komandan Angkatan Darat Jepang merespon pentingnya kota ini dalam perang, mestinya ya bikin parit pwertahanan. kecuali itu juga menempatkan gudang senjata semua angkatan di kota ini, lengkap dengan personilnya.
Saya pernah bertemu dengan sosok sepuh tahun1978 di Ngawi jawa Timur,, baliau bernama Pak Darmin, waktu itu sudah sepuh, kuang lebih 60 tahun, beliau bercerita bahwa yang membuka gudang senjata di Don Bosco - Jalan Sawahan Surabaya itu pasukan Polisi Istimewa - Seksi I di jalan Darmo, Lha tentu saja sebelum membuka gudang senjata itu murid mirid SMP Praban. anak didiknya diberitahu lebih dulu, kan sulit menghubungi Komandan laskar atau penduduk yang bersemangat, polisi kan tahu, siapa yang sudah terlatih dan terpercaya mambawa senjata otomaits lagi, ya bekas murid didiknya lebih dulu !!!!! baru rakyat dan lasykarnya yang bisa dihubungi. Makanya, masih di bulan September Akhir, kok kakak saya - temannya mas Darto, mas Musanto, mas Papak, Mas Suharyo Kecik, tentunya mas Rajab Gani, penulis chronicle TRIP tahu dia, Beliau banyak kenalan karena di Staff Kesehatan. beliau juga telah menulis buku mengenai ini. Waktu pulang sudah bawa macam macam senjata dimuat di sijspan motor besar yang biasa dipakai oleh Polisi. Mereka membentuk pasukan 13 yang sudah punya mortir dan senapan mesin, model water mantel yang berat. Ada ceritanya lagi mengapa akhirnya keluar dari Surabaya pasukan TRIP mereka memiliki senapan mesin bekas punya pesawat pemburu Zero., yang jauh lebuh ringan.
Pak Jasin, komandan pak Darmin, anggauta Polisi Istimewa, yang mempersenjatai rakyat, juga menjaga keamanan dari penjahat yang berkedok laskar dengan gerombolannya ratusan orang. Sabaruddin yang bermarkas di Tretes/Pacet, dalam menjalankan kejahatannya memeras siapapun yang dia dakwa sebagai mata mata musuh, langsung dia culik dan duhukum mati. Terrornya kepada umum bersilangan dengan inspektur polisi seksi Ambengan Surabaya, Pak Agus Basuki, berujung si panculik akan mengeksekusi Perwira polisi. Dengan sigap Polisi Istimewa ini menjalankan tugasnya sebagai penjaga keamanan dari para pencoleng bersenjata. Membebaskan inspektur polisi yang akan dibunuh dan banyak anak buah Sabaruddin terbunuh dalam perlawanannya, sang inspektur polisi diselamatkan. Ternyata cerita Revolusi yang masih mulai, bukan perkara heroisme saja tapi juga melindung rakyat dan petugas Negara yang masih bayi ini dari para rampok dan pencoleng.
Ceritanya rumah kami di jalan Juwet 15 jadi bengkel kecil memberi kaki besi pipa untuk senapan mesin pesawat yang tidak punya kaki, sebab menempel di bodi pesawat. Kata tetangga kami yang tidak mengungsi karena mereka warga Phillipina, keluarga Amaranto, bilang kepada bapak saya waktu kembali dari pengungsian masih sendirian di th 1949, rumah itu lama diberi garis MP (militaire politie) Tenara Kerajaan pendudukan belanda, sesudah itu diawasi berbulan bulan, sebab banyak onderdil senapan mesin pesawat Jepang yang paling ditakuti Sekutu berceceran di rumah kosong itu. Paman ibu saya, yang kemudian jadi Kolonel Zeni angkatan Darat sampai pensiun, belajar bekerja di bingkil Lapter Morokrebangan.
O iya markas TRIP di Surabaya ada di Sekolah Santa Maria jalan Damo no 49 sampai bulan Desember atau Januari 1946. Sebagian besar TRIP Surabaya mundur ke Malang. Herannya sampai sekarang saya tidak mengertri mengapa pasukan TRIP itu kebanyakan di tahun 1945 masih di SMP, lha siswa SMT nya dimana ? Saya kenal siswa SMT hanya satu siswa SMT Pak Dr Tanu alm. karena beliau waktu saya di SMA II Surabaya, guru Fisika saya. Dan waktu perang beliau di Staff Konamdo TRIP.
Bung Tomo orator dan republiken yang piawai berorasi dengan berapi api dan sara yang keras, tapi laskarnya yang berpakaian seragan hitam BPRI sama sekali belum bersenjata api dikala revolusi dimulai, beliau juga bukan ahli siasat perang gerilya, juga bukan yang memerintahkan membuka gudang senjata di Don Bosco. Sekarang di TV One, "Melawan lupa" malah ngepop sejarah yang relatip masih baru, masih ada saksi hidup, tanpa mengurangi jasa Bung Tomo.
Yang membuka gudang senjata angkatan laut di Embong Wungu ( google Biografi Mohamad Jasin) dan angkatan darat Jepang di Surabaya adalah Polisi Istimewa - baru terbentuk BKR dan TKR dan banyak laskar antar lain Hisbullah, BPRI, Pesindo. Laskar Rakyat, Laskar Minyak di Cepu, dan masih banyak lagi. Zaman itu malah jarang ada tawuran dan perkelahian antara mereka. Karena sosok semacam Sabaruddin sudah diwaspadai masyarakat, yang sekarang malah boleh nyaleg - ya pilihen ben ajur pisan*)
0 comments:
Posting Komentar