BAGAIMANA
MESIR II ?,
SEBAGAI
NEGARA YANG SEJAK ZAMAN KALIFAUR RASYIDIN INI MEGANTISIPASI PROBLIM
PFRDAGANGAN PANGAN, YANG TERANG TERANGAN SUDAH MENJADI SENJATA AMPUH NEO LIBELISME
DAN IMPERIALISME DUNIA MASA KINI.
Mengapa
MESIR ?
Karena
Mesir, telah masuk ke kancah pergaulan perdagagan pangan antar bangsa jauh
lebih awal dari kita. Dan Islam mempunya konsep perdagangan, apalagi perdagangan
pangan, jauh mendahului tata pergaulan dagang umat manusia. Pantas kita simak
dengan kepala dingin dan BERSEMANGAT.
Belajar dari MESIR.
Mari belajar dari sejarah Mesir,
karena Mesir mendapat berkah dari Allah dekat dengan wilayah tanah asal usul
Nabi Nabi agama samawi yang dua puluh lima itu, dimulai dari Nabi Adam yang
terakhir Rasulullah Muhammad Sallalahu Allaihi Wassalam dengan tuntunan dari wahyu Illahi lewat Malaikan
Jibril, Al Qur’an dari agama Islam, petunjukan Allah lewat Malaikat, kemudian dihimpun
dalam Al Qur’an, disaksikan oleh Rasulullah sediri, disebarkan keseluruh Dunia untuk menjadi petunjuk manusia,
siapapun dia.
Karena Mesir adalah padang pasir, yang diberkahi denga banjir sungai Nil, yang merupakan salah satu dari sepuluh deretan sungai sungai tepanjang di Dunia, maka banjirnya bisa membasahi dataran lembah sugai sampai sangat jauh, bila surut menyisakan kesuburan lahan yang luar biasa oleh air yang diserap tanah, lumpur yang terikut dan terik matahari padang pasir tropic pinggiran gurun, merupakan gurun yang jarang hujan. Fotosintesa sangat terdukung, sementara air tanah cukup untuk satu atau dua masa vegetasi, maka tanaman budidaya menjadi tumbuh sangat subur. Lagi pula kelembaban relatip yang rendah sangat menhambat perkembangan cendawan patogen apapun, tumbuhan atau hewan. Hama insekta diimbangi dengan banyak predator yang datang dari padang pasir pinggiran banjir. Sekaligus mencuci garam garam dari zona akar, yang menjadi racun tanaman dan bahaya ikutan dari pengairan gurun. (type tanah solancak)
Jadi Mesir, sejak dulu jadi tujuan dagang kafilah kafilah yang datang dari seberang laut gurun gurun pasir dan batu luas untuk mencari dagangan bahan pangan, serealia, kurma, minjak zaitun, anngur, buah buahan kering.
Sampai pada suatu saat saat diluar Mesir, tinggal puak Nabi Jakub as, yang menghadapi kekurangan pangan utamanya gandum.
Peristiwa ini diabadikan oleh petunjuk Allah di Al Qur’an, surah Yusuf. Sebagai contoh bagi manusia bagaimana petunjuk Allah sudah diberikan.
Petunjuk Allah ini sangat perlu disimak dan dimengerti esensinya, sebab perdagangan di zaman kapitalisme mencapai puncaknya, merupakan medan tempur yang tega memusnahkan siapapun yang dianggap perintang jalan imperialis Dunia. Bukan saja sekedar tengkulak. Apalagi pangan, merupakan amunisi yang menentukan sesudah energy apapun.
Sejak khalifaur rasyiddin, kemudian Mesir sudah jadi bagian dari Negara diatur menurut islam, baik oleh bani Mu’awiyah maupu oleh keturunan Fatimah/wangsa Fatimiah, Mamluq dan Ayubiah, bagian dari Turki Utsmani, kmudian Republik Mesir.
Sumula hanya setingkat Gupernur, kemudian Raja Muda dan Setingkat Sultan.
Yang jadi Gupernur saja sudah diabadikan dalam Al Hadist, menjadi kisah suri teladan Penguasa Islam, yang adil di Mesir.
Kisahnya seorang Gupernur yang lagi membangun istana dimana dia akan tinggal, tetanga dekat dengan halaman istananya ada rumah seorang Yahudi tua dan miskin, rumah reotnya itu sangat mengganggu pandangan istananya yang megah. Sang Gupernur mau mengusir orang Yahudi itu. Sang Yahudi miskin lapor kepada Amirul Mukminin di Makkah. Tanpa omong apa apa sang Amirul mukminin mengambil sepotong tulang belikat onta yang ada sedikit potongan daging membusuk, terus digarisnya tulang selngka itu dengan ujung pedangnya, lantas diberikan kepada si Yahudi tua untuk disampaikan kepada sang Gupernur. Apa yang terjadi, sang Gupernur batal mengusir Si yahudi tua. Entah mengapa dia lantas punya kesibukan lain, mungkin merencanakan expansi wilayah Mesir yang belum ditaklukkan, sangat perlu perhatiannya. Karena bagi beduin, pertahanan paling handal adalah menyerang sejauh mungkin dari perbatasan.
Ini hanya intemezo, sebenarnya sanga menarik setelah Mesir jadi Kesultanan, dengan tanah pertanian yang terbaik ratusan ribu feddan ( 1 feddan= 0,42 Ha), sepanjang sungai Nil rampasan dari milik sang Pharaoh dengan penggarapnya kaum fellahin, hampir seluruh Negara selama ribuan tahun.
Dengan sendirinya tanah luas milik Pharaoh berganti menjadi milik Sultan yang islam, Sang Sultan tidak kurang menaati hukum Islam, juga segenap pasukannya kaum Beduin kavalerinya, yang pengembara yang sangat taat pada hukum islam, yang selalu siaga berjihad melebarkan sayap untuk mempertahankan Kesultanan yang baru.
Dalam suasana perang dan damai, hukum islam dalam kehidupan sehari hari menggantikan hukum Pharaoh. Reaksi kaum fellahin sangat positip terhadap penguasa baru dan aturan baru yang taat pada peraturan islami, kaum fellahin masuk islam berbondong bondong, merasa nyaman dengan hukum islam.
Sultan melarang kaum kavaleri untuk tinggal bertani di Mesir, menjadi lunak, melainkan hidup sebagai kebiasaan nenek moyangnya, menggembala ternak dan berdagang. Selalu siaga sebagai kavalerist yang gagah berani dan memiliki kuda kuda dan baju zirah yang ampuh, memperoleh jarahan perang dengan adil, dan dibelanjakan dengan bijaksana. di Mesir. Mereka menjadi pujaan kaum fellahin, karena memperlakukannya sebagai saudara bukan sebagai kaum taklukan.
Sepertinya berdagang dengan para beduin kavalerist ini sangat menyenangkan. Sebab Islam mengajarkan perilaku dagang yang rinci dan adil. Seperti yang terjadi di Nusantara waktu zaman pergantian kekuasaan Majapahit Hindu dengan kekuasaan Giri Gresik dan Demak yang Islam, dengan para saudagar pelaut islam-nya.
Sudah ada aturan yang pasti, ihtikar/ menimbun bahan pangan, bukan cara satu satunya, cara mencari untung, tolong menolong dan memudahkan hubungan dagang menjadi tujuan mencari nafkah yang halal. Hampir semua ayat Al Qur’an mengenai dagang menuju ke sini.
Bukan lantas sembrono tanpa ukuran timbangan yang jujur, tanpa catatan invoice dan billing, tapi tertib dalam catatan dan tanggal.
Islam sangat mementingkan adanya dokumen jumlah dan nilai obyek jual beli, islam menganjurkan adanya invoice dan dokumen penerimaan barang. Islam telah mengharamkan pemalsuan ukuran dan timbangan. Ini bukan hanya terjadi di Mesir saat saat ratusan tahun setelah Islam diperkenalkan, tapi di Nusantara saat para Pelaut Islam dari Giri Gresik dan dari Demak ribuan tahun setelah Islam menguasai dari Andalusia ke Sungai Indus, Dari Iran ke Sinkiang.
Perilaku islami dalam dagang yang tersirat dalam perbuatan para Pedagang. Saudagar yang baru ini, menarik fellahin di Mesir sejak kalifaur rasyiddin, dan kaum waysia petani di Jawa sejak seribu limaratus tahun yang lalu, berbondong bondong masuk Islam, karena nyaman dan sejuk berhubungan dengan mereka. Tidak terpikir oleh mereka membuat sweeping apapun.
Akan tetapi sepeti biasanya interaksi dengan kaum pedagang setempat yang masih membawa kebiasaan lama sebelum islam, yaitu segala sifat buruk dari sosok “bakul” jawa dan pedagang Beduin dari Mesir, di Pulau jawa dan di semenanjung Hejaz dan di Mesir. Makin lama makin menyerupai mereka dan lupa pada ketentuan islami. Dagang dengan cara kuno jahilihah, Ulama sangat alot menyatakan perdagangan iktikah ini dilarang agama. Soalnya sebagai misal, pada kasus pembelian impor dari lain wilayah yang lagi penen raya, menimbunnya di Mesir yang tidak kekurangan gandum saat itu, tapi merupakan stock cadangan, kan menolong rakyat ?
Saya curiga, setelah Sultan Muhammad Ali Pasha pada abad ke 19 membuat suatu langkah modernisasi Mesir, trutama kemiliteran, sang Sultan memanggil semua Syaikh beduin tinggal di pedesaan Mesir, menjadi petani di tanah Sultan. Mulailah para Syaikh ini merasakan nikmatnya berdagang hasil bhumi, apalagi secara kartel. Sedangkan mayotitas fellahin menjadi penggarap kecil yang tetap terjepit mekanisme dagang pangan secara kartel. Cita citanya mendapatkan hak penggarap dari tanah ex Sultan yang menjelma jadi tanah Pemerintah Republik Mesir ? Jadi ada empat kekuatan yang berkepentingan : Konsumen - Peng Peng - Ikhwan - Fellahin Penggarap kecil.
1. Akhirnya Konsumen atau rakyat banyak menuntut pokoknya harga gandum stabil terjangkau.
2. Peng Peng (Pedagang Penguasa) selalu mengincar untuk menjadi pelaksana usaha ini, karena mereka tekhnokrat. Mengorbankan fellahin, dalam harga panen raya -nya ( dia import saat penen raya). Harga jatuh lantas mengadakan pembelian local. Kartel mengurus untuk pengadaan jumlah stock. Gandum yang ditimbun dijual dengan untung. yang ini para Peng Peng, cosmopolit, flexible dalam keuangan dari mana saja. Pengunjung tetap Night Clubs, Bars dan tari perut.
3. Ikhwan, mewakili kaum beduin tuan tanah yang memperoleh hak menyewa tanah negara berdasarkan tradisi, ingin mmemperkuat posisinya dalam berkartel ria. Operasinya sama dengan cara Peng Peng, tapi tidak mampu meng-memobilisir anggaran untuk import gandum seluruh negara tanpa kucuran dana dari Luar, yang dikuasai Amerika dan Yahudi. Mengendalikan massa yang dinamis tapi elitis, kaffah dalam ibadah, dagang secara tradisi, anti Yahudi. Selalu kalah lawan Peng Peng.
0 comments:
Posting Komentar