7:47 AM
IDE SUBAGYO
KEPADA ANAKKU, JALANI AGAMAMU yang menuntunmu, hidupmu, amalmu, perasaanmu, SECARA BAIK.
Di Pulau Jawa Islam sudah diperkenalkan kepada penduduk Pulau Jawa yang
masih beragama Hindu, oleh yang dikenal sebagai para Wali agama Islam, jumlahya ada sembilan, hidup sezaman tetapi
dari generasi yang berlainan, kemungkinan merupakan Kakek, Anak dan Cucu. Anak dan Cucu dari Kakek penyiar agama Islam ini ini
saling terikat dengan perkawinan. Sehingga keturunan para Wali ini menjadi ahli
syi’ar agama Islam. Umumnya diberi julukan para Kiai ( dalam bahasa Jawa atinya
“yang dihormati” ) Sebab dalan adat Hindu nama sosok yang dihormati di beri
akhiran dengan suku kata “Ji” seperti
Guruji – lantas berubah menjadi awalan “aji”
Seperti Sang Aji Jayabaya. Guruji
Mpu Baradah dsb, jadi “Kiai” mungkin
singkatan dari “Kiaji” sedangkan awalan “ki” merupakan sebutan penghormatan
seperti Ki Hajar Dewantoro, Ki Ronggowarsito
dll. Yang ini menjadi Kiaji Hasjim
Ashari atau Kiai Hasjim Ashari dsb.
Dalam syi’ar agama Islam, para Wali ini sangat berkepentingan berinteraksi dengan
kaum Brahmana dan ksatrya Hindu Jawa, mesti saja mereka berkomunikasi
dibidang bidang ajaran yang mampu dimengerti oleh para Hindu kasta Brahnama dan Ksatrya ini, karena mereka cukup
intelektualitasnya, bisa membaca dan menulis huruf Palawa dan membaca Wedda. Bahwa
diskusi Para Wali mengemukakan bahwa banyak Dewa di agama Hindu bisa disingkat
jadi Sang Hyang Widiwase, jadi sebenarnya itulah konsep monoteisme. Banyak kaum Brahmana rendahan, dalam hati
kecilnya bisa menerima di benak mereka bahwa Ida Sang Hyang Widiwasa.
Allah dengan 99 asma'ul husna, adalah tunggal tidak beranak dan
diperanakkan , bahwa Allah tidak bisa digambarkan oleh manusia, karena diluar
jangkauan kemampuan syaraf manusia, tapi
ADAnya dalam jangkauan rasanya. Satu
langkah yang strategis untuk dapat menerima Islam di waktu waktu kedepan dari
abad ke 12 dari kala itu. Benar juga, Kerajaan Majapahit yang Jaya dan Hindu
setelah dua setengah abad, sesudah abad ke 13 diganti dengan kerajaan Islam Di
Demak Bintoro, nyaris tanpa peperangan dan pertumpahan darah. Karena para Wali telah berhasil mengintroduksi
cara mencetak sawah dirawa rawa di Lamongan// /Pamotan dan Sedayu, ribuan hectare, tentu saja dengan izin penguasa Kerajaan Hindu, karena hubungan finansial dan kebudayaan yang sangat baik, dan tanah tersebut adalah tanah terlantar. Kemudian
baru diperluas dan dipraktekkan di rawa yang lebih luas di seputar Demak Kudus
sekita 10 000 -15 000 Ha. Ngumpul disatu wilayah "dataran" rawa dangkal diseputar kota Demak Bintoro, pekerjaan yang sangat berat, memerlukan stamina dan tekad yang hampir mustahil ada, kemudian jadi Ibu kota Kerajaan Islam di Demak. Percaya atau tidak, para murid Wali Wali ini sebenarnya, saya curiga adalah pesilat tingkat tinggi kebanyakan dari Wu Dang ( Bu Tong) , cerita silat menyebutnya aliran Mo Kauw yang mampu mengolah tenaga dalam, sekarang nyaris punah. Di Babat ada tempat yang namanya "Widang" dekat pondok Langitan. Sehingga tanggul tanggul saluran galian tanah rawa ini, membentuk jaringan saluran, yang berpintu ganda, mampu menaikan dan menurunkan permukaan air petak petak sawah rawa saat mengolah tanah tanam dan panen.
Lebih dari itu hasil sawah, beras jadi komoditas yang sangat dibutuhkan dalam jumlah banyak di daratan Tiongkok karena perang yang berkepanjangan dan bencana alam, dijemput oleh jung jung raksasa bermuatan ratusan ton, dipelabuhan Trung, Ampel Denta dan Jepara. Dengan mudah beras ini diangkut kesana dengan cara estafet perahu perahu ber-draft pendek sepanjang kanal kanal pengairan dan muara sungai tempat jung jung ini menunggu. Sedangkan Majapahit tidak menangani perdagangan beras, karena transport yang sulit dari persawahan ke pelabuhan jung jung raksasa ini. Inilah kelebihan infra srukture yang diciptakan para Wali, dengan bismillahirakhmanirakhim. Sebab sawah sangat luas dan perpengairan ini milik yang mengerjakan pembuatan dan bercocok tanam disana, bukan milik kerajaan Demak, hanya pemeliharaan sistim saluran saluran dikerjakan besama sama, dipimpin para Wali pakarnya. Mungkin Sunan Kalijogo. Kerjanya kan meneliti dan merencanakan pembuatan kanal di rawa rawa? Seperti di Mesopotamia. Sayang karya besar para wali dan pengikutnya menggali saluran air dirawa Demak ketimpa bencana alam lahar dingin gunung Merapi, sistim saluran air mendangkal cepat, sangat sulit dipulihkan kembali. Akibatnya manipulasi ketinggian permukaan air sawah rawa ini sulit dilaksanakan, sehingga produktivtasnya sangat menurun. Ini terjadi pada generasi ke empat kerajaan Demak Bintoro.
Pindah ke wilayah Pajang.
Kerajaan Pajang didukung oleh sawah berpengairan dari sumber besar umbul Cokro. di daerah Dlanggu dengan debiet cukup besar untuk mengairi 4 -5 ribu Ha sawah dilembah dataran rendah gunung Merapi sisi timur hingga Bengawan Solo.
Di dataran rendah ini masih banyak sumber smber kecil yang lain. Sedangkan persawahan rawa d Pamotan ( Lamongan) dan Manyar dekat Gresik, hanya mndangkal karena endapan lumpur, masih ada hingga sekarang menjadi sawah- tambak bandeng, makin melebar kearah laut menjadi dataran mangrove dan tambak pembuatan garam.
Dengan platform ekonomi bersawahan baru,
kerajaan Demak ini, islam mulai disebarkan dengan dukungan kerajaan Islam
Demak Bintoro, lengkap dengan dukungan kawula Negara dan perangkatnya,
mendirikan masjid masjid di desa desa dimana penduduk islam bisa melakukan
ibadah, upacara janji kawin, men-
sholati mayat dan mengubur Jenazah secara islam, di desa desa seputar Demak Bintoro dan meluas ke seluruh tanah Jawa, terutama jawa tengah dan Jawa timur. Mengadakan pondok pondok pesantren, masih
berdampingan dengan asyram Hindu dan Budha. Sehingga sampai kini orang wilayah Pati dan Kudus enggan menyembelih sapi, karena masih dipuja orang Hindu yang bertetangga, meskipun sekarang sudah Islam semua.
Bedanya pondok pesantren lebih
mandiri dalam ekonomi mengajari berdagang dengan catatan pembukuan surat
pesanan dengan perjanjian tertulis, dan
berkorespondensi. Maka berkembanglah kaum waysia dan kaum sudra menjadi saudagar melek huruf dan melek pembukuan dengan lebih praktis, menggunakan angka Arab, disegani diseluruh Nusantara, karena perilakunya yang islami. Sayangnya di-zaman itu juga dikalahkan oleh
Penjelajah dari Europa yang mencari sumber dagangan rempah rempah, dengan perahu
layar lebih besar, dan canon berkaliber lebih besar, otomatis jarak tembaknya lebih jauh dari kalantaka/rentaka kita, dengan perahu model madura yang lebih kecil, terbatas oleh besarnya layar yang mempu kita buat, sesuai dengan rentaka bekaliber kecil, dengan jarak tambak kecil saja.
Hampir seluruh tanah Jawa tidak ada orang mememelihara dan makan daging
babi, membuat tuak dari nira kelapa maupun
pohon tal dan minum didepan umum.
Tapi hubungan lelaki-wanita dewasa, cara berpakaian, bentuk masjid, pembagian hak waris, tidak diatur secara islam dengan semangat adat suku Arab, tapi dengan semangat islami petani sawah basah di Jawa.
Sedangkan di pondok pesantren yang tersebar dimana mana, pelajaran diberikan
secara tradisional, oleh Bapak dan Ibu guru ya pengasuh dan penyelenggara
pondok secara kekeluargaan disebut oleh santri dan santriwatinya sebagai Kiai
dan Nyai Pimpinan Pondok, dan menggantikan bapak ibunya selama mereka mondok
disana, untuk mengaji kitab Al Qur’an dan Al Hadist dengan memaknainya menurut
rasa Jawa. Dibantu oleh para santri senior. Kemudian kitab kitab penting
lainnya dari mashab Syafei. Mungkin inilah yang disebut pondok salaf (tradisional) Ya maklum zamannya masih dibayangi dengan kuat feodalisme, jadi keturunan para Wali yang Kiai, disebut dengan panggilan "Gus" hanya dikalangan mereka, untuk membedakan dengan santri biasa, dan mengimbangi para keturunan bangsawan Jawa/priyayi.
Sampai disini, politik ekonomi kerajaan Jawa sudah diintervensi dan
didominasi oleh politik ekonomi
penjajahan orang Europa yang beragama Kristiani, baik Katolik maupun Protestan, bawaan mereka.
Pada prinsipnya para santri tidak membayar bulanan, tapi masak sendiri sendiri berkelompok,
dan membantu penyelenggaraan rumah tangga sang Kiai/Nyai, seperti menyapu dan
membersihkan komplek pondok dan masjidnya. Pekerjaan pertanian di sawah dan
tegalan, berjualan di pasar dan masak, kadang sampai puluhan tahun. Pada zaman maraknya “etische politiek” pada abad ke 18, penjajahan mengintroduksikan sekolah umum Vervolkschool berbasis pelajaran untuk jadi mandor
perkebunan dan pagawai kecil pribumi, Tapi di pondok pondok sangat umum diajari oleh
Kiai atau Nyai menjahit dengan mesin jahit, ( waktu itu mesin jahit masih langka) membuat jamu ramuan jawa, membatik, menenenun, menyogket, menjahit baju koko, kopyah. songkok dan pici dsb, sudah
ditanamkan sikap “ "UZLAH” artinya memisahkan diri
dari cara hidup dan pemikiran
Belanda , sebagai bentuk perlawanan terhadap kebudayaan Penjajah dan agamanya, Penjajah mentolerir mereka ini sambil mencibir kekurangan mereka mengerti ilmu hygiene, kebanyakan berpenyakit kulit, Karena mereka juga sejuk sejuk saja dalam perilaku, tapi secara ekonomi tidak tergantung. Ada upaya penjajah mengerdilkan perkembangan ekonominya dibatasi oleh suku pendatang, yang lebih pedagang dalam nalurinya, didatangkan dengan sengaja oleh Penjajah, dan diberi Kampung sendiri, terpisah dari Pribhumi.
Tanpa diajari mereka mendirikan tong ( di Jawa Timur selama puluhan tahun siapa yang berani menyaingi menawar lebih tinggi dari harga pembelian ikan dari nelayan berhadapan dengan Tong Heng kongsi pada zamannya ? - Atau sekarang seorang magnate tengkulak beras dari Lumajang yang menggurita keseluruh penjuru tanah air dimana ada sawah sawah yang luas? ) dan mendirikan kartel dengan laluasa, beserta para Kapten dan Mayornya, para pedagang dari China dan Arab, di Sumatra Utara juga dari India. Guna Penjajah bisa mengandalkan siasat "devide et impera" yang ampuh itu.
Dibalik semua yang nampak, ajaran Islam yang diterima oleh para Brahmana
dan Ksatrya Hindu, yang terpaksa menjadi perangkat kekuasaan Raja Raja dan
Penjajah, di masyarakat para priyayi,
juga di pondok pondok para santri dajari mengolah “rasa” untuk mengimbangi ajaran sincretrisme, dengan ilmu ilmu gaib
sempalan Hinduisme, yang terang terangan memuja Bhatari Durga, Bhatara Rudra,
lain bentuk syaitaniah yang bersarang dalam nafsu nafsu rendah manusia. Para itelektual Jawa keturunan para Wali membangkitkan kembali gubahan para wali epik suci Hindu Bhaghawat Gita,
dalam wayang purwa (Kulit) menjadi Sri
Kresna yang mengendarai sebagai kusir kereta perang sang Arjuna waktu perang Bharata
Yudha, dengan empat kuda yaitu pengandaian ilmu ilmu yang ditrapkan waktu sholat wajib. Syari’at, tariqat, hakikat dan ma’rifat, semua
dijalankan waktu melakukan ibadah sholat wajib.
Menurut para Wali, bagaimana tidak, gerakan sholat adalah aturan syari’ah. Ajaran syari’ah juga mengajari aturan hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Dalam ibadah sholat
orang harus sebisa mungkin berkonsentrasi pada ucapan pernyataan, do'a dan surah ummul Qur'an, dia beribadah sebagai kuwajiban yang diberikan kepadanya oleh Allah, surah pertama
dari Al Qur’an yaitu Al Fatihah dan surah dari Al Qur'an yang pendek pendek.
Menurut para Wali, dalam sholat wajib yang lima waktu ini orang harus selalu
menyatukan daya untuk mengerahkan segenap pemikirannya berkonsentrasi, seperti
dagambarkan dengan dzikir berulang ulang, orang Hindu juga membaca mantra berulang
ulang. Tapi dalam Islam ulangan adalah alat
berkonsentrasi antara yang diucapkan dan
yang difikir. alias mengalahkan fikiran yang menggurita menjalar kemana mana tanpa disadari. Namanya ilmu Tariqat.
Sering disalah artikan oleh mereka yang mengambil keuntungnan dari pemberian
Allah Ilmu Laduni, satu kebisaan yang hanya dari Allah tidak bisa diminta tidak
bisa diajarkan, hilang sendiri dengan kehendak Allah. Bahkan si Kafir Rasputin
juga dikaruniai limu laduni bisa mengobati Tsarevich Kakaisaran Russia, yang menderita haemophilia, para dokter tidak mampu mengobatinya karena terkait dengan perangkat keturunan ( gene/ untaian DNA) , akhirnya
terbunuh karena kurang ajar mengencani putri Pangeran Russia.
Orang yang memiliki ilmu laduni ini lantas mengajari murid muridnya untuk berzikir sampai trans, atau menyuruh berputar putar sampai trans, ini jalan
pendekatan kepada sang Khaliq. Ternyata ilmu laduni tidak datang, mahar sudah
dibayar.
Menurut para wali, Ilmu Hakikat dalam sholat artinya harus mengerti,
memahami, mendalami makna dari semua
ucapan, pernyataan dan do’a yang harus dibaca, tidak kurang tidak lebih. Ini
kan pokok pemahaman atau "hakikat" dalam
bahasa Arab, dengan ini ilmu ini orang berserah diri kepada Dzat Yang menguasai
segala Alam
Menurut para Wali, bacaan dalam duduk tawarukh, membaca atakhiat akhir, jari telunjuk kanan diluruskan diatas lutut yang lagi bertawarukh, sambil membaca ASHADU ALA ILA HAILULLAH WA ASHADU ANA MUHAMMADARASULULLAH- ITU ADALAH INTI DARI ILMU MA'RIFATULLAH
Inti sari ajaran islam yang menjadi
panutan ajaran seluruh manusia tentulah sederhana dan mudah dimengerti, Sejuk
untuk seluruh alam.
Jadi dalam menjalankan sholat wajib lima waktu, dan seorang muslim /muslimat, tentu sudah menjalani inti sari dari empat ilmu penting untuk bila disadari menaklukkan nafsu nafsu yang menyertai manusia hidup, yang gunung gunung pun
sangat enggan memikulnya. Yaitu nafsu amarah, lauwamah, mutmainah dan supiyah. Maka apakah mungkin engkau ya anakku, sebagai muslim yang sejati keturunan para wali, menyimpang dari makna bismillahirakhmanirakhim ?, menyimpang dari kearifan sabar dari ma'rifatullah ?*)
Posted in:
0 comments:
Posting Komentar