Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Jumat, 30 Desember 2016

KEPADA ANAKKU, SURAT KE ii.

KEPADA ANAKKU, surat ke II.

PADA DASARNYA ISLAM MENJAUHI FEODALISME DAN MENUJU KE DEMOKRASI.

Terdahulu saya pernah menulis bahwa Islam dari semula secara tersirat terasa menjauhi feodalime, yang memberi corak susunan masyarakat zama pertengahan, dalam segala hal. 

Watak egaliter islam tersirat dalam cara memimpin sholat berjama’ah, Panggilan titel yang  paling disukai oleh Rasulullan  Salallahu  Allaihi Wassallam    adalah  Amirul Mukminin, Pemimpin Negara yang dipilih dari para sahabat Nabi ( Khulafa ur rashiddin), bukan disebut Sultan tapi Amirul Mukminin, atau Khalifah (wakil alm. Rasulullah) yang diwaktu itu menimbulkan keguncangan besar dalam kebiasaan masyarakat feodal. 

Toh akhirnya bani Umayah telah mengembalikan posisi  Pimpinan Negara menjadi sistim feodal , yaitu Sultan masih juga Khalifah dengan kerugian politis yan sangat minim, karena Pasukan Islam lebih mementingkan keamanan wilayah yang telah diduduki, sudah mencapai barat Mesir, Syam dan Siria. Keamanan waktu itu adalah jarak dari kubu musuh.

Terbukti dengan tidak adanya perpecahan yang melemahkan berkembanganya daulah  Islamiyah dari Andalus ke Lembah Mesopotamia. Beberapa abad kemudian daulah Abbasiah melebarkan lagi dari Afganistan hingga pantai utara Afrika. Meskipun ada bibit faksi besar yaitu kaum Sunni dan Sji’ah yang malah bersatu dibawah Salahuddin Al Ayyubi  untuk menaklukkan Jerusalem yang spektakuler Islami, dhormati oleh lawan dan kawan.

Yang sampai sekarang belum pernah dirunut adalah kedekatan Islam ke demokrasi mederen. Semua upaya yang dilakukan oleh masyarakat bangsa bangsa di Timur Tengah dan pantai Afrika Utara kini,  sampai ke Bangladesh sekarang, selau kembali ke despotism dari elite capture-nya ( istilah bu Sri Mulyani Indrawati), yang  bahkan tyran yang memalukan, product dari feodalisme yang sangat lama.

Ajaran Islam yang terpateri dalam surah yang pertama diwahyukan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalallam, adalah  Al Alaq, dengan perintah Allah “Bacalah”, karena Allah mengajari manusia dengan kalam/ pena/ tulisan. Lha membaca itu sendiri, apalagi wahyu  wahyu illahi  oleh setiap insan adalah hak azasi demokrasi yang nyata.

Ndak lewat Pendeta, Brahmana atau siapa saja. Sesudah membaca tentu segala pikirannya terbuka, entah berapa banyak penerangan yang diterima, pasti lantas dicocokkan dengan kawannya dan minta pendapat dari yang akhli, ini kan wajar. ? Kewajaran itu juga tersurat dalam surah Wal Asri, yang intinya orang  ( yang sudah membaca) akan rugi bila tidak membicarakan,   hal hal mengenai kebenaran dan hal hal mengenai kesabaran. Ini bisa mengaggu elite capture masa itu.

Dalam masyarakat feodal sesuatunya tergantung pada kemauan despot dan tyran yang berkuasa. Tentu nyaman dan gampang sekali untuk memperoleh  jawaban “enggih  kanjeng”  kepada sang Dimas Kanjeng,  dari anak buahnya Panembahan  Ular Sanca, atau Sultan Surakoplak  anak buahnya yang diberi titel feodal itu, misalnya untuk mensukabhumikan (istilahnya inetelijen suharto.) si murid - penagih murtat yang mendesak mana ganda uang  saya, mana ganda uang saya, risih bah !

Bisa dimengerti  seorang muslimin  dibawah  pengaruh Dimas Kanjeng lebih suka mengeluarkan diktum mengengai kebenaran yang tidak bisa dibahas,  titipan dari Dimas Kenjeng .

Menghadapi situasi yang demikian, sejak Khalafah ur rasyiddin, yang diwarnai dengan pembunuhan pembunuhan Amirul Mukminin . Gonjan ganjing Pemerintahan, hingga keempat Khulafaur rosyiddim wafat semua,  diteruskan oleh bani  Mu’awiyah dengan cara yang lazim di jaman itu: feodalisme, dengan diangkatnya anak Abu Sofyan menjadi Sultan. Kerugian  terkecil di medan peperangan, karena kekuatan masih tetap bersatu.  

Mungkin dari saat itu ada sebagian dari kaum ulama yang mengumpulkan argument dari ahli ahlinya, bahwa orang yang zuhud menunaikan ke-zuhud-an-nya dengan diam. 

Sikap zuhud yang diam itu dipertegas oleh ulama ulama selanjutnya berabad abad, melewati dinasti dinasti yang timbul tenggelam seperti dinasti Mu’awiyah, Abbasiah, Fathimiyah, Mamluk di Mesir, Seljuk di Turki, yang penuh dengan komplotan dan balas dendam yang berdarah darah, dipicu oleh perbedaan persepsi akibat dari “membaca”(satu perwujudan penting dari ajaran islam),  dilain sisi reaksi keras kepada si penanya, sangat merugikan  perwujudan kedekatan Islam dengan demokrasi yang tersirat pada ajaran Islam.

 Maka makin banyak ulama yang menganjurkan melakukan kezuhudan disertai diam hingga sekarang, termasuk yang dituruti Ulil, bukan Gus Dur alm. , yang lain banyak yang bersikap mendua.

Sedangkan di zaman ini adalah terlalu mahal untuk mengorbankan demokrasi,  yang bisa mengurangi ketergantungan, mengakomodasi  segala pebedaan,  sebab tipu tipu mudah sekali dideteksi,  misalya oleh penerus Yusuf  Aditjondro alm,  Rizal Ramli, Ahok, dan teman temannya yang makin pintar makin banyak,  hidup zuhud, dalam arti sccukupnya, tidak berlebihan. 

Jangan lupa juga Pemerintahan lain Negara yang masih menjunjung norma azas pedagangan bebas ( Pemerintah inggris memberi denda berjuta juta poundsterling kepada Roll Royce, gara gara memberi suap Emirsyah Satar lebih 20 miliard kalok dirupiahkan - sebab semua dikerjakan sendiri diluar sana, dengan bank asing ,  orang asing dinegara asing, lah si Emir sendirian, mungkin dengan satu pramugari khusus, 'hadiah" juga diberikan ke oknum kakap dilain negara untuk pembelian mesin pesawat penumpang  Jumbo ini. Kalau bukan geger dari sana,  gimana kita bisa tahu. Yang kita heran gimana orang semacam itu kok bisa menaiki jenjang setinggi itu, sampai jadi Dirut Garuda Indonesia ? Siapa mak comblangnya ? Apa elite capture yang sudah menggurita diatas sana, sejak dulu, sampai kapan  ?

Kesederhanaan dan kejujuran telah menjadi ideology zaman. Alam mamaksakan itu, demi percepatan teknologi sebelum bahan bakar fosil habis.

Satu masyakat plural seperti masyarakat Indonesia yang terdiri banyak suku, banyak ras dan banyak agama, tersebar di pulau pulau, yang telah betekad untuk bersatu memperjuangkan hak azazinya membangun negaranya secara adil, bersama sama. Kendaraan utamanya adalah demokrasi  yang sudah menyatu dengan pandangan Panca sila. Ditambah lagi sebenarnya tidak ada diantara suku suku bangsa ini yang mendendam satu sama lain sampai berabad abad,  yang  berbeda cara hidup dan berfikir hingga perlu membunuh satu sama lain, karena ditiup tiupkan api perpecahan, misalnya karena dilecehkan keyakinannya,  Alhamdulillah, seemua ketahuan.   

Insya Allah,  kecamuk berdarah darah di Timur Tengah lewat, bangsa ini selamat, amiin *)


 

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More