Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Kamis, 12 Januari 2017

NDILALAH KERSANING ALLAH

PEMERINTAH MAU MEMBANTU MENANAM CABE, INI CRASH PROGRAMME.

Pak Jokowi orang Kehutanan, tau betul soal tanam menanam.Menterinya orang pertanian, familiair dengan Lembaga Penelitian, paling sedikit di Maros, Sulawesi Selatan, satu Lembaga Penelitian (Padi) yang terkemuka.

Lah ini  “crash programme” menanggulangi harga cabai yang menggila.

Secara politis memang mengesankan dan “harus” diketahui rakyat banyak. Jangan sampai kayak membuat jalan tol Jakarta-Bandung lewat jembatan Cisomas, saking tergesa gesa digunakan, oleh ahlinya untuk membuat pecobaan,  blunder, sekaligu guna bleeding pembeayaan nantinya. ( Blunder yang disengaja atau memang gak tahu ) – pokoknya semua Pimpinan yang terkait sudah tanda tangan termasuk  Pak Dahlan Iskan – menurut blue print itu – pekerjaan jalan ( termasuk Doktor ilmu Teknik Sipil, bilang saya cuma tanda tangan thok kok, tidak membaca detail blue print gambarnya) – akhirnya Cuma bikin malu, dan keturutan bleeding duit Negara.

Pemerintah itu hanya punya uang ( dikit ) dan Administasi. Tidak punya ketrampilan nanam cabe. Uang mesti diberikan turun kebawah kepada Departemen sampai ke PPL/Mantri Tani di desa desa. Di Propinsi ada Kepala Bagian Hortikultura, di Kabupaten mungkin ada, disertai dengan PPS (Petugas Penyuluhan Spesialis. peringkat sajana pertamian SP). Masih ada Lembaga , Lembaga penelitian yang mempunyia program program sendiri dengan wawasan wilayahnya, dan program khusus, menangani persoalan mendesak seperti cabai ini. Tentu membutuhkan anggaran, dan hasilnya berupa laporan, keatas sampai Menteri .

Lha mbok iya, uang anggaran ini diberikan kepada Lembaga Penlitian untuk secara luas melewati jajaran administrasi Kedinasan, memberikan blue print percobaan demonstrasi ke tingkat desa dengan PPS dan PPL sebagai pelaksana ( asal duitnya ndak ditilep dijalan). Lha kan sungguh to ? Dana ini sudah diincar oleh Ketua Komisi B DPRD Jatim, lantas diperas, cabe, petani memang sudah nanam tapi tanpa inovasi dengan inovasi yang sangat bervariasi menurut sikon setempat ( maka itu di beayayai Negara) nggak brani ngawur, karena beayanya sangat tinggi. Beaya pecontohan ini habis untuk bancaan. Dasar, Kepala Dinas Propinsi kok gak lapor ? Memang enaknya ya kongkalikong, kan ada jalan tol ? Lewat jalan ini lena OTTnya KPK - Andaikata Kepala Dinas Pertanian ini Politisi - mestinya ya mendakwa KPK tebang pilih.

Jelas bahwa sejak cabai ditanan monoculture secara luas, kok banyak sekali problimnya. Ya cendawan pathogen, se umum mildew, Phytoptora, apa saja, menyerang daun, buah rontog, dan leher akar. Banyak sekali hama, ya Thrips, ya Tungau, ya Insect kayak Lepidoptera  ya jangkrik  dll. Penanaman monoculture semula memang punya latar belakang ekonomi, bisa sekali petik memenuhi satu pick up , beberapa pick up dijadikan satu truck, untuk lusanya sampai ke Jakarta. Lha balik ke zaman masih ada "pasetren" ( tempat istri istri menanam kebutuhan dapur)  kok  ndak menonjol hama dan penyakit bumbu dapur itu  ya, temasuk cabai, malah kadang kadang buat bertengger ayam waktu tidur ?

 

Kok nggak kayak zaman sawah masih mempunyai  “pasetren”cabai ditanam campur aduk dengan tanaman sayuran lain, seperti lembayung, ketimun, bawang merah, terong dan kacang panjang, sawi menurut musim, kok ndak parnah ada probkim ?

Bila jenis horticultura cabe ini sudah di infiltrasi benih  hasil seleksi dari Thailand. Taiwan, atau negeri lain dengan spesifikasi potensi panen yang tinggi, menurut petani penanamnya cacatnya apa, apa rentan terhadap mildew, apa rentan terhadap Thrips atau Tungau jingga – atau virus kriting, ya pakai benih local saja, yang perlu hemat beaya, untuk pestisida.

Biar pasetren ini kecil kecil, karena rata rata pemilikan sawah sudah kecil, ya biar, yang agak luas ya para petani kaya, panen setiap pasaran atau pekan ( 5 Hari) dibawa ke pasar  local biar di jajakan dilapak bakul kecil kayak zama dulu, yang perlu harga tidak melonjak lonjak, dan barang ada. 

Lain halnya bila di NTT sudah banyak dibangung embung embung, biar air embung ini tentu mahal harganya, kerena water catchment tidak bisa luas, curah hujan yang sedikit, maka harus diimbangi dengan komoditas yang nyatanya sekarang mahal, karena sulit ditanam bila musim meleset ( ya tidak meleset wong bulan  ( Oktober, Nopember, Desember) pasti banyak hujan dan basah. Ndak ada kartel cabai, yang ada bersama saling mempertahankan stock langka selama mungkin, cukup dengan ponsel, dalam sejam seseluruh jangkauan truck ke Jakarta tiga malam, sudah mengerti dan akur.

Baru diciptakan cultivar yang cocok dari segala tanaman horticultura seperti straw berry,  grapes (anggur) yang buahnya sak bola pingpong, pears, cherry dengan pengairan netes /drip irrigation untuk cabai atau bahkan hydrophonic, yang hemat lahan dan hemat air, hanya selang selang PVC dan plastik semua sangat mahal. Tapi pasti terjual, karena di Europa, Jepang dan China  dan Australia sudah diluar musim, jadi harga bisa menutup ongkos.  Lantas difikirkan gimana mbangun Lapter khusus  cargo.*)




 

 


 

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More