Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Minggu, 08 Januari 2017

NDAK ADA KARTEL DI PERDAGANGAN CABE ?

Edisi disesuaikan dengan kondisi Januari 2017
INI SOAL PERTANIAN     MENGEJAR PEMBANGUNAN  DAERAH YANG TERTINGGAL
Judul ini ada di siaran  Metro  TV
tg  21/10/016 jm  740 pagi.
Hadir sendiri Menteri  yang bersangkutan, yaitu menteri Pembangunan Daerah yang Tertinggal dan Transmigrasi, bapak Eko Sanjoyo beserta ibu  Hendri Saparini.  Saya risau  dari ucapan menteri Eko Sanjoyo, bahwa Daerah yang tertinggal  ini lebih dari 80% penduduknya adalah petani, jadi mata pencahariannya ya jadi petani. Beliau menyayangkan bahwa  di lokasi itu petani menanam semua kebutuhan penduduk sana,  sereal, umbi umbian dan bumbu sayuran  disitu,  sedikit sedikit dan tidak terfokus pada komoditas ekonomi yang bisa meramaikan daerah itu dengan perdagangan  bersama wilayah lain yang sudah maju. (Mohon diwaspadai perdagangan cara kartel yang marak di Pulau Jawa ) Bahkan di Sulawesi Selatan petani cabe rawit di Bone tidak laku panennya karena dari  Enrekang datang cabai  rawit  yang lebih awet tidak cepat busuk ke Bone, apa tidak kasihan, karena nanamnya luas,  pake beaya lho ? . Padahal sama sama pidisnya. Lha cabe local ini adanya sangat menolong pasar kecil tradisional, sedikit sedikit ada terus.
Sebagai Agronomist yang selama hidup saya berkecimpung di dunia pertanian, saya sering berfikir, kanapa daerah penanam bawang merah di  Brebes atau di sekitar Nganjuk dan Pare  atau Probolinggo atau di Sumatra Utara, kok  beaya produksinya lebih mahal dari budidaya yang sama di wilayah Thailand atau bahkan di Malaysia ? – Dengan bukti beratus ratur ton komoditas bawang merah diselundupkan dari sana,  Ke Sumatra Utara dan Aceh bahkan dari Bangladesh dan India. Menurut pak Dwi Andreas, Guru Besar IPB, ongkos produksi kedelai lokal lk 9000/ kg, sedang kedelai impor cuma 6000/kg ( CNN Indonesia 19/10/216) - Memang penelitian mengenai tanaman dicotyledone untuk menjadi tanaman monoculture sulit diwilayah kita yang asli tropic basah, lain dari Asia tropic continent, kayak Thailand, Vietnam, Bangladesh, mungkin masih ada sela 2 - bulan iklim continen mempengaruhi pada kelembaban reelatip jadi rendah, cocok buat bawang merah dan cabe rawit atau cabe besar.
Jadi dari sisi  usaha pertanian, satu daerah yang bisa menghasilkan sendiri, kebutuhan  makanan  pokok ,  buah buahan   sayuran dan hasil perikanan dan peternakan  cukup untuk kebutuhan penduduk setempat adalah satu  rakhmat Illahi yang sudah jarang ada di wilayah kita ini.
 Yang kedua perdagangan cara kartel disana terkendali karena jumlah penawaran kecil kecil, perlu ogkos dan waktu untuk sampai ke gudang gudang kartel. Sehingga konsumen pasar setempat tertolong, umpamanya di Lamalera yang mereka punya hanya daging ikan paus sedikit sedikit, toh  masih berharga untuk ditukar dengan cabe setempat.

Selanjutnya tg 5 -7 -8 Januari 2017 harga cabe kecil hingga 150 000/ kg di Jakarta sekaligus menjalalar keseluruh Indonesia di Lumajang 90 000 2 hari yang lalu, di Surabaya sekarang sudah 80 000.
Supaya tahu saja 50 tahun yang lalu anggauta2 sekte keagamaan yang sangat tertutup Lemkari sudah menspesialisasikan diri menjadi tengkulak cabe, mengirim uang ratusan juta ke anggautanya yang sudah di bai'at, ke Situbondo untuk memborong cabe. Jadi sekarang kegiatan borong memborong pasti masih marak, makanya begitu di Jakarta harga sampai 150 000/kg, segera wilayah wilayah dengan jarak perjalanan truck 3 hari, pasti sebangsa Lemkari memborong panen cabe, membuat harga local segera meningkat, kartel menjamin harga di Jakarta tetap tinggi dengan mengatur penjualan stock itu saja, para tengkulak tidak usah rapat kayak anggaouta DPR RI berbulan bulan, cukup pake HP dalan setengah jam, stock teratur, langka. Supaya tahu saja siapa berani mengobral stock langsung di beli oleh persatuan dadakan dari tengkulak. Sambil tengkulak menawarkan harga lebih baik dari si perusak harga diwilayah wilayah jadi si pendosa ini tidak punya barang lagi. Jelas kan, mungkin Deptan tidak menamakan ini kartel, karena terjadi instan saking eratnya persaudaraan mereka.
Sebetulnya  apa ada ........sesama  budidaya tanaman tropic  basah yang tidak bisa ditanam,  disemua wilayan untaian pulau pulau Katulistiwa ini ?
Harapan Pak Menteri Eko Sanjoyo  sama dengan  harapan para Pendatang dari Europa empat ratus tahun yang lalu. Malah akhirnya  mereka  membangun petanian untuk keperluan perdagangan, mendapatkan  komoditas tropic yang menguntungkan mareka  saja secara masif dari satu  wilayah  demi mempermudah perdangan mereka sendiri, menanam secara  monocultuur.
    Untuk tanaman keras mereka sudah belajar dari kesalahannya, ada wilayah tropik basah di Nusantara kita ini   yang cocok dengan  budidaya tanaman keras tertentu dan tidak cocok dengan tanaman budidaya  tanaman keras yang lain.  Mereka membuka besar besaran budidaya  perkebunan teh di Jawa Barat,  sedikit sekali di Jawa Timur, mereka membuka perkebunan tanaman kopi di Jawa Timur, sedikit sekali di Jawa Barat.  Juga perkebunan kelapa sawit, di wilayah barat  Nusantara  bukan diwilayah Timur ( waktu itu hanya  menyentuh sampai Maluku) bukan  Papua Barat. 
Untuk tanaman semusim  ternyata deversitas budidaya yang cocok ya terbatas pada  deversitas iklim  meskipun masih dalam batas tropic basah. Penanaman budidaya semusim tertentu otomatis  pada cuaca yang diharapkan  cocok dengan kebutuhan budidaya itu, pada kurun waktu yang dipilih untuk  masa vegetasinya, akhir atau awal musim hujan, dengan tambahan rekayasa pengairan atau naungan jaring dan sprinkler, untuk tanaman semusim.  Atau tambah makanan awetan yang tahan disimpan pada musin kemarau panjang, termasuk consentrate limbah pertanian yang sudah berbentuk awetan,  consentrate limbah pertanian yang sudah berbentuk briket atau  granule  untuk peternakan.  Rekayasa pertanian bisa disimpan untuk peternakan, setelah ternyata ada surplus yang besar dari  limbah produk pertanian.
Karena  diantara tanaman budi daya yang  evolusi speciesnya mendominasi lahan secara menutupi seluruh luasan lahan dengan species sejenisnya, misalnya   familia  Graminae – rumput rumputan, maka tanaman  ini yang bisa dibudidayakan secara monocultuur, dengan sendirinya lebih cocok jadi budidaya monocuture, dari familia ini umpama padi, tebu,  jagung, sorghum. 
Sebaliknya dalan lingkungan iklim tropic basah,    menjadi   susah sekali  untuk membudidayakan tanaman budidaya dari   Dicotyledonae  yang semusim. watak  jalur evolusinya hidup  plural diantara  berbagai familia Dicotyledonae, seperti di hutan lahan tropic basah, untuk dijadikan tanaman monoculture.  Banyak jenis hama dalam lahan monoculture ini,  jadi ganas explosive di  wilayah  tropic basah. Seperti kedelai, Tomat, Kapas,  Tembakau Cabai  kecil dan cabai besar, bawang merah, misalnya hama dari familia Lepidophtera ( bangsa kupu, kaper   dsb.)

Sebab aliran penelitian bidang Pertanian  didominasi pemikiran agroteknik monocultuur ( bahasa Belanda) seperti di Wilayah Sub Tropik.  Cocok dengan sistim ekonomi  jenis  pabrik pengolahan yang efisien bila ukurannya raksasa. 
Apalagi para sudrun nimbrung memanipulasi sistim ujian lulus atas bantuan Organisasinya, ya semua kadernya jadi penjabat pemerintah, yang saya juluki sudrun, bukan sarjana pekerja mandiri, peneliti mandiri, dasar sudrun.
Agroteknology tumpang sari, tumpang gilir, multiculture untuk  mencegah meledakya hama (seperti di 'pasetren' sawah pulau Jawa dulu, yaitu sebagian lahan sawah yang ditinggikan, untuk simbok tani menanam sayuran dan bumbunya),  secara ecologis  melestarikan predator yang larvaenya polyphagus, yang hilang  bila fimilia ini ditanam secara monoculture ,  belum mendapat perhatian penelitian serius. Sebab ilmu pertanian dikembangkan diwilayah subtropic, yang menoculture  dianggap wajar dan alami. Di kita, bahkan dihutan-rimbanya semua tumbuhan hidup dengan ecology plural,  dari sistim canopynya  sampai sistim akarnya dan jazad renik yang menyertainya.
Maka dari itu didaerah yang masih bisa menanan multiculture  seperti   di pulau Jawa dulu, sebelum (tanam paksa) cultuur stelsel, dengan monocultuur indigo. tebu,  tanpa ada pasetren ( bagian sawah yang ditinggikan, untuk para istri menanan sayur dan bumbu dapur) yang campur aduk dari budidaya kebutuhan sehari hari, petani bisa menghasikan kebutuhannya untuk daerahnya . Sedang sekarang di pulau Jawa mengandalkan daerah ekonomi yang luas untut cabe, bawang merah, tembakau tomat, bahkan kacang panjang dan mentimun, beaya produksi hampir 40 persen untuk membeli dan penyempotan insektisides Miticide, Thripsicide yang mahal, dan masih dirundung  kekuatan  resistensi ( kekebalan hama) terhadap  racun yang bagaimanapun ampuhnya, tapi tidak/kurang bebahaya terhadap manusia - yang sayangnya  hampir tidak mungkin, rekayasa genetica dengan GMO, dengan gene dari bacteri Thuringiensis  yang mematikan larvae Lepodophtera yang memakannya juga mengalami perlawanan dari hama jenis ini dengan daya resistensinya, percayalah. 
Padahal dengan memberi kesempatan para  serangga  atau bangsa predator yang larvaenya polyphagous, menciptakan lingkungan dengan dua tiga macam tanaman budidaya - secara tumpang sari atau tumpang gilir)  bisa diteliti, bila saja ada yang mengerjakan,tapi sayangnya bukan prioritas, dasar text book thingking. Cuma mengulangi penelitian diduar negeri, bukan kebutuhannya sediri.
Maka dari itu Pak Menteri,  sementara jangan  menyalahkan wilayah yang masih tanam budidayanya kecil kecil tersebar tidak punya efek pada perdagangan bervolume besar, mungkin mengandung kebijakan setempat yang kita belum pelajari, tapi bisa memenuhi kebutuhan wilayah seberapa kecilnya  masih berkah Allah., harga tidak melonjak lonjak.  Laksanakan segera dengan anggaran anda dan Pemda,  perintah Boss anda (pakai anggaran Negara) bikin embung kecil kecil, saluran saluran  pipa PVC yang hemat air, namun coverage-nya  luas, bikinlah rute kapal ternak muat juga mengedarkan consentrate maupun hay dan silages, dari dedaunan penebangan hutan kayu rimba terencana dan terbaharukan. Insya Allah anda dijalan yang benar *)
Larva predator yang polyfagus artinya ulat kupu predator hama ini makan daun juga tapi harus dari macam macam tumbuhan jadi pada penanaman budidaya monoculture keberaganan tumbuhan di lahan  tidak ada, jadi larva predator  tidak berkembang.  Atau senangnya kupu preadator tidur dan kawin ti dumbuhan lain.,Predator ini kebanyakan bertelur di larvae/ulat  hama Lepidophtera yang sudah besar, menetas dan makan ulat hama. tersebut, atau parasit telurnya, sudah besar baru makan daun macam macam.**).


                                                         


0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More