Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 18 Januari 2017

TEMANKU DARJOTO,

MELONGOK KERJA AGRARIA  BERTAHUN TAHUN SEBELUM SEKARANG. TERIMA  KASIH PARA NETIZENS, PESAN SUDAH SAMPAI.

Saya sungguh lega melihat di strip Metro TV  sore tg 15/01/2017,  ada tulisan di strip itu, Presiden Jokowi akan melakukan reformasi besar besaran dibidang pertanahan Nasional tahun 2017 ini. Alhamdulillah. TERIMA KASIH

Sekaligus saya ingat teman saya Darjoto, anak Pekalongan.

Selama kita kumpul disatu kos kosan,  saya malah patungan masak dengan Darjoto ini, kecuali waktu waktu persiapan ujian, kami lebih suka beli makan diwarung. Aku kutu buku di pendidikan aku sukses, nilaiku selalu sempurna, terus terang aku agak memandang rendah temanku Darjoto ini karena dia agak lelet dalam pelajaran

 Lah apa hubungannya dengan persoalah agraria ?  Sabar, ini prelude cerita kehidupan jadi agak panjang crita prelude nya

Th 1965 bulan Juni kami lulus,  kami  sama sama mencari kerja di Jakarta, ngekost di paman saya adik Bapak saya ( keduanya sudah almarhum).

Mulai saat itu saya baru mnyadari watak teman saya Darjoto ini. Dia anak Pekalongan,  tradisi dagangnya sangat kental disatu sisi saja, ini satu watak tradisional yang satu ini sangat saya  sesalkan, yaitu watak “bakul” Jawa, diantara tradisi pergaulan para bakul yang banyak, satu  saja yang sangat saya sayangkan jaitu -PELIT INFORMASI – kepada  siapapun.  Menurut saya, watak ini menimbulkan  bencana finansial berat kepada Darjoto kemudian.

Critanya dimasa sulit kami mencari pekerjaan th 1965, Darjoto ini sudah paling dulu mendapat pekerjaan di Kekaryaan KKO ( sekarang Marinir), di Tanjung Pinang, ternyata setiap Angkatan waktu itu ada satu seksi kekaryaan, yang kasarnya mencari penghasilan buat Corps. Yang dibutuhkan oleh Corps apa saja,  banyak membutuhkan tenaga sarjana apa saja, yang bisa berbahasa asing.

E, lha kok si pelit ini memperlihatkan watak aslinya tidak memberi nformasi pada temannya. Bahkan kepada saya, Tau tau dia terbang ke Tanjung Pinang, setahun kemudian dia kawin dengan putri paman saya, jadi kami bersaudara, tapi watak pelit informasi -nya tetap malah tambah, karena keberhasilannya.

Baru tahun 1970 aku dapat pekerjaan agak  sesuai, di perusahaan asing Produsen Pestisida, dilengkapi satu kendaraan kebanyakan jeep, dibidang pekerjaan saya apapun kendaraan, setiap terpakai 100 000 km, diganti baru,  aku habis 5 kendaraan baru satu bekas pakai teman kerjaku,  untuk supervisi project Bimas product Perusahaannya.  Kantor pusatnya di  Jakarta, tugas  saya di Bagian Timur Indonesia.

Lha Darjoto, sudah mempunyai usaha membuat segala macam ikat pinggang/ban/riem  tenunan benang  campuraan  cotton, benang nylon, benang Dacron, malah filament fibre glass  menjadi  semacam ikat pinggang/kopel riem  dan penggantungnya di pundak, pelengkap ransel,  berwarna kehijauan, hitam sampai putih bersih, yang sangat kuat untuk keperluan militer – dia supplier dan punya mesin tenun membuat keperluan ini, dia cepat sekali menjadi kaya raya. Pernah kami bertemu sekali dia menceritakan  sekilas, dia membeli banyak tanah dan ada yang dipotong jalan tol ribuan meter persegi, kompensasi harganya sangat bagus, menjadikan dia gila membeli tanah.

Karena didahului dengan kepelitan dia mengenai informasi, saya pun demikian terhadap dia.  Almarhum ayah saya pegawai  kantor notaris, paman saya dari ibu juga notaris di Jakarta, saya  familiar dengan persoalan tanah ( bukan bidang prakteknya tapi kunci pokok persoalannya). Saya ganti menutup diri, tidak memberikan informasi apapun mengenai pertanahan, wong tidak ditanya. Yaitu bahwa setiap jengkal tanah yang dimiliki warga Negara negeri ini harus dilindungi oleh sertifikat tanah dari BPN. atas namanya. Bila tidak, pasti ada persoalan kemudian  dan bisa hilang begitu saja, teryata bidang tanah itu dimiliki orang lain. Makanya segala urusan dengan BPN pasti ada harganya untuk oknum pemangku jabatan  apa saja disana. Sampai puluhan juta rupiah, bahkan ratusan juta rupiah.  Contohnya peristiwa Hambalang, untuk BPN Bogor , tanya saja sama Andi malarangeng, yang mendapat otoritas pengeluaran uang Negara untuk  apapun namanya, juga kepada oknum Negara  BPN !.  Atau tanya kepada Nazaruddin, itu masih antar Instansi  Pemerintah , lha rakyat  kecil harus gimana sama BPN   ?  Orang cerdas ngerti sendiri. 

Ndelalah teman, Darjoto mati muda umur sekitar 60 tahun, kini pewarisnya  kehilangan semua bidang tanah yang dibeli oleh suami/bapaknya  dibawah tangan dengan surat dari Lurah dan Camat,  surat keterangan kepemilikan dari akta jual beli mereka lebih rendah posisi hukumnya ( karena dengan jangka waktu terbatas bisa diproses untuk mendapat sertifikat tanah dari BPN) dibanding sertificate dari BPN sendiri. Jadi setiap oknum dari mereka bisa berkomplot  untuk menukangi sertifikat tanah, yang pemiliknya hanya memegang akta jual beli.   Bukan merupakan tanda hak atas tanah, bahkan  resi pajak tanah dan bangunan (PBB) tidak bisa menjadi indikasi mengganti sertifikat dari BPN. 

Perlu saya tambahkan, konon di Situbondo, seseorang bisa menguasai tanah pertanian sampai puluhan, ratusan,  hektare bertahun tahun, karena pembelian bawah tangan oleh Notaris petok D tanah dikumpulkan disana, PBB dibayar, saban kali ( dua tiga tahun ) akta jual beli tanggalya di update, dilaporkan ke BPN, setifikat masih diurus sampai puluhan tahun, yang perlu kan pemakaian tanah aman terlindungi, karena pemilik pertama tidak lagi memegang petok D,  dan pemilik si tuan tanah dalam gelap tersembunyi di pembuat akta jual beli,  PBB tetap dibayar, minta duplikat  dengan nama pemilik lama, tidak bisa -satu loophole untuk mafia tanah.  Jadi si tuan tanah baru tetap leluasa menggunakan puluhan  ratusan hektare tanah pertanian, bahkan   puluhan hektare, ratusan hektare, tanah ini malah untuk spekulasi, dan usaha tani dengan input subsidi !, Atau tidak dipakai tapi diperdagangkan.   Diluar sistim memang ada mafia, belerjsa sama dengan orang dalam BPN atau siap saja yang mengetahui project apa yng membutuhkan tanah banyak. Sebab aturan penuh loophole hukum.      Persoalan  kepelitan informasi bisa merugikan  siapa saja, padahal bila berbagi informasi,   si donor tidak kehilangan apa apa, tidak menjadikan si donor  miskin, meneguhkan silaturakhmi dan menuntun ke keselamatan,  siapa tahu ?  Dasar bakul*)



0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More