Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 23 Januari 2017

GOLONGAN DILUAR SISTIM

DISEPANJANG ZAMAN PERANG DAN DAMAINYA PEERJUANGAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA, 
ADA SATU GOLONGAN PENDUDUK YANG DILUAR SISTIM,
GUNA MENGISI KEMERDEKAAN INI :

GOLONGAN PENDUDUK DILUAR SYSTIM.

Sejak semula, penjajah Belanda sudah menandai ada sebagian pendenduduk wilayah jajahannya yang mengasah diri, hidup dalam sistim. Penjajahan dengan senang hati, menerima mereka. Sebaliknya ada sebagian besar yang dengan sangat terpaksa menghilangkan kebudayaan dan jati dirinya sebaga bangsa.
Kesatu :Tulisan ini dengan sangat terpaksa, untuk mrngingatkan dengan penuh kehati hatian, harus saya tulis untuk seluruh  bangsaku. Bukan karena kebencian, tapi karena tahu dan menyadari secara kenyataan, jauh lebih baik, dari hanya karena perasaan tanpa mengerti sejarah, yang banyak menimbulkan kesalah pahaman dalam setiap individu kedua belah fihak.
 Kedua: Bila sudah disadari semua akan mudah diperbaiki.
Kebetulan saya orang tua yang banyak waktu untuk merenung dan berfikir,
Jauh dari tujuan jahat, menggugah pertentangan sara, melainkan untuk kebaikan bangsaku yang terlalu banyak menderita ini, agar segera berubah mencapai tujuannya.

Sistim penjajahan yang berlaku sangat lama, adalah sistim pengerukan hasil bhumi.
Karena besarnya wilayah, banyaknya dagangan yang bisa dikeruk, diperlukan banyak tenaga
Perantara, yang bisa masuk dalam sistim ini. Berbaur dengan pribhumi yang bukan petani, 
no problem.
Lowongan yang sangat besar dan sangat menjanjikan kekayaan yang luar biasa, yaitu pengumpul Komoditas sampingan diluar komoditas yang sudah diusahakan Perkebunan Besar erfpacht/ Hak Guna Usaha  Hindia Belanda, tidak menangani, yang tidak diusahakan Perkebunan Besar, seperti lada, minyak nilam, Kopra, kapok randu, pala dan fuli, cengkih, kayu manis, asam jawa,  getah perca.(Ficus elastica L) jarak, Tembakau jawa, kasturi dan virginia dll. Yang masih terpencar pencar, dengan jumlah yang sedikit sedikit, memerlukan banyak tenaga dan waktu, untuk diperdagangkan secara internasional.
 Penjajah hanya menyediakan gudang sortasi dan pembelian dalam jumlah besar. Pekerjaan ini diambil oleh pendatang dari  Hokian, dan wilayah sekitarnya. Di Kalimantan dan Sumatra karena  primtivenya kondisi lahan. orang setempat membuat rantai estafet komoditas hutan sampai ke kota, tapi sedikit saja dibutuhkan perdagangan international, kecuali karet ( Hevea brasiliensis L). yang ditakik dan beku alami.
Penjajah menjanjikan perlindungan hukum kepada mereka, asal patuh membatu pengumpulan hasil bhumi ini dengan harga yang ditentukan. 
Masih ada peluang sangat besar untuk memperoleh harga pertama yang sangat miring dengan membeli secara ijon oleh bakul bekerja sama dengan mereka didesa desa ( sebelum barang ada sudah diberi voorschot/ uang pembelian). Pmberian voorschot ini dilakukan Lurah Desa jadi aman, barang pasti ada karena hubungan kebutuhan dari petani yang naik terus. Hubungan ini berjalan selama kurun waktu pejajahan katakan selama 200 tahun. 
Makanya dikota Surabaya ada bagian jalan di kota yang panjang penuh dengan rumah rumah mewah cara Asia di Jl. Jagalan, di Jl. Kapasan, tanpa toko didepan rumah melainkan halaman, taman dan gazebo, rumah para pedagang pengumpul apa saja hasil bhumi, di Malang ada jalan dekat Pasar besar kota tempat hunian tengkulak kapok randu untuk di export ke Europa, ( belum ada serat dacron) mobil yang diparkir di halaman rumah rumah tersebut mereknya Packard  8 cylinder mobil bikinan Amerika terbaik dizamannya. 
Semua bahan bangunan di import dari Europa, termasuk fresco di tutup depan atap dari tembok berukir dari master Italia, dan air mancur didepan rumah. Mereka juga ada di semua kota besar ( kota Karesidenan) 
bergerak didalam sistim penjajahan Hindia Belanda. Juga di Temanggung dan kota kota besar lainnya. 
Perang Dunia ke II, perang kemerdekaan menjadikan mereka ( si Tuan Tengkulak besar) kehilangan lapangan kerja sebagai pengumpul.
Sebaliknya yang di Kecamatan Kecamatan dan desa desa membebaskan diri dari bossnya di kota Karesidenan. 
Lha setelah kemerdekaan, dengan sistim Pemerataan Pembangunan Bangsa yang terjajah , adil dan merata,  mereka ada diluar sistim. Malah pendatang baru dari Hokian dijadikan kroninnya, di Kecamatan Kecamatan dan desa desa. Lha setelah kemerdekaan, dengan sistim Pemerataan Pembangunan Bangsa yang terjajah , adil dan merata,  mereka ada diluar sistim.
Dengan modal dibawah bantal, dan pengalaman dagang dengan orang desa yang panjang, lebih dari 300 tahun.  Malah pendatang baru dari Hokian dijadikan kroninnya, di Kecamatan Kecamatan dan desa desa. 
Sudah punya akar sendiri, sampai 
Pemerintahan Pesiden Sukarno risih dan mengeluarkan PP no 10.tentang dwi kewarganegaraan. Mereka dilarang tinggal di desa desa menjadi tuan tanah dan tengkulak
di desa desa. Kebanyakan pindah ke Kota kota besar sebagai WNI, atau pulang ke asalnya. 
Sebagian sangat kecil menjadi warga Negara Indonesia dengan sadar menyertai bangsa ini yang lagi membangun masyarakatnya  dalan sistim pemerataan dan keadilan sosial dan ekonomi, malah mempelopori menjadi bangsa yang merdeka dan plural, sebagaimana bangsa  bangsa moderen 
Kabanyakan mereka dibesarkan dengan pendidikan barat, menjadi pelopor kaum inteligensia Indonesia kaum Nasionalis Indonesia, kaum Olah ragawan Indonesia dan menjadi phylantrop yang kensekuen. 
Sayang mereka terpaksa kena getahnya dari  WNI keturunan Hokian yang tetap  meraja lela diluar sistim, dengan sebenarnya menelan semua potensi ekonomi bangsa ini, bekerja sama dengan dispot dan tyran besar dan kecil.
Jadi ATM nya Orde Baru, jadi Hartati Murdaya Poo. Jadi Nyonya Hartatigebyarkumala Tuan Bondodilonggo, Nyonya Ratnasari Dewi Thahir, istri muda Jendral Thahir alm, kroni Jendral Ibnu Sutowo alm, yang mewarisi harta nomplok di Sumitomo Bank, tuan Mohtar Teriyadie, Puak Van Danuhingrat yang membuat Partai entah dengan idealism apa, Tuan Liem Swie Liong alm. dsb ribuan, jutaan mereka. Bagaimana caranya memasukkan kesadaran bernegara Indonesia, yang mayoritas penghuninya bercita cita membangun bersama Negeri ini, mereka yang sudah kadung berkuasa mutlak diluar sistim, 76 tahun berurat berakar luas dan dalam, begitu massive shingga bisa mentorpedo usaha Pemerintah siapa saja, yang menyangkut distribusi dan perdagangan komoditas apa saja. Karena semua itu ajang hidup mereka, mereka sudah lebih dulu ada dan berkuasa disana, bekerja sama dengan sahabat sahabatnya Pejabat Negara Setempat. Kelas Kecamatan dan Polsek, kelas Kabupaten dan Polres, kadang sampai kelas Gupernur, sudah jadi sahabatnya. Makanya bank Indonesia sudah tahu, memindah Pejabat tingkat I dan Karesidenan tiap periode pendek saja, mencegah jaring persobatan.

Contohnya di program Orde Baru yang berjalan 25 tanun, Bimas/Inmas Pertanian, 
dengan memberikan subsidi pupuk 50% dan pestisida 80% dengan jatah pupuk 2 Kw/Ha Urea dan TSP, dan pestida 80% disubsidi, dengan jatah 2 l /Ha. petani malah beli sarana pertanian yang disubsidi besar besaran tersebut  dari toko toko  -  sudah dinaikkan rata rata 50%- 200% - 500% karena diborong oleh Pedagang diluar sistim dan didistribusikan mereka dengan leluasa, dengan pembagian keuntungan tentunya, untuk rantai pencolengannya. Sebab di sole distributor barang subsidi, dengan jaringannya  yang luas sampai ke desa desa, lewat Koperasi Unit Desa ssarana pertanian subsidi ini - di P.T.Pertani sudah habis.
Golongan diluar sistim ini dari pasar mereka memerintah tanpa kampanye, tanpa adu argumentasi, sampai cabe dimulutnya berasa coklat. Diberi amnesti pajak masih alot, takut karena kekayaannya bercampur dengan usaha haram, lebih senang menyembunyikan hartanya di Pulau Kayman atau ke pulau lain  untuk memarkir hartanya yang sangat banyak, di Singapore karena bank swasta Negeri ini betul betul mengabdi pada uang dengan pajak kekayaan atas deposito yang kecil saja, meskipun bunganya juga kecil, tapi bersaing dengan Swiss. Ini digabung dengan uang haram dari para koruptor didalam sistim, konon sampai 3000  trilyun rupiah, 40 % dari perputaran bank swasta Singapore. ( google) *)      
     Lha iya, ini kita membicarakan golongan yang memang mempunyai track record dagang menjadi Pedagang Perantara Penjajah, Pembeli dari tangan pertama hasil bhumi. Sudah jelas dari fihak golongan mana, tapi kalok dipikir, setiap kesempatan mendapat keuntungan dari mana saja, puak puak elite capture ( istilah bu Indrawati) tidak melewatkan kesempatan ini, justru menggunakan kesempatan sehebat hebatnya, menyertakan puaknya, sukunya. Malah golongan yang kedua ini sangat agressive menyuap atasan memeras bawahan, memeras rakyat bila jabatannya dibutuhkan, bila dia Pejabat Pemerintah dari jalur pilihah rakyat atau dari jalur cariernya, mereka memeras tanpa sungkan sungkan. Mereka ditandai sebagai elite capture/feodal puak dan kampung dari seluruh Daerah Daerah kita. Mereka juga sangat sinis, kepada adanya Negara sebagai pemersatu masyarakat, 
Mereka dipercaya untuk mengangkat derajad bangsanya sukunya, termasuk puaknya. malah jadi biang korupsi penerima dan pemberi suap miliaran kayak Bupati Amran batalipu, Kayak Bupati Buton, kayak Bupati Bangkalan Fuad keturunan Hadratush Syekh Almukharom Kiai Cholil alm. dari masa lalu yang sangat dihormati oleh rakyat NU Bangkalan dan seluruh Jawa Timur. Banyak sekali model sosok semacam ini menjejali penuh tahanan KPK. Bagaimana menyertakan mereka dalam sistim ?
Mereka berkembang jauh diluar sistim, bahkan tidak mengerti sistim Negara ini, malah terpilih jadi Kepala daerah, kalau perlu seluruh anak cucunya, lewat jalur Partai, seperti suami isrtri Bupati Klaten, karena jumlah maharnya yang sangat besar. Ya maklum..di era Orde Baru samua partai diganti dengan partai partai Pragmatis sebagai mesin uang.
Sudah 76 tahun merdeka, rakyat masih tertipu memilih mereka sebagai pemimpinnya, sebagai figure pemimpin dari carriernya, kayak Emirsyah Satar, kayak F J Lino, Suryadharma Ali, Akil Mohtar, Dahlan Iskan, Pujonugroho,Patrialis Akbar, inikah hasil reformasi ?   Masya Allah, rakyat, sadarlah *)

Beda antara keduanya : Yang pertama dianggap bisa merupakan satu himpunan massive yang memang mendasari existensinya untuk jadi exclusive golongan mereka, menjadi das herrenvolk,. Masyarakat sudah  mencibir mereka apapun yang dikatakan, akan melawan dengan terbuka maupun tertutup, merupakan potensi letupan yang dahsyat. kayak di Cambodia. 
Maka itu gunakanlah amnesti pajak terhadap parkiran modal yang ada di pulau Kayman, di Panama, Singapore yang ketahuan luar biasa besarnya, untuk pulang ke Indonesia sebagai gesture,  yang menetralkan anggapan bahwa mereka bukan barisan das herrenvolk yang parasitis, dan massive. 
Jauh berbeda dari zaibatsu di sejarah Nippon sebagai kelanjutan dari Meizi restorasi, yang teranyam dalam Nasionalisme Nippon untuk kebaikan dan kejelekannya. 
Jauh berbeda dengan chaebol dari Korea Selatan yang terbentuk demi percepatan daya ekonomi negaranya, bersama dengan rakyat rakyat mereka kebetulan monolith dari satu rumpun. 
Amerika Serikat masyarakatnya plural, rumpun Yahudi unggul dibidang ekonomi/perdagangan, menguasai Wall Street, `tapi rumpun ini ikut perang bersama rumpun rumpun bangsa Amerika Serikat yang lain, punya andil sejarah.
Mbok disadari, beda dengan misalnya kayak gang Anggoro,Anggodo, Ong Yuliana yang dengan enaknya menyebut RI I zaman SBY, begitu rusaknya dalam rekaman pembicaraan miring antar mereka. _(perkara Bank Centuri, dan Alat radio komunikasi Departemen Kehutanan). Konglomerat mereka yang diluar sistim ini notorious/ terkenal mengandung hasil kejahatan KKN bersama Kekuasaan Tyran dan Despot Orde Baru. 

Dan mbok yang golongan  pertama ini sadar,  masuk kedalam sistim Indonesia Raya, sebagai uang warga yang terhormat, mumpung lagi ada amnesti pajak yang sangat longgar. Apa bukan Partainya Van Danuhingrat yang berideologi come back to Indonesia ? Ndak ada bunyinya.
Sedangkan golongan yang kedua meskipun jumlahnya lebih banyak dan kurang ajar-nya lebih konjol, tapi tidak ada sedikitpun tanda untuk menjadi barisan begal yang massive dan mendasari existensinya sebagai barisan exclusive begal, kecuali dipengaruhi orang luar, masyarakat akan menyerahkan mereka sebagai penjahat perorangan kepada Polisi.**)  



0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More