Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Jumat, 01 Juni 2018

daur ulang artikel th 2012 : PANGAN PERIODE PRESIDEN JOKOWI ?

   
PANGAN PERIODE PRESIDEN JOKOWI  ?

 (Artikel ini saya buat setelah  terinspirasi dari berita yang saya baca pada  Harian SURYA. 3 September 2012 Senin)   

Lho kok ?
Menurut Harian itu,  ini bicaranya Pak Menteri Pertanian jadi tidak sembarangan.
Selanjutnya diberitakan bahwa  “road map” yang dibuat dasar upaya Swa Sembada Pangan Nasional hingga tahun 2014 itu ketinggian, karena sekarang areal tanam dalam setahun saja di Pulau Jawa thok yang mempunyai area tanam 3,5 juta Ha dibandingkan tahun lalu, sudah berkurang 600.000 Ha. diteruskan lagi di Jawa Barat saja pengurangan yang hebat ini disebabkan peruntukan lahannya dirubah jadi Perumahan.

Hati saya jadi mencelos, lemas mau muntah, maklum sudah tua.
“Road map” nya seorang Menteri Kabinet yang dibuat jauh-jauh  hari untuk mulai merencanakan Kerja  Kabinet selama lima tahun sampai tahun 2014 kok keliru begitu fatal apapun alasannya. Kok baru sekarang mau direvisi.
Saya jadi menerawang ingatan terhadap berita-berita yang sudah lalu, sudah basi, dan nampaknya terpisah- pisah, saya hubung-hubungkan sendiri.
Nyonya Besar dari Negeri Adhkuasa  yang,  Corporations di Negerinya sangat berkepentingan mengenai pertambangan emas yang mereka caplok, sering datang ke Indonesia, mengajari kita mengatur ekonomi rumah tangga kita, salah satu dalilnya adalah privatisi, dia serious banget sebab bolak-balik ke sini.
Satu Nyonya Besar lain Hartati Murdaya Poo dari dalam negeri, seorang Nyonya Pengusaha Besar  yang mengeluh dengan emosi, di siaran TV : “Kok di negeri ini apa-apa usaha  ndak boleh”, dia menyuap Bupati Amran Betalipu, 3  milliard rupiah untuk dapat menguasai lahan di Kabupaten Buol,  tanah seluas 75 000  Ha, dan semula urusan  lancar-lancar saja, entah kena apa upaya ini diendus oleh KPK (semoga Allah tetap bersama para anti korupsi tulen). Sekarang th 2018 baik penyuap maupun yang disuap sudah keluar dari penjara.

Di sisi  yang lain, dari sumber yang saya baca di buletin Kementrerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia,(www.ristek.go.id) ada tulisan Prof. Haryadi, (kok tumben tidak pakai gelar berderet), berjudul "Mengapa Swasembada Kedelai" :
“Pemerintah memang berniat memperbaiki nasib para Peneliti, sampai sekarang niat itu belum  terlaksana, bahkan mungkin dilupakan, Kalau demikian barangkali swasembada kedelai memang hanya impian”.
Nah loh, siapa yang memelas sekarang ?.
Lagi satu dari artikel Ristek:
Bapak Eko Budiharjo  “From ‘Rio’ to Riau Declarations” July 18, 2012 di Google
Terjemahan, dari tulisan beliau dalam Bahasa Inggris :
"Negara yang sudah maju tanpa malu-malu merndominasi Conferensi di Rio de Janairo ini untuk membela  kepentingan Corporasi -Corporasi raksasa, dari pada membela kepentingan rakyat negeri miskin dan nasib planet Bhumi. Mereka cenderung untuk menggalakkan swastanisasi  pengerukan kekayaan alam  di sana sambil bicara mengenai kemiskinan penduduk dari Negara yang Sedang Berkembang.”

Ini Artikel saya yang paling mudah dibuat, hanya menyunting tulisan-tulisan di google. Namun  dada ini jadi sesak dan kepalaku yang sudah tua jadi pusing.
Saya kira seorang Menteri Kabinet dipilih oleh Presiden RI bukan orang bodoh. Presiden yang sebelum kini.
Saya yang terlalu bodoh, karena keberpihakan mereka sudah jelas, jadi saya mengharapkan apa ?, mestinya dari dulu saya sudah menyadari ? Berkat pencitraan, dikira teamnya ya pembela rakyat.
Cuma mereka cari alasan untuk tidak swasembada pangan hanya sembarangan saja,  wong sudah tercapai dominasinya terhadap rakyat banyak yang tanpa Kepala (untuk berpikir).
Kata kunci dari kaum Neolib kalau memang tidak bisa swasembada pangan, ngutang kan masih bisa. Di sini prinsip Neoliberalisme bila lahan berkurang, wong mereka sudah siap dengan pasukan naga, biar rakyat petani kecil bersaing dengan investor macam di Buol, yang jelas tiga milliard rupiah sudah ditebar, mau menanam kelapa sawit OK, mau nanam kedelai OK. Wong kelapa sawit lebih diperlukan untuk bio diesel oleh para Tuan dari Negara adhidaya.
Asal jaminan atas utang investasi diterima Bank (ndak diterima bagaimana, wong Banknya sendiri hanya duitnya dari Bank Indonesia) lha bila rakyat petani dibantu dengan perluasan lahan, malah minta bantuan membuka lahan, bantuan bibit yang baik, bantuan traktor, jalan , jembatan, dan berbagai infra structure, meskipum mereka bayar sebagai Warga Negara yang baik dalam bentuk lain, misalnya kesetiaan Bela Negara, kesetiaan membayar pajak dan bergotong-royong. Satu saja yang beda Si Ratu suap dan quangxi calo tanah dengan aseng, duitnya sudah aman disimpan menurut Padise paper.
Tapi semua ini akan tidak ada nilainya dibandingkan dengan uang tiga milliard cash, sesudah itu biar digondol kayak bank Century, kayak embahnya bank : Enron tapi kan sudah menurut Petunjuk si Nyonya dari Adhikuasa.: Privatisasi ! 
 Dalam upaya Bangsa  untuk merebut kedaulatan pangan, ternyata mendapat perlawanan berat dari fihak ratusan naga ihtikar beras dalam dan luar Negeri, desertai dengan kekuatan quangxi yang telah dekerjakan  membelit berabad abad. (*)  


0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More