BINTARO, TERNYATA TUMBUHAN BERACUN.
BINTARO ( Carbera manghas L , atau Carbera odollam Gaertz) satu tumbuhan pohon yang beracun, salah satu dari banyak tumbuhan yang kita dekatkan ke hunian kita, mngkin tanpa kita sadari.
Sebab saya banyak nganggur, watku saya pergunakan browsing, sekedar pengembra di dunioa maya, setelah nonton Metro TV siaran jam 5 30 pagi tanggal 5/10/2015 mengenai pecobaan dan penelitian oleh siswa siswa SD. pembuatan racun untuk memberantas rayap dari buah pohon Bintaro, lengkapnya dari
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas: Asteraceae
Ordo : Gantionales
Familia: Apocynacease Species : Carbera mangas L
Karena penasaran, browsing saya lenjutkan, mengenai pohon racun ini, dn ternyata sudah banyak penelitian mengenai Binatro ini, antara lain sebagai bahan penelitan tugas akhir untuk persyaratan ujian akhir S 1. Antara lain penelitian dari Utami, Laola Samira Noor Farikah dan Haneda dalam Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, dan masih banyak penelitian yang serius dari lembaga lain yang bisa diketemukan di google. Misalnya penelitian oleh Institut Teknologi Sepupuh Nopember (ITS) Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dengan judul : Pengaruh ekstrak daun bintaro ( Cerbera odollam Gaertz) terhadap perkembangan ulat ulat grayak ( Spodophtera litura L) `oleh team terdiri dari Nur Alindalus Sa'Diah, Kristanti Indah Purwani dan Lucky Wijayanti- Hingga mengajari kelompok anak anak kelompok dari SD, SMP, dan SMU sebagai pelajaran penelitian dan karya, seperti yang ditayangkan di Metro TV pada tg 5/10/2016 jam 5.30 menpraktekkan pembuatan racun anti rayap ( Termes) dari ekstrak daun bintaro ini. Sampai penelitian ditingkat karya ilmiah untuk lulus sarjana S1. MengenaI daya racun ekstrak daun bintaro dengan menggunakan berbagai pelarut, proses ekstaksi dengan berbagai konsentasi pelarut sebagai racun perut ( artinya racun yang terikut dalam makanan – terhadap larvae Spodophtera litura instar 2 dan instar 3) Tujuan penelitan penelitian ini sangat bagus, seperti juga pekerjaan praktek alami dari nenek moyang kita jutaan tahun yang lalu, sehingga mereka mewariskan kepada kita penggunaan tumbuhan dan jasad hidup yang lain atau berbegai mineral menjadi obat obatan atau perbagai bahan racun atau pewarna ( berbagai ramuan jamu tradisional misalya quinine – obat pengendali parasit malaria juga obat obatan tradisional yang lain) dan berburu hewan yang lebih besar ( dilumurkan ke mata sumpit atau panah seperti strichnin), mengawetkan makanan ( garam dapur) dan mencari ikan ( tuba/rotenon). Tentu saja ekstraksi ini hanya bertujuan mendapatkan bahan yang dibutuhkan dalam keadaan lebih pekat sehingga ringkas dalam pemakaiannya bisa mencapai konsentrasi yang diperlukan, dan dapat disimpan untuk digunakan sewaktu waktu, seperti dilumurkan pada anak panah dan sumpit, obat luka, dan pengawet. Jadi ekstraksi ini kebanyakan direbus dengan air. Kebetulan apapun senyawa yang ada dalam tumbuhan selalu harus bisa larut dalan air (beda dengan getah atau resin di kulit tumbuhan atau bagian luar dari sel tumbuhan) Adapun digunakan pemanasan itu tujuannya hanya mengurangi pelarut air agar menguap dan mematikan senyawa senyawa pengurai seperti enzime dari sel sel tumbuhan atau jazat renik bila ada. Jadi pada dasarnya penggunaan bahan bahan tumbuhan yang kita cari ini memang dengan cara yang biasa digunakan oleh moyang kita jutaan tahun yang lalu. Hanya sekarang saja ilmu pengetuhan mengajarkan bahwa banyak vitamine dalan tumbuhan bisa hilang dan rusak dengan mencuci dan merebus secara berlebihan, atau dari senyawa senyawa yang kita cari itu larut lebih mudah dalam alcohol atau normal hexane dan ester.
Sebenarnya berurusan dengan racun, yang harus kita ketahui adalah seberapa racun ini berbahaya terhadap manusia yang menggunakan daya racunnya kepada hama tanaman, atau kutu kutu ternak , atau hewan piaraan kita..
Sebenarnya setelah ekstrak ini didapat, kita sudah tahu derajad bahaya racun ini terhadap manusia sendiri, dengan dicoba terhadap binatang menyusui baik kelinci maupuan tikus atau marmot percobaan atau kelinci percobaan sehingga kita tahu berapa besar bahayanya kepada manusia, karena manusia adalah warga binatang menyuusui, yang kurang lebih mempunyai metabolisme yang sama.
Daya racun terhadap tikus atau marmot dinyatakan dengan bilangan yang menyatakan berapa jumlah berat badan binatang berdarah panas yang mengkonsumsi racun itu, dalam sekelompok/ sekandang sesuai dengan variasi consentrasi racun yang dimakan meerupakan racun perut “ lethal dosis” atau LD. Biasanya dhyatakan dengan LD 50.
Artinya apabila ada sangkar populasi tikus, kelinci atau marmot yang diberi umpan racun yang kita teliti, sedangkan tikus tukus atau marmot itu rata rata separo mati(50%) dengan dosis racun tertentu (dalam hal ini kilogram bahan dari tumbuhan bintaro terhadap liter larutan jadi atau larutan kerja yang terpakai ) , maka dosis itu disebut Lethal Dosis 50% atau LD 50 terhadap tikus atau marmot. Dosis ini bisa dinyatakan dengan consentrasi racun dalam umpan “ oral toxisitas” , bila di lekatkasn ke kulit desebut “ toxisitas dermal”, jadinya disingkat jadi LC 50 dermal atau oral, dalam ukuran miligram total racun yang diberikan, dibagi dengan total berat binatang percobaan. miligram atau mililiterer per liter dibagi dengan Kg berat total binatang percobaan.. Mendapatkan angka LD 50 atau LC 50 ini dengan menimbang berat binatang percobaan, yang bisa mati separo ( 50%) dari jumlah sekandang binatang berdarah panas yang dicoba. Semakin kecil angka LD 50 atau LC 50 ini semakin berbahaya ekstrak yang kita pergunakan untuk larutan kerja, sehingga kita bisa memperkirakan berapa konsentrasi larutan kerja yang kita pergunakan, atau timbangan bahan dasar yang kita ambil untuk diproses ekstraksinya. Angka LD 50 demal atau LD 50 oral ini sebaiknya diketahui sebelum percobaan dilakukan, demi keselamatan kerja, semoga berguna...*)
Sedang yang berbahan aktip chlor hidrocarbon seperti DDT, Dieldrin dan Endrin meskipun telah memenuhi syarat LD 50 oral maupun dermal tetap dilarang beredar sebab senyawa chlor hydrocarbon ini sangat persistent sehingga residuenya menumpuk di lahan yang diperlakukan, dalam jangka penjang tanpa bisa terurai secara alami, menyebabkan cancer. Toh DDT masih beredar bebererapa tahun kemudian, untuk pemberatasan malaria, sebab pabriknya di Gunung Putri, Montrose memberikan lisensi pembuatannya kepada salah satu putra Presiden saat itu*)
0 comments:
Posting Komentar