INDONESIA PUSAKA TANAH AIR KITA
Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi nan Jaya, Indonesia tempatku mengabdikan ilmuku, tempat berlindung di hari Tua, Sampai akhir menutup mata
This is default featured post 5 title
Tanah Air Kita Bangsa Indonesia yang hidup di khatulistiwa ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus senantiasa kita lestarikan
This is default featured post 3 title
Jenis tanaman apa saja bisa membuat mata, hati dan pikiran kita sejuk
Minggu, 30 Oktober 2016
Jumat, 28 Oktober 2016
BELUT ITU ASLINYA ADALAH CACING PITA.
Berita Kompas TV 27/19/2016 jm750 petang, kasus penjualan asset BUMD Jawa Timur oleh belut Wisnuwardana. Konon sudah disetujui Gupernur, sidang Komisaris dan Pemegang saham, dan terakhir baru belut yang lain.
Tersangka ini saking besar dan licinnya dikira belut, tapi aslinya adalah cacing pita, yang bedannya panjang saking besarnya mirip belut, badannya beruas ruas, setiap ruas adalah hasil kesrakahan yang membuat mati kering si korban, konon cacing pita ini orang ketiga terkaya, yang sangat dikenal Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Sebagai menteri BUMN kabinet , dia hanya tanda tangan saja kilahnya. Sang mentor mengajarinya bahwa mass media bisa menciptakan kebenaran. ( Gobbles dari Nazi Jerman muridnya yang pertama selama dua abad ini, juga menggunakan dalil yang sama).
Sekarang ditahan disana. Rupanya scenario ini sudah dia siapkan sebagai upaya darurat cacing pita yang melepaskan dari tubuhnya sebagian ruasnya yang paling kecil tapi kuat menurut hukum, demi melindungi ruas ruas yang lain kebanggaannya keberhasilannya yang lebih penuh kelicikan plus keberuntungan entitas yang diberi tangguh. Ini juga bisa membuat dia lebih ria' dan sangat bangga pada kecerdasannya, orang yang tawakkal pada Allah saja tidak seberuntung dia. Dia atur dengan kroninya, mass media dibanjiri (apalagi electronika yang gratis), penuh dengan kilahnya.
Belum belum dia sudah berkilah didepan publik, sebagai menteri yang jujur dan polos dia hanya tanda tangan saja. Si Cacing pita raksasa ini tidak pernah merasa salah dengan track record-nya sendiri, sedang orang tahu bergelimang suksesnya belut. Karena itu dia membuat pernyataan di Metro TV pagi jam 5 12: Dia lagi di-incar oleh yang berkuasa sekarang, satu pernyataan yang keseleo, sebenarnya dia memang lagi di-incar oleh Yang Maha Berkuasa disegala alam. Si Cacing bodong ini, selanjutnya dia menyatakan bahwa selama ini dia mengabdi Negara dengan hati, tanpa dibayar sepuluh tahun, nilai asset Perusahaan Daerah ini digoreng, tidak ada yang tahu wong tidak go publik memang mentornya ya tidak pernah merasa salah sebab sang mentor adalah iblis sendiri, sang mentor adalah entitas yang diberi tangguh oleh Allah, untuk mencari murid pengikut diantara Bani Adam. Nggak segampang itu lulus jadi murid kinasih, makanya panjang tangguhnya, besar sekali kebentunutngannya, memang ada mahluk semacam cacing pita hidup begelimang harta. Dia akan kembali ke gurunya jadi pengikut iblis, disana steril dimana mana api.
Di peristiwa yang lain bahkan ratusan miliar rupiah pungli dari BUMN ini, berkedok arisan/urusan mobil listrik abal abal, mungkin karena dia belut listrik, dia tidak meyentuh sama sekali uang itu, ( diterima Kepala Proyek Pencetakan sawah Negara, milik BUMN yang sudah ada, tapi mangkrag di Kaltim – trus ditranfer ke A/C dia, bisa jadi di pulau Kayman) begitu pula ratusan milyar lagi dari puluhan trafo listrik tegangan exstra tinggi Jawa-Bali yang tidak pernah ada, dia cuma tanda tangan thok, dan tidak menerima punglinya (dia terima cash tanpa tanda terima) , ini benar benar keberuntungan entitas yang diberi tangguh oleh Allah, seperti mentornya.
Rupanya waktu waktu mendatang akan ada pameran, dunianya kukut, gulung tikar karena jaman tangguhnya sudah habis, bahkan perlindungnya iblis sendiri, sudah ndak ada. Tapi proses peradilannnya lebih seru dari Jessica serunya, sehigga sang pengacara menuntut ganti rugi pencemaran nama baik, dan kabul. Sedang sang mentor, sudah sibuk mengerjakan lain permainan ditempat lain, meninggalkan dia. Kejaksaan Tinggi bukan tempat berlindung lagi. Alhamdulillah pepatah Jawa menandai dengan "Wis kebak sundukane" , maka beruntunglah bangsa ini*)
Kamis, 27 Oktober 2016
SEKALI LAGI JIWA FEODALISME MASIH MARAK DIANTARA KITA.
FEODALISME, SUMBER SEGALA KERANCUAN MASYARAKAT KITA.
Coba simak, bagaimana FEODALISME ini merasuki jiwa masyarakat kita dimana saja dan pasti menimbulkan kekisruhan masyasakat luas.
Semua lapisan para cerdik pandai, dari ahli ilmu Sosiologi, Politisi, Ahli Ilmu hukum, Ahli Ilmu Agama telah bicara dan bicara kerkara hasil dari prilaku masyarakat yang rancu ini, saya tidak mendengar uraian menyentuh akarnya: FEODALISME
Misalnya Menghilangkan nyawa seorasng aktivis HAM, dilanjutkan oleh perlakuan asal asalan pada perkara itu oleh seorang Presiden yang sudah dua periode berkuasa dari lingkaran yang sama, penipuan ratusan miliar rupiah oleh seorang Dimas Kanjeng ( ini titel abal abal dari bangsawan jawa berkedudukan Bupati ) , Pemilihan Rektor Universitas dengan cara yang tidak patut, Politisi yang mendirikan dinasti dengan kedekatan keluarga, sudah 17 Gupernur yang tersangkut kerkara korupsi , Menteri, Dirjen Kementrian, yang memperkaya diri, merasa tidak salah, tidak mau dihukum sehari-pun, dia yang begitu pintar, pemasukan Negara jadi besar, lebih besar dari yang masuk ke kantongnya sendiri, malah ada yang mengangkatkan haji ribuan orang, Ketua DPRD yang mempersatukan aklamasi uang, Kepala Stabilisasi dan Pengadaan pangan seluruh Negeri yang menciptaka kartel dengan kroninya selama puluhan tahun, mengumpulkan dana yang misterius, Hakim MK yang emasnya berton ton, Pegawai Tinggi Mahkamah Agung tahan sangat lama disinggasananya karena dia yang mengendalikan sekalian memberi tarif pemenangan perkara kepada hakim hakimnya. Bedebah apa yang tidak ada di Republik ini ?
Semua mereka adalah hasil dari jiwa yang sudah sangat lama berkembang dalam masyarkat manusia JIWA FEODAL yang sudah ada dalam satu zaman yang jangka waktunya sangat lama, ribuan tahun yaitu menggunakan kepentingan umum untuk kegilaan nafsu syahwat sendiri, bahkan sampai memperbudak bangsa lain, seperti Nazi Jeman Hitler, Fascist Nippon Jendral Hideki Toyo, Mussolini , mereka sudah membakar Dunia demi kepentingan kelompoknya dengan menyeret bangsanya untuk memerangi dan memperbudak bangsa lain.
Habis itu , baru masryarakat Demokrasi menggantikannya ditempat mereka dengan bangsa Jerman bangsa Italia dan bangsa Jepang yang sudah kalah Perang Dunia kedua, kapok dengan prilaku kaum militer, kaum samurai, kaum junker. Yang dikita baru saja terbentuk dari semua elemen masyarakat yang tahu menggunakan kekuatan, yang ke-kesatria-annya tidak pernah teruji, seperti jendral Thahir kroni minyak jendral Ibnu Sutowo, menumpuk harta curian demi memuaskan nafsu syahwat kekuasaan sampai ke anak cucunya, tapi hartanya di Sumitomo bank dirampog habis oleh istri mudanya, mereka bercampur aduk dengan feodal puak dan kampung, supaya memperkuat posisinya di alam demokrasi, telah mempersiapkan bintang "Karya Golongan Puja Nugraha" Malah mereka sekarang nimbrung masuk dalam eksekutip, legislatip dan judikatip, membentuk Dewa Keormatan masyarakat Demokrasi, dan mencemarinya dengan tingkah polahnya, berlari sambil kencing.
JADI JELAS JIWA FEODALISME –LAH YANG MASIH ERAT BERCOKOL DI SEBAGIAN BESAR BANGSA INDONESIA KITA INI. Karena kaum feodal ini sangat alergi kepada sosok atau kelompok orang yang peduli pada kepentingan umum, mau atau tidak mau, secara halus atau terang terangan, jadi lawan mereka seperti duri dalam daging. Maka dengan segala jalan mereka harus dibungkam. Sepuluh tahun ditandai dengan keengganan mengusut kritikus yang dibunuh, karena sang sasaran kritik sosok dari jiwa yang sama.
Dalam Partai Partai politik kaum yang masih berjiwa feodal ini memakai segala cara untuk menjadikan anggauta Pertainya alat Partai yang patuh dan fanatik. Terutama demi mencari dana dari kekuasaannya, disinilah kaum feodal kampung dan puak mengembangkan bakatnya, untuk memenuhi nafsu syahwatnya kepada harta tahta dan wanita, seperti Wisnuwardana di Jawa Timur.
Marwah Daud ada disana, ikut cawe cawe, jiwanya sama saling memperkuat dengan si penipu. termasuk para bedebah yang ahli permainan kata, ahli demagogi, raja mass media dan propaganda, ahli manggandakan uang, akhli adhikodrati yang tidak jelas, tapi Yang Terhormat anggauta DPR kita, Ibu Marwah lekat dengan dia. Merusak fasilitas umum adalah pelepasan nafsunya, menjadi Rektor adalah pelampiasan nafsu syahwatnya yang feodalistik. Kenapa disana dia dipilih jadi Rektor ? Ya karena mayoritas civitas akademika dan mahasiswanya masih dalam alam feodalistik,masih menggemari titel titel kosong akademik untuk pamer, bukan untuk berkarya bagi bangsanya, tentu saja akan bertabrakan dengan jiwa demokrasi, muda lemah dan miskin. Tapi siapa mengira, sesaat meletik bara api, terpicu sejenak oleh sentuhan Nabi Khidir seperti teman Ahok itu, semoga *)Minggu, 23 Oktober 2016
edisi ulangan karena amat sangat urgen
UNTUK DISAMPAIKAN PADA PAK JOKOWI, PRESIDEN RI. MOHON BANTUAN PARA NETIZEN SETULUSNYA.
Selasa 24 maret 2017 Detiknews: Presiden Jokowi akan bagikan hampir 30 juta Ha lahan ke masyarakat.
jum'at 24 Pebruari 2017,merdeka.com. Jokowi beri 9 juta Ha lahan gratis kepadq masyarakat di 34 Popinsi.
jum'at 28 april 2017, Merdeka.com :
Target jokowi sertifikasi 5 juta Ha tanah sulit, lengkapnya 5 juta ha th 2017, 7 juta ha th 2018, dan 9 juta th 2019. Anhar Nasution komisi 2 DPR karena kinerja SDM yang ada, satu bulan hari kerja seorang juru ukur menyelesaikan 9-10 bidang sertifikat tanah
Anda sendiri telah menyadari dan mengemukakan pendapat anda bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) selama 35 tahun hanya memberi sertificate kepemilikan tanah kepada warga Indonesia saya ingat hanya 30 % dari kepemilikan tanah di Tanah Air kita ini, termasuk tanah Negara dengan pemangkunya masing masing, semoga saya salah
Menurut Merdeka com Senin 10 October 2016, Sony Riyadi melaporkan : Pak Jokowi bakal tegur/pecat Pejabat BPN jika persulit sertifikat tanah. Selanjutnya menurut Sofyan Jalil.\, saat ini ada 40 juta sertifikat tanah sudah diterbitkan, sedangkan 120 juta bidang tanah yang belum disertifikatkan. BPN hanya mempunyai 800 juru ukur. Sedangkan yang dibutuhkan 10 000 orang juru ukurLantas BPN bikin pernyataan public, butuh juru ukur swasta untuk menyelesaikan tugasnya.3000 orang juru ukur swasta kilahnya
Berarti BPN sudah sangat mengerti Institusi ini sudah jadi sorotan Presiden sendiri.
Rakyat sudah lama di siksa dengan ulah BPN yang sangat doyan duit ini. Disamping sebagian mengerti bahwa pekerjaan Geodesi memang rumit dan makan waktu. Tapi pengertian ini dasalah gunakan buat cari tambahan penghasilan sebagian besar oknumnya, sampai disindir oleh Presiden sendiri, ingat peristiwa pengalihan hak tanah HAMBALANG untuk project sport centre Menpora Presiden SBY, Andi malarangeng, yang menghabiskan duit banyak untuk oknum BPN, pegukuan Nazarudin, bekas kasir Partai Gemokrat.
LHA DIJAMAN TEKNOLOGI MODEREN INI MBOK BIKIN FOTO UDARA DENGAN DRONE YANG BISA TERBANG RENDAH, SESUAI KONTOUR TANAH, ATAU DENGAN KETINGGIAN TETAP, RUPANYA DRONE JUGA BISA TERBANG LAMBAT, BISA MUAT ALAT FOTO UDARA YANG SECARA TEKNIS BISA MENGATASI BATAS PEMILIKAN TANAH. SAYA YAKIN TEKNOLOGI SEKARANG BISA MENANDINGI HASIL PENGUKURAN DENGAN TEODOLIT DAN TRIANGGULASI-NYA YANG RUMIT DAN MAKAN WAKTU, MESKIPUN DILAHAN DENGAN DENGAN CONTOUR BERGELOMBANG.
JANGAN MINTA TOLONG CALO, BANGSANYA MOBIL LISTRIK, JANGAN BIARKAN SEBANGSA FIRMA CALO ,MACAM ”FERROBIB” CAWE CAWE, BERIKAN KESEMPATAN PADA FAKULTAS TEKNIK, AKADEMI TREKNIK, NURTANIO, AURI, LAPAN, BERLOMBA MEN-DESIGN DAN MENG-ASSEMBLING DRONE PEMBUAT PETA GEODESI INI, BERI PENGHARGAAN SETINGGI TINGGINYA KEPADA PEMENANG.
Sehingga awak BPN yang jujur tidak merasa dikejar kejar dan malu. Semoga pesan ini cepat sampai kepada beliau, urgan *)
Sabtu, 22 Oktober 2016
WAHAI nEGARAKU,: PUNGUTAN LIAR,SATU BUDAYA, CYNICAL DAN LANGGENG.
PUNGUTAN
LIAR YANG BIKIN RISIH, BIKIN SENGSARA KAMI KAUM PENERIMA GAJI – THE SALARY MEN, THE WAGE
RECEIVING MEN, melekat di Kekuasaan Negara kayak tumor, sangan cynical, mereka langgeng
Saya sangat bersimpati dengan langkah serempak Pemerintahan Presiden Jokowi, untuk menghilangkan pungutan liar dari kehidupan bernegara sehari hari. Kalau boleh saya klasifikasi menurut ukuran besarnya pungutan ini maka terlihat seperti berikut dibawah ini dengan catatan makin tinggi kelas pungutan ini makin gampang dibebankan pada konsumen tarakhir –kami kaum penerima gaji, biasa disebut kaum menengah, juga pungli kelas paling bawah langsung kami yang terbebani tanpa bisa mengalihkan beban pungli ini:
1 Pungutan liar yang dibuat oleh Presiden; Besarnya minimum tak terbatas miliar atau trilyunan dibuat oleh Presden – contohnya dibuat oleh Presiden Jendral Suharto ( Yayasan Super Semar Yayasan Dharmais dan puluhan yayasan yang lain dikuasai oleh kroni dan anak anak Suharto) entah namanya apa dukungan atau pungli diminta kepada Konglomerat untuk Yayasan keluarga beliau, atau untuk pribadi pribadi kroni beliau.
Jusuf Adhitjondro juga meneropong Cikeas, mendapatkan pandangan serupa dengan yayasan yayasannya hanya pemerannya beda, malah sudah ada yang masuk penjara, Hartati Murdaya Poo.
Client nya bisa dihitung jari. Apapun yang dia dapat dengan pungli, pasti berhubungan dengan monopoli yang didukung PERATURAN Negara. beaya pungli ini dibebankan pada harga produk atau jasa apapun yang mereka buat.
2 Pungutan yang dibuat oleh Menteri Menteri, contohnya kasus mobil listrik oleh menteri BUMN, izin import sapi, gula industri oleh setingkat menteri misalnya Ketua MA, Ketua MK (Mahkamah Konstitusi), Ketua BULOG, Direktur Bank BUMN, besarnya miliaran sampai ratusan juta misalnya dari sasarannya ratusan Pengusaha Besar juga Politisi feodalis daerah yang berganti baju pengusaha, yang ini borosnya bukan main, menebar uang haram untuk mendapat dukungan dari puaknya, sangat mengobarkan "sara", brani mencuri dan memicu inflasi. lstilahnya sosok Peng peng - Pengusaha Penguasa, dengan puaknya.
Apapun yang mereka dapat dari memberikan pungli demi monopoli, nantipun akan dibebankan pada kami, konsumen barang atau jasa apapun yan mereka kuasai secara monopoli. Amusement centre, Sekolah International, Rumah Sakit mewah, akhirnya beaya servicenya dibebankan kepada kami KONSUMEN dengan memeras lebih kencang, seperti menambah jam kerja, menghilangkan jaminan kesehatan karena penerima gaji tetap diganti dengan upah borongan dan kerja borongan. Sebab apapun yang mereka hasilkan, dalam harga productnya pasti sudah dimasukkan ongkos aktivitas mereka.
3. Pungutan yang dibuat oleh Gupernur dan Bupati, Wali Kota, Kepala Dinas dan BUMN, BPN , Petugas Pajak, Kabag Papan Reklame, jumlahnya mulai puluhan juta sampai ratusan juta kepada setiap client sasaran Clientnya pengusaha Besar dan Menengah. Sepotong jalan di tengah kota bisa dibeli dengan membayar pungli, hak membotolkan elpiji, mendistribusikan BBM secara monopoly bisa mendatangkan untung monopoly yang dibebankan kepada kami konsumen tanpa terasa karena recehan yang dicuri per liter , terkumpul pasti akan jadi milyaran dari pungli sogok suap untuk dapat bergabung dengan monopoly kartel.
4. Pungutan yang dilakukan oleh Camat dan Lurah, Polsek, KUA kecamatan, Kepala Solah SMA DAN SMP vaforit, Pertanahan Nasional, mengenai peminahan Hak atas tanah Yang ini yang sangat membuat risih, beban ketidak pastian, karena korbannya paling banyak hampir setiap orang kecuali pemungut pungli diatasnya, yang tidak bersentuhan langsung dengan publik.
Lha yang ini pungli yang langsung dipikul oleh public si konsumen jasa administrasi Negara, umpama membagi warisan harta berupa pekarangan dan rumah, toh hanya sekali dua kali selama hidup. Apa manusia BPN juga jadi pewaris tanah seluruh Indonesia ? Apa Camat sebagai Pejabat Akta Tanah juga pewaris tanah seluruh wilayah Kecamatannya, Lurah pewaris tanah seluruh Kelurahannya ?
Hak dari mana ? Merekalah Negara, mereka mengukuhkan Hak milik tanah bagi warga seluruh Negara. Mereka bisa cynical bahwa posisinya langgeng, cuma di indonesia.
Ini mereka lakukan dengan cynical, yang pasti kekuasaan Institusi Negara kelas ini tidak tergoyahkan. yang tidak bisa dialihkan ke siapa siapa tapi dipikul sendiri oleh warga negara kaum menengah, kaum elit yang sudah manganggap wajar, tapi bagi penerima gaji/pensiun ini mencekik leher.
5. Dan yang ini penguasa loket pelayanan public, disusun supaya public tidak bisa melapor kemana mana. Ndak ada yang mengurus dengan sunguh sungguh karena pungutan dari puluhan ribuan rupiah sampai ratusan ribu rupiah. Tapi akibatnya sangat mengerikan seperti yang terjadi di Pelabuhan Pelabuhan, Bandara Terminal Angkutan Darat dan dan Pasar Pasar.
Sebagai ilustrasi, satu pelabuhan container dibangun sangat moderen canggih, Teluk Lamong, dengan cepat dapat memproses container export maupun import terpaksa kurang diminati EMKL ( Expedisi Muatan Kapal Laut) karena sopir truck kontainer EMKL harus menyerahkan kontainernya kepada truck Pelabuhan Konrtainer teluk Lamong milik Pelabuhan container di gerbang pelabuhan Teluk Lamong, truck EMKL enggan – Pelabuhan container akan mengurusnya bebas ongkos pungli, sampai TERSUSUN di kapal yang benar. Menghemat waktu sandar kapal. Dan sopir truck EMKL tidak bisa lagi minta ongkos pungli dari EMKLnya, dimana sang sopir truck EMKL menitipkan bagiannya sampai ratusan ribu rupiah per hari, apalagi dikejar delivery time. Dengan ini jangan omong perkara kelancaran axport, turunnya dwelling time, turunnya beban ongkos pelabuhan, bila uang gampang ini namanya pungli yang harus di bersihkan. Sementara kerja sopir di-ringankan dengan jalan tol yang benar sesuai dengan beayanya.
6. Yang ini khusus di perumahan kaum menengah dan menengah bawah, kebanyakan mereka kenerima gaji/ salary men, wage collecting men, dikomplek perumahan sederhana. Lurah, kepala depo sampah, Kepala KUA kecamatan, Tukang parkir ( mereka bikin parkir liar di jalan masuk komplek dan bikin macet lalu lintas jalan kecil masuk komplek itu), mereka menambah kesulitan hidup si menengah yang sangat sulit mendapatkan income tambahan.
Dua yang terkhir ini sangat mempengaruhi hidup setiap keluarga menengah dan menengah bawah maupun golongan bawah pekerja pendatang local yang ngekost. Sebab pungli ini sasaranya hampir semua orang, kadang dengan ancaman.
PUNGLI ADALAH SISA PRILAKU JIWA FEODAL YANG GENTAYANGAN TERSESAT KE JAMAN DEMOKRASI MODEREN. MESTINYA MENGIKISNYA YA TUGAS PARTAI PARTAI POLITIK DALAM MENDIDIK KADERNYA. SATU SATUNYA MENUSIA INDONESIA YANG SUDAH TERBEBAS DARI JIWA FEODAL ADALAH BUNG KARNO. ORANG KELIRU MEGANGGAP PUNGLI DENGAN PRILAKU RAGAWI.
UJUNG UJUNGNYA PUNGLI DITINGKAT MANA SAJA, YANG MEMIKUL BEAYANYA ADALAH KONSUMEN, THE SALARY MEN, THE WAGE COLLECTING MEN, LAKI LAKI DAN PERREMPUAN PEKERJA JUJUR DAN RAJIN, MEMBAYAR PAJAK PENGHASILAN YANG SANGAT SULIT MEDAPAT TAMBAHAN UPAH, APALAGI PENSIUNAN PNS YANG TIDAK MENUMPUK PUNGLI WAKTU DINASNYA, DIHARAPKAN CEPAT MATI, KARENA DANA PENSIUNNYA MAU DIPAKAI MEMBANGUN INFRA STRUCTURE. Itupun kuburan sudah penuh dengan keburan fiktif, harus bayar PUNGLI supaya ada tempat dibumi *) .
Jumat, 21 Oktober 2016
daur uaong 1 INI SOAL PERTANIAN,. MENGEJAR PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
INI SOAL PERTANIAN MENGEJAR PEMBANGUNAN DAERAH YANG TERTINGGAL
Judul ini ada di siaran Metro TV
tg 21/10/016 jm 740 pagi.
Hadir sendiri Menteri yang bersangkutan, yaitu menteri Pembangunan Daerah yang Tertinggal dan Transmigrasi, bapak Eko Sanjoyo beserta ibu Hendri Saparini. Saya risau dari ucapan menteri Eko Sanjoyo, bahwa Daerah yang tertinggal ini lebih dari 80% penduduknya adalah petani, jadi mata pencahariannya ya jadi petani. Beliau menyayangkan bahwa di lokasi itu petani menanam semua kebutuhan penduduk sana, sereal, umbi umbian dan bumbu sayuran disitu, sedikit sedikit dan tidak terfokus pada komoditas ekonomi yang bisa meramaikan daerah itu dengan perdagangan bersama wilayah lain yang sudah maju. (Mohon diwaspadai perdagangan cara kartel yang marak di Pulau Jawa ) Bahkan di Sulawesi Selatan petani cabe rawit di Bone tidak laku panennya karena dari Enrekang datang cabai rawit yang lebih awet tidak cepat busuk ke Bone, apa tidak kasihan, karena nanamnya luas pake beaya lho ? . Padahal sama sama pidisnya. Lha cabe lokal ini adanya sangat menolong pasar kecil tradisional, sedikit sedikit ada terus.
Sebagai Agronomist yang selama hidup saya berkecimpung di dunia pertanian, saya sering berfikir, kanapa daerah penanam bawang merah di Brebes atau di sekitar Nganjuk dan Pare atau Probolinggo atau di Sumatra Utara, kok beaya produksinya lebih mahal dari budidaya yang sama di wilayah Thailand atau bahkan di Malaysia ? – Dengan bukti baratus ratur ton komoditas bawang merah diselundupkan dari sana, Ke Sumatra Utara dan Aceh bahkan dari Bangladesh dan India. Menurut pak Dwi Andreas, Guru Besar IPB, ongkos produksi kedelai lokal lk 9000/ kg, sedang kedelai impor cuma 6000/kg ( CNN Indonesia 19/10/216) - Memang ecosistem menyasngkut tanaman dicotyledone untuk menjadi tanaman monoculture sulit diwilayah kita yang asli tropic basah, lain dari asia tropic continent, kayak Thailand, Vietnam, Bangladesh, mungkin masih ada sela 2 - bulan iklim continen mempengaruhi pada kelembaban relatip, cocok buat bawang merah dan cabe rawit atau cabe besar.
Jadi dari sisi usaha pertanian, satu daerah yang bisa menghasilkan sendiri, kebutuhan nakanan pokok , buah buahan sayuran dan hasil perikanan dan peternakan cukup untuk kebutuhan penduduk setempat adalah satu rakhmat Illahi yang sudah jarang ada di wilayah kita ini. Yang kedua perdagangan cara kartel terkendala oleh karena jumlah penawaran kecil kecl, perlu ogkos dan waktu untuk sampai ke gudang kegudang kartel. Sehingga pasar setempat tertolong, karena pedangang kartel tidak bisa beli borongan.
Selanjutnya tg 5 -7 -8 Januari 2017 harga cabe kecil hingga 150 000/ kg di jakarta, sekaigus menjalar keseluruh Indonesia di Lumajang 90 000 2 hari yang lalu, di Surabaya sekarang sudah 80 000. Jangan sampai yang begini ini melanda NTT yang masih kena imbas iklim kontent Austrlaia, menhadiahkan kelembaban rendah minimum dua bulan ! Lha di jawa petani tambah "ngeslah" artinya malah penen pada musim kelembaban relatipnya tinggi, ya ongkosnya mahal untuk beli fungicide, menanam ratusan hektare sebagai monocuktuur, ya hamanya tidak ada peredatornya.
Supaya tahu saja 40 tahun yang lalu anngauta2 sekte keagamaan yang sangat tertutup Lemkari sudah menspesialisasikan diri menjadi trengkulak cabe, mengirim uang ratusan juta ke Situbondo untuk memborong cabe. Jadi sekarang kegiatan borong memborong pasti masih marak, makanya begitu di Jakarrta harga sampai 150 000/kg, segera wilayah wilayah dengan jarak perjalanan truck 3 hari pasti sebangsa Lemkari memborong panen cabe, membuat harga local segera meningkat, kartel menjamin harga di Jakarta tetap tinggi dengan mengatur penjualan stock itu saja, para tengkulak tidak usah rapat kayak anggauta DPR RI berbulan bulan, cukup pake HP dalan setengah jam, stock teratur, langka. Supaya tahu saja siapa berani mengobral stock langsung di beli oleh persatuan dadakan dari tengkulak. Sambil tengkulak menawarkan harga lebih baik dari si perusak harga diwilayah wilayah, jadi dia tidak punya barang lagi. Jelas kan, mungkin Deptan tidak menamakan ini kartel, karena terjadi instan saking eratnya persaudaraan mereka.
Sebetulnya apa ada ........sesama budidaya tanaman tropic basah yang tidak bisa ditanam disemua wilayan untaian pulau pulau Katulistiwa ini ?
Harapan Pak Menteri Eko Sanjoyo sama dengan harapan para Pendatang dari Europa empat ratus tahun yang lalu. Malah akhirnya mereka membangun petanian untuk keperluan perdagangan, mendapatkan komoditas tropic yang menguntungkan mareka saja secara masif dari satu wilayah demi mempermudah perdangan mereka sendiri, secara monocultuur.
Untuk tanaman keras mereka sudah belajar
dari kesalahannya, ada wilayah tropik basah di Nusantara kita ini yang cocok dengan budidaya tanaman keras tertentu dan tidak
cocok dengan tanaman budidaya tanaman
keras yang lain. Mereka membuka besar besaran
budidaya perkebunan TEH di Jawa
Barat, sedikit sekali di Jawa Timur,
mereka membuka perkebunan tanaman KOPI di Jawa Timur sedikit sekali di Jawa Barat. Juga perkebunan kelapa sawit, di wilayah
barat Nusantara bukan diwilayah Timur ( waktu itu hanya menyentuh sampai Maluku) bukan Papua Barat.
Untuk tanaman semusim ternyata deversitas budidaya yang cocok ya terbatas pada deversitas iklim meskipun masih dalam batas tropic basah, otomatis pada cuaca yang diharapkan pada kurun waktu yang dipilih untuk masa vegetasinya, dengan tambahan rekayasa pengairan atau naungan jaring dan sprinkler, untuk tanaman semusim. Atau tambah makanan awetan yang tahan disimpan pada musin kemarau panjang, termasuk consentrate limbah pertanian yang sudah berbentuk awetan, consentrate limbah pertanian yang sudah berbentuk briket atau granule untuk peternakan. Rekayasa pertanian bisa diupayakan untuk peternakan, setelah ternyata ada surplus yang besar dari produk pertanian.
Karena diantara tanaman budi daya yang evolusi speciesnya mendominasi lahan secara menutupi seluruh lahan dengan sejenisnya, misalnya familia Graminae – rumput rumputan, maka tanaman ini yang bisa dibudidayakan secara monocultuur, dengan sendirinya lebih cocok dari familia ini umpama padi, tebu, jagung, sorghum.
Sebaliknya dalan lingkungan iklim tropic basah, menjadi susah sekali untuk membudidayakan tanaman budidaya dari Dicotyledonae yang semusim. watak jalur evolusinya hidup plural diantara berbagai familia Dicotyledonae, seperti di lahan tropic basah, untuk dijadikan tanaman monocultuur dalam pembudidayaannya. Banyak jenis hama dalam lahan monocultuur ini, jadi ganas explosive di wilayah tropic basah. Seperti kedelai, Tomat, Kapas, Tembakau Cabai kecil dan cabai besar, bawang merah, misalnya hama dari familia Lepidophtera ( bangsa kupu, kaper dsb.)
Sebab aliran penelitian bidang Pertanian didominasi pemikiran agroteknik monocultuur seperti di Wilayah Sub Tropik. Cocok dengan sistim ekonomi jenis pabrik pengolahan yang efisien bila ukurannya raksasa. Apalagi para sudrun nimbrung memanipulasi sistim ujian lulus atas bantuan Organisasinya, ya semua kadernya jadi mejabat pemerintah, yang saya juluki sudrun, bukan sarjana pekerja mandiri peneliti mandiri, dasar sudrun.
Agroteknology tumpang sari, tumpang
gilir, multiculture untuk mencegah meledakya
hama (seperti di 'pasetren' sawah pulau Jawa dulu, yaitu sebagian lahan sawah yang ditinggikan, untuk simbok tani menanam sayuran dan bumbunya), secara ecologis melestarikan predator yang larvaenya
polyphagus, yang hilang bila fimilia ini ditanam secara monoculture , belum
mendapat perhatian penelitian serius sebab ilmu pertanian dikembangkan
diwilayah subtropic yang menoculture adalah wajar dan alami. Di kita bahkan
dihutan-rimbanya semua tumbuhan hidup dengan ecology plural, dari sistim canopynya sampai sistim akarnya dan jazad renik yang
menyertainya.
Maka dari itu didaerah yang masih bisa menanan multiculture seperti di pulau Jawa dulu sebelum cultuur stelsel, dengan monocultuur indigo. kedelai, tanpa ada pasetren ( bagian sawah yang ditinggikan, untuk para istri menanan sayur dan bumbu dapur) yang campur aduk dari budidaya kebutuhan sehari hari, petani bisa menghasikan kebutuhannya untuk daerahnya . Sedang sekarang di pulau Jawa mengandalkan daerah ekonomi yang luas untut cabe, bawang merah, tembakau tomat, bahkan kacang panjang dan mentimun, beaya produksi hampir 40 persen untuk membeli dan penyempotan insektisides Miticide, Thripsicide yang mahal dan masih dirundung kekuatan resistensi ( kekebalan hama) terhadap racun yang bagaimanapun ampuhnya, tapi tidak/kurang bebahaya terhadap manusia - yang sayangnya hampir tidak mungkin, rekayasa genetica dengan GMO, dengan gene dari bacteri Thuringiensis yang mematikan larvae Lepodophtera yang memakannya juga mengalami perlawanan dari hama jenis ini dengan daya resistensinya, percayalah.
Padahal dengan memberi kesempatan para serangga atau bangsa predator yang larvaenya polyphageus, menciptakan lingkungan dengan dua tiga macam tanaman budidaya - secara tumpang sari atau tumpang gilir) bisa diteliti, bila saja ada yang mengerjakan,tapi sayangnya bukan prioritas, dasar text book thingking. Cuma mengulangi penelitian diduar negeri, bukan kebutuhannya sediri. Petani tembakau di Srumbung, Boyolali, pada awal tanam tembakau menanam broccoli, dan cepat dipenen, untuk dipasarkan, ini bukan ajarannya si sudrun, tapi akalnya petani sendiri !!!
Maka dari itu Pak Menteri, sementara jangan menyalahkan wilayah yang masih tanam budidayanya kecil kecil tersebar tidak punya efek pada perdagangan bervolume besar, mungkin mengandung kebijakan setempat yang kita belum pelajari, tapi bisa memenuhi kebutuhan wilayah seberapa kecilnya masih berkah Allah., harga tidak melonjak lonjak. Laksanakan segera dengan anggaran anda dan Pemda, perintah Boss anda (pakai anggaran Negara) bikin embung kecil kecil, saluran saluran pipa PVC yang hemat air, namun coverage-nya luas, bikinlah rute kapal ternak muat juga mengedarkan consentrate maupun hay dan silages, dari dedaunan penebangan hutan kayu rimba terencana dan terbaharukan. Apa perlu minta izin pak Bob ?Insya Allah anda dijalan yang benar *)
Larva predator yang polyfagus artinya ulat kupu predator hama ini makan daun juga tapi harus dari macam macam tumbuhan jadi pada penanaman budidaya monoculture keberaganan tumbuhan di lahan tidak ada, jadi larva predator tidak berkembang. Atau senangnya kupu preadator tidur dan kawin ti dumbuhan lain.,Predator ini kebanyakan bertelur di larvae/ulat hama Lepidophtera yang sudah besar, menetas dan makan ulat hama. tersebut, atau parasit telurnya, sudah besar baru makan daun macam macam..*)
Jumat, 14 Oktober 2016
DOLOG DKI TERLIBAT BERAS OPLOSAN, 6 ORANG DIDAKWA SENGAN [ASAL BERLAPIS
DOLOG PROPINSI DKI TERLIBAT BERAS OPLOSAN, 6 ORANG DIDAKWA DENGAN PASAL BERLAPIS.
Berita Pagi TV ONE, TG 15/IO/2015.
Sebenarnya ini berita yang sudah bukan berita, sebab di seluruh Indonesia tidak ada tengkulak beras yang tidak saling terikat dengan BULOG. Bidang kerja yang sudah digeluti selama lebih dari 40 tahun dengan multi upaya mencari keuntungan untuk pribadi pribadi dan pengumpulan dana yang misterius selama itu, lengkap dengan pencucian uang, didalam negeri dan “Singapore conection” keseluruh dunia demi meghilangkan jejak.
Imajinasi saya bisa menebak selanjutnya:
Pemerintahan Presiden Jokowi, mengadakan stock beras yang di impor, untuk menghadapi persediaan beras terendah selama musim tanam padi pusim hujan. Biasanya situasi ini memicu kenaikan harga beras yang tak terkendali. Meskipun gudang swasta masih cukup stock, kan diatur cara kartel ?
BULOG telah sangat terbiasa mengatur stock Nasional, berdasarkan pertimbangannya sendiri, termasuk luas dan hasil panen padi seluruh Indonesia, dari waktu ke waktu, tanpa mengindahkan data luas panen dan perkiraan volumenya dari sumber lain, termasuk Dinas Pertanian. Dan Biro Statiskik.
Kekuasaan mutlak mengenai keberadaan stock beras Nasional ini digunakan untuk membeli beras dari petani atau mengimport beras dari langganannya di Singapore, tentu saja dengan devisa Negara.
Keberadaan beras import di gudang gudang Dolog artinya, Bulog tidak perlu membeli dari petani beras, diserahkan pada mekanisme pasar. Bila harga pasar sudah melewati ambang batas tingginya, maka stock dari gudang dilepas untuk stabilitas harga, ini mestinya.
Bila beras di oplos antara beras import dan beras local, beras oplosan ini bisa disamarkan jadi beras local bisa berarti kebebasan pasar untuk memperdagangkan beras local ini. malah ini yang dikehendaki karena harga lagi naik, akibatnya nanti stock beras impor kosong, ( kan stock opname ya mereka sendiri yang melakukan,) digunakan oada kilah bawa beras import ini kualitas khusus dengan harga import khusus harganya sangat tinggi oleh restoran khusus orang asing, disini tidak bisa dhasilkan - siapa mau percaya ? tompukan karung setingi 6 meter bisa berisi macam macam beras) harus diganti beras lokal yang di make up seperti beras impor - disulap (dikarung ulang) dari gudang swasta, dibeli waktu panen raya, memang
harga gabah cenderung turun.Untung dibagi bagi.
Rupanya seluruh gudang BULOG stock sudah menipis, alias kekurangan kartu untuk dimainkan. Jadinya demi menambah kuantitas ya beras lokal di oplos beras impor, pokoknya karungnya karung beras impot ditumpuk ratusan ton, siapa yang mau test satu persatu karung karung itu ?
Kejadian ini menandakan bahwa "koordinasi" antar Dolog propinsi propinsi ( biasanya peopinsi peopinsi seluruh Indonesia saling bantu meminjamkam stock berasnya, ada yang mengkoordenir ) rpanya sudah tidak ada, karena sebetulnya kerajaan ini sudah mulai buyar, yang main hanya pencoleng pencoleng nekad saja.. Si Boss besar sudah cemburu dikemanakan duit segitu banyak ? Masak memanjakan miss V saja, seperti yang marak dipertontonkan bila tertangkap tangan ?
Bila waktu padi musim hujan panen, beras oplosan ini berguna untuk operasi pasar dijual harga melawan harga beras /gabah penen baru, sebagai beras local, sehingga otomatis harga gabah anjog, waktu kapan swasta kroni BULOG memborong gabah untuk di make up nanti ( dikarungkan ke karung beras berlabel import dengan segala atributnya) jadi beras impor abal abal, dengan BL, invoice, dokumen pengapalan abal abal juga, yang agennya di Singapore siap melaksanakan, menerima dan memproses L/C guna mencuci uang rupiah jadi dollar liar di Singapore, ( jangan kuatir terbuka, orangnya di Bea Gukai sudah mengundurtkan diri dan bikin kerjaan di Bali, namanya diganti dan operasi plastik menjadi Anak Agung Herucokorde Sileman. berguna dalam segala keperluan dana yang tidak bisa dilacak walau oleh CIA. Bila praktek ini meliputi 10 persen saja, panen dua kali di sawah berpengairan seluruh Indonesia, berapa nilai uang yang akan bisa digali sekaligus dicuci bersih sehingga CIA pun tidak tahu untuk apa, begitu rapinya pekerjaan exspert ini, siapa bisa membuktikan ? Saya kira Ir Rizal Ramli bisa, dia pernah jadi Kepala Bulog, zaman Presiden Gus Dur - khusus untuk memberantas praktek ini, akibatnya dia dilengser , Kan Anas Urbaningsum belum ketangkap *)
Berita Pagi TV ONE, TG 15/IO/2015.
Sebenarnya ini berita yang sudah bukan berita, sebab di seluruh Indonesia tidak ada tengkulak beras yang tidak saling terikat dengan BULOG. Bidang kerja yang sudah digeluti selama lebih dari 40 tahun dengan multi upaya mencari keuntungan untuk pribadi pribadi dan pengumpulan dana yang misterius selama itu, lengkap dengan pencucian uang, didalam negeri dan “Singapore conection” keseluruh dunia demi meghilangkan jejak.
Imajinasi saya bisa menebak selanjutnya:
Pemerintahan Presiden Jokowi, mengadakan stock beras yang di impor, untuk menghadapi persediaan beras terendah selama musim tanam padi pusim hujan. Biasanya situasi ini memicu kenaikan harga beras yang tak terkendali. Meskipun gudang swasta masih cukup stock, kan diatur cara kartel ?
BULOG telah sangat terbiasa mengatur stock Nasional, berdasarkan pertimbangannya sendiri, termasuk luas dan hasil panen padi seluruh Indonesia, dari waktu ke waktu, tanpa mengindahkan data luas panen dan perkiraan volumenya dari sumber lain, termasuk Dinas Pertanian. Dan Biro Statiskik.
Kekuasaan mutlak mengenai keberadaan stock beras Nasional ini digunakan untuk membeli beras dari petani atau mengimport beras dari langganannya di Singapore, tentu saja dengan devisa Negara.
Keberadaan beras import di gudang gudang Dolog artinya, Bulog tidak perlu membeli dari petani beras, diserahkan pada mekanisme pasar. Bila harga pasar sudah melewati ambang batas tingginya, maka stock dari gudang dilepas untuk stabilitas harga, ini mestinya.
Bila beras di oplos antara beras import dan beras local, beras oplosan ini bisa disamarkan jadi beras local bisa berarti kebebasan pasar untuk memperdagangkan beras local ini. malah ini yang dikehendaki karena harga lagi naik, akibatnya nanti stock beras impor kosong, ( kan stock opname ya mereka sendiri yang melakukan,) digunakan oada kilah bawa beras import ini kualitas khusus dengan harga import khusus harganya sangat tinggi oleh restoran khusus orang asing, disini tidak bisa dhasilkan - siapa mau percaya ? tompukan karung setingi 6 meter bisa berisi macam macam beras) harus diganti beras lokal yang di make up seperti beras impor - disulap (dikarung ulang) dari gudang swasta, dibeli waktu panen raya, memang
harga gabah cenderung turun.Untung dibagi bagi.
Rupanya seluruh gudang BULOG stock sudah menipis, alias kekurangan kartu untuk dimainkan. Jadinya demi menambah kuantitas ya beras lokal di oplos beras impor, pokoknya karungnya karung beras impot ditumpuk ratusan ton, siapa yang mau test satu persatu karung karung itu ?
Kejadian ini menandakan bahwa "koordinasi" antar Dolog propinsi propinsi ( biasanya peopinsi peopinsi seluruh Indonesia saling bantu meminjamkam stock berasnya, ada yang mengkoordenir ) rpanya sudah tidak ada, karena sebetulnya kerajaan ini sudah mulai buyar, yang main hanya pencoleng pencoleng nekad saja.. Si Boss besar sudah cemburu dikemanakan duit segitu banyak ? Masak memanjakan miss V saja, seperti yang marak dipertontonkan bila tertangkap tangan ?
Bila waktu padi musim hujan panen, beras oplosan ini berguna untuk operasi pasar dijual harga melawan harga beras /gabah penen baru, sebagai beras local, sehingga otomatis harga gabah anjog, waktu kapan swasta kroni BULOG memborong gabah untuk di make up nanti ( dikarungkan ke karung beras berlabel import dengan segala atributnya) jadi beras impor abal abal, dengan BL, invoice, dokumen pengapalan abal abal juga, yang agennya di Singapore siap melaksanakan, menerima dan memproses L/C guna mencuci uang rupiah jadi dollar liar di Singapore, ( jangan kuatir terbuka, orangnya di Bea Gukai sudah mengundurtkan diri dan bikin kerjaan di Bali, namanya diganti dan operasi plastik menjadi Anak Agung Herucokorde Sileman. berguna dalam segala keperluan dana yang tidak bisa dilacak walau oleh CIA. Bila praktek ini meliputi 10 persen saja, panen dua kali di sawah berpengairan seluruh Indonesia, berapa nilai uang yang akan bisa digali sekaligus dicuci bersih sehingga CIA pun tidak tahu untuk apa, begitu rapinya pekerjaan exspert ini, siapa bisa membuktikan ? Saya kira Ir Rizal Ramli bisa, dia pernah jadi Kepala Bulog, zaman Presiden Gus Dur - khusus untuk memberantas praktek ini, akibatnya dia dilengser , Kan Anas Urbaningsum belum ketangkap *)
Kamis, 13 Oktober 2016
THE FED. PEMERINTAH FEDERAL AS) MENAIKKAH SUKU BUNGA ACUAN, MENTERI SRI mULYANI MEMPERI PERINGATAN
MENTERI KEUANGAN SRI MULYANI PERINGATKAN, NERACA PERDAGANGAN KITA AKAN MENURUN AKIBAT DARI THE FED. (PEMERINTAH FEDERAL AMIRIKA SERIKAT). MENAIKKAN SUKU BUNGA ACUAN.
Berita pagi di Metro TV, tg 13/10/2016.
Lha iya lah, lantas kita mau apa ? Utang lagi ? Ya maunya.
Pengurangan import yang bisa berimbas pada perangkat electronic sebagai pelengkap infra structure seperti lapangan terbang, kereta cepat rumah sakit dll. Lha apa yang kita pakai sekarang ini, sudah begitu canggih ?
Masih banyak kesibukan dan beaya yang diperlukan untuk membangun negeri ini yang memerlukan imaginasi dan adaptasi dari alat yang murah tidak begitu canggih yang bisa digunakan.
Tidak bisa menutup neraca perdaganga dengan Negara maju, ya masih
bisa barter dengan sesama Negara miskin, asal mau.
Jangan kayak Menteri BUMN cabinet Presiden yang lalu canggih bikin prototype mobil listrik habis duit banyak karena canggih, e,e, mangkrag. Tidak korupsi kilah nya, wong duit pungli dari setiap BUMN, terutama Pabrik Produsen gas Arun, buang gas untuk Pabrik pupuk ZA jual ke BUMN Perkebunan. Gas alam kan ga ada yang stock opname, ga beli ? Jadi duit bayaran pupuk ZA menjadi iuran mobil listrik yang abal abal. Rapi kan, belut kawakan ini ? gitu dibilang boss mafia ggak mau.
Kan murah meriah asal pak Dahlan gak campur tangan saja, juga Pak Dr Habibi gak usah ikut cawe cawe, nanti Lha mbok ya bikin drone, transpoder untuk sinar radar untuk dipasamg di batas batas TANAH, terus drone dengan kamera dilengkapi lensa yang sinsitip terhadap gelombang ultra pendek, membuat foto udara peta agraria - pemetaan udara sekuruh Indonesia. Murah meriah dan cepat ndak perlu mengerahkan awak teodolit segala. Yang keberatan Cuma BPN saja . Begitu juga drone untuk menjaga wilayah lautan ekonomi exclusive kita , i dibelikan dari Jerman, utang jangka panjang, boleh dicicil drone tapi gampang rusak, wong mainan anak anak rongsokan
Lha mbok barter antara CPO/myak nabati. Tepung tapioca. Ubi jalar, tepung ikan kopi, dibarter dengan kedelai, bawang putih, bawang merah, Lombok besar . ya itung ongkos produksi per ton saja asal setara ya sudah, ndak usah cari untung, kan menghemat devisa untuk kedelai, bawang putin bawang merah dan cabai besar, bila perlu beras dengan China atau Siam atau Cambodia, suku sukur sisa buat beli jalur KA kek, beli pabrik pendingin kek, pabrik tepung ikan kek kan ndak perlu pake US dollar, asal nggak di belikan okum belut yang masih berkeliartan menyambangi kawannya yang sudah ditahan KPK saja ?
Supaya tahu saja ya, pada jaman perang dunia pertama, Inggris melawan kapal destroyer dan corvette Jerman di Selat Channel dengan “monitor’’ yaiu patform bargas yang ditarik tug boat dan dijangkar di lepas pantai yang strategis, dengan meriam caliber besar tanpa mesin dan konstruksi kapal perang, pesawat terbang masih sangat tidak berperan ! Kok ya menang perang.*)
AC
Berita pagi di Metro TV, tg 13/10/2016.
Lha iya lah, lantas kita mau apa ? Utang lagi ? Ya maunya.
Pengurangan import yang bisa berimbas pada perangkat electronic sebagai pelengkap infra structure seperti lapangan terbang, kereta cepat rumah sakit dll. Lha apa yang kita pakai sekarang ini, sudah begitu canggih ?
Masih banyak kesibukan dan beaya yang diperlukan untuk membangun negeri ini yang memerlukan imaginasi dan adaptasi dari alat yang murah tidak begitu canggih yang bisa digunakan.
Tidak bisa menutup neraca perdaganga dengan Negara maju, ya masih
bisa barter dengan sesama Negara miskin, asal mau.
Jangan kayak Menteri BUMN cabinet Presiden yang lalu canggih bikin prototype mobil listrik habis duit banyak karena canggih, e,e, mangkrag. Tidak korupsi kilah nya, wong duit pungli dari setiap BUMN, terutama Pabrik Produsen gas Arun, buang gas untuk Pabrik pupuk ZA jual ke BUMN Perkebunan. Gas alam kan ga ada yang stock opname, ga beli ? Jadi duit bayaran pupuk ZA menjadi iuran mobil listrik yang abal abal. Rapi kan, belut kawakan ini ? gitu dibilang boss mafia ggak mau.
Kan murah meriah asal pak Dahlan gak campur tangan saja, juga Pak Dr Habibi gak usah ikut cawe cawe, nanti Lha mbok ya bikin drone, transpoder untuk sinar radar untuk dipasamg di batas batas TANAH, terus drone dengan kamera dilengkapi lensa yang sinsitip terhadap gelombang ultra pendek, membuat foto udara peta agraria - pemetaan udara sekuruh Indonesia. Murah meriah dan cepat ndak perlu mengerahkan awak teodolit segala. Yang keberatan Cuma BPN saja . Begitu juga drone untuk menjaga wilayah lautan ekonomi exclusive kita , i dibelikan dari Jerman, utang jangka panjang, boleh dicicil drone tapi gampang rusak, wong mainan anak anak rongsokan
Lha mbok barter antara CPO/myak nabati. Tepung tapioca. Ubi jalar, tepung ikan kopi, dibarter dengan kedelai, bawang putih, bawang merah, Lombok besar . ya itung ongkos produksi per ton saja asal setara ya sudah, ndak usah cari untung, kan menghemat devisa untuk kedelai, bawang putin bawang merah dan cabai besar, bila perlu beras dengan China atau Siam atau Cambodia, suku sukur sisa buat beli jalur KA kek, beli pabrik pendingin kek, pabrik tepung ikan kek kan ndak perlu pake US dollar, asal nggak di belikan okum belut yang masih berkeliartan menyambangi kawannya yang sudah ditahan KPK saja ?
Supaya tahu saja ya, pada jaman perang dunia pertama, Inggris melawan kapal destroyer dan corvette Jerman di Selat Channel dengan “monitor’’ yaiu patform bargas yang ditarik tug boat dan dijangkar di lepas pantai yang strategis, dengan meriam caliber besar tanpa mesin dan konstruksi kapal perang, pesawat terbang masih sangat tidak berperan ! Kok ya menang perang.*)
AC
Rabu, 12 Oktober 2016
PELAYANAN PUBLIK
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA vs PNS GOLONGAN II D
Pengumpul Pungli
Sungguh melegakan, setelah selama hidup sebagai rakyat kawula Negara Orde Baru, ( saya lahir th 1938 dan hidup sebagai warga dewasa dibawah kekuasaan Orde Baru, dari th 1966 – 1998 berarti dari umur 27 hingga umur 60 tahun). Jadi kehidupan saya sebenarnya sebagai rakyat Negara yang berkeluarga, seluruhnya dibawah kekuasaan Orde Baru.
Sebagai tunas murid Bung Karno, saat itu semboyan hidup yang selamat adalah Mangan, meneng, manut.
Selama itu pelayanan publik masih merupakan pelayanan yang menunggu antrian panjang, dengan calo. Mulai dari pengurusan KK dan KTP, akta kelahiran, ( kelompok surat sakti ini belum begitu dituntut menunjukkan untuk beli teket KA/ Pesawat, untuk masuk sekolah), surat kematian, izin bangunan, bayar pajak kendaraan dan STNK sampai sekarang yang ini harus ada sebab jadi satu dengan pajak kendaraan. Soal perkawinan dan perceraian PNS yang melayani masih hati tati, artinya kekeluargaan dengan pengertian. Tidak galak.
Sampai lima - enam tahun tahun Orde Baru posisi PNS belum kokoh betul, takut membuat marah keluarga tentara, yang tidak dapat ditandai dari penampilan, PNS pelayanan publik takut membuat kesalahan.
Yang tidak bisa main main, mendapatkan SURAT BERSIH DIRI yang merupakan surat kepercayaan Pemerintah Orde Baru terhadap warganya – bahwa dia dipercaya oleh Penguasa Militer, tidak tersangkut makar G30S PKI. Tentu saja bagi mereka yang anggauta keluraga besar militer aktip sangat mudah tanpa pelicin. Untuk yang lain, tidak main main sebab taruhannya ditahan tanpa batas waktu. Kecuali mereka yang mata pencahariannya diluar sistim, mereka mampu membayar sangat mahal.
Dengan jalannya waktu selama Orde Baru, posisi PNS makin kokoh, dengan berkibarnya bendera GOLKAR DAN KORPRI yang dijadikan komponen utama ORDE BARU keseluruhan PNS bidang pelayanan publik makin berani menunjukkan kekuasaannya menuntut uang pungutan liar (pungli) hingga runtuhya Orde Baru, atasan dari penunggu loket jadi liar, sebab atasannya langsung juga gila gilaan tanpa kendali berlindung di Partai Partai dengan mahar tinggi, dan Pemerintahan Reformasi pengganti Presiden Jendral Suharto, makin gila, sebab bossnya malah ngajak berjamaah, toh sudah bukan pemerintahan repressive impulsive lagi, sebab sejenis Pak Domo Alm. sudah ndak ada. Euphoria despot kecil, mereka makin tengik.
Baru
pengganti yang ke enam rupanaya sudah
begitu gemasnya mendengarkan keluhan pelecehan
pelayanan public ini sehingga Presiden Joko Widodo memberikan pertanda kepada
seluruh jajaran dibawah Menterinya hingga tingkat yang paling bawah ( yang ini
despot kecil yang sangat tengik) akan
mendapatkan ganjaran dari Presiden sendiri – pecat ditempat – bahasa Tuan Sinder
jaman Penjajahan dulu op stande foot
bila mempraktekkan pengumpulan pungli meski sampai ke Dirjennya,
HARUS DIUSUT POLISI, meskipun sesama polisi dipinggir jalan. Presiden Jokowi
datang sendiri , perlu menekankan bahwa pelayanan public itu pelayanan
Pemerintahannya, PEMERINTAHAN ORDE REFORMASI bukan pemerintahan Orde Baru yang amburadul
Trompet Bhatara Wisnu ini ditiup disaat yang sangat tepat, Kapolri ikut menangkap tangan penuntut dan
penemberi Pungli di Kementerian Perhubungan tg
11/10/2016 siang, sekaligus memerintahkan. Pengadilan akan memutuskan
si pemberi pungli bakal diganjar hukuman atau tidak, tergantung dari hasil
cross check diantara mereka.
DARI SEKARANG, MESKIPUN DIA SI DIRJEN, TIDAK AKAN BISA LEPAS DARI
TANGGUNG JAWAB. PUNGUTAN LIAR TERHADAP
PELAYANAN PUBLIK DI MANA SAJA, KEMENTERIAN, DIREKTORAT, LEMBAGA PERTANAHAN, DINAS DINAS TINGKAT SATU
DAN TINGKAT DUA, LEMBAGA PERADILAN,
SAMPAI KE KELURAHAN POLSEK DAN
RSUD KELAS KHUSUS HARUS DIHENTIKAN DARI
DETIK ITU.
Sebab
dilaci seorang KASI nya saja, sudah ada duit terkumpul sebesar satu miliar
rupiah – mata siapa tidak menjadi hijau, meskipun pangkatnya sudah setinggi itu
?
Ada cerita aneh dari rakyat yang harus mengurus hak pensiun janda/duda di negeri ini dimasa reformasi ini:
Konon, ada seorang swasta beristri PNS, setelah pasangan ini pensiun, sepuluh tahun kemudian istri tercintanya meninggal karena kanker payudara.
Si suami segera melaporkan kematian istri tercintanya ke Kantor pos ranting, dimana mereka berdua mengambil uang pensiun yang sangat minim, karena sang istri alm harus menyelesaikan kuliah jadi berkesempatan diterima jadi PNS nyaris di usia ambang batas. Langsung pensiunnya tidak jadi dibayarkan.
Untuk kelengkapan melapor kematian sang istri tercinta si duda baru harus melengkapi surat kematian dari dokter Puskesmas (OK), Dari kecamatan di beri pengantar dari Kelurahan untuk mengurus akta kematian ke Dispenduk (OK). Ada satu syarat lagi yaitu mendapatkan fotocopy surat kawin yang dilegalisir oleh Kantor Agama Kecamatan ( yang ini tidak OK).
Apa kata Kepala Dinas Agama Kecamatam ?
Dia tidak mau melegalisir surat kawin, yang diberikan oleh Knator KUA Kecamatan di Jakarta tiga puluh tahun yang lalu – masuk akal. Memang bukan kantornya yang mencatat perkawinan itu ( untung tidak di Banda Aceh), tapi legalisasi juga berarti dia mengerti dan tahu surat kawin itu asli bukan bikinan, karena sudah dipakai selama hidup perkawinan 30 tahun ndak ada problim.
Meskipun semua orang tahu bahwa Kepala KUA Kecamatan selalu sibuk mengawinkan pasangan di rumah perhelatan pasangan temanten, bisa empat lima orang sehari, jadi selalu tidak dikantor pada bulan bulan rame setiap tahun itu. Persoalannya tidak seorangpun di Kelurahan dan Kecamatan bisa memberi pengarahan kepada si duda baru itu, dimana fotokopi surat kawin lama dari lain wilayah itu bisa dilegalisir. Inilah Pelayanan Publik di Negeri kita ini. Bahwa seorang Kepala Departemen Agama tingkat Kecamatan dapat membuat aturan yang menghambat pencatatan penghentian pemberian pensiun oleh PT. TASPEN (Persero) dan menggantikannya dengan pensiun duda, dan uang beaya pemakaman / uang duka oleh Negara, yang sudah menjadi hak PNS. Begitu pula mebayaran tabungan pensiun PNS kepada janda dan dudanya. Hebat enggak ? Lha baru di Taspen si duda baru, diberi tahu sesama duda bahwa legalisasi dokumen kdependudukan atau ijazah apa saja bisa di Pengadilan Negeri, dengan syarat waktu itu membayar 5 ribu rupiah untuk dua lembar foto copy yang terlegalisasi, dan surat aslinya harus dibawa.
Jangan Tanya perkara Agraria,
Untuk mengesyahkan jual beli tanah warisan bersertifikat atas nama si mati, Pak Lurah harus mendatangkan semua ahli waris dari si mati untuk foto bersama dengan pak Lurah. Apabila anda pembeli tanah dibawah tangan dan tidak mengurus sertifikatnya, hanya tanah yasan artinya hak kaum pribhumi yang diketahui oleh Lurah saja ( Petok letter D ) maka Lurah bisa menghilangkan catatan hak tanah itu kapan saja, apalagi penjual dan saksi saksi sudah meninggal – sedangkan anda tahu betapa lama dan rumitnya mengurus setifikat tanah – contohnya sertifikat tanah di Hambalang dari rakyat untuk Negara menghabiskan uang milyaran yang dibayar oleh Nazaruddin, dari menteri, artinya anggaran resmi Negara dan Presiden SBY tahu. Lha iya dia tinggal memungut duit dari anggaran Pemerintah Presiden pak SBY, lah kalok sakyat biasa apa bisa dapat sertifikat tanpa uang suap suap dan suap ?
Kepala BPN ( Badan Pertanahan Nasional) bisa sesumbar : Mengurus sertifikat tanah bisa hanya seperempat jam sekarang (asal persyaratannya komplit.) Lha persyaratan ini yang sangat sulit, umpamanya hasil pengukuran tanah yang disepakati oleh tetangga satu batas, kan harus diukur dengan teodolit ditembak dari tri-anggulasi di gunung tertinggi yang nampak dari sebidang tanah itu atau turunan koordinatnya, mereka saja yang tahu. Inilah yang membuat rakyat bodoh. Akhirnya bayar yang tidak ada akhir, kepada oknum, bukan kepada BPN, jadi sulit bagi Pak Jokowi sekalipun, untuk menjerat si belut ini, bagian dalam urusan agraria seluruh Indonesia. Salah satu dari pelayanan umum yang sangat penting. Di zaman teknologi ini kan pemakaian drone dan aerial photo bisa direkayasa dengan murah meriah, asal tidak ditangani oleh tangan dingin seperti Dahlan Iskan dengan mobil listriknya yang makan beaya banyak uang dari pungli ke BUMN oleh menterinya, dia sendiri dan.......mangkrak, toh aman tidak nyuri dari anggaran apa apa, dasar sudrun *)
Senin, 10 Oktober 2016
VERSI EDIT: BAGAIMANA SEJARAH BERULANG DITEMPAT LAIN.
VERSI EDIT : BAGAMANA SEJARAH BERULANG DITEMPAT LAIN.
Yang saya maksudkan adalah sejarah bangsa
dan Negara Mesir nun disana, di tanah gurun pasir yang dibelah oleh sungai
Nil yang terkenal itu. Pedagang
itu tidak bisa campur hidup bersama dengan Petani, hukum yang dianut
beda. Petani diatur cuaca ditangan Tuhan, Pedagang diatur kunci pintu gudang
dikantong sendiri.
Pengalaman mereka membina masyarakat yang
tumbuh dan berkembang ribuan tahun membuahkan satu dalil bahwa: Barang siapa tidak sayang pada
hidupnya, artinya berani mati, akhirnya akan hidup dimulyakan oleh warganya,
tapi barang siapa yang takut mati akhirnya akan hidup sengsara, layaknya lalat,
dan mati dalam kesengsaraan.
Tentu saja seperti semua yang terjadi dikehidupan manusia dan alamnya, semua akan brubah, karena yang abadi adalah perubahan itu sendiri, Mereka yang cinta damai akhirnya menciptakan kebudayaan menciptakan hukum yang melindungi seluruh rakyat dan memasukkan dalam UUD nya bahwa kemerdekaan adalah hak semua bangsa. Jadi sudah menjadi takad segenap warga untuk melindungi warganya dari kesewenang wenangan. Salah satu pilar azas demokrasi.
Negeri Mesir diberkahi oleh banjir tahunan
sungai Nil, yang membawa kesuburan dan daya hidup yang berlimpah di gurun yang
jarang hujan, mampu menumbuhkan kapas yang sangat berharga karena seratnya yang
panjang dan kuat, buah korma, zaitun dan anggur, dan segala macan serealia yang
dibutuhkan untuk penunjang KEMAKMURAN hidup mereka yang menanamnya.
Selama ribuan tahun bangsa Mesir tentu
saja berjuang agar wilayah tempat hunian mereka ini selalu diancam akan
diduduki oleh bangsa lain, yang sangat mengincar kesuburan tanah dialiran
sungai Nil ini.
Puak puak golongan yang takut mati, miskin
pengalaman perang takut darah mengalir jadi petani menampung berkah
sungai Nil dan sinar matahari gurun yang memberikan panen bagus, dan puak puak
yang berani mati menjadi kaum militer, yang beruntung jadi Despot dan Tyran.
Yang lemah dibawah Despot dan Tyran
dari bangsanya sendiri ini jadi korban komplotan keserakahan bahkan sering
sampai pembunuhan untuk memberi kesan menakutkan pada yang lain. Mereka kaum
militer, yang juga sudah turun temurun menjadi satu kasta tersendiri di Negera
Mesir ini. Masih sebangsa dengan kaum taninya yaitu bangsa Hamid, kemudian
ribuan tahun sudah bercampur dengan bangsa Nubia dari Sudan, dan suku suku
kecil dari Abesinia. Mereka menjadi bangsa yang mendiami lembah sungai Nil
dengan upayanya sendiri, berhasil membentuk masyarakat yang berkebudayaan
tinggi dalam waktu yang berabad abad, tentu saja dengan susunan
feodalistik. Karena perbudakan sudah mulai ditinggalkan diganti dengan
petani penyewa tanah, ynag lebih produktip.
Kelompok feodal
berhasil membangun pyramida piramida yang mengagumkan sampai sekarang.
Mengawetkan raganya sesudah mati beserta kemewahan yang mereka punya, selir
selir dan budak budaknya yang dimiliki, untuk pelayan pelayannya mungkin saking
nikmatnya hidup didunia ini sehigga arwahnya masih akan dapat menikmati
kenikmatan ragawi seperti itu dialam sana dengan bekal dari sini yang melimpah.
Apakah prilaku semacam itu dilakukan
oleh bangsa pendatang lain ditempat lain, bila dibahas beserta buktinya yang
tidak mewakili keseluruhan mereka, disini akan menjadi presedent
rasialisme.
Sebab generalisasi satu kelompok atas
dasar stereotype atau dasar apa saja tentulah salah.
Generalisasi, sebagai ancar ancar
watak kelompok profesi atas dasar "naluri" masih bisa berlaku,
meskpun bukan tanpa perkecualian.
Ada lagi golongan kecil yang mewakili
Cendekiawan, mengukuhkan kekuasaan golongan Dispot ini dengan dunia supra
natural yang mereka rekayasa sendiri, menghubungkannya dengan kekuatan Alam,
mengadakan prediksi prediksi dengan intelektualitas mereka, untuk bukti
kedudukan istimewanya dihadapan khalayak dibawahnya, karena hanya mereka yang
mempunyai hubungan dengan dunia supranatural ini, sudah turun temurun selalu
mendampingi golongan yang selalu menyiagakan diri dalam kekuatan fisik yang
nyata di pertempuran. Apa di anak benua India, di tanah Kanaan dikalangan
kerajaan bangsa Semit suku Yahudi yang tercatat di kitab suci-nya Pejanjaian
Lama, tidakkah diceritakan kejadian yang sama, cendikia ini mereka anggap
sebagai Nabi.
Islam datang dari Arab sejak paling awal
wahyu illahi ini diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, zaman Khalifaur rasyiddin
sudah menggoncangkan susunan masyarakat yang sudah mapan sangat kuno di
Mesir ini.
Akan tetapi gerombolan dari penggembala
oasis dengan dasar penggembalan pencari rumput buat hewan ternaknya unta
domba kambing tidak terlalu ahli dalam pertanian budidaya macam macam
tanaman buah dan biji bijian, kebanyakan mereka pengembara dan membawa dagangan
kelebihan produk disatu tempat ke tempat yang lain, dimana barang barang yang
dibawa menjadi barang kebutuhan seperti gandum, minyak zaitun, biji bijian
dan kurma.
Semula selama berabad abad perdagangan
semacam ini dipraktekkan tanpa menimbulkan ekses apa apa kecuali menukar panen
yang lebih untuk dipakai sukunya atau dijual/ditukar ditempat lain yang
mendapat nilai baik tanpa siasat dagang apa apa, melulu jasa distrbusi dan angkutan yang sangat berisiko lewat lautan pasir berminggu minggu denga karavan unta, yang setiap saat bisa dterjang badai gurun pasir yang ganas.
Lama kalamaan karena kontak yang tetap
sampai berabad abad dengn susunan masyarakat suku Hamid di Mesir, suku
Semit dari Jazirah Arab mendapat nafas baru dalam pola berpikir dan
berbudaya dari Agama Islam, golongan baru penduduk Mesir dari suku Semit
ini menikmati beli hasil bumi setelah panen dan menjualnya kembali
sesudah musim paceklik, tapi mereka hanya menuruti kemauan pasar.
Apa boleh buat ini garis pemisah antara petani, dengan penguasa tanahnya dan
pedagang. Memang sejak sebelumnya mereka bebas bekeliaran di Mesir ya demikian. Disamping pergantian generasi alami setiap keluarga petani akan
mewariskan tanah kepada anak anaknya semakin lama semakin sempit, sedangkan
keluarga pedagang tidak ada gejala ini selain pengumpulan kekayaan dari
generasi ke generasi. Meskipun suku Semit dari oasis padang pasir berbondong
bondong datang kelembah sungai Nil ini, dengan semangat baru yang ajarannya
tanpa cacat yaitu Islam, semangat dari memulai perkerjaan apa saja adalah
bismillahirakhmannirrakhim – hanya dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha
Pengasih, maka selama Khalifah Islam yang sahabat Nabi, Khalifaur
Rasyiddin, credo ini dipertahankan dengan baik, sehingga suku petani yang
mendiamai lembah sungai Nil pindah dari kepercayaannya sendiri jadi penganut
ajaran Islam yang bersemangat. Kebijakan Nabi dan Khalifataur Rasyiddin sudah
jauh dari keterbatasan kebijakan diskriminasi suku ras dan Agama, sebab beliau
adalah Rasulullah dia
Utusan Allah dengan wahyuNya dari
Agama yang terakhir, yang semboyannya adalah bismillahirakhmanirakhim.
Jadi mungkin pada awalnya penjualan gandum pada musim tanam ya wajar wajar
saja. Tapi memang permulaan musim tanam persediaan pangan dari musim yang lalu
sudah tahun demi tahun semakin tipis, jadi otomatis harga akan naik. Maka
azas bismillahirkhmanirakhin membedakan pedagang setempat yang menambah
“keuntungan” dari kelangkaan ini, dengan pedagang Islam yang
berdagang dengan azas yang lebih baik, tentu saja dimenangkan oleh padagang
pendatang dengan azas yang lebih baik. Malah beberapa generasi sesudah
Khlifaur Rasyidin, Islam, masih perlu tentara yang besar untuk menaklukkan
wilayah sampai ke Mgribi ( Spanyol) Tentara penakluk terbanyak dari suku Arab
(Semiet) dilarang untuk menetap bertani dengan membagi tanah rakyat,
maupun tanah negara yang sangat laus ( dikuasai administrasi Fir'aun) tanah milik
taklukan diantara mereka, selama berabad abad. Hingga abad ke 19 didaeah Sultan
Muhammad Ali, malah menghadiahi para syaikh syaikh kaum penggembala
Beduin dengan tanah yang luas, dengan syarat harus tinggal menetap didesa
desa - mulai saat itu jelas - ada alasan untuk kaum Islam jadi Tuan tanah -dari
Google kata Kunci Egypt; Rural Society - tertera dari Library of Congers US
Kita disini tidak membicarakan kaum beduin
yang mengembara sampai di Nusantara sesudah terusan Syez dibuka. Mereka tanpa
bimbingan apapun meskipn masih Islam, jadi apa yang jadi kebiasaan perdagangan
oleh orang China ya mereka ikuti. misalnya mindring dan jadi tuan tanah. mungkin juga kebiasaan kaum pedagang zaman sebelumnya yaitu zaman jahiliah, baru
sesudah mereka kaya pada generasi ke 5 samai ke 7, mereka kembali belajar
Islam dan jadi pengikut Wahabi, yang kurang mengerti process bagaimana
Nusantara terutama pulau Jawa menjadi Islam.
Tapi sesudah berabad abad kejahiliahan
menaikkan harga gandum dengan sengaja memang menjangkiti pasar termasuk
pedagang yang mana saja. Ikut nimbrung kedalam pasar gandum para pedagang dari
Inggris, yang mendapat supply besar besaran dari Canada dan Amerika Serikat,
bisa menggangu pasar pangan setempat. Dengan ini Ikhwanul Muslimin baru sadar,
bahwa kekuatan yang lebih besar memainkan peranan yang sama mempengruhi sangat dalam, perdagangan
pangan seperti mereka dulu, dan mereka sudah merasa jadi orang Mesir yang
terdholimi, sambil masih melupakan nasib petani langganannya dari dulu akibat
prasangka agama. Artinya para fellahin ini dainggap bukan pengikut Islam yang kaffah,
karena dari kakek moyangnya sudah mencampur adukkan syariat Islam dengan
kepercayaan mereka sendiri dari peradaban Mesir kuno yang menurut ajaran
kaum Wahabi dari jazirah Arabiya lahir di penghujung era itu. Jadi lebih
menjauhkan kepentingan kaum pedagang Semit yang didholimi sekalian dengan
kaum fellahin yang bangsanya sendiri. Bahkan hubungan antara Ikhwanul Muslimin
dan fellahin Mesir masih kurang erat dan mendalam bila dibandingkan dengan
hubungan emosional antara mereka dan masyarakat kerabatnya sesuku dan sealiran
agama islam sunni dari Syria Libanon dn jalur Gaza, bagi Negara modern sekarang agak aneh.
Maka land reform di Mesir dimotori oleh kaum Militer Muda dari zamannya Gamal
Abdul Nasir, bukan dari Ikhwanul Muslimin. Lha bila dalam percaturan Ekonomi
dan percaturan Nasionalisme Mesir, kaum Ikhanul Muslimin dinegaranya masih
kedodoran, lha Partai Islam di Indonesia yang bekiblat kesana karena belajar
Agama di Univesitas Al Ashar yang mayoritas Uztadz dan Lecturernya adalah dari
Ikhahul Muslimin ya tidak mendapat pengalaman apa apa. Di Indonesia akan tetap
jadi gurem, malah presidennya Lutfi Hasan Ishaq tanpa malu malu merasa dia menjalankan missi besar entah apa, yang dsiperlihatkan hanya untuk main perempuan (ah mosok ). Tapi pengikutnya dengan kekerasan hati seperti harimau terhadap yang tidak
kaffah, artinya mereka yang tidak mengikuti secara total patriarchat dan kebudayaan Arab Semit penghuni padang pasir, Para fanatik ini senasib dengan kaum pendukung ikhwanul muslimin di Mesir*)
Kamis, 06 Oktober 2016
PARA TOKOH POLITIK DAN PERORANGAN SIAPAPUN YANG BISA BERTAHAN DEKAT DENGAN PENTOLAN ORDE BARU tT SELAMA DIA BERKUASA PASTI..............
PARTAI POLITIK DAN PARA TOKOH MASYARAKAT, SAPAPUN YANG BISA BERTAHAN DEKAT DENGAN PENTOLAN ORDE BARU SELAMA DIA BERKUASA, PASTI ORANG YANG LUAR BIASA CULASNYA
Judul yang panjang ini njaris tidak bisa saya singkat, saya khawatirkan akan membosankan pembaca saya. Tapi apa boleh buat, seginilah kemampuan saya. Maksud saya tulis ini bukan untuk menjelek-kan nama orang, apalagi istilah intelijen Orde Baru “makar”, tapi menyadarkan kita mengenai posisi perkembangan masyarakat kita, yang tidak kita sadari masih dalam kungkungan feodalisme dengan segala kelemahannya menghadapi susunan masyarakat dunia sekarang, yang perlu bersama sama cerdas dan dinamis “dalam sistim masyarakat” yang memang tercipta plural.
Lho selama berkongsi dengan Orde Baru, ternyata ada yang mengumpulkan dana dan kader kader bertahun tahun yang luar biasa besarnya, digunakan untuk memupuk kekuatan kaum bernalar cupet, fanatik dan radikalisme, berkedok agama.
Terbukkti pada demo 411 yang ditugganginya. Lebih dari itu semakin kentara tokoh tokoh yang sangat ambisius, berspekulasi meuunjukkan sifas aslinya yang sangat oportunistik, nimbrung diruang publik secara luas, Alkhamdulillah terbukalah kedoknya. Nampak besar sesungguhnya dari gunung es yang selama ini tertupup oleh gemuruhnya gelombang reformasi.
Masih jauh lebih besar jumlah putra putri bangsa yang membentengi Bangsa dan Negara ini, dari sektor mana saja.
Sekarang waktunya menantang mereka mana dadamu, inilah dadaku. !!!!!!!
Apakah kita akan merubah menjadi masyarakat yang lebih demokratis ? Tentunya sangat tergantung dari kesadaran kita, demi percepatan pembangun menyeluruh Tanah air kita ini, yang kita juluki dengan ERA REFORMASI – reformasi mentalitas kita sendiri.
Seharusnya Partai Partai lah yang mengumandangkan, mengibarkan panji panji reformasi mental ini.
E, e, malah mereka saling melindungi borok masing masing menjaga “fatsun politik” (jargon bahasa Belanda yang saya hanya meraba artinya) yang ayem tentrem menikmati duit rakyat dari jabatan Negara apa saja, dan menciptakan citra mereka solah olah jadi pendidik rakyat. Waspadalah pada muka muka mereka yang tembem ini. Pengganti Presiden kita ynag berkuasa selama 32 tahun secara otokratis dan despotis, karena didukung oleh senjata, adalah deretan Presiden yang mendapatkan mandat kekuasaannya kurang lebih secara demokratis yaitu Dr Habibi, Gus Dur, Ibu Megawati, Jendral Susislo Bangbang Yudhoyono selama dua periode, dan Pak Jokowi. Kecuali yang sedang menjabat sekarang, semua menunjukkan gejala feodalisme yang sangat kentara, diketahui masyarakat banyak tanpa banyak komentar. Yaitu menciptakan filial /sanak dekatnya sebagai politisi yang bisa menggantikannya, bila perlu dikarbit. Apa ini bukan cara feodal yang paling awal ?
Apakah ini jelek ?
Tidak, sebab sepanjang sejarah, era feodalisme yang sangat penjang juga menghasilkan para penguasa yang jadi suri teladan mausia juga.
Hanya sistim ini sangat rentan terhadap akibat sifat buruk manusia yang berkuasa terhadap kehidupan orang banyak, dengan rekayasa atau terror telanjang, tercipta dengan mudah untuk pribadi kekuasaannya yang despotis dan otoriter, didukung oleh kekuatan senjata, tanpa kendali, baik untuk dirinyaya maupnn untuk kelompok kroni elitnya.
Apa ini bukan ekses dari feodalisme ? Ya, pasti.
Kecuali itu, Islam mengajarkan manusia harus me-nomer satu-kan azas bismillahirakhmanirakhim, yang sudah lepas dari mementingkan diri sendiri atau mementingkan kepentingan umum . Ini menjadi kontroversi berkepanjangan manusia di dunia, dengan segala dalihnya,
Kembali ke jalan yang benar,, dimohon tujuh belas kali sehari dalam surah Al Fatihah. .
Islam mengajarkan sangat perlunya berkorban yang diteladan-kan oleh manusia manusia unggul pilihan Allah, Nabi Ibrahim alaihi salam Nabi Ismail alaihi salam , juga Rasulullah Muhammad salallahu alaihi wasallam, demi ketaatan-nya kepada Allah. Menggerogoti pepentingan umum adalah haram.
Kepentingan Allah di dunbia kita, hanyalah demi kesejahteraan manusia hambanya.
Alih alih pengorbanan kepentinan diri dan kroninya, atau merugikan masyarakat tanpa sedikitpun merasa salah. 7.3 triiliun beritu saja diberian kepadanya penilikbank century. a digondo pulang. pwenguasa tetinggi negqara pada waktu itu malah berlagak menciptakan citranya sebagai tokoh yang lugu dan terhormat., sesuai dengan martabatnya dalam dunia ilmu pangatuan, Doktor, Maka itu wahai bangsaku waspadalah. !!! Paper yang puanjaaang sekali ini saya sajikan untuk mempermudah pembaca, saya copy paste dari Infid.org/pdf do/1374164461.pdf
Saya sendiri sampai pusing “mblenger” membaca ini, maka itu bila malas membaca ya sedikit sidikit saja, bertahap, demi mempertajam persepsi kita mengengenai pekembangan masyarakat kita ini, sabar dan tanpa frustasi, maklum dan arif. Karena perjalanan ke masyarakat yang demokratis ternyata masih sangat jauh, nafsu amarah dan sejarah membuktikan, penggunaan kekerasan senjata hanya membuat jarak ke tujuan makin jauh. Sementara dilain sisi ada golongan yang sengaja menupuk radikalisme dari fanatisme agama, guna merombak kemajemukan masyarakat ini dengan kekuatan dalam waktu yang singkat *)
Quote:
INTERNATIONAL NGO FORUM ON INDONESIAN DEVELOPMENT TOWARDS ALTERNATIVES FOR DEBT SOLUTION with UN special consultative status on ecosoc BERLAYAR DALAM PUSARAN GELOMBANG MASALAH: Studi Kasus Odious Debt untuk Pembelian Kapal Perang Bekas Jerman, yang Melibatkan Perusahaan Jerman dan Kroninya di Indonesia Working Paper No. 1, 2007 George Junus Aditjondro ‐
1 ‐ BERLAYAR DALAM PUSARAN GELOMBANG MASALAH: Studi Kasus Odious Debt untuk Pembelian Kapal Perang Bekas Jerman, yang Melibatkan Perusahaan Jerman dan Kroninya di Indonesia George Junus Aditjondro Working Paper No.1, 2007 ‐
2 ‐ PENGANTAR Kekhawatiran terhadap utang yang tiada akhir dari banyak negara dunia ketiga telah mendorong pemerintahdan organisasi non-pemerintah -- termasuk organisasi keagamaan, kelompok lingkungan hidup dan kelompok anti-globalisasi -- untuk menolak utang yang tidak berguna bagi – atau bahkan menyengsarakan -- penduduk dari negara-negara yang memiliki utang. Dari keprihatinan ini, muncul beberapa konsep tentang utang yang tidak adil dimana pengembalian utang seharusnya tidak dibebankan pada rakyat dari negara dimana utang tersebut pada awalnya ada karena pemerintahnya sendiri. Dari konsep-konsep tersebut, utang yang tidak sah atau “illegitimate debt” (Hanlon 2002; Eurodad 2006, 2007) dan utang haram atau “odious debt” (Adams 2004) adalah dua konsep yang paling populer.
ODIOUS DEBT
Doktrin Odious Debt mempunyai sejarah yang panjang karena prinsip-prinsipnya telah dikenal luas di Perancis, Rusia, Jerman, dan Amerika Serikat pada peralihan abad ke 19-20. Setelah perang Spanyol-Amerika pada tahun 1898,
Amerika Serikat menolak utang Kuba pada Spanyol. Dengan mengatakan bahwa “utang tersebut dibebankan pada rakyat Kuba tanpa persetujuan mereka dan dengan kekerasan,” komisioner Amerika Serikat untuk perundingan perdamaian berpendapat bahwa sebagian besar pinjaman tersebut dirancang untuk menumpas upaya penduduk Kuba dalam pemberontakan mereka melawan penjajahan Spanyol, dan dibelanjakan dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan rakyat. “Utang tersebut diciptakan oleh Pemerintah Spanyol untuk kepentingannya sendiri dan melalui agen mereka sendiri, dimana Kuba tidak mempunyai hak suara atas keberadaan utang tersebut” (Adams 2004: 2-3).
Sehingga, seperti yang diyakini oleh pihak perunding AS, utang tersebut tidak dapat dianggap sebagai utang domestik Kuba dan juga tidak bersifat mengikat terhadap pemerintahan pengganti. Mengenai pemberi pinjaman, perunding AS berpendapat: “Pihak kreditor dari awal mengambil resiko dalam melakukan investasi. Komitmen terhadap utang nasional tersebut, sementara pada satu sisi menunjukkan sifat nasional dari utang tersebut, di sisi yang lain menandakan resiko membahayakan yang melekat pada utang tersebut sejak awal, dan masih terus melekat” (Adams 2004: 3).
Seperti yang dikemukakan oleh Patricia Adams, perselisihan atas “utang Kuba” ini menjadi salah satu dari kasus penolakan utang yang kontroversial – penolakan yang bukan disebabkan karena utang tersebut memberi beban yang terlalu berat bagi pemerintah penerus, tapi karena pihak yang tidak sah menciptakan utang tersebut untuk tujuan yang juga tidak sah.
Utang seperti ini dalam hukum dikenal sebagai “odious debt” atau utang haram (idem). Dalam kurun waktu hanya seperempat abad kemudian, doktrin hukum dari odious debt dikembangkan oleh Alexander Nahum Sack, guru besar hukum di Paris dan mantan menteri pada pemerintahan Tsar di Rusia. Ketika wilayah kolonial menjadi bangsa yang independen dan koloni berpindah tangan, ketika monarki digantikan oleh republik dan rezim militer digantikan oleh pemerintahan sipil, dengan perbatasan yang senantiasa berubah di seluruh dunia, dan munculnya ideologi baru dari sosialisme, komunisme, dan fasisme yang merobohkan tatanan lama, Sack mengembangkan suatu teori utang yang menangani masalah nyata yang disebabkan ‐ 3 ‐ oleh transformasi negara yang sebagaimana diterangkan di atas. Sack meyakini bahwa jaminan bagi utang publik harus tetap terjaga demi perdagangan internasional. Tanpa adanya aturan yang kuat atas kewajiban negara untuk membayar utang publik tersebut, Sack percaya bahwa akan terjadi huru-hara dalam hubungan antar negara serta perdagangan dan keuangan internasional akan menjadi kacau. (idem). Utang yang tidak diciptakan untuk kepentingan “negara” tidak seharusnya terikat pada aturan umum tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Sack: Apabila rezim yang sewenang-wenang berhutang bukan untuk kebutuhan atau kepentingan Negara, tapi untuk memperkuat rezimnya, untuk menindas penduduk yang menentangnya, dsb., maka utang ini disebut odious bagi penduduk dari negara tersebut. Utang ini tidak menjadi kewajiban bangsa tersebut; tapi merupakan utang rezim, utang pribadi dari kekuasaan yang menciptakan utang tersebut sehingga utang akan gugur dengan jatuhnya penguasa tersebut. Alasan dari utang “odious” ini tidak dapat dianggap sebagai penghambat dalam wilayah suatu Negara adalah karena utang tersebut tidak memenuhi salah satu syarat yang menentukan keabsahan dari utang Negara tersebut yaitu : utang Negara terjadi jika dana tersebut digunakan untuk kebutuhan dan kepentingan Negara. Utang “Odious” dilakukan dan digunakan untuk tujuan yang dengan sepengetahuan pihak kreditor bertentangan dengan kepentingan bangsa, mengabaikan kepentingan bangsa – dalam hal dimana bangsa tersebut berhasil terlepas dari pemerintah yang melakukan utang tersebut – kecuali apabila diperoleh manfaat yang nyata dari utang tersebut. Pihak kreditor telah melakukan tindakan yang bermusuhan terhadap rakyat; sehingga mereka tidak dapat berharap bahwa bangsa yang terbebas dari penguasa yang sewenang-wenang akan mengambil alih utang “odious” yang sebenarnya merupakan utang pribadi dari rezim tersebut. Bahkan meskipun penguasa zalim tersebut digantikan oleh yang rezim lain yang tidak berkurang kezalimannya atau tidak lebih responsif terhadap kemauan rakyat, utang “odious” dari kekuasaan yang tersingkirkan menjadi utang pribadi mereka dan tidak menjadi kewajiban dari penguasa yang baru. Jenis pinjaman lain yang juga dapat dicantumkan adalah utang yang dilakukan oleh anggota dari pemerintah atau individu atau kelompok yang berhubungan dengan pemerintah untuk melayani kepentingan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan Negara (tercantum dalam Adams 2004: 3-4). Dengan kata lain, konsep Sack tentang odious debt dapat diringkas menjadi empat prinsip di bawah ini (lihat Hanlon 2002: 8): (a). Syarat dari keabsahan suatu pinjaman adalah bahwa utang tersebut “digunakan untuk kebutuhan dan kepentingan Negara”; ‐ 4 ‐ (b). Odious debt akan gugur bersama lengsernya rezim dan bukan menjadi beban utang pemerintahan penerusnya; (c). Utang dianggap odious apabila digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk tujuan Negara; dan (d). Kreditor melakukan tindakan yang merugikan apabila mereka melakukan pinjaman odious. Seperti yang amati oleh Jaringan Eropa tentang Utang dan Pembangunan atau Eurodad yang berpusat di Brussels, odious debt umumnya berkaitan dengan rezim diktator seperti Mobutu Sese Seko di Republik Demokratik Kongo, Ferdinand Marcos di Filipina, Jenderal Suharto di Indonesia, rezim apartheid Afrika Selatan dan Saddam Hussein di Irak. Rezim-rezim ini menimbun utang dalam jumlah besar dengan kreditor bilateral seperti AS, Inggris, Perancis dan Jerman, serta dengan badan-badan multilateral seperti Bank Dunia dan IMF. Eurodad meyakini bahwa banyak dari utang tersebut dilakukan murni untuk tujuan strategis geopolitik. Sehingga banyak LSM berpendapat bahwa adalah tidak adil jika penduduk dari negara yang berhutang harus menanggung sendiri beban utangnya dan kreditor seharusnya ikut bertanggungjawab atas kelalainnya terhadap pinjaman yang mempunyai motivasi politik (Eurodad 2006). ILLEGITIMATE DEBT Utang jenis ini memiliki kategori yang lebih luas dibanding odious debt. Illegitimate debt atau utang yang tidak sah contohnya berlaku untuk proyek pembangunan yang sejak awal seharusnya tidak didanai. Salah satu contoh adalah pembangkit tenaga nuklir Bataan di peninsula Bataan di Filipina. Proyek ini merupakan utang negara Filipina yang terbesar. Diselesaikan pada tahun 1984 dengan menelan biaya US$ 2,3 milyar, proyek ini tidak pernah dimanfaatkan karena rezim pasca Marcos tidak berani mengambil resiko dimana pembangkit tenaga nuklir ini dibangun di atas sesar gempa bumi pada kaki gunung berapi. Proyek ini didanai oleh lembaga kredit ekspor AS, Ex-Im Bank, Union Bank of Switzerland (UBS), Bank of Tokyo dan Mitsui & Co, dimana pinjaman belum seluruhnya dikembalikan (Eurodad 2006, 2007). Contoh lain dari illegitimate debt adalah utang sebesar US$ 80 juta yang dihapus pada 2 Oktober 2006 oleh Pemerintah Norwegia. Antara tahun 1976 dan 1980, Norwegia mempunyai kebijakan yang mendukung ekspor kapal ke tujuh negara berkembang yaitu Ekuador, Peru, Jamaika, Mesir, Sierra Leone, Sudan dan Burma. Norwegia mengekspor kapal ini terutama untuk menjamin tersedianya pekerjaan bagi industri kapal yang dilanda krisis di negara kreditor, bukan didasarkan pada analisa obyektif terhadap kebutuhan pembangunan dari negara yang membeli kapal tersebut. Hal ini telah diakui secara eksplisit oleh Pemerintah Norwegia saat ini yang telah mengambil langkah yang bersejarah dalam ikut bertanggungjawab terhadap utang yang kemudian disusul dengan penghapusan utang tersebut (Eurodad 2006). Dalam konteks yang lebih luas, Joseph Hanlon (2002) menjabarkan illegitimate debt sebagai utang yang memenuhi satu atau lebih dari kondisi di bawah ini: (a) bertentangan dengan hukum atau tidak diperbolehkan hukum; ‐ 5 ‐ (b) tidak adil, tidak layak, atau tidak dapat disetujui, atau (c) bertentangan dengan kebijakan publik tertentu. Kedua konsep ini - odious debt dan illegitimate debt – telah diterapkan secara luas di dunia oleh gerakan Ekumenikal Jubilee dan gerakan lingkungan hidup global dengan mempertanyakan keadilan dari utang yang dibebankan pada negara Dunia Ketiga. Sejak tahun 1980an, gerakan global ini berkampanye untuk penghapusan odious debt dan illegitimate debt oleh pemerintah kreditor. Selama Konferensi Tingkat Tinggi G8 di Heiligendamm, Jerman pada 6-7 Juni 2007, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), sebuah koalisi LSM di Indonesia dan seluruh dunia telah memusatkan perhatian pada himbauan terhadap Pemerintah Jerman untuk menghapus utang yang digunakan untuk membeli kapal perang bekas dari bekas armada angkatan laut Jerman Timur. Kampanye ini memperkuat kampanye Eurodad yang pada bulan Februari 2007 telah menerbitkan laporannya berjudul Skeletons in the Cupboard: Illegitimate Debt Claims of the G7, yang menitikberatkkan pada studi kasus illegitimate debt dari setiap negara anggota G7 – Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Italia, Inggris, dan Amerika Serikat – kepada negara berkembang.1 Studi kasus yang dipilih untuk Jerman menyangkut penjualan 39 kapal bekas milik angkatan laut Republik Demokratik Jerman (atau Jerman Timur) kepada Indonesia pada tahun 1993 yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam kertas kerja ini.
MENJUAL RONGSOKAN DENGAN HARGA YANG MAHAL
Runtuhnya dinding Berlin yang kemudian membuka jalan bagi unifikasi Jerman, ironisnya telah menyisakan lubang yang menganga pada pundi negara Indonesia. Lubang besar tersebut disebabkan oleh pembelian 39 kapal bekas angkatan laut Jerman Timur oleh Pemerintah Indonesia yang tidak ditangani oleh TNI AL tapi langsung oleh Menteri Negara untuk Riset dan Teknologi saat itu yaitu Dr. B.J. (“Rudy”) Habibie, melalui persetujuan langsung dari Presiden Suharto, meskipun mendapat tentangan yang sengit dari Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad. Setelah tawar-menawar yang alot antara kedua menteri, harga dari 39 kapal bekas angkatan laut Jerman Timur – terdiri dari 16 Parchim corvettes, 14 Frosch troop landing ship tanks (LSTs) dan 9 penyapu ranjau Condor – ditetapkan sebesar US$ 442,8 juta, yaitu US$ 100 juta lebih tinggi dari jumlah yang disetujui oleh Menteri Keuangan. Penjualan armada kapal ini didanai dari utang sebesar US$ 200 juta dari lembaga pembiayaan Pemerintah Jerman, Kreditanstalt fuer Wiederaufbau atau KfW dengan perusahaan Jerman, Ferrostaal bertindak sebagai perantara. Transaksi tersebut diasuransikan senilai DM 700 juta atau US$ 466 juta oleh Hermes AG, lembaga kredit ekspor Jerman (Gaban & Muryadi 1999: 9-10; Kaiser & Kowsky 2007: 5). Karena Jerman yang telah bersatu hanya diperbolehkan memiliki satu armada, maka armada bekas Jerman Timur ditelantarkan selama hampir tiga tahun di galangan kapal Peneemunde Wolgast. Kondisi kapal tua angkatan laut tersebut sangat memprihatinkan, menurut pengamatan Laksamana TNI AL, Tanto Koeswanto yang datang menginspeksi kapal-kapal tersebut sebelum 1 Rusia adalah negara ke delapan yang bergabung dalam kelompok negara maju sehingga ada perubahan dari G7 menjadi G8 ‐ 6 ‐ transaksi antara Dr. Habibie dan pemerintah Jerman. Para perwira TNI AL tidak tertarik untuk membeli armada kapal tersebut. Selain umurnya yang sudah tua, spesifikasi teknis kapal tersebut juga tidak sesuai dengan kondisi kelautan Indonesia. Bertolak belakang dengan perairan tropis kepulauan Indonesia yang bersuhu tinggi, kapal Jerman tersebut dirancang untuk berhadapan dengan perairan Baltik yang dingin. Kapal-kapal tersebut juga dirancang untuk berlayar hanya selama tiga hingga lima hari yang sesuai untuk perairan Baltik dan tidak sesuai untuk kepulauan yang terdiri dari 17 ribu pulau (Gaban & Muryadi 1999: 11-12). Penjualan kapal perang tersebut mengakibatkan perlunya tambahan pinjaman dari Pemerintah Jerman kepada Pemerinah Indonesia untuk menutupi biaya perbaikan dan pemeliharaan kapal. Pada tanggal 17 Oktober 2000, kedua pemerintah menandatangani perjanjian utang senilai Euro 28.142.222,00, dan pada 18 Januari 2001, dua perjanjian utang lainnya sebesar Eur 12.319.712 dan Eur 980.414.43 ditandatangani oleh kedua pemerintah. Pada tahun 2001 dan 2003, Hermes AG memberi tambahan jaminan asuransi yang berkaitan dengan penjualan kapal tersebut. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh anggota Bundestag atau parlemen dari Fraksi Partai Sosialis, pemerintah Jerman mengatakan bahwa “pemeriksaaan dan perbaikan terhadap delapan corvette tersebut menyangkut dua jaminan ekspor (jaminan Herman) dengan total senilai Euro 24,2 juta” (Kaiser & Kowsky 2007).
MEMPERKAYA FERROSTAAL DAN KRONINYA DI INDONESIA
Walaupun manfaat dari armada kapal tersebut bagi TNI AL disangsikan, penjualan kapal perang bekas Jerman Timur tersebut pastinya telah menambah kekayaan usaha keluarga Dr Habibie yang melibatkan adik perempuannya yang paling kecil, Sri Rahayu Fatima yang dikenal sebagai Yayuk Habibie, dua adik laki-laki, Junus Efendi (“Fanny’) Habibie dan Suyatim Abdurachman (“Timmy”) Habibie, serta putra bungsunya, Thareq Kemal Habibie. Salah satu penerima manfaat dari transaksi ini adalah PT Citra Drews Indonesia, perusahaan milik Yayuk Habibie dan suaminya, Muchsin Mochdar. Pada tahun 1999, perusahaan ini memiliki spesialisasi pada pemeliharaan kapal patroli cepat sesuai dengan standar Jerman, menurut wawancara Yayuk Habibie dengan majalah mingguan Tempo pada 10 Oktober 1998. Perusahaan ini mendapat pesanan untuk menyediakan freon dan melakukan pemeliharaan pada sistem pendingin pada 39 kapal tersebut. Penyediaan ini sesuai kontrak dengan galangan kapal milik pemerintah, PT PAL di Surabaya, yang pada saat itu dibawah pimpinan Dr Habibie (Gaban & Muryadi 1999: 9-10, 15, 18; Aditjondro 2006: 300). Sementara itu, perlu digarisbawahi bahwa Dr. Habibie dan adik perempuannya Yayuk Habibie, yang juga pernah belajar di Jerman, tentu bukan merupakan pendatang baru dalam komunitas bisnis Jerman. Dr. Habibie dan Dr. Klaus von Menges, yang kemudian menjabat sebagai CEO Ferrostaal, berteman baik di Jerman, ketika Dr. Habibie masih meneruskan pendidikannya di Aachen, salah satu universitas teknik terbaik di Jerman, dan Dr. Von Menges pada saat itu berada di Koeln. Ketika Von Menges bertindak sebagai presiden komisaris Ferrostaal, salah satu perusahaan teknik terpandang di Jerman, Yayuk Habibie diangkat sebagai perwakilan Ferrostaal di Indonesia, melalui PT Ferrostaal Niaga Utama, suatu usaha patungan antara perusahaan keluarga Habibie dan Ferrostaal. Yayuk Habibie mengaku bahwa beliau meninggalkan Ferrostaal antara 1989 dan 2004 untuk mendirikan perusahaannya sendiri yang diberi nama yang mencurigkan yaitu Ferrindo. Dari kantornya di Wisma Ferrindo di Jalan Warung Buncit Raya, ‐ 7 ‐ Jakarta, beliau diduga secara informal masih bertindak sebagai perantara untuk Ferrostaal, dan menerima bayaran dari transaksi Ferrostaal yang sukses di Indonesia (Aditjondro 2006: 299, 320; Der Spiegel, No. 41/1999). Yayuk Habibie mempunyai bisnis lain yang ada kaitannya dengan Jerman. Beliau memiliki saham pada cabang Deutsche Morgan Greenfell (DMG) Securities di Jakarta yang telah mengkoordinasi kredit sindikasi sebesar US$ 380 juta untuk proyek telekomunikasi di Jawa Barat. DMG juga terlibat dalam koordinasi tender dari enam pesawat Airbus A-330 yang dirancang oleh Habibie, dan menyebabkan kerugian senilai US$ 8 juta bagi maskapai nasional Garuda akibat prosedur tender yang salah (Aditjondro 2006: 322-3). Kemudian menyusul tiga lagi koneksi Jerman dari adik perempuan mantan Presiden tersebut. Pertama, Yayuk Habibie memegang 70% saham PT Deutsche Real Estate Indonesia (DREI), pemilik dari gedung Deutsche Bank di Jakarta, melalui perusahaan yang terdaftar di Jerman, Debeko Immobilien GmBH. Sisa saham PT DREI dikuasai oleh keponakannya Ilham Akbar Habibie dan Thariq Kemal Habibie, putra Dr Habibie, melalui perusahaan mereka PT Ilthabi Rekatama. Kedua, melalui perusahaannya PT Citra Harapan Abadi, yang beliau miliki bersama suami, Yayuk Habibie juga memiliki 12,3% saham PT Guntner Indonesia, dimana kedua keponakan yang sama juga memegang 12,3% dari saham perusahaan. Cabang Gunter GmBH di German ini berencana untuk membangun industri manufaktur untuk 2000 unit alat penukar panas di Pasuruan, Jawa Timur. Tiga, PT Trimitra Upayatama yang dimiliki Yayuk Habibie dan putra Dr. Habibie mengambil alih PT Euras Buana Leasing Indonesia, usaha patungan antara Deutsche Bank of Germany dan Bank Buana Indonesia, yang kemudian diganti namanya menjadi PT DB (Deutsche Bank) Ferrostaal, yang juga menikmati koneksi tingkat tinggi dengan Pemerintah Jerman dengan Kanselir Helmut Kohl pada saat itu yang menjabat sebagai salah satu anggota dewan komisaris. Sementara itu, Kohl juga menjaga hubungan dekatnya dengan Presiden Soeharto dan seringkali nampak pada acara peluncuran usaha patungan Jerman dengan perusahaan keluarga Soeharto di Jerman dan Indonesia. Contohnya, kunjungan Kohl ke Jakarta pada saat pengumuman publik tentang Proyek Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) pada akhir bulan Oktober 1996 (Aditjondro 2006: 168). Ferrostaal yang kini adalah anak perusahaan dari MAN, perusahaan teknik terkemuka Jerman, berperan penting dalam pembelian 39 kapal perang bekas Jerman Timur dengan bertindak sebagai perantara untuk pemberian kredit dari KfW bagi transaksi pembelian tersebut. Sebagai gantinya, perusahaan baja dan perkapalan besar Jerman ini memperoleh dua bonus utama: dipercaya untuk mengkoordinasi perbaikan seluruh 39 kapal dan juga mengelola pelatihan 1.660 personil TNI AL di Jerman (Gaban & Muryadi 1999: 10). Namun, keberhasilan Ferrostaal dalam menjembatani pemberian kredit KfW untuk transaksi tersebut tidak dapat dipisahkan dari peran Dr Habibie dalam mendorong minat bisnis Jerman di Indonesia melalui adik perempuannya Yayuk Habibie, dan juga melalui hubungan dekat Habibie dengan keluarga Soeharto. Contohnya, Ferrostaal merupakan pemegang saham yang berpengaruh pada dua perusahaan milik putra tengah Soeharto yang sangat berorientasi pada bisnis, Bambang Trihatmodjo, yaitu PT Samudra Petrindo Asia, suatu perusahaan tanker dan PT Samudra Ferro Engineering. Yang pertama merupakan perusahaan tanker LNG yang telah membuat kesepakatan dengan Pertamina, perusahaan pertambangan migas milik negara, untuk pengapalan LNG dari Bontang (Kalimantan Timur) dan Lhokseumawe (Aceh) ke Asia Timur, ‐ 8 ‐ sementara PT Samudra Ferro Engineering menjalankan operasi pertambangan di Sumatera Selatan (PDBI 1997, Vol. III, pp. A-1120, A-1126, A-1132; Aditjondro 2006: 299, 320). Fakta yang terlupakan adalah bahwa sebelum terjadinya penjualan kapal perang bekas Jerman Timur tersebut, Yayuk Habibie juga telah menjadi perantara dalam penjualan 32 Boeing 737-200 dari Lufthansa kepada Pemerintah Indonesia. Pesawat tua ini telah dioperasikan oleh Lufthansa selama 20 tahun. Di bawah tekanan Dr. Habibie dan kroninya, Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto, maskapai milik negara Garuda dan Merpati masing-masing setuju untuk membeli tujuh dan tiga pesawat bekas tersebut. Hal ini terjadi setelah Wage Mulyono, presiden direktur Garuda saat itu dipecat oleh Presiden Soeharto setelah beliau menolak untuk membeli pesawat usang tersebut (Aditjondro 2006: 299, 321-2). Berbeda dengan penjualan pesawat Lufthansa, penjualan kapal perang bekas Jerman Timur tersebut diliput secara luas oleh media di Indonesia, akibat dari kontroversi yang terjadi dalam kabinet Soeharto. Media nasional ramai memberitakan debat intens antara Menteri Riset dan Teknologi Habibie yang memihak pada transaksi tersebut dengan Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad yang menentang transaksi pembelian tersebut, didukung oleh TNI AL, politisi, dan birokrat. Karena membeberkan perselisihan internal pemerintah ini pada puncak dari kekuasaan diktator Soeharto, tiga majalah mingguan – Tempo, Editor, dan Detik -- terpaksa membayar dengan harga yang sangat mahal. Pada 21 Juni 1994, ketiga media mingguan tersebut dibredel oleh Menteri Penerangan Harmoko sesuai perintah Soeharto sendiri (Elson 2001:275; Thoha 2007: 20-5). Seperti yang diamati oleh salah satu penulis biografi politik Sooharto, R.E. Elson (idem): “Apa yang telah menyulut kemarahan Presiden adalah sikap liberal pers yang telah mengomentari (dan dikatakan memicu, menurut beliau) perselisihan pendapat golongan elit terhadap pembelian kapal perang, khususnya antara Habibie dan Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad yang secara terus terang membela kebenaran dan tidak bersedia untuk memberi persetujuannya untuk dana yang diperlukan. Situasi tersebut merupakan pembeberan masalah internal yang tidak dapat ditolelir oleh Soeharto” [huruf miring, penulis]. Pembreidelan terhadap ketiga majalah mingguan tersebut memompa darah segar yang menghidupkan gerakan pro-demokrasi di Indonesia. Wartawan dari ketiga media tersebut menjadi kekuatan penggerak Aliansi Jurnalis Independen, AJI yang menerbitkan hasil penyelidikan mereka melalui berbagai media bawah tanah. Sementara mantan editor Tempo, Goenawan Mohammad, dan beberapa mantan jurnalis Tempo membentuk ISAI, Institut Studi Arus Informasi, yang kemudian mendirikan stasiun radio, toko buku, teater and kegiatan lain yang didukung oleh lembaga bantuan dari negara Barat seperti USAID dan Ford Foundation. Skandal pembelian kapal perang bekas Jerman Timur tidak terlupakan begitu saja. Begitu Soeharto lengser, Tempo mengkaji ulang kasus tersebut dalam edisi 19 Oktober 1998 yang kemudian diterbitkan ulang dalam Gaban dan Muryadi (1999). Apa yang tidak banyak diberitakan adalah bahwa Dr. Habibie yang pada saat penjualan kapal perang Jerman Timur tersebut juga menjabat sebagai Direktur perusahaan kapal milik negara, PT PAL, barangkali telah mendorong pembelian kapal bekas untuk mencegah perusahaan kapal tersebut dari kebangkrutan. Selama tahun 1993, kontroversi yang timbul diantara anggota partai ‐ 9 ‐ oposisi PDI menyangkut perbelanjaan PT PAL tersebut yang berlebihan yang tidak mampu membayar hutang sebesar Rp 300 milyar pada negara. Sebagian dari perbelanjaan yang berlebihan tersebut meliputi biaya tiket pesawat Markus Wauran, anggota dewan dari PDI serta isterinya ke Washington, Virginia, Boston, Washington, London, Hamburg, Paris, dan kembali ke Jakarta, berangkat dari Jakarta pada tanggal 20 Mei 1993 (Aditjondro 1998: 116). Perjalanan keliling dunia dari ketua Komisi X DPR yang tugasnya mengawasi kegiatan Menteri Negara Riset dan Teknologi memperoleh kritikan pedas dari Aberson Marie Sihaloho, anggota faksi PDI lainnya di parlemen. Kritik beliau tentang perjalanan Wauran telah dipublikasikan oleh salah satu tabloid mingguan, Detik, yang dibredel setahun kemudian bersama dengan Tempo dan Editor pada edisi 9-15 Juni 1993. Sayangnya, Sihaloho yang ditarik dari parlemen oleh partainya, telah disidang atas tuduhan penghinaan terhadap pejabat pemerintah dan akhirnya dipenjara. Hal ini menunjukkan seberapa jauh Soeharto melindungi menteri favoritnya dan calon penggantinya di masa mendatang, BJ Habibie (Aditjondro 1998: 117). Penyelidikan selanjutnya terhadap perjalanan keliling dunia Markus Wauran menunjukkan alasan kenapa PT PAL atau lebih tepatnya Dr Habibie – membiayai perjalanan tersebut. Selain karena penolakan keras Markus Wauran pada penyelidikan Komisi X DPR terhadap penyimpangan keuangan PT PAL, Wauran juga mendukung ambisi energi nuklir Dr Habibie. Dibawah pengaruhnya, seluruh Komisi X DPR mendukung rencana pemerintah untuk mulai membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, yang ditentang oleh aktivis lingkungan hidup dan Abdurrahman Wahid, pemimpin Nahdlatul Ulama, organisasi Islam yang beranggotakan 40 juta orang (Aditjondro 2003: 165-6).
MEGA PROYEK MAMBERAMO2 DAN TUDUHAN DER SPIEGEL
KARENA kedekatannya dengan Habibie dan secara tidak langsung dengan Soeharto, Ferrostaal telah mencoba ‘untuk menjual’ satu lagi proyek investasi besar yang tidak menguntungkan secara ekonomis kepada pemerintah Indonesia. Proyek ini adalah proyek raksasa pembangkit listrik tenaga air di bagian utara kawasan rawa di Papua Barat, yang melibatkan Ferrostaal dan dua perusahaan raksasa Jerman lainnya, Siemens dan Hochtief. Pada bulan April 1997, sebuah seminar dan lokakarya resmi tentang mega proyek ini dihadiri oleh perusahaan swasta dari Jerman, Belanda, Perancis, dan Jepang begitu juga dari Indonesia. Pada bulan Februari 1998, mantan gubernur Irian Jaya, Barnabas Suebu, yang baru saja dipilih ulang waktu itu mengumumkan bahwa Jerman, Jepang, dan Australia telah sepakat untuk melakukan investasi pada proyek tersebut. Tidak ada pengumuman resmi tentang partisipasi asing tersebut. Watch Indonesia, LSM yang menelusuri keterlibatan Jerman, meyakini bahwa diskusi bilateral tentang proyek tersebut secara sengaja dirahasiakan. Sebuah pertemuan Forum Indonesia Jerman (GIF) pada bulan Desember 1997, kelompok yang mewakili kepentingan bisnis pada kedua negara, termasuk lokakarya yang tidak dipublikasikan tentang rencana pengembangan industri di kawasan Mamberamo, di bagian 2 Bagian mengenai Mamberamo berdasarkan laporan dari kelompok pro-pribumi, Do or Die (Issue No. 8), Watch Indonesia (May 1998), suatu kelompok HAM yang berpusat di Berlin dan memusatkan perhatian pada Indonesia, serta pengalaman penulis dari kerja lapangannya di daerah aliran sungai Mamberamo pada awal 1980an (lihat Aditjondro 1983a, 1984b). ‐ 10 ‐ utara dataran rendah berawa di Papua Barat. Para peserta terdiri dari perwakilan perusahaan Ferrostaal dan Siemens. Kerangka acuan (ToR) menunjukkan bahwa sejumlah besar studi kelayakan akan dilakukan melalui pembiayaan dari Jerman, dan sebagian kecil dari Australia bersama dengan Indonesia. Studi kelayakan awal diperkirakan menelan biaya sekitar 13 juta DM. Tiga perusahaan Jerman telah menginvestasikan masing-masing 100.000 DM untuk studi kelayakan tersebut. Kegiatan mereka lebih banyak pada bidang pembangkit tenaga air (Siemens/ Hochtief), industri berat (Ferrostaal) dan infrastruktur (Hochtief). Mamberamo juga dipromosikan sebagai pusat suplai bahan pangan masa depan untuk kepentingan nasional dengan rencana satu juta hektar sawah yang akan ditanami padi dimana irigasi akan dilakukan dari bendungan yang direncanakan. Seperti mega proyek yang kacau di Kalimantan Tengah, proyek besar ini dikemas sebagai bagian dari strategi untuk memenuhi kebutuhan swa-sembada beras. Direncanakan kurang lebih 300.000 orang dari Indonesia bagian barat akan ditransmigrasikan ke daerah ini sebagai tenaga kerja bagi proyek pertanian tersebut. Desa Kasonaweja, ibu kota dari kecamatan Mamberamo Tengah akan menjadi daerah pelabuhan, pergudangan, perkantoran, dan pusat perdagangan. Rencana pengembangan Mamberamo adalah bagian dari upaya percepatan pembangunan bagian timur Indonesia yang memindahkan ratusan ribu penduduk Indonesia dari Jawa yang berpenduduk lebih padat agar semakin sulit untuk membuat justifikasi tentang tuntutan kemerdekaan Papua. Pemerintah Indonesia perlu mengubah kekayaan alam daerah tersebut menjadi suatu kekuatan agar dapat bertahan di masa-masa mendatang. Tiga puluh empat lokasi potensial untuk membendung sungai ditemukan di Mamberamo dan anak-anak sungainya. Dua dari lokasi ini, yang terletak di Mamberamo sendiri, diidentifikasi untuk studi lanjut. Kedua lokasi tersebut dinamakan Mamberamo I (diperkirakan akan menghasilkan listrik 5700 MW) dan Mamberamo II (933 MW). Ibukota Kecamatan Mamberamo Tengah adalah desa Kasonaweja yang terletak 135 km dari mulut sungai Mamberamo. Ada rencana untuk membangun pelabuhan kapal berikut pergudangan, perkantoran dan pusat perdagangan di daerah tersebut. Daerah pegunungan ini diyakini kaya akan bahan tambang termasuk emas, tembaga, bauksit, dan nikel. Pembangunan pembangkit listrik tenaga air untuk peleburan membuat pertambangan nikel di daerah lain memungkinkan. Laporan dari daerah menyatakan bahwa proses pembebasan tanah telah dimulai pada awal tahun 1998 dengan melakukan suap, ancaman, dan tipu muslihat terhadap penduduk lokal. Habibie, presiden pada saat itu, seharusnya mengumumkan proyek ini pada bulan Agustus 1998. Seluruh proyek diselimuti kerahasiaan. Informasi tentang siapa yang terlibat dalam proyek sangat sulit didapat meskipun seorang perwakilan dari Do or Die yang mengunjungi daerah tersebut hampir setahun sebelumnya mengatakan bahwa beberapa pekerjaan konstruksi telah dimulai, mendahului perijinan dan persetujuan yang diperlukan. Pada tahun 1997, gubernur Papua Barat mengatakan pemerintah propinsi akan memobilisasi dukungan penduduk lokal bagi proyek tersebut. Namun, mayoritas masyarakat tidak diberi informasi apalagi diajak konsultasi tentang rencana mega proyek ini. Perwakilan masyarakat setempat mendatangi Konferensi PBB Masyarakat Pribumi di Jenewa pada bulan Juli 1998, tapi tidak diijinkan untuk ikut berbicara pada forum tersebut oleh panitia pelaksana. Enam ribu orang yang hidup di sekitar daerah sungai akan dipindahkan dari tempat tinggal mereka di wilayah hutan ke kota yang baru dimana mereka kemudian terpuruk dalam ‐ 11 ‐ kemelaratan, kecanduan minuman beralkohol dan prostitusi, keadaan yang tidak terhindarkan dari relokasi paksa seperti itu. Di wilayah yang akan menjadi kawasan industri ini, bibit akan terbentuknya suatu daerah perkotaan kumuh telah ditanam; pemukiman bagi sekitar 3.000 orang telah dibangun berdekatan dengan mulut sungai Mamberamo. Menurut angka resmi pemerintah Indonesia, sekitar 7.381 orang tinggal di daerah ini pada tahun 1998. Mereka menjalani kehidupan semi-nomaden dengan berburu, menangkap ikan, berkebun dan memanen sagu. Masyarakat setempat terdiri dari suku adat Namunaweja, Bauzi, Dani, Manau, Kawera dan Anggreso. Peredaran uang di daerah tersebut sangat terbatas dan hanya terdapat sedikit bangunan sekolah. Keterbatasan peredaran uang ini menyulitkan penduduk setempat untuk dapat bepergian ke kota Sarmi atau Jayapura untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Perdagangan buaya diakukan antara penduduk lokal dan tentara atau dengan pedagang dari pulau lain. Gereja Kristen Indonesia di Tanah Papua dan RBMU, suatu asosiasi misionaris asing aktif terlibat di beberapa kecamatan di daerah tersebut. Perahu nelayan dari bagian lain Indonesia merambah ke wilayah penangkapan ikan di daerah ini, merusak ekosistem dan mengancam sumberdaya masyarakat setempat. Namun, ketika B.J. Habibie digantikan oleh Abdurrahman Wahid sebagai presiden Indonesia, mega proyek tersebut dikesampingkan. Tidak ada berita nasional atau internasional yang penting yang muncul dari daerah ini. Berita yang mencuat kemudian datang dari Der Spiegel, majalah berita mingguan Jerman mengenai tuduhan atas penyuapan yang dilakukan oleh Ferrostaal terhadap Habibie semasa masa jabatannya sebagai presiden. Pada edisi ke-41 pada tahun 1999, majalah bisnis mingguan Jerman ini membeberkan dugaan penyuapan oleh Ferrostaal sebesar DM 200.000, kepada Dr B.J. Habibie. Menurut dokumen yang diperoleh oleh Der Spiegel, dana tersebut disimpan di wilayah tax heaven (negarbas pajak) di Lichtenstein dan pada rekening bank Habibie di Deutsche Bank cabang Hamburg. Selain itu, Rahadi Ramelan yang diangkat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri sewaktu pemerintahan Habibie, juga menerima transfer deposito DM 200.000 pada rekening banknya dari CEO Ferrostaal, Klaus von Menges. Penyuapan terhadap Habibie dan Rahadi Ramelan ini bertujuan untuk menjamin bahwa Pemerintah Indonesian akan terus bertransaksi dengan Ferrostaal dan perusahaan Jerman lainnya dalam rangka memperluas pabrik baja milik negara PT Krakatau Steel, yang sebelumnya ditangani oleh Ferrostaal, Klockner dan Siemens. Pada saat terjadi penyuapan tersebut, Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, dan Rahadi Ramelan merupakan teman baiknya. Dengan mengkaji setumpuk dokumen, Der Spiegel menemukan pada 20 Maret 1991 bahwa Ferrostaal telah mengirim DM 900.000 kepada Grammont, suatu lembaga yang berpusat di Lichtenstein yang berfungsi sebagai tempat pencucian uang dengan pesanan khusus untuk memindahkan dana ke beberapa rekening lain. Pada 10 Februari 1993, Dr. Menges menginstruksikan lembaga tersebut untuk memindahkan DM 200.000 ke rekening B. Habibie No. 12 04 700 pada Deutsche Bank cabang Hamburg. Dokumen lain menunjukkan bahwa Menges juga memerintahkan transfer DM 200.000 ke rekening Rahadi Ramelan No. 25 90 693-4 di Deutshen Bank Asia di Singapura pada 23 Januari 1991. Berhadapan dengan pertanyaan dari Der Spiegel, juru bicara Ferrostaal dan juru bicara Presiden Habibie saat itu, Dewi Fortuna Anwar menolak memberi komentar. Begitu juga Menteri Ekonomi dan Industri, Rahadi Ramelan. Seolah-olah tidak ada yang terjadi, CEO Ferrostaal, Dr ‐ 12 ‐ Von Menges menghadiri pameran dagang Technogerma di Jakarta yang mempromosikan investasi Jerman di Indonesia. Namun, untuk masyarakat Jerman dan warga Indonesia yang berpendidikan tinggi dan yang mempunyai akses terhadap informasi, berita utama Der Spiegel merupakan indikasi bagaimana Habibie, kerabat dan kroninya telah mengambil manfaat dari masa jabatan Habibie selama 2 dekade sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, yang juga memimpin Badan Koordinasi Industri Strategis yang menghasilkan pesawat, kapal dan persenjataan (lihat Aditjondro 2006: 297-302).
MEMPERKAYA YANG KAYA DAN SEMAKIN MEMISKINKAN YANG MISKIN
Jika kita kembali pada pembelian 39 kapal perang bekas Jerman Timur, apakah status terkini dari armada kapal yang sangat mahal harganya ini? Tentunya tidak semua kapal tersebut saat ini dalam kondisi layak berlayar. Keenambelas Parchim corvette dimana nama Jermannya telah dirubah menjadi nama pahlawan Indonesia, telah digabungkan ke dalam Armada Timur dan Barat TNI AL. Kapal jenis corvette ini semula direncanakan untuk digunakan sebagai kapal patroli untuk menangkal penangkapan ikan ilegal serta para perompak yang beroperasi di perairan Indonesia, sementara bekas kapal tipe LST hanya dimanfaatkan untuk mengangkut transmigran dan beras. Beberapa kapal diparkir di dermaga karena mesin telah dibongkar dan dibawa ke Ukraina, Rusia untuk perbaikan besar-besaran. Sementara itu, sebagian besar dari jasa perawatan kapal tersebut masih ditangani oleh bisnis keluarga Dr. Habibie yang melibatkan Yayuk Habibie dan Fanny Habibie, di bawah bendera Ferrostaal (Gaban & Muryadi 1999: 4-5, 15; Thoha 2007: 411-2). Tentunya manfaat dari kapal perang Jerman Timur tersebut jauh dibawah nilai belinya. Menurut penyelidikan INFID, hanya 14 kapal yang masih terdaftar sebagai alat utama sistem senjata dalam pertahanan negara, sementara yang lainnya – 25 kapal – dapat dinyatakan sebagai besi rongsokan. Meskipun demikian, bertentangan dengan perjanjian antara Kementerian Pertahanan Jerman dan Indonesia dimana “pembeli” (Pemerintah Indonesia) akan menggunakan kapal tersebut “hanya untuk perlindungan daerah pesisir, penjagaan rute kelautan dan memerangi penyelundupan”, bekas armada Jerman Timur tersebut telah dimanfaatkan untuk menindas oposisi internal terhadap pemerintah Indonesia pada kejadian berikut ini: • Pada musim panas tahun 1999, kapal pendarat bekas Jerman Timur telah digunakan dalam pembantaian massal yang berlangsung di Timor Leste oleh milisi yang didukung oleh tentara Indonesia; • Pada bulan Januari 2000, empat kapal perang bekas Jerman Timur ikut ambil bagian dalam blokade laut di kepulauan Maluku. Sebagian tentara Indonesia bekerjasama secara erat dengan kelompok milisi dari kedua belah pihak dan blokade TNI AL telah menyebabkan ratusan ribu orang terusir dari kampung mereka; • Pada bulan Maret 2000, sebuah kapal pendarat bekas Jerman Timur mengangkut tentara dari batalyon infanteri 515 Kostrad dan Kopassus ke pulau lepas pantai di Biak, Papua Barat. Kapal yang sama juga telah mendaratkan pasukan di pulau tersebut pada bulan Juli ‐ 13 ‐ 1998 dimana pada 6 Juli 1998, sedikitnya 8 orang tewas dan 37 lainnya mengalami cedera dalam membungkam demonstrasi yang dilakukan oleh warga sipil yang tidak bersenjata; • Pada bulan Mei 2003, kapal perang bekas Jerman Timur yang lain membawa pasukan dan tank militer ke kawasan pelabuhan di Lhokseumawe, propinsi Aceh. Dalam serangan tersebut, pasukan tentara membunuh 10 warga desa termasuk seorang anak laki-laki berumur 12 tahun (Kaiser & Kowsky 2007). ‐
14 ‐ KESIMPULAN
Dua kesimpulan utama dapat diambil dari studi kasus ini mengenai penjualan dari separuh armada kapal bekas asal Jerman Timur kepada Indonesia. Pertama, seluruh pinjaman Jerman kepada Indonesia yang berkaitan dengan penjualan ini, termasuk utang ‘pasca penjualan’ untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal bekas tersebut, jelas memenuhi prinsip Sack tentang odious debt. Utang tidak digunakan untuk kebutuhan dan kepentingan Negara yang nampak pada keengganan TNI AL untuk membeli kapal bekas tersebut dan sikap oposisi yang berani ditunjukkan oleh Menteri Keuangan, Mar’ie Muhammad. Selain itu, walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, utang lebih digunakan untuk kepentingan perusahaan besar Jerman, Ferrostaal, perusahaan kapal milik negara, PT PAL dan bisnis yang dimiliki oleh kerabat Menteri Negara Riset dan Teknologi saat itu, Dr. B .J. Habibie yang telah menggunakan PT PAL dan perusahaan negara lainnya dibawah mandat Dr Habibie sebagai sapi perahan. Bisnis keluarga Habibie yang terlibat dalam pemeliharaan dan perbaikan kapal Jerman beroperasi di bawah bendera Ferrostaal. Fakta bahwa majalah mingguan yang mengungkapkan pertentangan Menteri Keuangan terhadap transaksi tersebut, yaitu Tempo, Editor dan Detik, juga telah dilarang oleh Menteri Penerangan, atas permintaan presiden, semakin membuktikan bahwa transaksi tersebut memihak pada kepentingan pribadi dibanding kepentingan Negara, dimana kepentingan pribadi Habibie dilindungi oleh presiden. Sehingga, setelah Pemerintah Jerman melakukan tindakan permusuhan terhadap rakyat dan Negara Indonesia, maka seluruh utang yang berkaitan dengan penjualan kapal tersebut seharusnya dihapus oleh Pemerintah Jerman saat ini dan berapapun jumlah utang yang telah dibayar oleh Pemerintah Indonesia harus dikembalikan kepada Indonesia. Kedua, studi kasus menunjukkan bahwa odious debt mempunyai efek ganda yang bertentangan: utang tersebut mensubsidi pejabat Jerman dan Indonesia yang kaya, sementara semakin menyengsarakan rakyat Indonesia yang harus membayar utang yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap pemerintah Jerman. Dalam kasus yang tercela ini, Pemerintah Jerman telah memanfaatkan hubungan erat Kanselir Helmut Kohl dengan mantan Presiden Soeharto, serta hubungan dekat Menteri Riset dan Teknologi Dr. Habibie dengan perusahaan transnasional Jerman, Ferrostaal untuk melemparkan kapal bekas Jerman Timur ke Pemerintah Indonesia. Baik TNI AL maupun rakyat Indonesia tidak menikmati manfaat dari transaksi tersebut, meskipun seluruh warga Indonesia masih terbebani oleh utang dan pembayaran bunganya. Satu-satunya pihak yang diuntungkan dari transaksi ini adalah Ferrostaal dan bisnis keluarga Dr. Habibie. ‐
15 ‐ DAFTAR PUSTAKA Adams, Patricia (2004). “Iraq’s Odious Debts.” Policy Analysis, No. 526, September 28, pp. Aditjondro, George Junus (1983a). Pengembangan Masyarakat Manusia dan Buaya di Mamberamo Hulu, Irian Jaya. Abepura: Irian Jaya Development Information Service Center (IJ-DISC). ---------------- (1983b). Manusia Rawa-rawa Mamberamo Hulu, Setelah Bonanza Buaya. Abepura: IJ-DISC. ---------------- (1998). Dari Soeharto ke Habibie: Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari: Kedua Puncak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Rezim Orde Baru. Jakarta: Masyarakat Indonesia untuk Kemanusiaan (MIK) & Pijar Indonesia. ---------------- (2003). Korban-korban Pembangunan: Tilikan terhadap Beberapa Kasus Perusakan Lingkungan di Tanah Air. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ---------------- (2006). Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa. Yogyakarta: LKiS. CIC (1996). Indonesian Financial Institution Directory 1995-1996. Yakarta: PT Capricorn Indonesia Consult Inc. Elson, R. E. (2001). Suharto: A Political Biography. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Eurodad (2006). Norway Makes Ground-breaking Decisión to Cancel Illegitimate Debt. ------------ (2007). Skeletons in the Cupboard: Illegitimate Debt Claims of the G7. Gaban, Farid & Wahyu Muryadi (1999). Dari Skandal ke Skandal: Kumpulan tulisan rubrik Investigasi Majalah Berita Mingguan TEMPO. Jakarta: MBM TEMPO. Hanlon, Joseph (2002). Defining Illegitimate Debt and Linking its Cancelation to Economic Justice. Oslo: Norwegian Church Aid. Kaiser, Juergen & Hartmut Kowsky (2007). “Skeletons in the Cupboard: Germany’s Illegitimate Debt Claims.” In Eurodad, op. cit., pp. 5-8. PDBI (1997) (1997). Conglomeration Indonesia. Vol. I, II, III. Jakarta: Pusat Data Business Indonesia (PDBI). Thoha, M. Robbani (2007). Tersesat Karena Petunjuk Presiden. Klaten: Gardu Baca Indonesia. Wibisono, Thomas (n.d.). Peta Bisnis Keluarga Besar Habibie. Jakarta: Pusat Data Business Indonesia (PDBI). ‐
16 ‐ MENGENAI PENULIS: Dr. George Junus Aditjondro adalah Peneliti independen; Konsultan Penelitian dan Penerbitan dari Yayasan Tanah Merdeka, Palu; Dosen Luar Biasa di Program Pascasarjana Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta; dan pelatih Metode Penelitian untuk aktivis LSM. Penelitian ini didanai sepenuhnya oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada bulan Februari – April 2007. Curriculum Vitae Nama : George Junus Aditjondro Tempat & Tgl Lahir : Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia, 27 Mei 1946. Alamat : Gang Bakung No. 18, Deresan CT X, Jalan Gejayan, Yogyakarta, Indonesia E-mail : georgejunusaditjondro@gmail.com HP : (+62) (813) 9254 1118. Kewarganegaraan : Indonesia Jenis Kelamin : Laki-laki Pusat Kegiatan : Yogyakarta, Indonesia Jabatan Sekarang: Dosen Luar Biasa pada Studi Agama dan Budaya Program Pascasarjana, Universitas Sanata Darma di Yogyakarta, Konsultan dan Instruktur Lokakarya Metode Penelitian untuk LSM. Latarbelakang pendidikan: 20 Januari 1993: Doktor Filsafat (Ph.D.), Universitas Cornell, Ithaca, N.Y.; tesis tentang pendidikan kebijakan publik yang berkaitan dengan dampak sosial dan lingkungan dari bendungan serbaguna Kedungombo di Jawa Tengah. 1991: Master of Science, Universitas Cornell, Ithaca, N.Y.; tesis tentang pembelajaran organisasi dari pengurus dan staf Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa Irian Jaya atau YPMD-Irja. Bahasa: Indonesia (bahasa ibu) Inggris (lancar) Belanda (lancar) Pengalaman Kerja: 1. Sejak Semester I 2007, mengajar tentang Gerakan Marxisme dan Sosial pada Pusat Studi Pancasila, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Indonesia. 2. Agustus – Desember 2006, melakukan penelitian tentang ruang demokratis di Timor Leste (Timor Timur) dan Indonesia, untuk Southeast Asia Committee for Advocacy (SEACA) di Manila. ‐
17 ‐ 3. Sejak Semester II 2005, mengajar Marxisme, Gerakan Sosial Baru dan Metode Penelitian pada Program Pascasarjana, Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta, Indonesia. 4. Sejak November 2002: Konsultan Penelitian & Penerbitan dari Yayasan Tanah Merdeka di Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. 5. 1994-2002: Dosen pada Universtas Murdoch di Perth, Australia bagian Barat, dan Universitas Newcastle, NSW, Australia. 6. 1989-1993: Dosen pada Program Pascasarjana untuk Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia, 7. 1981-1989: Pekerja pembangunan masyarakat dengan INDHHRA (Sekretariat Bina Desa) di Jakarta; WALHI di Jakarta dan Jayapura, dan Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa Irian Jaya (YPMD-Papua, Irian Jaya) di Jayapura, Papua Barat. 8. 1971-1979: Jurnalis untuk majalah mingguan TEMPO di Jakarta. Karya yang telah diterbitkan: Ratusan buku, bab, pendahuluan, prolog dan epilog tentang Timor Timur, Papua Barat, Aceh, Sumatera Utara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan; masalah lingkungan hidup terutama dampak pertambangan dan proyek infrastruktur besar terhadap lingkungan hidup; gerakan sosial baru; dan korupsi kepresidenan di Indonesia sejak pemerintahan Soeharto, telah diterbitkan di Indonesia dan luar negeri. Buku yang terbaru: Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi dan Partai Penguasa, Yogyakarta: LKiS, 500 halaman, diluncurkan pada 24 Mei 2006. Address: Jalan Mampang Prapatan XI No.23 – Jakarta 12790 – Indonesia Phone (6221) 79196721, 79196722, Fax (6221) 7941577 Email: infid@infid.org,www.infid.org unquoteunquote
Judul yang panjang ini njaris tidak bisa saya singkat, saya khawatirkan akan membosankan pembaca saya. Tapi apa boleh buat, seginilah kemampuan saya. Maksud saya tulis ini bukan untuk menjelek-kan nama orang, apalagi istilah intelijen Orde Baru “makar”, tapi menyadarkan kita mengenai posisi perkembangan masyarakat kita, yang tidak kita sadari masih dalam kungkungan feodalisme dengan segala kelemahannya menghadapi susunan masyarakat dunia sekarang, yang perlu bersama sama cerdas dan dinamis “dalam sistim masyarakat” yang memang tercipta plural.
Lho selama berkongsi dengan Orde Baru, ternyata ada yang mengumpulkan dana dan kader kader bertahun tahun yang luar biasa besarnya, digunakan untuk memupuk kekuatan kaum bernalar cupet, fanatik dan radikalisme, berkedok agama.
Terbukkti pada demo 411 yang ditugganginya. Lebih dari itu semakin kentara tokoh tokoh yang sangat ambisius, berspekulasi meuunjukkan sifas aslinya yang sangat oportunistik, nimbrung diruang publik secara luas, Alkhamdulillah terbukalah kedoknya. Nampak besar sesungguhnya dari gunung es yang selama ini tertupup oleh gemuruhnya gelombang reformasi.
Masih jauh lebih besar jumlah putra putri bangsa yang membentengi Bangsa dan Negara ini, dari sektor mana saja.
Sekarang waktunya menantang mereka mana dadamu, inilah dadaku. !!!!!!!
Apakah kita akan merubah menjadi masyarakat yang lebih demokratis ? Tentunya sangat tergantung dari kesadaran kita, demi percepatan pembangun menyeluruh Tanah air kita ini, yang kita juluki dengan ERA REFORMASI – reformasi mentalitas kita sendiri.
Seharusnya Partai Partai lah yang mengumandangkan, mengibarkan panji panji reformasi mental ini.
E, e, malah mereka saling melindungi borok masing masing menjaga “fatsun politik” (jargon bahasa Belanda yang saya hanya meraba artinya) yang ayem tentrem menikmati duit rakyat dari jabatan Negara apa saja, dan menciptakan citra mereka solah olah jadi pendidik rakyat. Waspadalah pada muka muka mereka yang tembem ini. Pengganti Presiden kita ynag berkuasa selama 32 tahun secara otokratis dan despotis, karena didukung oleh senjata, adalah deretan Presiden yang mendapatkan mandat kekuasaannya kurang lebih secara demokratis yaitu Dr Habibi, Gus Dur, Ibu Megawati, Jendral Susislo Bangbang Yudhoyono selama dua periode, dan Pak Jokowi. Kecuali yang sedang menjabat sekarang, semua menunjukkan gejala feodalisme yang sangat kentara, diketahui masyarakat banyak tanpa banyak komentar. Yaitu menciptakan filial /sanak dekatnya sebagai politisi yang bisa menggantikannya, bila perlu dikarbit. Apa ini bukan cara feodal yang paling awal ?
Apakah ini jelek ?
Tidak, sebab sepanjang sejarah, era feodalisme yang sangat penjang juga menghasilkan para penguasa yang jadi suri teladan mausia juga.
Hanya sistim ini sangat rentan terhadap akibat sifat buruk manusia yang berkuasa terhadap kehidupan orang banyak, dengan rekayasa atau terror telanjang, tercipta dengan mudah untuk pribadi kekuasaannya yang despotis dan otoriter, didukung oleh kekuatan senjata, tanpa kendali, baik untuk dirinyaya maupnn untuk kelompok kroni elitnya.
Apa ini bukan ekses dari feodalisme ? Ya, pasti.
Kecuali itu, Islam mengajarkan manusia harus me-nomer satu-kan azas bismillahirakhmanirakhim, yang sudah lepas dari mementingkan diri sendiri atau mementingkan kepentingan umum . Ini menjadi kontroversi berkepanjangan manusia di dunia, dengan segala dalihnya,
Kembali ke jalan yang benar,, dimohon tujuh belas kali sehari dalam surah Al Fatihah. .
Islam mengajarkan sangat perlunya berkorban yang diteladan-kan oleh manusia manusia unggul pilihan Allah, Nabi Ibrahim alaihi salam Nabi Ismail alaihi salam , juga Rasulullah Muhammad salallahu alaihi wasallam, demi ketaatan-nya kepada Allah. Menggerogoti pepentingan umum adalah haram.
Kepentingan Allah di dunbia kita, hanyalah demi kesejahteraan manusia hambanya.
Alih alih pengorbanan kepentinan diri dan kroninya, atau merugikan masyarakat tanpa sedikitpun merasa salah. 7.3 triiliun beritu saja diberian kepadanya penilikbank century. a digondo pulang. pwenguasa tetinggi negqara pada waktu itu malah berlagak menciptakan citranya sebagai tokoh yang lugu dan terhormat., sesuai dengan martabatnya dalam dunia ilmu pangatuan, Doktor, Maka itu wahai bangsaku waspadalah. !!! Paper yang puanjaaang sekali ini saya sajikan untuk mempermudah pembaca, saya copy paste dari Infid.org/pdf do/1374164461.pdf
Saya sendiri sampai pusing “mblenger” membaca ini, maka itu bila malas membaca ya sedikit sidikit saja, bertahap, demi mempertajam persepsi kita mengengenai pekembangan masyarakat kita ini, sabar dan tanpa frustasi, maklum dan arif. Karena perjalanan ke masyarakat yang demokratis ternyata masih sangat jauh, nafsu amarah dan sejarah membuktikan, penggunaan kekerasan senjata hanya membuat jarak ke tujuan makin jauh. Sementara dilain sisi ada golongan yang sengaja menupuk radikalisme dari fanatisme agama, guna merombak kemajemukan masyarakat ini dengan kekuatan dalam waktu yang singkat *)
Quote:
INTERNATIONAL NGO FORUM ON INDONESIAN DEVELOPMENT TOWARDS ALTERNATIVES FOR DEBT SOLUTION with UN special consultative status on ecosoc BERLAYAR DALAM PUSARAN GELOMBANG MASALAH: Studi Kasus Odious Debt untuk Pembelian Kapal Perang Bekas Jerman, yang Melibatkan Perusahaan Jerman dan Kroninya di Indonesia Working Paper No. 1, 2007 George Junus Aditjondro ‐
1 ‐ BERLAYAR DALAM PUSARAN GELOMBANG MASALAH: Studi Kasus Odious Debt untuk Pembelian Kapal Perang Bekas Jerman, yang Melibatkan Perusahaan Jerman dan Kroninya di Indonesia George Junus Aditjondro Working Paper No.1, 2007 ‐
2 ‐ PENGANTAR Kekhawatiran terhadap utang yang tiada akhir dari banyak negara dunia ketiga telah mendorong pemerintahdan organisasi non-pemerintah -- termasuk organisasi keagamaan, kelompok lingkungan hidup dan kelompok anti-globalisasi -- untuk menolak utang yang tidak berguna bagi – atau bahkan menyengsarakan -- penduduk dari negara-negara yang memiliki utang. Dari keprihatinan ini, muncul beberapa konsep tentang utang yang tidak adil dimana pengembalian utang seharusnya tidak dibebankan pada rakyat dari negara dimana utang tersebut pada awalnya ada karena pemerintahnya sendiri. Dari konsep-konsep tersebut, utang yang tidak sah atau “illegitimate debt” (Hanlon 2002; Eurodad 2006, 2007) dan utang haram atau “odious debt” (Adams 2004) adalah dua konsep yang paling populer.
ODIOUS DEBT
Doktrin Odious Debt mempunyai sejarah yang panjang karena prinsip-prinsipnya telah dikenal luas di Perancis, Rusia, Jerman, dan Amerika Serikat pada peralihan abad ke 19-20. Setelah perang Spanyol-Amerika pada tahun 1898,
Amerika Serikat menolak utang Kuba pada Spanyol. Dengan mengatakan bahwa “utang tersebut dibebankan pada rakyat Kuba tanpa persetujuan mereka dan dengan kekerasan,” komisioner Amerika Serikat untuk perundingan perdamaian berpendapat bahwa sebagian besar pinjaman tersebut dirancang untuk menumpas upaya penduduk Kuba dalam pemberontakan mereka melawan penjajahan Spanyol, dan dibelanjakan dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan rakyat. “Utang tersebut diciptakan oleh Pemerintah Spanyol untuk kepentingannya sendiri dan melalui agen mereka sendiri, dimana Kuba tidak mempunyai hak suara atas keberadaan utang tersebut” (Adams 2004: 2-3).
Sehingga, seperti yang diyakini oleh pihak perunding AS, utang tersebut tidak dapat dianggap sebagai utang domestik Kuba dan juga tidak bersifat mengikat terhadap pemerintahan pengganti. Mengenai pemberi pinjaman, perunding AS berpendapat: “Pihak kreditor dari awal mengambil resiko dalam melakukan investasi. Komitmen terhadap utang nasional tersebut, sementara pada satu sisi menunjukkan sifat nasional dari utang tersebut, di sisi yang lain menandakan resiko membahayakan yang melekat pada utang tersebut sejak awal, dan masih terus melekat” (Adams 2004: 3).
Seperti yang dikemukakan oleh Patricia Adams, perselisihan atas “utang Kuba” ini menjadi salah satu dari kasus penolakan utang yang kontroversial – penolakan yang bukan disebabkan karena utang tersebut memberi beban yang terlalu berat bagi pemerintah penerus, tapi karena pihak yang tidak sah menciptakan utang tersebut untuk tujuan yang juga tidak sah.
Utang seperti ini dalam hukum dikenal sebagai “odious debt” atau utang haram (idem). Dalam kurun waktu hanya seperempat abad kemudian, doktrin hukum dari odious debt dikembangkan oleh Alexander Nahum Sack, guru besar hukum di Paris dan mantan menteri pada pemerintahan Tsar di Rusia. Ketika wilayah kolonial menjadi bangsa yang independen dan koloni berpindah tangan, ketika monarki digantikan oleh republik dan rezim militer digantikan oleh pemerintahan sipil, dengan perbatasan yang senantiasa berubah di seluruh dunia, dan munculnya ideologi baru dari sosialisme, komunisme, dan fasisme yang merobohkan tatanan lama, Sack mengembangkan suatu teori utang yang menangani masalah nyata yang disebabkan ‐ 3 ‐ oleh transformasi negara yang sebagaimana diterangkan di atas. Sack meyakini bahwa jaminan bagi utang publik harus tetap terjaga demi perdagangan internasional. Tanpa adanya aturan yang kuat atas kewajiban negara untuk membayar utang publik tersebut, Sack percaya bahwa akan terjadi huru-hara dalam hubungan antar negara serta perdagangan dan keuangan internasional akan menjadi kacau. (idem). Utang yang tidak diciptakan untuk kepentingan “negara” tidak seharusnya terikat pada aturan umum tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Sack: Apabila rezim yang sewenang-wenang berhutang bukan untuk kebutuhan atau kepentingan Negara, tapi untuk memperkuat rezimnya, untuk menindas penduduk yang menentangnya, dsb., maka utang ini disebut odious bagi penduduk dari negara tersebut. Utang ini tidak menjadi kewajiban bangsa tersebut; tapi merupakan utang rezim, utang pribadi dari kekuasaan yang menciptakan utang tersebut sehingga utang akan gugur dengan jatuhnya penguasa tersebut. Alasan dari utang “odious” ini tidak dapat dianggap sebagai penghambat dalam wilayah suatu Negara adalah karena utang tersebut tidak memenuhi salah satu syarat yang menentukan keabsahan dari utang Negara tersebut yaitu : utang Negara terjadi jika dana tersebut digunakan untuk kebutuhan dan kepentingan Negara. Utang “Odious” dilakukan dan digunakan untuk tujuan yang dengan sepengetahuan pihak kreditor bertentangan dengan kepentingan bangsa, mengabaikan kepentingan bangsa – dalam hal dimana bangsa tersebut berhasil terlepas dari pemerintah yang melakukan utang tersebut – kecuali apabila diperoleh manfaat yang nyata dari utang tersebut. Pihak kreditor telah melakukan tindakan yang bermusuhan terhadap rakyat; sehingga mereka tidak dapat berharap bahwa bangsa yang terbebas dari penguasa yang sewenang-wenang akan mengambil alih utang “odious” yang sebenarnya merupakan utang pribadi dari rezim tersebut. Bahkan meskipun penguasa zalim tersebut digantikan oleh yang rezim lain yang tidak berkurang kezalimannya atau tidak lebih responsif terhadap kemauan rakyat, utang “odious” dari kekuasaan yang tersingkirkan menjadi utang pribadi mereka dan tidak menjadi kewajiban dari penguasa yang baru. Jenis pinjaman lain yang juga dapat dicantumkan adalah utang yang dilakukan oleh anggota dari pemerintah atau individu atau kelompok yang berhubungan dengan pemerintah untuk melayani kepentingan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan Negara (tercantum dalam Adams 2004: 3-4). Dengan kata lain, konsep Sack tentang odious debt dapat diringkas menjadi empat prinsip di bawah ini (lihat Hanlon 2002: 8): (a). Syarat dari keabsahan suatu pinjaman adalah bahwa utang tersebut “digunakan untuk kebutuhan dan kepentingan Negara”; ‐ 4 ‐ (b). Odious debt akan gugur bersama lengsernya rezim dan bukan menjadi beban utang pemerintahan penerusnya; (c). Utang dianggap odious apabila digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk tujuan Negara; dan (d). Kreditor melakukan tindakan yang merugikan apabila mereka melakukan pinjaman odious. Seperti yang amati oleh Jaringan Eropa tentang Utang dan Pembangunan atau Eurodad yang berpusat di Brussels, odious debt umumnya berkaitan dengan rezim diktator seperti Mobutu Sese Seko di Republik Demokratik Kongo, Ferdinand Marcos di Filipina, Jenderal Suharto di Indonesia, rezim apartheid Afrika Selatan dan Saddam Hussein di Irak. Rezim-rezim ini menimbun utang dalam jumlah besar dengan kreditor bilateral seperti AS, Inggris, Perancis dan Jerman, serta dengan badan-badan multilateral seperti Bank Dunia dan IMF. Eurodad meyakini bahwa banyak dari utang tersebut dilakukan murni untuk tujuan strategis geopolitik. Sehingga banyak LSM berpendapat bahwa adalah tidak adil jika penduduk dari negara yang berhutang harus menanggung sendiri beban utangnya dan kreditor seharusnya ikut bertanggungjawab atas kelalainnya terhadap pinjaman yang mempunyai motivasi politik (Eurodad 2006). ILLEGITIMATE DEBT Utang jenis ini memiliki kategori yang lebih luas dibanding odious debt. Illegitimate debt atau utang yang tidak sah contohnya berlaku untuk proyek pembangunan yang sejak awal seharusnya tidak didanai. Salah satu contoh adalah pembangkit tenaga nuklir Bataan di peninsula Bataan di Filipina. Proyek ini merupakan utang negara Filipina yang terbesar. Diselesaikan pada tahun 1984 dengan menelan biaya US$ 2,3 milyar, proyek ini tidak pernah dimanfaatkan karena rezim pasca Marcos tidak berani mengambil resiko dimana pembangkit tenaga nuklir ini dibangun di atas sesar gempa bumi pada kaki gunung berapi. Proyek ini didanai oleh lembaga kredit ekspor AS, Ex-Im Bank, Union Bank of Switzerland (UBS), Bank of Tokyo dan Mitsui & Co, dimana pinjaman belum seluruhnya dikembalikan (Eurodad 2006, 2007). Contoh lain dari illegitimate debt adalah utang sebesar US$ 80 juta yang dihapus pada 2 Oktober 2006 oleh Pemerintah Norwegia. Antara tahun 1976 dan 1980, Norwegia mempunyai kebijakan yang mendukung ekspor kapal ke tujuh negara berkembang yaitu Ekuador, Peru, Jamaika, Mesir, Sierra Leone, Sudan dan Burma. Norwegia mengekspor kapal ini terutama untuk menjamin tersedianya pekerjaan bagi industri kapal yang dilanda krisis di negara kreditor, bukan didasarkan pada analisa obyektif terhadap kebutuhan pembangunan dari negara yang membeli kapal tersebut. Hal ini telah diakui secara eksplisit oleh Pemerintah Norwegia saat ini yang telah mengambil langkah yang bersejarah dalam ikut bertanggungjawab terhadap utang yang kemudian disusul dengan penghapusan utang tersebut (Eurodad 2006). Dalam konteks yang lebih luas, Joseph Hanlon (2002) menjabarkan illegitimate debt sebagai utang yang memenuhi satu atau lebih dari kondisi di bawah ini: (a) bertentangan dengan hukum atau tidak diperbolehkan hukum; ‐ 5 ‐ (b) tidak adil, tidak layak, atau tidak dapat disetujui, atau (c) bertentangan dengan kebijakan publik tertentu. Kedua konsep ini - odious debt dan illegitimate debt – telah diterapkan secara luas di dunia oleh gerakan Ekumenikal Jubilee dan gerakan lingkungan hidup global dengan mempertanyakan keadilan dari utang yang dibebankan pada negara Dunia Ketiga. Sejak tahun 1980an, gerakan global ini berkampanye untuk penghapusan odious debt dan illegitimate debt oleh pemerintah kreditor. Selama Konferensi Tingkat Tinggi G8 di Heiligendamm, Jerman pada 6-7 Juni 2007, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), sebuah koalisi LSM di Indonesia dan seluruh dunia telah memusatkan perhatian pada himbauan terhadap Pemerintah Jerman untuk menghapus utang yang digunakan untuk membeli kapal perang bekas dari bekas armada angkatan laut Jerman Timur. Kampanye ini memperkuat kampanye Eurodad yang pada bulan Februari 2007 telah menerbitkan laporannya berjudul Skeletons in the Cupboard: Illegitimate Debt Claims of the G7, yang menitikberatkkan pada studi kasus illegitimate debt dari setiap negara anggota G7 – Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Italia, Inggris, dan Amerika Serikat – kepada negara berkembang.1 Studi kasus yang dipilih untuk Jerman menyangkut penjualan 39 kapal bekas milik angkatan laut Republik Demokratik Jerman (atau Jerman Timur) kepada Indonesia pada tahun 1993 yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam kertas kerja ini.
MENJUAL RONGSOKAN DENGAN HARGA YANG MAHAL
Runtuhnya dinding Berlin yang kemudian membuka jalan bagi unifikasi Jerman, ironisnya telah menyisakan lubang yang menganga pada pundi negara Indonesia. Lubang besar tersebut disebabkan oleh pembelian 39 kapal bekas angkatan laut Jerman Timur oleh Pemerintah Indonesia yang tidak ditangani oleh TNI AL tapi langsung oleh Menteri Negara untuk Riset dan Teknologi saat itu yaitu Dr. B.J. (“Rudy”) Habibie, melalui persetujuan langsung dari Presiden Suharto, meskipun mendapat tentangan yang sengit dari Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad. Setelah tawar-menawar yang alot antara kedua menteri, harga dari 39 kapal bekas angkatan laut Jerman Timur – terdiri dari 16 Parchim corvettes, 14 Frosch troop landing ship tanks (LSTs) dan 9 penyapu ranjau Condor – ditetapkan sebesar US$ 442,8 juta, yaitu US$ 100 juta lebih tinggi dari jumlah yang disetujui oleh Menteri Keuangan. Penjualan armada kapal ini didanai dari utang sebesar US$ 200 juta dari lembaga pembiayaan Pemerintah Jerman, Kreditanstalt fuer Wiederaufbau atau KfW dengan perusahaan Jerman, Ferrostaal bertindak sebagai perantara. Transaksi tersebut diasuransikan senilai DM 700 juta atau US$ 466 juta oleh Hermes AG, lembaga kredit ekspor Jerman (Gaban & Muryadi 1999: 9-10; Kaiser & Kowsky 2007: 5). Karena Jerman yang telah bersatu hanya diperbolehkan memiliki satu armada, maka armada bekas Jerman Timur ditelantarkan selama hampir tiga tahun di galangan kapal Peneemunde Wolgast. Kondisi kapal tua angkatan laut tersebut sangat memprihatinkan, menurut pengamatan Laksamana TNI AL, Tanto Koeswanto yang datang menginspeksi kapal-kapal tersebut sebelum 1 Rusia adalah negara ke delapan yang bergabung dalam kelompok negara maju sehingga ada perubahan dari G7 menjadi G8 ‐ 6 ‐ transaksi antara Dr. Habibie dan pemerintah Jerman. Para perwira TNI AL tidak tertarik untuk membeli armada kapal tersebut. Selain umurnya yang sudah tua, spesifikasi teknis kapal tersebut juga tidak sesuai dengan kondisi kelautan Indonesia. Bertolak belakang dengan perairan tropis kepulauan Indonesia yang bersuhu tinggi, kapal Jerman tersebut dirancang untuk berhadapan dengan perairan Baltik yang dingin. Kapal-kapal tersebut juga dirancang untuk berlayar hanya selama tiga hingga lima hari yang sesuai untuk perairan Baltik dan tidak sesuai untuk kepulauan yang terdiri dari 17 ribu pulau (Gaban & Muryadi 1999: 11-12). Penjualan kapal perang tersebut mengakibatkan perlunya tambahan pinjaman dari Pemerintah Jerman kepada Pemerinah Indonesia untuk menutupi biaya perbaikan dan pemeliharaan kapal. Pada tanggal 17 Oktober 2000, kedua pemerintah menandatangani perjanjian utang senilai Euro 28.142.222,00, dan pada 18 Januari 2001, dua perjanjian utang lainnya sebesar Eur 12.319.712 dan Eur 980.414.43 ditandatangani oleh kedua pemerintah. Pada tahun 2001 dan 2003, Hermes AG memberi tambahan jaminan asuransi yang berkaitan dengan penjualan kapal tersebut. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh anggota Bundestag atau parlemen dari Fraksi Partai Sosialis, pemerintah Jerman mengatakan bahwa “pemeriksaaan dan perbaikan terhadap delapan corvette tersebut menyangkut dua jaminan ekspor (jaminan Herman) dengan total senilai Euro 24,2 juta” (Kaiser & Kowsky 2007).
MEMPERKAYA FERROSTAAL DAN KRONINYA DI INDONESIA
Walaupun manfaat dari armada kapal tersebut bagi TNI AL disangsikan, penjualan kapal perang bekas Jerman Timur tersebut pastinya telah menambah kekayaan usaha keluarga Dr Habibie yang melibatkan adik perempuannya yang paling kecil, Sri Rahayu Fatima yang dikenal sebagai Yayuk Habibie, dua adik laki-laki, Junus Efendi (“Fanny’) Habibie dan Suyatim Abdurachman (“Timmy”) Habibie, serta putra bungsunya, Thareq Kemal Habibie. Salah satu penerima manfaat dari transaksi ini adalah PT Citra Drews Indonesia, perusahaan milik Yayuk Habibie dan suaminya, Muchsin Mochdar. Pada tahun 1999, perusahaan ini memiliki spesialisasi pada pemeliharaan kapal patroli cepat sesuai dengan standar Jerman, menurut wawancara Yayuk Habibie dengan majalah mingguan Tempo pada 10 Oktober 1998. Perusahaan ini mendapat pesanan untuk menyediakan freon dan melakukan pemeliharaan pada sistem pendingin pada 39 kapal tersebut. Penyediaan ini sesuai kontrak dengan galangan kapal milik pemerintah, PT PAL di Surabaya, yang pada saat itu dibawah pimpinan Dr Habibie (Gaban & Muryadi 1999: 9-10, 15, 18; Aditjondro 2006: 300). Sementara itu, perlu digarisbawahi bahwa Dr. Habibie dan adik perempuannya Yayuk Habibie, yang juga pernah belajar di Jerman, tentu bukan merupakan pendatang baru dalam komunitas bisnis Jerman. Dr. Habibie dan Dr. Klaus von Menges, yang kemudian menjabat sebagai CEO Ferrostaal, berteman baik di Jerman, ketika Dr. Habibie masih meneruskan pendidikannya di Aachen, salah satu universitas teknik terbaik di Jerman, dan Dr. Von Menges pada saat itu berada di Koeln. Ketika Von Menges bertindak sebagai presiden komisaris Ferrostaal, salah satu perusahaan teknik terpandang di Jerman, Yayuk Habibie diangkat sebagai perwakilan Ferrostaal di Indonesia, melalui PT Ferrostaal Niaga Utama, suatu usaha patungan antara perusahaan keluarga Habibie dan Ferrostaal. Yayuk Habibie mengaku bahwa beliau meninggalkan Ferrostaal antara 1989 dan 2004 untuk mendirikan perusahaannya sendiri yang diberi nama yang mencurigkan yaitu Ferrindo. Dari kantornya di Wisma Ferrindo di Jalan Warung Buncit Raya, ‐ 7 ‐ Jakarta, beliau diduga secara informal masih bertindak sebagai perantara untuk Ferrostaal, dan menerima bayaran dari transaksi Ferrostaal yang sukses di Indonesia (Aditjondro 2006: 299, 320; Der Spiegel, No. 41/1999). Yayuk Habibie mempunyai bisnis lain yang ada kaitannya dengan Jerman. Beliau memiliki saham pada cabang Deutsche Morgan Greenfell (DMG) Securities di Jakarta yang telah mengkoordinasi kredit sindikasi sebesar US$ 380 juta untuk proyek telekomunikasi di Jawa Barat. DMG juga terlibat dalam koordinasi tender dari enam pesawat Airbus A-330 yang dirancang oleh Habibie, dan menyebabkan kerugian senilai US$ 8 juta bagi maskapai nasional Garuda akibat prosedur tender yang salah (Aditjondro 2006: 322-3). Kemudian menyusul tiga lagi koneksi Jerman dari adik perempuan mantan Presiden tersebut. Pertama, Yayuk Habibie memegang 70% saham PT Deutsche Real Estate Indonesia (DREI), pemilik dari gedung Deutsche Bank di Jakarta, melalui perusahaan yang terdaftar di Jerman, Debeko Immobilien GmBH. Sisa saham PT DREI dikuasai oleh keponakannya Ilham Akbar Habibie dan Thariq Kemal Habibie, putra Dr Habibie, melalui perusahaan mereka PT Ilthabi Rekatama. Kedua, melalui perusahaannya PT Citra Harapan Abadi, yang beliau miliki bersama suami, Yayuk Habibie juga memiliki 12,3% saham PT Guntner Indonesia, dimana kedua keponakan yang sama juga memegang 12,3% dari saham perusahaan. Cabang Gunter GmBH di German ini berencana untuk membangun industri manufaktur untuk 2000 unit alat penukar panas di Pasuruan, Jawa Timur. Tiga, PT Trimitra Upayatama yang dimiliki Yayuk Habibie dan putra Dr. Habibie mengambil alih PT Euras Buana Leasing Indonesia, usaha patungan antara Deutsche Bank of Germany dan Bank Buana Indonesia, yang kemudian diganti namanya menjadi PT DB (Deutsche Bank) Ferrostaal, yang juga menikmati koneksi tingkat tinggi dengan Pemerintah Jerman dengan Kanselir Helmut Kohl pada saat itu yang menjabat sebagai salah satu anggota dewan komisaris. Sementara itu, Kohl juga menjaga hubungan dekatnya dengan Presiden Soeharto dan seringkali nampak pada acara peluncuran usaha patungan Jerman dengan perusahaan keluarga Soeharto di Jerman dan Indonesia. Contohnya, kunjungan Kohl ke Jakarta pada saat pengumuman publik tentang Proyek Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) pada akhir bulan Oktober 1996 (Aditjondro 2006: 168). Ferrostaal yang kini adalah anak perusahaan dari MAN, perusahaan teknik terkemuka Jerman, berperan penting dalam pembelian 39 kapal perang bekas Jerman Timur dengan bertindak sebagai perantara untuk pemberian kredit dari KfW bagi transaksi pembelian tersebut. Sebagai gantinya, perusahaan baja dan perkapalan besar Jerman ini memperoleh dua bonus utama: dipercaya untuk mengkoordinasi perbaikan seluruh 39 kapal dan juga mengelola pelatihan 1.660 personil TNI AL di Jerman (Gaban & Muryadi 1999: 10). Namun, keberhasilan Ferrostaal dalam menjembatani pemberian kredit KfW untuk transaksi tersebut tidak dapat dipisahkan dari peran Dr Habibie dalam mendorong minat bisnis Jerman di Indonesia melalui adik perempuannya Yayuk Habibie, dan juga melalui hubungan dekat Habibie dengan keluarga Soeharto. Contohnya, Ferrostaal merupakan pemegang saham yang berpengaruh pada dua perusahaan milik putra tengah Soeharto yang sangat berorientasi pada bisnis, Bambang Trihatmodjo, yaitu PT Samudra Petrindo Asia, suatu perusahaan tanker dan PT Samudra Ferro Engineering. Yang pertama merupakan perusahaan tanker LNG yang telah membuat kesepakatan dengan Pertamina, perusahaan pertambangan migas milik negara, untuk pengapalan LNG dari Bontang (Kalimantan Timur) dan Lhokseumawe (Aceh) ke Asia Timur, ‐ 8 ‐ sementara PT Samudra Ferro Engineering menjalankan operasi pertambangan di Sumatera Selatan (PDBI 1997, Vol. III, pp. A-1120, A-1126, A-1132; Aditjondro 2006: 299, 320). Fakta yang terlupakan adalah bahwa sebelum terjadinya penjualan kapal perang bekas Jerman Timur tersebut, Yayuk Habibie juga telah menjadi perantara dalam penjualan 32 Boeing 737-200 dari Lufthansa kepada Pemerintah Indonesia. Pesawat tua ini telah dioperasikan oleh Lufthansa selama 20 tahun. Di bawah tekanan Dr. Habibie dan kroninya, Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto, maskapai milik negara Garuda dan Merpati masing-masing setuju untuk membeli tujuh dan tiga pesawat bekas tersebut. Hal ini terjadi setelah Wage Mulyono, presiden direktur Garuda saat itu dipecat oleh Presiden Soeharto setelah beliau menolak untuk membeli pesawat usang tersebut (Aditjondro 2006: 299, 321-2). Berbeda dengan penjualan pesawat Lufthansa, penjualan kapal perang bekas Jerman Timur tersebut diliput secara luas oleh media di Indonesia, akibat dari kontroversi yang terjadi dalam kabinet Soeharto. Media nasional ramai memberitakan debat intens antara Menteri Riset dan Teknologi Habibie yang memihak pada transaksi tersebut dengan Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad yang menentang transaksi pembelian tersebut, didukung oleh TNI AL, politisi, dan birokrat. Karena membeberkan perselisihan internal pemerintah ini pada puncak dari kekuasaan diktator Soeharto, tiga majalah mingguan – Tempo, Editor, dan Detik -- terpaksa membayar dengan harga yang sangat mahal. Pada 21 Juni 1994, ketiga media mingguan tersebut dibredel oleh Menteri Penerangan Harmoko sesuai perintah Soeharto sendiri (Elson 2001:275; Thoha 2007: 20-5). Seperti yang diamati oleh salah satu penulis biografi politik Sooharto, R.E. Elson (idem): “Apa yang telah menyulut kemarahan Presiden adalah sikap liberal pers yang telah mengomentari (dan dikatakan memicu, menurut beliau) perselisihan pendapat golongan elit terhadap pembelian kapal perang, khususnya antara Habibie dan Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad yang secara terus terang membela kebenaran dan tidak bersedia untuk memberi persetujuannya untuk dana yang diperlukan. Situasi tersebut merupakan pembeberan masalah internal yang tidak dapat ditolelir oleh Soeharto” [huruf miring, penulis]. Pembreidelan terhadap ketiga majalah mingguan tersebut memompa darah segar yang menghidupkan gerakan pro-demokrasi di Indonesia. Wartawan dari ketiga media tersebut menjadi kekuatan penggerak Aliansi Jurnalis Independen, AJI yang menerbitkan hasil penyelidikan mereka melalui berbagai media bawah tanah. Sementara mantan editor Tempo, Goenawan Mohammad, dan beberapa mantan jurnalis Tempo membentuk ISAI, Institut Studi Arus Informasi, yang kemudian mendirikan stasiun radio, toko buku, teater and kegiatan lain yang didukung oleh lembaga bantuan dari negara Barat seperti USAID dan Ford Foundation. Skandal pembelian kapal perang bekas Jerman Timur tidak terlupakan begitu saja. Begitu Soeharto lengser, Tempo mengkaji ulang kasus tersebut dalam edisi 19 Oktober 1998 yang kemudian diterbitkan ulang dalam Gaban dan Muryadi (1999). Apa yang tidak banyak diberitakan adalah bahwa Dr. Habibie yang pada saat penjualan kapal perang Jerman Timur tersebut juga menjabat sebagai Direktur perusahaan kapal milik negara, PT PAL, barangkali telah mendorong pembelian kapal bekas untuk mencegah perusahaan kapal tersebut dari kebangkrutan. Selama tahun 1993, kontroversi yang timbul diantara anggota partai ‐ 9 ‐ oposisi PDI menyangkut perbelanjaan PT PAL tersebut yang berlebihan yang tidak mampu membayar hutang sebesar Rp 300 milyar pada negara. Sebagian dari perbelanjaan yang berlebihan tersebut meliputi biaya tiket pesawat Markus Wauran, anggota dewan dari PDI serta isterinya ke Washington, Virginia, Boston, Washington, London, Hamburg, Paris, dan kembali ke Jakarta, berangkat dari Jakarta pada tanggal 20 Mei 1993 (Aditjondro 1998: 116). Perjalanan keliling dunia dari ketua Komisi X DPR yang tugasnya mengawasi kegiatan Menteri Negara Riset dan Teknologi memperoleh kritikan pedas dari Aberson Marie Sihaloho, anggota faksi PDI lainnya di parlemen. Kritik beliau tentang perjalanan Wauran telah dipublikasikan oleh salah satu tabloid mingguan, Detik, yang dibredel setahun kemudian bersama dengan Tempo dan Editor pada edisi 9-15 Juni 1993. Sayangnya, Sihaloho yang ditarik dari parlemen oleh partainya, telah disidang atas tuduhan penghinaan terhadap pejabat pemerintah dan akhirnya dipenjara. Hal ini menunjukkan seberapa jauh Soeharto melindungi menteri favoritnya dan calon penggantinya di masa mendatang, BJ Habibie (Aditjondro 1998: 117). Penyelidikan selanjutnya terhadap perjalanan keliling dunia Markus Wauran menunjukkan alasan kenapa PT PAL atau lebih tepatnya Dr Habibie – membiayai perjalanan tersebut. Selain karena penolakan keras Markus Wauran pada penyelidikan Komisi X DPR terhadap penyimpangan keuangan PT PAL, Wauran juga mendukung ambisi energi nuklir Dr Habibie. Dibawah pengaruhnya, seluruh Komisi X DPR mendukung rencana pemerintah untuk mulai membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, yang ditentang oleh aktivis lingkungan hidup dan Abdurrahman Wahid, pemimpin Nahdlatul Ulama, organisasi Islam yang beranggotakan 40 juta orang (Aditjondro 2003: 165-6).
MEGA PROYEK MAMBERAMO2 DAN TUDUHAN DER SPIEGEL
KARENA kedekatannya dengan Habibie dan secara tidak langsung dengan Soeharto, Ferrostaal telah mencoba ‘untuk menjual’ satu lagi proyek investasi besar yang tidak menguntungkan secara ekonomis kepada pemerintah Indonesia. Proyek ini adalah proyek raksasa pembangkit listrik tenaga air di bagian utara kawasan rawa di Papua Barat, yang melibatkan Ferrostaal dan dua perusahaan raksasa Jerman lainnya, Siemens dan Hochtief. Pada bulan April 1997, sebuah seminar dan lokakarya resmi tentang mega proyek ini dihadiri oleh perusahaan swasta dari Jerman, Belanda, Perancis, dan Jepang begitu juga dari Indonesia. Pada bulan Februari 1998, mantan gubernur Irian Jaya, Barnabas Suebu, yang baru saja dipilih ulang waktu itu mengumumkan bahwa Jerman, Jepang, dan Australia telah sepakat untuk melakukan investasi pada proyek tersebut. Tidak ada pengumuman resmi tentang partisipasi asing tersebut. Watch Indonesia, LSM yang menelusuri keterlibatan Jerman, meyakini bahwa diskusi bilateral tentang proyek tersebut secara sengaja dirahasiakan. Sebuah pertemuan Forum Indonesia Jerman (GIF) pada bulan Desember 1997, kelompok yang mewakili kepentingan bisnis pada kedua negara, termasuk lokakarya yang tidak dipublikasikan tentang rencana pengembangan industri di kawasan Mamberamo, di bagian 2 Bagian mengenai Mamberamo berdasarkan laporan dari kelompok pro-pribumi, Do or Die (Issue No. 8), Watch Indonesia (May 1998), suatu kelompok HAM yang berpusat di Berlin dan memusatkan perhatian pada Indonesia, serta pengalaman penulis dari kerja lapangannya di daerah aliran sungai Mamberamo pada awal 1980an (lihat Aditjondro 1983a, 1984b). ‐ 10 ‐ utara dataran rendah berawa di Papua Barat. Para peserta terdiri dari perwakilan perusahaan Ferrostaal dan Siemens. Kerangka acuan (ToR) menunjukkan bahwa sejumlah besar studi kelayakan akan dilakukan melalui pembiayaan dari Jerman, dan sebagian kecil dari Australia bersama dengan Indonesia. Studi kelayakan awal diperkirakan menelan biaya sekitar 13 juta DM. Tiga perusahaan Jerman telah menginvestasikan masing-masing 100.000 DM untuk studi kelayakan tersebut. Kegiatan mereka lebih banyak pada bidang pembangkit tenaga air (Siemens/ Hochtief), industri berat (Ferrostaal) dan infrastruktur (Hochtief). Mamberamo juga dipromosikan sebagai pusat suplai bahan pangan masa depan untuk kepentingan nasional dengan rencana satu juta hektar sawah yang akan ditanami padi dimana irigasi akan dilakukan dari bendungan yang direncanakan. Seperti mega proyek yang kacau di Kalimantan Tengah, proyek besar ini dikemas sebagai bagian dari strategi untuk memenuhi kebutuhan swa-sembada beras. Direncanakan kurang lebih 300.000 orang dari Indonesia bagian barat akan ditransmigrasikan ke daerah ini sebagai tenaga kerja bagi proyek pertanian tersebut. Desa Kasonaweja, ibu kota dari kecamatan Mamberamo Tengah akan menjadi daerah pelabuhan, pergudangan, perkantoran, dan pusat perdagangan. Rencana pengembangan Mamberamo adalah bagian dari upaya percepatan pembangunan bagian timur Indonesia yang memindahkan ratusan ribu penduduk Indonesia dari Jawa yang berpenduduk lebih padat agar semakin sulit untuk membuat justifikasi tentang tuntutan kemerdekaan Papua. Pemerintah Indonesia perlu mengubah kekayaan alam daerah tersebut menjadi suatu kekuatan agar dapat bertahan di masa-masa mendatang. Tiga puluh empat lokasi potensial untuk membendung sungai ditemukan di Mamberamo dan anak-anak sungainya. Dua dari lokasi ini, yang terletak di Mamberamo sendiri, diidentifikasi untuk studi lanjut. Kedua lokasi tersebut dinamakan Mamberamo I (diperkirakan akan menghasilkan listrik 5700 MW) dan Mamberamo II (933 MW). Ibukota Kecamatan Mamberamo Tengah adalah desa Kasonaweja yang terletak 135 km dari mulut sungai Mamberamo. Ada rencana untuk membangun pelabuhan kapal berikut pergudangan, perkantoran dan pusat perdagangan di daerah tersebut. Daerah pegunungan ini diyakini kaya akan bahan tambang termasuk emas, tembaga, bauksit, dan nikel. Pembangunan pembangkit listrik tenaga air untuk peleburan membuat pertambangan nikel di daerah lain memungkinkan. Laporan dari daerah menyatakan bahwa proses pembebasan tanah telah dimulai pada awal tahun 1998 dengan melakukan suap, ancaman, dan tipu muslihat terhadap penduduk lokal. Habibie, presiden pada saat itu, seharusnya mengumumkan proyek ini pada bulan Agustus 1998. Seluruh proyek diselimuti kerahasiaan. Informasi tentang siapa yang terlibat dalam proyek sangat sulit didapat meskipun seorang perwakilan dari Do or Die yang mengunjungi daerah tersebut hampir setahun sebelumnya mengatakan bahwa beberapa pekerjaan konstruksi telah dimulai, mendahului perijinan dan persetujuan yang diperlukan. Pada tahun 1997, gubernur Papua Barat mengatakan pemerintah propinsi akan memobilisasi dukungan penduduk lokal bagi proyek tersebut. Namun, mayoritas masyarakat tidak diberi informasi apalagi diajak konsultasi tentang rencana mega proyek ini. Perwakilan masyarakat setempat mendatangi Konferensi PBB Masyarakat Pribumi di Jenewa pada bulan Juli 1998, tapi tidak diijinkan untuk ikut berbicara pada forum tersebut oleh panitia pelaksana. Enam ribu orang yang hidup di sekitar daerah sungai akan dipindahkan dari tempat tinggal mereka di wilayah hutan ke kota yang baru dimana mereka kemudian terpuruk dalam ‐ 11 ‐ kemelaratan, kecanduan minuman beralkohol dan prostitusi, keadaan yang tidak terhindarkan dari relokasi paksa seperti itu. Di wilayah yang akan menjadi kawasan industri ini, bibit akan terbentuknya suatu daerah perkotaan kumuh telah ditanam; pemukiman bagi sekitar 3.000 orang telah dibangun berdekatan dengan mulut sungai Mamberamo. Menurut angka resmi pemerintah Indonesia, sekitar 7.381 orang tinggal di daerah ini pada tahun 1998. Mereka menjalani kehidupan semi-nomaden dengan berburu, menangkap ikan, berkebun dan memanen sagu. Masyarakat setempat terdiri dari suku adat Namunaweja, Bauzi, Dani, Manau, Kawera dan Anggreso. Peredaran uang di daerah tersebut sangat terbatas dan hanya terdapat sedikit bangunan sekolah. Keterbatasan peredaran uang ini menyulitkan penduduk setempat untuk dapat bepergian ke kota Sarmi atau Jayapura untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Perdagangan buaya diakukan antara penduduk lokal dan tentara atau dengan pedagang dari pulau lain. Gereja Kristen Indonesia di Tanah Papua dan RBMU, suatu asosiasi misionaris asing aktif terlibat di beberapa kecamatan di daerah tersebut. Perahu nelayan dari bagian lain Indonesia merambah ke wilayah penangkapan ikan di daerah ini, merusak ekosistem dan mengancam sumberdaya masyarakat setempat. Namun, ketika B.J. Habibie digantikan oleh Abdurrahman Wahid sebagai presiden Indonesia, mega proyek tersebut dikesampingkan. Tidak ada berita nasional atau internasional yang penting yang muncul dari daerah ini. Berita yang mencuat kemudian datang dari Der Spiegel, majalah berita mingguan Jerman mengenai tuduhan atas penyuapan yang dilakukan oleh Ferrostaal terhadap Habibie semasa masa jabatannya sebagai presiden. Pada edisi ke-41 pada tahun 1999, majalah bisnis mingguan Jerman ini membeberkan dugaan penyuapan oleh Ferrostaal sebesar DM 200.000, kepada Dr B.J. Habibie. Menurut dokumen yang diperoleh oleh Der Spiegel, dana tersebut disimpan di wilayah tax heaven (negarbas pajak) di Lichtenstein dan pada rekening bank Habibie di Deutsche Bank cabang Hamburg. Selain itu, Rahadi Ramelan yang diangkat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri sewaktu pemerintahan Habibie, juga menerima transfer deposito DM 200.000 pada rekening banknya dari CEO Ferrostaal, Klaus von Menges. Penyuapan terhadap Habibie dan Rahadi Ramelan ini bertujuan untuk menjamin bahwa Pemerintah Indonesian akan terus bertransaksi dengan Ferrostaal dan perusahaan Jerman lainnya dalam rangka memperluas pabrik baja milik negara PT Krakatau Steel, yang sebelumnya ditangani oleh Ferrostaal, Klockner dan Siemens. Pada saat terjadi penyuapan tersebut, Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, dan Rahadi Ramelan merupakan teman baiknya. Dengan mengkaji setumpuk dokumen, Der Spiegel menemukan pada 20 Maret 1991 bahwa Ferrostaal telah mengirim DM 900.000 kepada Grammont, suatu lembaga yang berpusat di Lichtenstein yang berfungsi sebagai tempat pencucian uang dengan pesanan khusus untuk memindahkan dana ke beberapa rekening lain. Pada 10 Februari 1993, Dr. Menges menginstruksikan lembaga tersebut untuk memindahkan DM 200.000 ke rekening B. Habibie No. 12 04 700 pada Deutsche Bank cabang Hamburg. Dokumen lain menunjukkan bahwa Menges juga memerintahkan transfer DM 200.000 ke rekening Rahadi Ramelan No. 25 90 693-4 di Deutshen Bank Asia di Singapura pada 23 Januari 1991. Berhadapan dengan pertanyaan dari Der Spiegel, juru bicara Ferrostaal dan juru bicara Presiden Habibie saat itu, Dewi Fortuna Anwar menolak memberi komentar. Begitu juga Menteri Ekonomi dan Industri, Rahadi Ramelan. Seolah-olah tidak ada yang terjadi, CEO Ferrostaal, Dr ‐ 12 ‐ Von Menges menghadiri pameran dagang Technogerma di Jakarta yang mempromosikan investasi Jerman di Indonesia. Namun, untuk masyarakat Jerman dan warga Indonesia yang berpendidikan tinggi dan yang mempunyai akses terhadap informasi, berita utama Der Spiegel merupakan indikasi bagaimana Habibie, kerabat dan kroninya telah mengambil manfaat dari masa jabatan Habibie selama 2 dekade sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, yang juga memimpin Badan Koordinasi Industri Strategis yang menghasilkan pesawat, kapal dan persenjataan (lihat Aditjondro 2006: 297-302).
MEMPERKAYA YANG KAYA DAN SEMAKIN MEMISKINKAN YANG MISKIN
Jika kita kembali pada pembelian 39 kapal perang bekas Jerman Timur, apakah status terkini dari armada kapal yang sangat mahal harganya ini? Tentunya tidak semua kapal tersebut saat ini dalam kondisi layak berlayar. Keenambelas Parchim corvette dimana nama Jermannya telah dirubah menjadi nama pahlawan Indonesia, telah digabungkan ke dalam Armada Timur dan Barat TNI AL. Kapal jenis corvette ini semula direncanakan untuk digunakan sebagai kapal patroli untuk menangkal penangkapan ikan ilegal serta para perompak yang beroperasi di perairan Indonesia, sementara bekas kapal tipe LST hanya dimanfaatkan untuk mengangkut transmigran dan beras. Beberapa kapal diparkir di dermaga karena mesin telah dibongkar dan dibawa ke Ukraina, Rusia untuk perbaikan besar-besaran. Sementara itu, sebagian besar dari jasa perawatan kapal tersebut masih ditangani oleh bisnis keluarga Dr. Habibie yang melibatkan Yayuk Habibie dan Fanny Habibie, di bawah bendera Ferrostaal (Gaban & Muryadi 1999: 4-5, 15; Thoha 2007: 411-2). Tentunya manfaat dari kapal perang Jerman Timur tersebut jauh dibawah nilai belinya. Menurut penyelidikan INFID, hanya 14 kapal yang masih terdaftar sebagai alat utama sistem senjata dalam pertahanan negara, sementara yang lainnya – 25 kapal – dapat dinyatakan sebagai besi rongsokan. Meskipun demikian, bertentangan dengan perjanjian antara Kementerian Pertahanan Jerman dan Indonesia dimana “pembeli” (Pemerintah Indonesia) akan menggunakan kapal tersebut “hanya untuk perlindungan daerah pesisir, penjagaan rute kelautan dan memerangi penyelundupan”, bekas armada Jerman Timur tersebut telah dimanfaatkan untuk menindas oposisi internal terhadap pemerintah Indonesia pada kejadian berikut ini: • Pada musim panas tahun 1999, kapal pendarat bekas Jerman Timur telah digunakan dalam pembantaian massal yang berlangsung di Timor Leste oleh milisi yang didukung oleh tentara Indonesia; • Pada bulan Januari 2000, empat kapal perang bekas Jerman Timur ikut ambil bagian dalam blokade laut di kepulauan Maluku. Sebagian tentara Indonesia bekerjasama secara erat dengan kelompok milisi dari kedua belah pihak dan blokade TNI AL telah menyebabkan ratusan ribu orang terusir dari kampung mereka; • Pada bulan Maret 2000, sebuah kapal pendarat bekas Jerman Timur mengangkut tentara dari batalyon infanteri 515 Kostrad dan Kopassus ke pulau lepas pantai di Biak, Papua Barat. Kapal yang sama juga telah mendaratkan pasukan di pulau tersebut pada bulan Juli ‐ 13 ‐ 1998 dimana pada 6 Juli 1998, sedikitnya 8 orang tewas dan 37 lainnya mengalami cedera dalam membungkam demonstrasi yang dilakukan oleh warga sipil yang tidak bersenjata; • Pada bulan Mei 2003, kapal perang bekas Jerman Timur yang lain membawa pasukan dan tank militer ke kawasan pelabuhan di Lhokseumawe, propinsi Aceh. Dalam serangan tersebut, pasukan tentara membunuh 10 warga desa termasuk seorang anak laki-laki berumur 12 tahun (Kaiser & Kowsky 2007). ‐
14 ‐ KESIMPULAN
Dua kesimpulan utama dapat diambil dari studi kasus ini mengenai penjualan dari separuh armada kapal bekas asal Jerman Timur kepada Indonesia. Pertama, seluruh pinjaman Jerman kepada Indonesia yang berkaitan dengan penjualan ini, termasuk utang ‘pasca penjualan’ untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal bekas tersebut, jelas memenuhi prinsip Sack tentang odious debt. Utang tidak digunakan untuk kebutuhan dan kepentingan Negara yang nampak pada keengganan TNI AL untuk membeli kapal bekas tersebut dan sikap oposisi yang berani ditunjukkan oleh Menteri Keuangan, Mar’ie Muhammad. Selain itu, walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, utang lebih digunakan untuk kepentingan perusahaan besar Jerman, Ferrostaal, perusahaan kapal milik negara, PT PAL dan bisnis yang dimiliki oleh kerabat Menteri Negara Riset dan Teknologi saat itu, Dr. B .J. Habibie yang telah menggunakan PT PAL dan perusahaan negara lainnya dibawah mandat Dr Habibie sebagai sapi perahan. Bisnis keluarga Habibie yang terlibat dalam pemeliharaan dan perbaikan kapal Jerman beroperasi di bawah bendera Ferrostaal. Fakta bahwa majalah mingguan yang mengungkapkan pertentangan Menteri Keuangan terhadap transaksi tersebut, yaitu Tempo, Editor dan Detik, juga telah dilarang oleh Menteri Penerangan, atas permintaan presiden, semakin membuktikan bahwa transaksi tersebut memihak pada kepentingan pribadi dibanding kepentingan Negara, dimana kepentingan pribadi Habibie dilindungi oleh presiden. Sehingga, setelah Pemerintah Jerman melakukan tindakan permusuhan terhadap rakyat dan Negara Indonesia, maka seluruh utang yang berkaitan dengan penjualan kapal tersebut seharusnya dihapus oleh Pemerintah Jerman saat ini dan berapapun jumlah utang yang telah dibayar oleh Pemerintah Indonesia harus dikembalikan kepada Indonesia. Kedua, studi kasus menunjukkan bahwa odious debt mempunyai efek ganda yang bertentangan: utang tersebut mensubsidi pejabat Jerman dan Indonesia yang kaya, sementara semakin menyengsarakan rakyat Indonesia yang harus membayar utang yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap pemerintah Jerman. Dalam kasus yang tercela ini, Pemerintah Jerman telah memanfaatkan hubungan erat Kanselir Helmut Kohl dengan mantan Presiden Soeharto, serta hubungan dekat Menteri Riset dan Teknologi Dr. Habibie dengan perusahaan transnasional Jerman, Ferrostaal untuk melemparkan kapal bekas Jerman Timur ke Pemerintah Indonesia. Baik TNI AL maupun rakyat Indonesia tidak menikmati manfaat dari transaksi tersebut, meskipun seluruh warga Indonesia masih terbebani oleh utang dan pembayaran bunganya. Satu-satunya pihak yang diuntungkan dari transaksi ini adalah Ferrostaal dan bisnis keluarga Dr. Habibie. ‐
15 ‐ DAFTAR PUSTAKA Adams, Patricia (2004). “Iraq’s Odious Debts.” Policy Analysis, No. 526, September 28, pp. Aditjondro, George Junus (1983a). Pengembangan Masyarakat Manusia dan Buaya di Mamberamo Hulu, Irian Jaya. Abepura: Irian Jaya Development Information Service Center (IJ-DISC). ---------------- (1983b). Manusia Rawa-rawa Mamberamo Hulu, Setelah Bonanza Buaya. Abepura: IJ-DISC. ---------------- (1998). Dari Soeharto ke Habibie: Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari: Kedua Puncak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Rezim Orde Baru. Jakarta: Masyarakat Indonesia untuk Kemanusiaan (MIK) & Pijar Indonesia. ---------------- (2003). Korban-korban Pembangunan: Tilikan terhadap Beberapa Kasus Perusakan Lingkungan di Tanah Air. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ---------------- (2006). Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa. Yogyakarta: LKiS. CIC (1996). Indonesian Financial Institution Directory 1995-1996. Yakarta: PT Capricorn Indonesia Consult Inc. Elson, R. E. (2001). Suharto: A Political Biography. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Eurodad (2006). Norway Makes Ground-breaking Decisión to Cancel Illegitimate Debt. ------------ (2007). Skeletons in the Cupboard: Illegitimate Debt Claims of the G7. Gaban, Farid & Wahyu Muryadi (1999). Dari Skandal ke Skandal: Kumpulan tulisan rubrik Investigasi Majalah Berita Mingguan TEMPO. Jakarta: MBM TEMPO. Hanlon, Joseph (2002). Defining Illegitimate Debt and Linking its Cancelation to Economic Justice. Oslo: Norwegian Church Aid. Kaiser, Juergen & Hartmut Kowsky (2007). “Skeletons in the Cupboard: Germany’s Illegitimate Debt Claims.” In Eurodad, op. cit., pp. 5-8. PDBI (1997) (1997). Conglomeration Indonesia. Vol. I, II, III. Jakarta: Pusat Data Business Indonesia (PDBI). Thoha, M. Robbani (2007). Tersesat Karena Petunjuk Presiden. Klaten: Gardu Baca Indonesia. Wibisono, Thomas (n.d.). Peta Bisnis Keluarga Besar Habibie. Jakarta: Pusat Data Business Indonesia (PDBI). ‐
16 ‐ MENGENAI PENULIS: Dr. George Junus Aditjondro adalah Peneliti independen; Konsultan Penelitian dan Penerbitan dari Yayasan Tanah Merdeka, Palu; Dosen Luar Biasa di Program Pascasarjana Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta; dan pelatih Metode Penelitian untuk aktivis LSM. Penelitian ini didanai sepenuhnya oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada bulan Februari – April 2007. Curriculum Vitae Nama : George Junus Aditjondro Tempat & Tgl Lahir : Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia, 27 Mei 1946. Alamat : Gang Bakung No. 18, Deresan CT X, Jalan Gejayan, Yogyakarta, Indonesia E-mail : georgejunusaditjondro@gmail.com HP : (+62) (813) 9254 1118. Kewarganegaraan : Indonesia Jenis Kelamin : Laki-laki Pusat Kegiatan : Yogyakarta, Indonesia Jabatan Sekarang: Dosen Luar Biasa pada Studi Agama dan Budaya Program Pascasarjana, Universitas Sanata Darma di Yogyakarta, Konsultan dan Instruktur Lokakarya Metode Penelitian untuk LSM. Latarbelakang pendidikan: 20 Januari 1993: Doktor Filsafat (Ph.D.), Universitas Cornell, Ithaca, N.Y.; tesis tentang pendidikan kebijakan publik yang berkaitan dengan dampak sosial dan lingkungan dari bendungan serbaguna Kedungombo di Jawa Tengah. 1991: Master of Science, Universitas Cornell, Ithaca, N.Y.; tesis tentang pembelajaran organisasi dari pengurus dan staf Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa Irian Jaya atau YPMD-Irja. Bahasa: Indonesia (bahasa ibu) Inggris (lancar) Belanda (lancar) Pengalaman Kerja: 1. Sejak Semester I 2007, mengajar tentang Gerakan Marxisme dan Sosial pada Pusat Studi Pancasila, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Indonesia. 2. Agustus – Desember 2006, melakukan penelitian tentang ruang demokratis di Timor Leste (Timor Timur) dan Indonesia, untuk Southeast Asia Committee for Advocacy (SEACA) di Manila. ‐
17 ‐ 3. Sejak Semester II 2005, mengajar Marxisme, Gerakan Sosial Baru dan Metode Penelitian pada Program Pascasarjana, Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta, Indonesia. 4. Sejak November 2002: Konsultan Penelitian & Penerbitan dari Yayasan Tanah Merdeka di Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. 5. 1994-2002: Dosen pada Universtas Murdoch di Perth, Australia bagian Barat, dan Universitas Newcastle, NSW, Australia. 6. 1989-1993: Dosen pada Program Pascasarjana untuk Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia, 7. 1981-1989: Pekerja pembangunan masyarakat dengan INDHHRA (Sekretariat Bina Desa) di Jakarta; WALHI di Jakarta dan Jayapura, dan Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa Irian Jaya (YPMD-Papua, Irian Jaya) di Jayapura, Papua Barat. 8. 1971-1979: Jurnalis untuk majalah mingguan TEMPO di Jakarta. Karya yang telah diterbitkan: Ratusan buku, bab, pendahuluan, prolog dan epilog tentang Timor Timur, Papua Barat, Aceh, Sumatera Utara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan; masalah lingkungan hidup terutama dampak pertambangan dan proyek infrastruktur besar terhadap lingkungan hidup; gerakan sosial baru; dan korupsi kepresidenan di Indonesia sejak pemerintahan Soeharto, telah diterbitkan di Indonesia dan luar negeri. Buku yang terbaru: Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi dan Partai Penguasa, Yogyakarta: LKiS, 500 halaman, diluncurkan pada 24 Mei 2006. Address: Jalan Mampang Prapatan XI No.23 – Jakarta 12790 – Indonesia Phone (6221) 79196721, 79196722, Fax (6221) 7941577 Email: infid@infid.org,www.infid.org unquoteunquote