INI SOAL PERTANIAN MENGEJAR PEMBANGUNAN DAERAH YANG TERTINGGAL
Judul ini ada di siaran Metro TV
tg 21/10/016 jm 740 pagi.
Hadir sendiri Menteri yang bersangkutan, yaitu menteri Pembangunan Daerah yang Tertinggal dan Transmigrasi, bapak Eko Sanjoyo beserta ibu Hendri Saparini. Saya risau dari ucapan menteri Eko Sanjoyo, bahwa Daerah yang tertinggal ini lebih dari 80% penduduknya adalah petani, jadi mata pencahariannya ya jadi petani. Beliau menyayangkan bahwa di lokasi itu petani menanam semua kebutuhan penduduk sana, sereal, umbi umbian dan bumbu sayuran disitu, sedikit sedikit dan tidak terfokus pada komoditas ekonomi yang bisa meramaikan daerah itu dengan perdagangan bersama wilayah lain yang sudah maju. (Mohon diwaspadai perdagangan cara kartel yang marak di Pulau Jawa ) Bahkan di Sulawesi Selatan petani cabe rawit di Bone tidak laku panennya karena dari Enrekang datang cabai rawit yang lebih awet tidak cepat busuk ke Bone, apa tidak kasihan, karena nanamnya luas pake beaya lho ? . Padahal sama sama pidisnya. Lha cabe lokal ini adanya sangat menolong pasar kecil tradisional, sedikit sedikit ada terus.
Sebagai Agronomist yang selama hidup saya berkecimpung di dunia pertanian, saya sering berfikir, kanapa daerah penanam bawang merah di Brebes atau di sekitar Nganjuk dan Pare atau Probolinggo atau di Sumatra Utara, kok beaya produksinya lebih mahal dari budidaya yang sama di wilayah Thailand atau bahkan di Malaysia ? – Dengan bukti baratus ratur ton komoditas bawang merah diselundupkan dari sana, Ke Sumatra Utara dan Aceh bahkan dari Bangladesh dan India. Menurut pak Dwi Andreas, Guru Besar IPB, ongkos produksi kedelai lokal lk 9000/ kg, sedang kedelai impor cuma 6000/kg ( CNN Indonesia 19/10/216) - Memang ecosistem menyasngkut tanaman dicotyledone untuk menjadi tanaman monoculture sulit diwilayah kita yang asli tropic basah, lain dari asia tropic continent, kayak Thailand, Vietnam, Bangladesh, mungkin masih ada sela 2 - bulan iklim continen mempengaruhi pada kelembaban relatip, cocok buat bawang merah dan cabe rawit atau cabe besar.
Jadi dari sisi usaha pertanian, satu daerah yang bisa menghasilkan sendiri, kebutuhan nakanan pokok , buah buahan sayuran dan hasil perikanan dan peternakan cukup untuk kebutuhan penduduk setempat adalah satu rakhmat Illahi yang sudah jarang ada di wilayah kita ini. Yang kedua perdagangan cara kartel terkendala oleh karena jumlah penawaran kecil kecl, perlu ogkos dan waktu untuk sampai ke gudang kegudang kartel. Sehingga pasar setempat tertolong, karena pedangang kartel tidak bisa beli borongan.
Selanjutnya tg 5 -7 -8 Januari 2017 harga cabe kecil hingga 150 000/ kg di jakarta, sekaigus menjalar keseluruh Indonesia di Lumajang 90 000 2 hari yang lalu, di Surabaya sekarang sudah 80 000. Jangan sampai yang begini ini melanda NTT yang masih kena imbas iklim kontent Austrlaia, menhadiahkan kelembaban rendah minimum dua bulan ! Lha di jawa petani tambah "ngeslah" artinya malah penen pada musim kelembaban relatipnya tinggi, ya ongkosnya mahal untuk beli fungicide, menanam ratusan hektare sebagai monocuktuur, ya hamanya tidak ada peredatornya.
Supaya tahu saja 40 tahun yang lalu anngauta2 sekte keagamaan yang sangat tertutup Lemkari sudah menspesialisasikan diri menjadi trengkulak cabe, mengirim uang ratusan juta ke Situbondo untuk memborong cabe. Jadi sekarang kegiatan borong memborong pasti masih marak, makanya begitu di Jakarrta harga sampai 150 000/kg, segera wilayah wilayah dengan jarak perjalanan truck 3 hari pasti sebangsa Lemkari memborong panen cabe, membuat harga local segera meningkat, kartel menjamin harga di Jakarta tetap tinggi dengan mengatur penjualan stock itu saja, para tengkulak tidak usah rapat kayak anggauta DPR RI berbulan bulan, cukup pake HP dalan setengah jam, stock teratur, langka. Supaya tahu saja siapa berani mengobral stock langsung di beli oleh persatuan dadakan dari tengkulak. Sambil tengkulak menawarkan harga lebih baik dari si perusak harga diwilayah wilayah, jadi dia tidak punya barang lagi. Jelas kan, mungkin Deptan tidak menamakan ini kartel, karena terjadi instan saking eratnya persaudaraan mereka.
Sebetulnya apa ada ........sesama budidaya tanaman tropic basah yang tidak bisa ditanam disemua wilayan untaian pulau pulau Katulistiwa ini ?
Harapan Pak Menteri Eko Sanjoyo sama dengan harapan para Pendatang dari Europa empat ratus tahun yang lalu. Malah akhirnya mereka membangun petanian untuk keperluan perdagangan, mendapatkan komoditas tropic yang menguntungkan mareka saja secara masif dari satu wilayah demi mempermudah perdangan mereka sendiri, secara monocultuur.
Untuk tanaman keras mereka sudah belajar
dari kesalahannya, ada wilayah tropik basah di Nusantara kita ini yang cocok dengan budidaya tanaman keras tertentu dan tidak
cocok dengan tanaman budidaya tanaman
keras yang lain. Mereka membuka besar besaran
budidaya perkebunan TEH di Jawa
Barat, sedikit sekali di Jawa Timur,
mereka membuka perkebunan tanaman KOPI di Jawa Timur sedikit sekali di Jawa Barat. Juga perkebunan kelapa sawit, di wilayah
barat Nusantara bukan diwilayah Timur ( waktu itu hanya menyentuh sampai Maluku) bukan Papua Barat.
Untuk tanaman semusim ternyata deversitas budidaya yang cocok ya terbatas pada deversitas iklim meskipun masih dalam batas tropic basah, otomatis pada cuaca yang diharapkan pada kurun waktu yang dipilih untuk masa vegetasinya, dengan tambahan rekayasa pengairan atau naungan jaring dan sprinkler, untuk tanaman semusim. Atau tambah makanan awetan yang tahan disimpan pada musin kemarau panjang, termasuk consentrate limbah pertanian yang sudah berbentuk awetan, consentrate limbah pertanian yang sudah berbentuk briket atau granule untuk peternakan. Rekayasa pertanian bisa diupayakan untuk peternakan, setelah ternyata ada surplus yang besar dari produk pertanian.
Karena diantara tanaman budi daya yang evolusi speciesnya mendominasi lahan secara menutupi seluruh lahan dengan sejenisnya, misalnya familia Graminae – rumput rumputan, maka tanaman ini yang bisa dibudidayakan secara monocultuur, dengan sendirinya lebih cocok dari familia ini umpama padi, tebu, jagung, sorghum.
Sebaliknya dalan lingkungan iklim tropic basah, menjadi susah sekali untuk membudidayakan tanaman budidaya dari Dicotyledonae yang semusim. watak jalur evolusinya hidup plural diantara berbagai familia Dicotyledonae, seperti di lahan tropic basah, untuk dijadikan tanaman monocultuur dalam pembudidayaannya. Banyak jenis hama dalam lahan monocultuur ini, jadi ganas explosive di wilayah tropic basah. Seperti kedelai, Tomat, Kapas, Tembakau Cabai kecil dan cabai besar, bawang merah, misalnya hama dari familia Lepidophtera ( bangsa kupu, kaper dsb.)
Sebab aliran penelitian bidang Pertanian didominasi pemikiran agroteknik monocultuur seperti di Wilayah Sub Tropik. Cocok dengan sistim ekonomi jenis pabrik pengolahan yang efisien bila ukurannya raksasa. Apalagi para sudrun nimbrung memanipulasi sistim ujian lulus atas bantuan Organisasinya, ya semua kadernya jadi mejabat pemerintah, yang saya juluki sudrun, bukan sarjana pekerja mandiri peneliti mandiri, dasar sudrun.
Agroteknology tumpang sari, tumpang
gilir, multiculture untuk mencegah meledakya
hama (seperti di 'pasetren' sawah pulau Jawa dulu, yaitu sebagian lahan sawah yang ditinggikan, untuk simbok tani menanam sayuran dan bumbunya), secara ecologis melestarikan predator yang larvaenya
polyphagus, yang hilang bila fimilia ini ditanam secara monoculture , belum
mendapat perhatian penelitian serius sebab ilmu pertanian dikembangkan
diwilayah subtropic yang menoculture adalah wajar dan alami. Di kita bahkan
dihutan-rimbanya semua tumbuhan hidup dengan ecology plural, dari sistim canopynya sampai sistim akarnya dan jazad renik yang
menyertainya.
Maka dari itu didaerah yang masih bisa menanan multiculture seperti di pulau Jawa dulu sebelum cultuur stelsel, dengan monocultuur indigo. kedelai, tanpa ada pasetren ( bagian sawah yang ditinggikan, untuk para istri menanan sayur dan bumbu dapur) yang campur aduk dari budidaya kebutuhan sehari hari, petani bisa menghasikan kebutuhannya untuk daerahnya . Sedang sekarang di pulau Jawa mengandalkan daerah ekonomi yang luas untut cabe, bawang merah, tembakau tomat, bahkan kacang panjang dan mentimun, beaya produksi hampir 40 persen untuk membeli dan penyempotan insektisides Miticide, Thripsicide yang mahal dan masih dirundung kekuatan resistensi ( kekebalan hama) terhadap racun yang bagaimanapun ampuhnya, tapi tidak/kurang bebahaya terhadap manusia - yang sayangnya hampir tidak mungkin, rekayasa genetica dengan GMO, dengan gene dari bacteri Thuringiensis yang mematikan larvae Lepodophtera yang memakannya juga mengalami perlawanan dari hama jenis ini dengan daya resistensinya, percayalah.
Padahal dengan memberi kesempatan para serangga atau bangsa predator yang larvaenya polyphageus, menciptakan lingkungan dengan dua tiga macam tanaman budidaya - secara tumpang sari atau tumpang gilir) bisa diteliti, bila saja ada yang mengerjakan,tapi sayangnya bukan prioritas, dasar text book thingking. Cuma mengulangi penelitian diduar negeri, bukan kebutuhannya sediri. Petani tembakau di Srumbung, Boyolali, pada awal tanam tembakau menanam broccoli, dan cepat dipenen, untuk dipasarkan, ini bukan ajarannya si sudrun, tapi akalnya petani sendiri !!!
Maka dari itu Pak Menteri, sementara jangan menyalahkan wilayah yang masih tanam budidayanya kecil kecil tersebar tidak punya efek pada perdagangan bervolume besar, mungkin mengandung kebijakan setempat yang kita belum pelajari, tapi bisa memenuhi kebutuhan wilayah seberapa kecilnya masih berkah Allah., harga tidak melonjak lonjak. Laksanakan segera dengan anggaran anda dan Pemda, perintah Boss anda (pakai anggaran Negara) bikin embung kecil kecil, saluran saluran pipa PVC yang hemat air, namun coverage-nya luas, bikinlah rute kapal ternak muat juga mengedarkan consentrate maupun hay dan silages, dari dedaunan penebangan hutan kayu rimba terencana dan terbaharukan. Apa perlu minta izin pak Bob ?Insya Allah anda dijalan yang benar *)
Larva predator yang polyfagus artinya ulat kupu predator hama ini makan daun juga tapi harus dari macam macam tumbuhan jadi pada penanaman budidaya monoculture keberaganan tumbuhan di lahan tidak ada, jadi larva predator tidak berkembang. Atau senangnya kupu preadator tidur dan kawin ti dumbuhan lain.,Predator ini kebanyakan bertelur di larvae/ulat hama Lepidophtera yang sudah besar, menetas dan makan ulat hama. tersebut, atau parasit telurnya, sudah besar baru makan daun macam macam..*)
0 comments:
Posting Komentar