Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 12 Oktober 2016

                         PELAYANAN PUBLIK

         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA  vs                          PNS   GOLONGAN II D

                                 Pengumpul Pungli

Sungguh melegakan, setelah selama hidup sebagai  rakyat kawula Negara Orde Baru, ( saya lahir th 1938 dan  hidup sebagai warga dewasa dibawah kekuasaan Orde Baru, dari th 1966 – 1998  berarti dari umur 27 hingga umur 60 tahun). Jadi kehidupan saya sebenarnya sebagai  rakyat Negara yang berkeluarga, seluruhnya dibawah kekuasaan Orde Baru.

Sebagai tunas murid Bung Karno,   saat itu semboyan hidup yang selamat adalah  Mangan, meneng, manut.

Selama itu pelayanan publik masih merupakan  pelayanan yang menunggu antrian panjang, dengan calo.  Mulai dari pengurusan KK dan KTP, akta kelahiran,  ( kelompok surat sakti ini belum begitu dituntut menunjukkan untuk beli teket KA/ Pesawat, untuk masuk sekolah), surat kematian,  izin bangunan,  bayar pajak kendaraan dan STNK sampai sekarang yang ini harus ada sebab jadi satu dengan pajak kendaraan.  Soal perkawinan dan perceraian  PNS yang melayani masih hati tati, artinya kekeluargaan dengan pengertian. Tidak galak.

Sampai lima - enam tahun tahun Orde Baru posisi PNS belum kokoh betul, takut membuat marah keluarga tentara, yang tidak dapat ditandai dari penampilan, PNS pelayanan publik takut membuat kesalahan.

Yang tidak bisa main main, mendapatkan SURAT BERSIH DIRI yang merupakan surat kepercayaan Pemerintah Orde Baru terhadap warganya – bahwa dia dipercaya oleh Penguasa Militer, tidak tersangkut makar G30S  PKI. Tentu saja bagi mereka yang anggauta keluraga besar militer aktip sangat mudah tanpa pelicin. Untuk yang lain,  tidak main main sebab taruhannya  ditahan tanpa batas waktu. Kecuali mereka yang  mata pencahariannya diluar sistim, mereka mampu membayar sangat mahal.

Dengan jalannya waktu selama Orde Baru, posisi PNS makin kokoh, dengan berkibarnya bendera GOLKAR DAN KORPRI  yang dijadikan komponen utama ORDE BARU keseluruhan PNS bidang pelayanan  publik makin berani menunjukkan kekuasaannya menuntut uang pungutan liar (pungli) hingga runtuhya Orde Baru,  atasan dari penunggu loket jadi liar, sebab atasannya langsung juga gila gilaan tanpa kendali berlindung di Partai Partai dengan mahar tinggi, dan Pemerintahan  Reformasi  pengganti Presiden Jendral Suharto, makin gila, sebab bossnya malah ngajak berjamaah, toh sudah bukan pemerintahan repressive impulsive lagi, sebab sejenis Pak Domo Alm. sudah ndak ada. Euphoria despot kecil, mereka makin tengik.

Baru pengganti yang ke enam rupanaya  sudah begitu   gemasnya mendengarkan keluhan pelecehan pelayanan public ini sehingga Presiden Joko Widodo memberikan pertanda kepada seluruh jajaran dibawah Menterinya hingga tingkat yang paling bawah ( yang ini despot kecil yang  sangat tengik) akan mendapatkan ganjaran dari Presiden sendiri – pecat ditempat – bahasa  Tuan Sinder  jaman Penjajahan dulu  op stande foot  bila mempraktekkan pengumpulan pungli meski sampai ke Dirjennya, HARUS DIUSUT POLISI, meskipun sesama polisi dipinggir jalan. Presiden Jokowi datang sendiri , perlu menekankan bahwa pelayanan public itu pelayanan Pemerintahannya, PEMERINTAHAN ORDE REFORMASI  bukan pemerintahan Orde Baru yang amburadul

Trompet  Bhatara Wisnu ini ditiup  disaat yang sangat tepat,  Kapolri ikut menangkap tangan penuntut dan penemberi Pungli di Kementerian Perhubungan tg  11/10/2016 siang, sekaligus memerintahkan. Pengadilan akan memutuskan si pemberi pungli bakal diganjar hukuman atau tidak, tergantung dari hasil cross check diantara mereka.

DARI SEKARANG, MESKIPUN DIA SI DIRJEN, TIDAK AKAN BISA LEPAS DARI TANGGUNG JAWAB.  PUNGUTAN LIAR TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI MANA SAJA, KEMENTERIAN, DIREKTORAT,  LEMBAGA PERTANAHAN, DINAS DINAS TINGKAT SATU DAN TINGKAT  DUA, LEMBAGA PERADILAN, SAMPAI  KE KELURAHAN  POLSEK  DAN RSUD KELAS KHUSUS  HARUS DIHENTIKAN DARI DETIK ITU.

Sebab dilaci seorang KASI nya saja, sudah ada duit terkumpul sebesar satu miliar rupiah – mata siapa tidak menjadi hijau, meskipun pangkatnya sudah setinggi itu ?

Ada cerita aneh dari rakyat yang harus mengurus hak pensiun janda/duda di negeri ini dimasa reformasi ini:

Konon, ada seorang swasta beristri  PNS,   setelah pasangan ini pensiun,  sepuluh tahun kemudian istri tercintanya meninggal karena  kanker payudara.

Si suami segera melaporkan kematian istri tercintanya  ke  Kantor pos  ranting, dimana mereka berdua mengambil uang pensiun yang sangat minim, karena  sang istri alm harus menyelesaikan kuliah jadi berkesempatan diterima jadi PNS  nyaris  di usia ambang batas. Langsung pensiunnya tidak jadi dibayarkan.

Untuk kelengkapan melapor kematian sang istri tercinta  si duda baru harus melengkapi surat kematian dari dokter Puskesmas (OK),  Dari kecamatan di beri pengantar dari Kelurahan untuk mengurus akta kematian ke Dispenduk (OK). Ada satu syarat lagi yaitu mendapatkan fotocopy  surat kawin yang dilegalisir oleh Kantor Agama Kecamatan ( yang ini tidak OK).

Apa kata Kepala Dinas Agama Kecamatam ?

Dia tidak mau melegalisir surat kawin,  yang diberikan oleh Knator KUA  Kecamatan  di Jakarta tiga puluh tahun yang lalu – masuk akal. Memang bukan kantornya yang mencatat perkawinan  itu ( untung tidak di Banda Aceh), tapi legalisasi juga berarti dia mengerti dan tahu surat kawin itu asli bukan bikinan, karena sudah dipakai selama hidup perkawinan 30 tahun ndak ada problim.

Meskipun semua orang tahu bahwa Kepala KUA Kecamatan selalu sibuk mengawinkan pasangan di rumah perhelatan pasangan temanten, bisa empat lima orang sehari, jadi selalu tidak dikantor pada bulan bulan rame  setiap tahun itu. Persoalannya tidak seorangpun di Kelurahan dan Kecamatan bisa memberi pengarahan kepada si duda baru itu, dimana fotokopi surat kawin lama dari lain wilayah itu bisa dilegalisir. Inilah Pelayanan Publik di Negeri kita ini.  Bahwa seorang Kepala Departemen Agama tingkat Kecamatan dapat membuat aturan yang menghambat  pencatatan  penghentian pemberian pensiun oleh  PT. TASPEN (Persero)   dan menggantikannya dengan pensiun duda, dan uang  beaya pemakaman  / uang duka oleh Negara, yang sudah menjadi hak PNS. Begitu pula mebayaran tabungan pensiun PNS kepada janda dan dudanya. Hebat enggak ? Lha baru di Taspen si duda baru, diberi tahu sesama duda bahwa legalisasi dokumen  kdependudukan atau ijazah apa saja bisa di Pengadilan Negeri, dengan syarat waktu itu membayar 5 ribu rupiah untuk dua lembar foto copy yang terlegalisasi,  dan surat aslinya harus dibawa.

Jangan Tanya perkara Agraria,

Untuk mengesyahkan jual beli tanah warisan bersertifikat atas nama  si mati, Pak Lurah harus mendatangkan semua ahli waris dari si mati untuk foto bersama dengan pak Lurah.  Apabila anda pembeli tanah dibawah tangan dan tidak mengurus sertifikatnya, hanya tanah yasan artinya hak kaum pribhumi yang diketahui oleh Lurah saja ( Petok letter D ) maka Lurah bisa menghilangkan catatan hak tanah itu kapan saja,  apalagi penjual dan saksi saksi sudah meninggal – sedangkan anda tahu betapa lama dan rumitnya mengurus setifikat tanah – contohnya sertifikat tanah di Hambalang dari rakyat untuk Negara menghabiskan uang milyaran yang dibayar oleh Nazaruddin,  dari menteri, artinya anggaran resmi Negara dan Presiden SBY tahu. Lha iya dia tinggal memungut duit dari anggaran Pemerintah Presiden pak SBY, lah kalok sakyat biasa apa bisa dapat sertifikat tanpa uang suap suap dan suap ?


Kepala BPN ( Badan Pertanahan Nasional) bisa sesumbar : Mengurus sertifikat tanah bisa hanya  seperempat jam  sekarang    (asal  persyaratannya komplit.)  Lha persyaratan ini yang  sangat sulit, umpamanya  hasil pengukuran tanah yang disepakati oleh tetangga satu batas, kan harus diukur dengan teodolit ditembak dari  tri-anggulasi di gunung tertinggi yang nampak dari sebidang tanah itu atau turunan koordinatnya,  mereka saja yang tahu. Inilah yang membuat rakyat bodoh. Akhirnya bayar yang tidak ada akhir, kepada oknum, bukan kepada BPN, jadi sulit bagi Pak Jokowi sekalipun, untuk menjerat si belut ini, bagian dalam urusan agraria seluruh Indonesia. Salah satu dari pelayanan umum yang sangat penting. Di  zaman teknologi ini kan pemakaian drone dan aerial photo bisa direkayasa dengan murah meriah, asal tidak ditangani oleh tangan dingin seperti Dahlan Iskan dengan mobil listriknya yang makan beaya banyak uang dari pungli ke BUMN oleh menterinya, dia sendiri dan.......mangkrak, toh aman tidak nyuri dari anggaran apa apa, dasar  sudrun  *)          

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More