2:00 PM
IDE SUBAGYO
PELAYANAN PUBLIK
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA vs PNS GOLONGAN II D
Pengumpul Pungli
Sungguh melegakan, setelah selama hidup
sebagai rakyat kawula Negara Orde Baru,
( saya lahir th 1938 dan hidup sebagai
warga dewasa dibawah kekuasaan Orde Baru, dari th 1966 – 1998 berarti dari umur 27 hingga umur 60 tahun).
Jadi kehidupan saya sebenarnya sebagai
rakyat Negara yang berkeluarga, seluruhnya dibawah kekuasaan Orde Baru.
Sebagai tunas murid Bung Karno, saat itu semboyan hidup yang selamat
adalah Mangan, meneng, manut.
Selama itu pelayanan publik masih merupakan pelayanan yang menunggu antrian panjang,
dengan calo. Mulai dari pengurusan KK
dan KTP, akta kelahiran, ( kelompok surat sakti ini belum begitu dituntut menunjukkan untuk beli teket KA/ Pesawat, untuk masuk sekolah), surat
kematian, izin bangunan, bayar pajak kendaraan dan STNK sampai sekarang yang ini harus ada sebab jadi satu dengan pajak kendaraan. Soal perkawinan dan perceraian PNS yang melayani masih hati
tati, artinya kekeluargaan dengan pengertian. Tidak galak.
Sampai lima - enam tahun tahun Orde Baru posisi PNS belum kokoh betul, takut membuat marah
keluarga tentara, yang tidak dapat ditandai dari penampilan, PNS pelayanan publik takut membuat kesalahan.
Yang tidak bisa main main, mendapatkan SURAT BERSIH
DIRI yang merupakan surat kepercayaan Pemerintah Orde Baru terhadap warganya –
bahwa dia dipercaya oleh Penguasa Militer, tidak tersangkut makar G30S PKI. Tentu saja bagi mereka yang anggauta
keluraga besar militer aktip sangat mudah tanpa pelicin. Untuk yang lain, tidak main main sebab taruhannya ditahan tanpa batas waktu. Kecuali mereka
yang mata pencahariannya diluar sistim,
mereka mampu membayar sangat mahal.
Dengan jalannya waktu selama Orde Baru, posisi PNS makin kokoh, dengan berkibarnya bendera GOLKAR
DAN KORPRI yang dijadikan komponen utama
ORDE BARU keseluruhan PNS bidang pelayanan
publik makin berani menunjukkan kekuasaannya menuntut uang pungutan liar
(pungli) hingga runtuhya Orde Baru, atasan dari penunggu loket jadi liar, sebab atasannya langsung juga gila gilaan tanpa kendali berlindung di Partai Partai dengan mahar tinggi, dan Pemerintahan Reformasi pengganti Presiden Jendral Suharto, makin gila, sebab bossnya malah ngajak berjamaah, toh sudah bukan pemerintahan repressive impulsive lagi, sebab sejenis Pak Domo Alm. sudah ndak ada. Euphoria despot kecil, mereka makin tengik.
Baru
pengganti yang ke enam rupanaya sudah
begitu gemasnya mendengarkan keluhan pelecehan
pelayanan public ini sehingga Presiden Joko Widodo memberikan pertanda kepada
seluruh jajaran dibawah Menterinya hingga tingkat yang paling bawah ( yang ini
despot kecil yang sangat tengik) akan
mendapatkan ganjaran dari Presiden sendiri – pecat ditempat – bahasa Tuan Sinder
jaman Penjajahan dulu op stande foot
bila mempraktekkan pengumpulan pungli meski sampai ke Dirjennya,
HARUS DIUSUT POLISI, meskipun sesama polisi dipinggir jalan. Presiden Jokowi
datang sendiri , perlu menekankan bahwa pelayanan public itu pelayanan
Pemerintahannya, PEMERINTAHAN ORDE REFORMASI bukan pemerintahan Orde Baru yang amburadul
Trompet Bhatara Wisnu ini ditiup disaat yang sangat tepat, Kapolri ikut menangkap tangan penuntut dan
penemberi Pungli di Kementerian Perhubungan tg
11/10/2016 siang, sekaligus memerintahkan. Pengadilan akan memutuskan
si pemberi pungli bakal diganjar hukuman atau tidak, tergantung dari hasil
cross check diantara mereka.
DARI SEKARANG, MESKIPUN DIA SI DIRJEN, TIDAK AKAN BISA LEPAS DARI
TANGGUNG JAWAB. PUNGUTAN LIAR TERHADAP
PELAYANAN PUBLIK DI MANA SAJA, KEMENTERIAN, DIREKTORAT, LEMBAGA PERTANAHAN, DINAS DINAS TINGKAT SATU
DAN TINGKAT DUA, LEMBAGA PERADILAN,
SAMPAI KE KELURAHAN POLSEK DAN
RSUD KELAS KHUSUS HARUS DIHENTIKAN DARI
DETIK ITU.
Sebab
dilaci seorang KASI nya saja, sudah ada duit terkumpul sebesar satu miliar
rupiah – mata siapa tidak menjadi hijau, meskipun pangkatnya sudah setinggi itu
?
Ada cerita aneh dari rakyat yang harus mengurus hak pensiun janda/duda di
negeri ini dimasa reformasi ini:
Konon, ada seorang swasta beristri
PNS, setelah pasangan ini pensiun, sepuluh tahun kemudian istri tercintanya
meninggal karena kanker payudara.
Si suami segera melaporkan kematian istri tercintanya ke
Kantor pos ranting, dimana mereka
berdua mengambil uang pensiun yang sangat minim, karena sang istri alm harus menyelesaikan kuliah
jadi berkesempatan diterima jadi PNS
nyaris di usia ambang batas. Langsung pensiunnya tidak jadi dibayarkan.
Untuk kelengkapan melapor kematian sang istri tercinta si duda baru harus melengkapi surat kematian
dari dokter Puskesmas (OK), Dari kecamatan di
beri pengantar dari Kelurahan untuk mengurus akta kematian ke Dispenduk (OK). Ada
satu syarat lagi yaitu mendapatkan fotocopy
surat kawin yang dilegalisir oleh Kantor Agama Kecamatan ( yang ini tidak OK).
Apa kata Kepala Dinas Agama Kecamatam ?
Dia tidak mau melegalisir surat kawin,
yang diberikan oleh Knator KUA
Kecamatan di Jakarta tiga puluh
tahun yang lalu – masuk akal. Memang bukan kantornya yang mencatat perkawinan itu ( untung tidak di Banda Aceh), tapi legalisasi juga berarti dia mengerti dan tahu surat kawin itu asli bukan bikinan, karena sudah dipakai selama hidup perkawinan 30 tahun ndak ada problim.
Meskipun semua orang tahu bahwa Kepala KUA
Kecamatan selalu sibuk mengawinkan pasangan di rumah perhelatan pasangan temanten,
bisa empat lima orang sehari, jadi selalu tidak dikantor pada bulan bulan rame setiap tahun itu. Persoalannya tidak
seorangpun di Kelurahan dan Kecamatan bisa memberi pengarahan kepada si duda
baru itu, dimana fotokopi surat kawin lama dari lain wilayah itu bisa dilegalisir. Inilah Pelayanan Publik di Negeri kita ini. Bahwa seorang Kepala Departemen Agama tingkat Kecamatan dapat membuat aturan yang menghambat
pencatatan penghentian pemberian pensiun
oleh PT. TASPEN (Persero) dan menggantikannya dengan pensiun duda, dan
uang beaya pemakaman / uang duka oleh Negara, yang sudah menjadi
hak PNS. Begitu pula mebayaran tabungan pensiun PNS kepada janda dan dudanya.
Hebat enggak ? Lha baru di Taspen si duda baru, diberi tahu sesama duda bahwa legalisasi dokumen kdependudukan atau ijazah apa saja bisa di
Pengadilan Negeri, dengan syarat waktu itu membayar 5 ribu rupiah untuk dua
lembar foto copy yang terlegalisasi, dan surat aslinya harus dibawa.
Jangan Tanya perkara Agraria,
Untuk mengesyahkan jual beli tanah warisan bersertifikat atas nama si mati, Pak Lurah harus mendatangkan semua
ahli waris dari si mati untuk foto bersama dengan pak Lurah. Apabila anda pembeli tanah dibawah tangan dan
tidak mengurus sertifikatnya, hanya tanah yasan artinya hak kaum pribhumi yang
diketahui oleh Lurah saja ( Petok letter D ) maka Lurah bisa menghilangkan
catatan hak tanah itu kapan saja,
apalagi penjual dan saksi saksi sudah meninggal – sedangkan anda tahu
betapa lama dan rumitnya mengurus setifikat tanah – contohnya sertifikat tanah
di Hambalang dari rakyat untuk Negara menghabiskan uang milyaran yang dibayar
oleh Nazaruddin, dari menteri, artinya anggaran resmi Negara dan Presiden SBY tahu. Lha iya dia tinggal memungut duit dari anggaran Pemerintah Presiden pak
SBY, lah kalok sakyat biasa apa bisa dapat sertifikat tanpa uang suap suap dan
suap ?
Kepala BPN ( Badan Pertanahan Nasional) bisa sesumbar : Mengurus sertifikat
tanah bisa hanya seperempat jam sekarang (asal persyaratannya komplit.) Lha persyaratan ini yang sangat sulit, umpamanya hasil pengukuran tanah yang disepakati oleh
tetangga satu batas, kan harus diukur dengan teodolit ditembak dari tri-anggulasi di gunung tertinggi yang nampak
dari sebidang tanah itu atau turunan koordinatnya, mereka saja yang tahu. Inilah
yang membuat rakyat bodoh. Akhirnya bayar yang tidak ada akhir, kepada oknum, bukan kepada BPN,
jadi sulit bagi Pak Jokowi sekalipun, untuk menjerat si belut ini, bagian dalam urusan agraria seluruh Indonesia. Salah satu dari pelayanan umum yang sangat penting. Di zaman teknologi ini kan pemakaian drone dan aerial photo bisa direkayasa dengan murah meriah, asal tidak ditangani oleh tangan dingin seperti Dahlan Iskan dengan mobil listriknya yang makan beaya banyak uang dari pungli ke BUMN oleh menterinya, dia sendiri dan.......mangkrak, toh aman tidak nyuri dari anggaran apa apa, dasar sudrun *)
Posted in:
0 comments:
Posting Komentar