VERSI EDIT: BAGAIMANA SEJARAH BERULANG DITEMPAT LAIN.
VERSI EDIT : BAGAMANA SEJARAH BERULANG DITEMPAT LAIN.
Yang saya maksudkan adalah sejarah bangsa
dan Negara Mesir nun disana, di tanah gurun pasir yang dibelah oleh sungai
Nil yang terkenal itu. Pedagang
itu tidak bisa campur hidup bersama dengan Petani, hukum yang dianut
beda. Petani diatur cuaca ditangan Tuhan, Pedagang diatur kunci pintu gudang
dikantong sendiri.
Pengalaman mereka membina masyarakat yang
tumbuh dan berkembang ribuan tahun membuahkan satu dalil bahwa: Barang siapa tidak sayang pada
hidupnya, artinya berani mati, akhirnya akan hidup dimulyakan oleh warganya,
tapi barang siapa yang takut mati akhirnya akan hidup sengsara, layaknya lalat,
dan mati dalam kesengsaraan.
Tentu saja seperti semua yang terjadi dikehidupan manusia dan alamnya, semua akan brubah, karena yang abadi adalah perubahan itu sendiri, Mereka yang cinta damai akhirnya menciptakan kebudayaan menciptakan hukum yang melindungi seluruh rakyat dan memasukkan dalam UUD nya bahwa kemerdekaan adalah hak semua bangsa. Jadi sudah menjadi takad segenap warga untuk melindungi warganya dari kesewenang wenangan. Salah satu pilar azas demokrasi.
Negeri Mesir diberkahi oleh banjir tahunan
sungai Nil, yang membawa kesuburan dan daya hidup yang berlimpah di gurun yang
jarang hujan, mampu menumbuhkan kapas yang sangat berharga karena seratnya yang
panjang dan kuat, buah korma, zaitun dan anggur, dan segala macan serealia yang
dibutuhkan untuk penunjang KEMAKMURAN hidup mereka yang menanamnya.
Selama ribuan tahun bangsa Mesir tentu
saja berjuang agar wilayah tempat hunian mereka ini selalu diancam akan
diduduki oleh bangsa lain, yang sangat mengincar kesuburan tanah dialiran
sungai Nil ini.
Puak puak golongan yang takut mati, miskin
pengalaman perang takut darah mengalir jadi petani menampung berkah
sungai Nil dan sinar matahari gurun yang memberikan panen bagus, dan puak puak
yang berani mati menjadi kaum militer, yang beruntung jadi Despot dan Tyran.
Yang lemah dibawah Despot dan Tyran
dari bangsanya sendiri ini jadi korban komplotan keserakahan bahkan sering
sampai pembunuhan untuk memberi kesan menakutkan pada yang lain. Mereka kaum
militer, yang juga sudah turun temurun menjadi satu kasta tersendiri di Negera
Mesir ini. Masih sebangsa dengan kaum taninya yaitu bangsa Hamid, kemudian
ribuan tahun sudah bercampur dengan bangsa Nubia dari Sudan, dan suku suku
kecil dari Abesinia. Mereka menjadi bangsa yang mendiami lembah sungai Nil
dengan upayanya sendiri, berhasil membentuk masyarakat yang berkebudayaan
tinggi dalam waktu yang berabad abad, tentu saja dengan susunan
feodalistik. Karena perbudakan sudah mulai ditinggalkan diganti dengan
petani penyewa tanah, ynag lebih produktip.
Kelompok feodal
berhasil membangun pyramida piramida yang mengagumkan sampai sekarang.
Mengawetkan raganya sesudah mati beserta kemewahan yang mereka punya, selir
selir dan budak budaknya yang dimiliki, untuk pelayan pelayannya mungkin saking
nikmatnya hidup didunia ini sehigga arwahnya masih akan dapat menikmati
kenikmatan ragawi seperti itu dialam sana dengan bekal dari sini yang melimpah.
Apakah prilaku semacam itu dilakukan
oleh bangsa pendatang lain ditempat lain, bila dibahas beserta buktinya yang
tidak mewakili keseluruhan mereka, disini akan menjadi presedent
rasialisme.
Sebab generalisasi satu kelompok atas
dasar stereotype atau dasar apa saja tentulah salah.
Generalisasi, sebagai ancar ancar
watak kelompok profesi atas dasar "naluri" masih bisa berlaku,
meskpun bukan tanpa perkecualian.
Ada lagi golongan kecil yang mewakili
Cendekiawan, mengukuhkan kekuasaan golongan Dispot ini dengan dunia supra
natural yang mereka rekayasa sendiri, menghubungkannya dengan kekuatan Alam,
mengadakan prediksi prediksi dengan intelektualitas mereka, untuk bukti
kedudukan istimewanya dihadapan khalayak dibawahnya, karena hanya mereka yang
mempunyai hubungan dengan dunia supranatural ini, sudah turun temurun selalu
mendampingi golongan yang selalu menyiagakan diri dalam kekuatan fisik yang
nyata di pertempuran. Apa di anak benua India, di tanah Kanaan dikalangan
kerajaan bangsa Semit suku Yahudi yang tercatat di kitab suci-nya Pejanjaian
Lama, tidakkah diceritakan kejadian yang sama, cendikia ini mereka anggap
sebagai Nabi.
Islam datang dari Arab sejak paling awal
wahyu illahi ini diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, zaman Khalifaur rasyiddin
sudah menggoncangkan susunan masyarakat yang sudah mapan sangat kuno di
Mesir ini.
Akan tetapi gerombolan dari penggembala
oasis dengan dasar penggembalan pencari rumput buat hewan ternaknya unta
domba kambing tidak terlalu ahli dalam pertanian budidaya macam macam
tanaman buah dan biji bijian, kebanyakan mereka pengembara dan membawa dagangan
kelebihan produk disatu tempat ke tempat yang lain, dimana barang barang yang
dibawa menjadi barang kebutuhan seperti gandum, minyak zaitun, biji bijian
dan kurma.
Semula selama berabad abad perdagangan
semacam ini dipraktekkan tanpa menimbulkan ekses apa apa kecuali menukar panen
yang lebih untuk dipakai sukunya atau dijual/ditukar ditempat lain yang
mendapat nilai baik tanpa siasat dagang apa apa, melulu jasa distrbusi dan angkutan yang sangat berisiko lewat lautan pasir berminggu minggu denga karavan unta, yang setiap saat bisa dterjang badai gurun pasir yang ganas.
Lama kalamaan karena kontak yang tetap
sampai berabad abad dengn susunan masyarakat suku Hamid di Mesir, suku
Semit dari Jazirah Arab mendapat nafas baru dalam pola berpikir dan
berbudaya dari Agama Islam, golongan baru penduduk Mesir dari suku Semit
ini menikmati beli hasil bumi setelah panen dan menjualnya kembali
sesudah musim paceklik, tapi mereka hanya menuruti kemauan pasar.
Apa boleh buat ini garis pemisah antara petani, dengan penguasa tanahnya dan
pedagang. Memang sejak sebelumnya mereka bebas bekeliaran di Mesir ya demikian. Disamping pergantian generasi alami setiap keluarga petani akan
mewariskan tanah kepada anak anaknya semakin lama semakin sempit, sedangkan
keluarga pedagang tidak ada gejala ini selain pengumpulan kekayaan dari
generasi ke generasi. Meskipun suku Semit dari oasis padang pasir berbondong
bondong datang kelembah sungai Nil ini, dengan semangat baru yang ajarannya
tanpa cacat yaitu Islam, semangat dari memulai perkerjaan apa saja adalah
bismillahirakhmannirrakhim – hanya dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha
Pengasih, maka selama Khalifah Islam yang sahabat Nabi, Khalifaur
Rasyiddin, credo ini dipertahankan dengan baik, sehingga suku petani yang
mendiamai lembah sungai Nil pindah dari kepercayaannya sendiri jadi penganut
ajaran Islam yang bersemangat. Kebijakan Nabi dan Khalifataur Rasyiddin sudah
jauh dari keterbatasan kebijakan diskriminasi suku ras dan Agama, sebab beliau
adalah Rasulullah dia
Utusan Allah dengan wahyuNya dari
Agama yang terakhir, yang semboyannya adalah bismillahirakhmanirakhim.
Jadi mungkin pada awalnya penjualan gandum pada musim tanam ya wajar wajar
saja. Tapi memang permulaan musim tanam persediaan pangan dari musim yang lalu
sudah tahun demi tahun semakin tipis, jadi otomatis harga akan naik. Maka
azas bismillahirkhmanirakhin membedakan pedagang setempat yang menambah
“keuntungan” dari kelangkaan ini, dengan pedagang Islam yang
berdagang dengan azas yang lebih baik, tentu saja dimenangkan oleh padagang
pendatang dengan azas yang lebih baik. Malah beberapa generasi sesudah
Khlifaur Rasyidin, Islam, masih perlu tentara yang besar untuk menaklukkan
wilayah sampai ke Mgribi ( Spanyol) Tentara penakluk terbanyak dari suku Arab
(Semiet) dilarang untuk menetap bertani dengan membagi tanah rakyat,
maupun tanah negara yang sangat laus ( dikuasai administrasi Fir'aun) tanah milik
taklukan diantara mereka, selama berabad abad. Hingga abad ke 19 didaeah Sultan
Muhammad Ali, malah menghadiahi para syaikh syaikh kaum penggembala
Beduin dengan tanah yang luas, dengan syarat harus tinggal menetap didesa
desa - mulai saat itu jelas - ada alasan untuk kaum Islam jadi Tuan tanah -dari
Google kata Kunci Egypt; Rural Society - tertera dari Library of Congers US
Kita disini tidak membicarakan kaum beduin
yang mengembara sampai di Nusantara sesudah terusan Syez dibuka. Mereka tanpa
bimbingan apapun meskipn masih Islam, jadi apa yang jadi kebiasaan perdagangan
oleh orang China ya mereka ikuti. misalnya mindring dan jadi tuan tanah. mungkin juga kebiasaan kaum pedagang zaman sebelumnya yaitu zaman jahiliah, baru
sesudah mereka kaya pada generasi ke 5 samai ke 7, mereka kembali belajar
Islam dan jadi pengikut Wahabi, yang kurang mengerti process bagaimana
Nusantara terutama pulau Jawa menjadi Islam.
Tapi sesudah berabad abad kejahiliahan
menaikkan harga gandum dengan sengaja memang menjangkiti pasar termasuk
pedagang yang mana saja. Ikut nimbrung kedalam pasar gandum para pedagang dari
Inggris, yang mendapat supply besar besaran dari Canada dan Amerika Serikat,
bisa menggangu pasar pangan setempat. Dengan ini Ikhwanul Muslimin baru sadar,
bahwa kekuatan yang lebih besar memainkan peranan yang sama mempengruhi sangat dalam, perdagangan
pangan seperti mereka dulu, dan mereka sudah merasa jadi orang Mesir yang
terdholimi, sambil masih melupakan nasib petani langganannya dari dulu akibat
prasangka agama. Artinya para fellahin ini dainggap bukan pengikut Islam yang kaffah,
karena dari kakek moyangnya sudah mencampur adukkan syariat Islam dengan
kepercayaan mereka sendiri dari peradaban Mesir kuno yang menurut ajaran
kaum Wahabi dari jazirah Arabiya lahir di penghujung era itu. Jadi lebih
menjauhkan kepentingan kaum pedagang Semit yang didholimi sekalian dengan
kaum fellahin yang bangsanya sendiri. Bahkan hubungan antara Ikhwanul Muslimin
dan fellahin Mesir masih kurang erat dan mendalam bila dibandingkan dengan
hubungan emosional antara mereka dan masyarakat kerabatnya sesuku dan sealiran
agama islam sunni dari Syria Libanon dn jalur Gaza, bagi Negara modern sekarang agak aneh.
Maka land reform di Mesir dimotori oleh kaum Militer Muda dari zamannya Gamal
Abdul Nasir, bukan dari Ikhwanul Muslimin. Lha bila dalam percaturan Ekonomi
dan percaturan Nasionalisme Mesir, kaum Ikhanul Muslimin dinegaranya masih
kedodoran, lha Partai Islam di Indonesia yang bekiblat kesana karena belajar
Agama di Univesitas Al Ashar yang mayoritas Uztadz dan Lecturernya adalah dari
Ikhahul Muslimin ya tidak mendapat pengalaman apa apa. Di Indonesia akan tetap
jadi gurem, malah presidennya Lutfi Hasan Ishaq tanpa malu malu merasa dia menjalankan missi besar entah apa, yang dsiperlihatkan hanya untuk main perempuan (ah mosok ). Tapi pengikutnya dengan kekerasan hati seperti harimau terhadap yang tidak
kaffah, artinya mereka yang tidak mengikuti secara total patriarchat dan kebudayaan Arab Semit penghuni padang pasir, Para fanatik ini senasib dengan kaum pendukung ikhwanul muslimin di Mesir*)
0 comments:
Posting Komentar