Dengan sangat penasaran saya ikuti kerja Pansus DPR
RI mengeni kasus PLINDO II.
Th 2015. Pansus DPR ini diketuai oleh ibu Rieke Diah Pitaloka, menelisik policy BUMN yang cukup besar PELINDO II, yang telah merembet ke media, dengan adanya demo di arena PT JICT (Jakara International Container Terminal) – milik BUMN. Dalihnya ada mismanagement disana.
Hasil
pansus DPR berupa laporan dari ketua Pansus ke Presiden. Lha kok sampai
sekarang th 2017 hanya RJ Lino saja sebagai Direktur Pelindo II yang dicopot,
sebab penanda tangan perjanjian dengan Hutchison yang menandatangai ibu Menteri
BUMN ini. Penasaran ini membawa saya ke browsing dengan bersemangat, hasilnya
ya saya copy paste dibawah ini. Perlunya
supaya pendapat saya, meskipun hanya untuk saya sendiri, tapi hati saya bisa
tenteram.
Quote:
Terkait JICT, Rieke: Menteri Rini Langgar
Kewenangan
Rabu, 30 Desember 2015 — 16:26 WIB
JAKARTA (Pos Kota) – Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II DPR
terus mengumpukan fakta pelanggaran perpanjangan kontrak Jakarta International
Container Terminal (JICT). Salah satunya bukti pemberian izin prinsip
perpanjangan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.
Padahal sesuai Undang-Undang, Peraturan Perundangan dan Keputusan Mahkamah Konstitusi, kebijakan perpanjangan kontrak merupakan hak prerogatif presiden. Demikian disampaikan Ketua Pansus Pelindo II, Rieke Dyah Pitaloka, Rabu (30/12/2015).
Padahal sesuai Undang-Undang, Peraturan Perundangan dan Keputusan Mahkamah Konstitusi, kebijakan perpanjangan kontrak merupakan hak prerogatif presiden. Demikian disampaikan Ketua Pansus Pelindo II, Rieke Dyah Pitaloka, Rabu (30/12/2015).
“Kalau mau dipertahankan orang yang terindikasi kuat melanggar
Peraturan Perundangan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Keputusan Mahkamah
Konstitusi yaitu hak prerogatif Presiden. Silakan publik yang menilai,” ujar
Rieke.
Sementara saat disinggung dibentuknya Pansus hanya untuk
menjegal salah satu seseorang, jelas Rieke menyatakan Pansus Pelindo II yang
dibentuk tersebut adalah untuk menyelamatkan keberadaan BUMN. Pasalnya,
pemberian izin prinsip yang dilakukan oleh Menteri Rini Soemarno tersebut telah
melanggaran peraturan perundangan.
“Apa yang dilakukan (Menteri Rini) tersebut merupakan
pelanggaran wewenang dan juga pelanggaran terhadap UUD 1945, Peraturan
Perundangan dan Konstitusi, apakah harus dipertahankan,? Dan ini menjadi pintu
masuk kembalinya tata kelola BUMN kita,” kata Rieke yang juga politisi PDI-P.
Dia tidak ingin kasus ini hanya berhenti di tengah jalan. Namun
dapat menuntaskan semua pihak yang terlibat dalam perpanjangan kontrak JICT.
Sehingga, Rieke berharap Presiden Jokowi segera merespon apa yang dilakukan
oleh Pansus Pelindo II terkait kisruh BUMN.
Ditambahkan, Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyataan UGM, Fahmi
Radhy berharap mengusut terkait siapa saja yang terlibat dalam persekongkolan
terhadap perpanjangan kontrak JICT.
“Jadi tidak perlu Presiden yang memberhentikan, kalau sudah menjadi tersangka mereka akan mundur secara sendirinya,” pungkasnya.(guruh)
“Jadi tidak perlu Presiden yang memberhentikan, kalau sudah menjadi tersangka mereka akan mundur secara sendirinya,” pungkasnya.(guruh)
Unquote.
Ada lagi artikel mengenai proses peristiwa ini waktu itu
Qurote
Menteri Yonan dan direktur Pelindo II Elvyn Masassya
Bisnis.com, JAKARTA - Menteri
Perhubungan Ignasius Jonan menyatakan perjanjian perpanjangan kontrak terminal
petikemas JICT dan Koja kepada Hutchison batal demi hukum. Pasalnya tidak ada
dasar hukum saat perjanjian ditandatangani pada 5 Agustus 2014.
"Saya sudah baca kontraknya. Ada peralihan konsesi ke Hutchison oleh Pelindo II namun tanpa izin pemerintah. Menurut Undang-Undang 17 tahun 2008 perjanjian sudah melanggar dan harus batal," kata Jonan usai rapat Panitia Khusus (Pansus) Angket terkait soal Pelindo II di gedung Nusantara I DPR, Kamis (23/6)
Direktur Utama Pelindo II Elvyn G Masassya menyatakan bahwa dirinya hanya menjalankan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang keluar pada 1 Desember 2015.
"Kami hormati rekomendasi BPK jadi kami ikuti itu. Memang butuh kajian dari profesional apakah perjanjian ini menguntungkan Pelindo II atau tidak. Saat ini saya belum bisa katakan apakah perjanjian ini untungkan Pelindo II," kata Elvyn.
Sementara itu, Ketua Pansus Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka mempertanyakan dasar BPK melakukan rapat tindaklanjut perpanjangan JICT-Koja pada 7 April 2016.
"Kami akan melaporkan anggota VII BPK Achsanul Qosasi kepada komite etik terkait inisiatifnya yang mengatakan perjanjian perpanjangan JICT-Koja sah secara hukum. Sementara audit investigasi masih berjalan dan belum ada izin penetapan syarat-syarat dari Menteri BUMN," ungkap Rieke.
Dalam sidang Pansus, Rieke menyentil kehadiran Komisaris Pelindo II Chris Kuntadi dalam rapat BPK 7 April 2016.
"Apakah wajar saudara komisaris hadir dalam urusan operasional perusahaan? Selain itu kami punya data saudara juga masih aktif di BPK dan saudara ikut tandatangan notulensi rapat yang menyebabkan JICT harus bayar uang sewa USD 42 juta. Ini konflik kepentingannya besar sekali," kata Rieke.
Anggota Pansus dari Fraksi Demokrat, Wahyu Sanjaya menyoroti keputusan Elvyn untuk menjalankan rekomendasi audit awal BPK.
"Saya sampaikan bahwa yang Pak Elvyn jalankan salah. Harusnya keputusan BPK ditetapkan oleh badan dan tidak ada dualisme keputusan. Ini kan masih ada audit investigasi lanjutan," terang Wahyu.
Anggota Pansus lainnya Nasril Bahar dari fraksi PAN menegaskan bahwa perpanjangan JICT adalah pembelian saham.
"Jelas dalam perjanjiannya tertulis penjualan saham bukan perpanjangan kontrak. Bahasa kerjasama operasi hanya untuk akali administrasi saja. Kita sudah catat ini," kata Nasril.
Lebih jauh Rieke mengingatkan Elvyn soal banyaknya pelanggaran dalam perpanjangan kontrak JICT-Koja.
"Mari kita bicara data Pak Elvyn supaya tidak asal ikut rekomendasi BPK. Perpanjangan JICT-Koja tidak ada alas hukum. Selanjutnya dalam data kami, nilai upfront fee JICT dimark down oleh Deutsche Bank selaku konsultan keuangan Pelindo II," kata Rieke.
Terkait kerugian negara, ada potensi pendapatan yang hilang senilai Rp 36 trilyun jika kontrak diperpanjang. "Pasar di Priok captive Pak. Teknologi dan SDM kita punya. Lantas apa lagi yang harus dikerjasamakan?" jelas Rieke.
Soal ancaman arbitrase yang akan dilakukan pihak Hutchison, Rieke mengatakan hal tersebut sudah salah kaprah.
"Pak Elvyn jangan takut. Kita akan jaga bersama. Kita punya banyak bukti pelanggaran Hutchison termasuk komunikasi email dan sms mereka. Kami minta semua proses pembayaran dihold dan proses diulang dengan skema tender. Agar Indonesia diuntungkan sebesar-besarnya," pungkas Rieke.
"Saya sudah baca kontraknya. Ada peralihan konsesi ke Hutchison oleh Pelindo II namun tanpa izin pemerintah. Menurut Undang-Undang 17 tahun 2008 perjanjian sudah melanggar dan harus batal," kata Jonan usai rapat Panitia Khusus (Pansus) Angket terkait soal Pelindo II di gedung Nusantara I DPR, Kamis (23/6)
Direktur Utama Pelindo II Elvyn G Masassya menyatakan bahwa dirinya hanya menjalankan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang keluar pada 1 Desember 2015.
"Kami hormati rekomendasi BPK jadi kami ikuti itu. Memang butuh kajian dari profesional apakah perjanjian ini menguntungkan Pelindo II atau tidak. Saat ini saya belum bisa katakan apakah perjanjian ini untungkan Pelindo II," kata Elvyn.
Sementara itu, Ketua Pansus Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka mempertanyakan dasar BPK melakukan rapat tindaklanjut perpanjangan JICT-Koja pada 7 April 2016.
"Kami akan melaporkan anggota VII BPK Achsanul Qosasi kepada komite etik terkait inisiatifnya yang mengatakan perjanjian perpanjangan JICT-Koja sah secara hukum. Sementara audit investigasi masih berjalan dan belum ada izin penetapan syarat-syarat dari Menteri BUMN," ungkap Rieke.
Dalam sidang Pansus, Rieke menyentil kehadiran Komisaris Pelindo II Chris Kuntadi dalam rapat BPK 7 April 2016.
"Apakah wajar saudara komisaris hadir dalam urusan operasional perusahaan? Selain itu kami punya data saudara juga masih aktif di BPK dan saudara ikut tandatangan notulensi rapat yang menyebabkan JICT harus bayar uang sewa USD 42 juta. Ini konflik kepentingannya besar sekali," kata Rieke.
Anggota Pansus dari Fraksi Demokrat, Wahyu Sanjaya menyoroti keputusan Elvyn untuk menjalankan rekomendasi audit awal BPK.
"Saya sampaikan bahwa yang Pak Elvyn jalankan salah. Harusnya keputusan BPK ditetapkan oleh badan dan tidak ada dualisme keputusan. Ini kan masih ada audit investigasi lanjutan," terang Wahyu.
Anggota Pansus lainnya Nasril Bahar dari fraksi PAN menegaskan bahwa perpanjangan JICT adalah pembelian saham.
"Jelas dalam perjanjiannya tertulis penjualan saham bukan perpanjangan kontrak. Bahasa kerjasama operasi hanya untuk akali administrasi saja. Kita sudah catat ini," kata Nasril.
Lebih jauh Rieke mengingatkan Elvyn soal banyaknya pelanggaran dalam perpanjangan kontrak JICT-Koja.
"Mari kita bicara data Pak Elvyn supaya tidak asal ikut rekomendasi BPK. Perpanjangan JICT-Koja tidak ada alas hukum. Selanjutnya dalam data kami, nilai upfront fee JICT dimark down oleh Deutsche Bank selaku konsultan keuangan Pelindo II," kata Rieke.
Terkait kerugian negara, ada potensi pendapatan yang hilang senilai Rp 36 trilyun jika kontrak diperpanjang. "Pasar di Priok captive Pak. Teknologi dan SDM kita punya. Lantas apa lagi yang harus dikerjasamakan?" jelas Rieke.
Soal ancaman arbitrase yang akan dilakukan pihak Hutchison, Rieke mengatakan hal tersebut sudah salah kaprah.
"Pak Elvyn jangan takut. Kita akan jaga bersama. Kita punya banyak bukti pelanggaran Hutchison termasuk komunikasi email dan sms mereka. Kami minta semua proses pembayaran dihold dan proses diulang dengan skema tender. Agar Indonesia diuntungkan sebesar-besarnya," pungkas Rieke.
Tag : koja, pelindo ii, ignasius jonan, jict
Unquote
Saya teruskan bacaan saya dengan artikel lain tentang Pelindo II ini
Quote
Semakin Jelas, Megawati Mengincar MenBUMN
Posted on March 16, 2016 by KabarJICT
Saya sudah pernah menyinggung masalah Megawati atau PDIP ingin
menguasai kementerian BUMN. Mereka terus menerus “menggoyang” kursi Rini
Soemarno hingga saat ini. Jika sebelum-sebelumnya mereka ribut melalui Pansus
Pelindo. Kemarin Megawati secara terang-terangan menyinggung kementerian BUMN
saat pidatonya di Rakernas PDIP.
Megawati dalam pidatonya terlihat memang ingin sekali menguasai
kementerian BUMN. Dengan alasan bahwa BUMN sekarang sangat liberal atau
meninggalkan nawacita belum tentu benar sama sekali. Lupakah bagaimana
Laksamana Sukardi dahulu ketika menjadi menteri BUMN dan itu juga ketika ?
Di berita Megawati Sindir BUMN dalam Pidato Rakernas I PDI
Perjuangan, ketua DPD PDIP mengatakan bahwa mereka telah mengirimkan nama untuk
mengganti Rini Soemarno. Ini juga menjadi kunci bahwa BUMN memang benar-benar
diincar oleh PDIP.
Manuver PDIP juga tidak hanya melalui pansus dan pidato Megawati
yang menyindir Menteri BUMN. Mereka bermanuver juga melalui para pekerja JICT
yang berdemo pada bulan Januari lalu. Tuntutan para pekerja JICT ini salah
satunya adalah menuntut Rini Soemarno mundur. “Selain itu tuntutan SP JICT soal
tidak dilaksanakannya rekomendasi Pansus Angket Pelindo II dan memaksa mundur
Menteri Negara BUMN sudah di luar hubungan industrial baik antara karyawan
dengan perusahaan” kata Direktur Utama JICT.
Pertanyaannya untuk apa para pekerja menuntut penggantian Rini
Soemarno? Bukannya jika mereka ingin berdemo harusnya fokus pada hubungan
mereka dengan perusahaannya. Ini tentunya patut dipertanyakan bukan? Ini
serikat pekerja atau serikat pergerakan politik?
2 penjelasan di atas sudah menyimpulkan bahwa Megawati ingin
mengambil alih menteri BUMN. Menggantinya dengan orang dari PDIP, dimana Jokowi
menginginkan menteri BUMN dari profesional atau orang non-parpol. Karena sudah
menjadi rahasia umum, jika BUMN menjadi sapi perah kas parpol.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/adi_sastrawidjaja/semakin-jelas-megawati-mengincar-menbumn_56947869b793738a048b456f
Share this:
Related
Kenapa Menteri BUMN jadi Target?In "BUMN"
Posted in BUMN, Hukum, Negara, UncategorizedTagged Asing, BPK, BUMN, Direktur, Indonesia, Investor, JICT, Jokowi, Kementerian, peli, Pelindo II, Politik, Presiden, pro, Proyek, RJ Lino, Somasi, Tanjung PriokLeave a comment
Post navigation
unquote
Ada lagi artikel menyangkut kasus ini
quote
JAKARTA – Menteri BUMN Rini Soemarno kembali mendapat sorotan
dari kalangan
PDIP. Presiden Jokowi seharusnya tidak mempertahankan Rini,
sebab kebijakan yang selama ini digulirkan, jauh dari pro rakyat.
Politisi PDIP Effendi Simbolon mengaku heran dengan masih dipertahankannya Rini Soemarno dari kursi menteri oleh Presiden Jokowi. “Dia ini pedagang. Saya selalu bertanya kenapa orang seperti ini tidak juga dicopot, padahal kebijakannya jauh dari kata pro rakyat,” kata Effendi, Minggu (24/1).
Rini disebutnya sebagai pemburu rente dan sudah selayaknya jika
Jokowi mencopotnya dari kursi menteri. Bersama orang-orang disekelilingya, Rini
terbukti telah menimbulkan masalah.
“Kasus Pelindo II sudah membuktikan bagaimana hal itu merugikan
negara. RJ Lino yang dibela Rini pun kini jadi tersangka KPK,” katanya.
“Apakah memang Jokowi terpaksa mempertahankan Rini atau memang
Jokowi sudah terkondisikan?” ujar dia. (win)
Unquote.
Ada lagi ARTIKEL lebih menggemaskan:
Quote
Direkomendasikan Dicopot, Menteri Rini
Kehilangan Legistimasi Politik
Senin, 11 Januari 2016 — 22:23 WIB
JAKARTA (Pos Kota) – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Rini Soemarno dinilai sudah tak lagi memiliki legitimasi politik dari wakil
rakyat di DPR. Hal ini terkait kasus dugaan korupsi di PT Pelindo II yang
menyeret nama Rini.
“Rini ngga punya lagi legitimasi politik jadi menteri. Dalam
kasus Pelindo ia direkomendasikan Pansus untuk diberhentikan dari jabatannya,”
kata Direktur Center Budget for Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, Senin
(11/1/2016).
Maka dari itu, dirinya memandang Rini Soemarno sebagai salah
satu menteri yang layak dicopot dari jabatannya (Baca: Haris Rusli: Rini
Soemarno Jadikan BUMN Sebagai Bendera untuk Legitimasi Utang). “Jangan lagi
digeser, harus istirahat. Kasih waktu untuk tak lagi jabat menteri,” tegas
Uchok.(ruh)
Unquote.
INI ADA ARTIKEL PENYEIMBANG PRILAKU MENTERI BUMN
Quote, dari kompasiana
Antara Kebutuhan dan
Nasionalisme dalam Perpanjangan Kontrak JICT oleh RJ Lino dan Bu Rini 27
Desember 2015 04:52:27 Diperbarui: 27 Desember 2015 05:52:19 Dibaca : 288
Komentar : 2 Nilai : 1 Durasi Baca : 7 menit
Assalammualaikum Wr Wb
Halo para warga
kompasiana, perkenalkan saya member baru disini dan ini adalah tulisan pertama
saya yang ingin ikut berkomentar dan juga ingin sharing tentang apa yang saya
pahami dalam kasus Pelindo II, RJ Lino, Bu Rini, #papamamajualpelabuhan, dan
kontrak dengan JICT. Pada Intinya disini saya melihat bahwa perpanjangan
kontrak dengan JICT (Huchington) merupakan suatu yang baik-baik saja secara
teknis dan keilmuan pelabuhan yang saya pelajari dikampus (sebut saja mata
kuliah manajamen dan perencanaa pelabuhan). Disini saya akan mengesampingkan
apakah perpanjangan kontrak dengan JICT itu bersifat melawan UU atau sisi legal
lainya yang katanya ahli ekonomi juga diduga kuat merugikan negara, karena saya
bukan anak hukum jadi bukan urusan saya hehehe Baiklah pertama siapa perusahaan
besar dibalik JICT (Jakarta Internasional Container Terminal) itu, semua
sepakat dan sudah pasti tahu dia adalah HPH atau Huntchison Port Holding (HPH
atau PHP? Hehehe). Siapakah Huntchison itu? Ia adalah perusahan yang bergerak
dibidang penyedia jasa operator pelabuhan yang perpusat di Hongkong. Perusahaan
ini sudah menggurita didunia jaringanya sudah terstruktur dan massive, ada 52
pelabuhan di 26 negara yang berhasil ia kuasai (lihat peta persebaranya). HPH
masuk ke Indonesia sejak krisis moneter dan segala kehancuran BUMN yang
ditimbulkan IMF hingga sekarang. Bisa kita lihat bahwa HPH telah
menguasai sebagian besar pelabuhan di daerah istilah saya Jalan Raya-nya
pelayaran dunia bisa dibilang highway lah ya. Mulai dari Amsterdam, Barcelona,
UEA, Korea sampe ke Argentina sana dia kuasai, bayangkan betapa mengguritanya
perusahaan kelas 1 dunia ini. Sebagai tambahan informasi perusahaan operator
kelas 1 dunia yang lain adalah CSX (Amerika) dan Port Of Singapore yang
sama-sama memiliki jaringan menggurita dalam bisnis operator pelabuhan. Singkat
cerita operator pelabuhan ini mempunyai NETWORK yang luas dan kuat. Dari bagian
pertama ini yang akan kita ingat-ingat adalah NETWORK. Kedua saya ingin
berkomentar tentang sidang pansus pelindo II yang menurut saya ini adalah
sidang menghakimi dan menghabisi Pak RJ Lino beserta Ibu Rini. Dalam sidang
yang saya lihat sekilas karena males juga kalo lihat sampe habis soalnya
membosankan, saya melihat Pak Masinton dari PDIP meneriaki Pak RJ Lino masalah
hukum dan undang-undang seakan-akan yang paling dewa mengenai UU dan yang
paling taat patuh dsb, omong kosong kata saya hehehe. Perkara UU itu penting
memang tapi entah kenapa saya merasa malas kalo udah ngomongin UU, yang buat
aja belum tentu bener kan ya. Kemudian Ibu Rieke diah pitaloka yang menghajar
Ibu Rini yang salah ngomong Indonesia adalah bangsa kelas 3, dengan itu Ibu
Rini di cap sebagai mentri yang paling tidak nasionalis, ah kasihan sekali mereka.
Beberapa orang bijak bilang bahwa kita harus mengakui kekurangan kita terlebih
dahulu untuk dapat bergerak maju. Dalam suatu momen disidang Pansus Pelindo itu
Ibu Rini keceplosan mengatakan bangsa kita adalah bangsa kelas 3 dunia yang
diterjemahkan olah Ibu Rieke sebagai bangsa terbelakang miskin dan yang jelek
sebgainya. Kalo dari pandangan saya negara kita memang bangsa kelas ke 3 dunia
harus diakui itu harus!, bagi saya negara kelas 3 adalah negara-negara yang
perusahaan dalam negerinya telat membangun jaringan internasional. Saat ditanya
Ibu Rieke “jadi bangsa kita belum bisa mengelola pelabuhan sendiri ?”,
lagi-lagi Ibu Rini keceplosan untuk bilang “ya, memang tidak bisa” karena
saking emosinya mungkin geregetan. Kalo dari pandangan saya bukan tidak bisa
mengelola pelabuhan Bu, bangsa kita bisa mengelola pelabuhan sendiri sebut saja
Samudra Indonesia yang juga melebarkan sayap ke bisnis operator pelabuhan,
hanya saja perusahan operator dalam negri kita termasuk BUMN kita Pelindo tidak
memiliki jaringan pelabuhan internasional. Pada bagian yang ini yang kita
ingat-ingat adalah Kita bisa tapi belum punya NETWORK internasional. Mengapa
Hanya Tanjung Priok yang Konsensinya diberikan ke pihak aseng ??!! Ketiga saya
mencoba berfikir menjadi Pak RJ Lino sebgai Dirut Pelindo II Tanjung Priok.
Sebagai RJ Lino kenapa saya harus memperpanjang kontrak dengan JICT?. Tanjung
Priok merupakan pelabuhan terbesar di Indonesia atau paling tidak sengaja
dibuat yang paling besar, pelabuhan pintu keluar masuk barang dari dan ke
Indonesia. Segala kegiatan import dari cina atau export mebel ke eropa hingga
export buah-buahan ke timur tengan melalui pelabuhan ini. Tentunya kegiatan
export import kita menjadikan pelabuhan tanjung priok harus berhubungan dengan
pelabuhan lain didunia sebagai tujuan export import kita. Kita semua sepakat
bahwa Import terbesar kita dari Tiongkok, Tujuan Export buah-buahan kita adalah
UEA, pada beberapa waktu lalu Pak Jokowi ketemu pengusaha supermarket di UEA
yang memasarkan buah-buahan dari Indonesia yang minta supaya volume import buah
dari Indonesia supaya ditambah. Dalam 2 kasus export import tadi maka pelabuhan
tanjung priok akan sering bersentuhan dan berhubungan dengan pelabuhan di UEA
dan di Cina, bisa dibilang LDR-an kan ya mereka ini. Kemudian saya sebagai RJ
Lino melihat bahwa operator pelabuhan di kedua negara itu adalah HPH, lalu
bagaimana jadinya jika saya (Pelindo) yang jadi operator pelabuhan tanjung
priok ya? –stop dari sini- Saya akan mencoba membawa anda dalam skenario yang
lain. Semua orang pacaran yang sedang LDR tentu sepakat bahwa operator telfon
mereka harus sama, sama-sama telkomsel atau sama-sama axis kenapa? , anda semua
pasti sudah lebih tau kenapa harus sama. Iya murah dan bisa dapet bonus
berjam-jam enak lah pokoknya, tapi celakalah bagi pasangan LDR yang beda
operator karena operator yang sama tidak mendapat sinya di tempatya. Kalo mau
chating, bisa satunya pake line satunya pake whatsapp? Susah kan ya hehe.
-mulai lagi- dari sini sebagai dirut pelindo saya berfikir bisnis atau usaha
export import bangsa Indonesia dari dan ke Cina atau UEA atau Eropa akan lebih
mudah jika tanjung priok dipegang juga oleh operator yang sama di negara asal
dan tujuan yaitu HPH. Kalo priok saya pegang sendiri kasihan nanti mereka bisa
susah bisnisnya. Dengan samanya operator akan lebih mudah dalam cargo handling
dan ini akan menyebabkan biaya export import jadi bisa lebih murah sama seperti
analogi keuntungan sama-sama operator telpon tadi. Dari pertimbangan itulah
sebagai dirut pelindo yang memikirkan nasib tukang export import saya akan
memperpanjang kontrak dengan JICT. Lalu mengapa tanjung perak, makkasar, dan
pelabuhan lain di Indonesia dikelola pelindo sendiri dan tidak ada masalah,
karena volume export import tanjung Priok luar biasa menggila dibanding
pelabuhan yang lain di Indonesia. Keempat, Untung Rugi. Dalam sebuah berita di
Jawa Pos Online, Pak Fahmi sebagai peneliti pusat studi ekonomi kerakyatan UGM
memaparkan bahwa nilai kontrak JICT menurun dari dulu banget yang awalnya USD 231
juta sekarang kok cuman USD 215 dan beliau juga memaparkan bahwa jika kontrak
HPH tidak diperpanjang atau Priok dikelola sendiri oleh Pelindo II maka akan
lebih untung sampai Rp 19 Triliun dari tahun ini sampai tahun 2039. Kalo
dikelola HPH, Pelindo II untung Rp 20.85 triliun sedangkan kalo dikelola
sendiri pelindo untung bisa sampai Rp 39.49 triliun. Yuk mari kita diskusi
mengenai hal ini, secara kasat mata dan sekilas kita bisa mengambil kesimpulan
loh kok sudah tau rugi begini pak RJ Lino kok ngotot bangets sih masih mau sama
JICT?. Saya tidak tau dari mana Pak Fahmi mendapatkan angka-angka itu tapi saya
percaya sama beliau karena beliau lebih tahu hitung-hitungan bisnisnya.
Dibagian keempat ini saya coba merasionalkan kenapa dengan kerugian atau potensi
kerugian itu dirut pelindo II masih ingin bersama JICT. Dari nilai kontrak yang
menurun dari USD 231 juta menjadi USD 215 kok masih mau sih PAK!!!!? Kalo saya
jadi Pak RJ Lino saya akan menjawab kurang lebih begini, Dik adam nilai USD 231
juta itu dulu waktu mereka yang butuh kita pengen mengelola via tender bebas
dan mereka itu pintar melebarkan sayap kemana-mana menancapkan kaki dimana-mana
gak cuman di Jakarta saja, lalu sekarang saat kita butuh dan kecanduan jasa
NETWORK mereka nilai USD 215 juta itu sudah untung banyak, selisih USD 16 juta
itu anggap aja kita beli jaringan ke HPH, ya kita beli jaringan dik, ya hampir
sama kayak kita beli jaringan internet bayar tiap bulan. Nah, perkara untung
rugi pertahun dik, bisa saja memang pelindo II bisa untung sampe Rp 39.49
triliun sendiri tapi apalah artinya nilai itu kalo pengusaha export import kena
biaya tambahan akibat hal-hal nonteknis seperti cargo handling dll akibat beda
operator dan pada akhirnya konsumen juga kecipratan biaya tambahan itu. Apalah
kita ini BUMN yang harus melayani rakyat dan dituntut untung sebesar-besarnya
oleh DPR dan pengamat, kalo gak untung sedikit berarti berpotensi merugikan
negara dan harus diusut KPK, apalah kami ini dik. Hmm gitu ya Pak #mikirkeras.
Jadi kesimpulan yang bisa saya berikan adalah pertimbangan utama dalam memilih
HPH adalah karena dia memiliki network pelabuhan yang sangat luas di dunia. Apa
jadinya priok sebagai pintu export import Indonesia tidak masuk dalam jaringan
internasional? Itu sama saja seperti kita saat tidak dapat sinyal tidak dapat
masuk kejaringan operator telpon ataupun internet ya seperti mati gaya mati
kutu dan mati bosan hehehe. Coba kita fikir lagi kenapa negara yang punya
pelabuhan sebesar port of Amsterdam belanda dan pelabuhan paling canggi se Asia
yaitu Bussan Internasional Port di korea operatornya adalah HPH, apakah karena
belanda dan korea tidak mampu mengelola pelabuhan sendiri? Tentu tidak, mereka
sangat berkompeten hanya saja mereka paham bahwa jaringan atau network adalah
yang menghidupkan pelabuhan itu karena sejatinya pelabuhan adalah simpul
penghubung dan tidak bisa berdiri sendiri apa jadinya penghubung tanpa ada yang
dihubungkan? Ya mati. Dengan fakta itu Ibu Rieke masih bertanya apakah negara
kita tidak mampu mengelola pelabuhan sendiri? Coba Bu Rieke Tanya saja sama
negara maju maju banget seperti belanda dan korea, mungkin anda akan menemukan
jawabanya kenapa mereka kasih operator pelabuhan ke HPH. Siapapun yang
mengelola pelabuhan priok haruslah dia yang memiliki jaringan pelabuhan
Internasional. Pilihanya dikelola hongkong (HPH), amerika (CSX), atau singapura
(PSA), anda yang paling nasionalis pilih yang mana? Pada akhirnya saya tetap
mensupport Pak RJ Lino walaupun beliaunya sedang dililitkan dalam kasus yang
lain yaitu kasus Crane yang menurut saya ah ada-ada saja, ya tapi tetap
bagaimanapun harus diteliti dan Pak RJ Lino harus mempertanggung jawankan
kenapa kenapanya. Dan Kepada Bu Rini mentri BUMN kita saya masih percaya pada
anda bahwa anda bukan antek asing atau aseng dan boneka yang dibiliang orang
mau menjual obral BUMN kita ke asing ataupun aseng, mungkin anda boneka yang
nakal sehingga pemilik anda terdahulu ingin menyingkirkan anda karena sudah
nurut banget sama majikan baru yang lucu dan kalem. Selamat bekerja untuk Bu
rini tetap semangat. Kepada Ibu Rini dan seluruh dirut Pelindo saya menyarankan
agar kita memiliki rencana agar Pelindo bisa memiliki jaringan Internasional
paling tidak minimal pelindo bisa mengakusisi 1 pelabuhan di Tionkok sana.
Semoga kita semua (Bu Rini dan seluruh Dirut Pelindo) juga berfikir kedepan
disamping sementara kita serahkan priok ke operator yang memiliki jaringan yang
menggurita kita juga berfikir kedepan agar kita bisa punya jaringan pelabuhan
internasional sendiri sehingga pada saatnya nanti priok dikelola oleh BUMN
sendiri tapi tetap masuk dalam sebuah jaringan yang menguntungkan. Dan disini
saya dengan rendah hati menyarankan para anggota Pansus Pelindo untuk ikut
kuliah bersama saya di mata kuliah manajemen pelabuhan dulu sebelum menyidang
perkara pelabuhan, btw kelasnya buka setiap semester lho Pak Bu dan tugasnya
nanti ada membuat master plan pelabuhan asyik lho. Jadi Apakah Sebenarnya RJ
Lino salah memperpanjang kontrak dengan HPH?, apakah papamama jual pelabuhan?
tergantung dari sisi mana kita melihat, jika dari sisi keilmuan yang saya
pelajari dan mengerti beliau sudah tepat, juga sudah mewakili kompromi antara
kebutuhan jaringan dan nasionalisme karena gak pilih CSX atau PSA hehehe.
Ada satu pesan menarik dari perdana mentri belanda dari partai republik yang
akhirnya dibunuh dalam kudeta politik oleh partai orange dalam film The Admiral
yaitu “Jangan kita berhenti hanya karena sebagian orang tidak mengerti apa
maksud kita”. Btw filmnya bagus lho Demikianlah apa yang saya mengerti dan apa
yang ada di dalam pikiran saya, yuk mari sama-sama kita berfikir dan sama-sama
sharing dan sama-sama cari tau kebenaranya, apa yang saya tulis belum tentu
benar karena 80% adalah opini saya sisanya adalah bisikan ghoib hehe. budaya
diskusi dikampus menurun mungkin budaya diskusi lebih asik di kompasiana.
kesalahan kekurangan dan ketidak akuratan tulisan ini mari kita diskusikan,
tapi saya jangan dibully hehehe. Wassalam Adam Teknik kelautan 2012 gelombang
laut /gl12 Mahasiswa tingkat akhir
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/gl12/antara-kebutuhan-dan-nasionalisme-dalam-perpanjangan-kontrak-jict-oleh-rj-lino-dan-bu-rini_567f6e8b3f23bd0307082173
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/gl12/antara-kebutuhan-dan-nasionalisme-dalam-perpanjangan-kontrak-jict-oleh-rj-lino-dan-bu-rini_567f6e8b3f23bd0307082173
UNQUOTE
Sekarang
baru laporan pansus ibu Rieka Diah Pitaloka
quote
Jakarta - Pansus Angket
Pelindo II DPR RI telah memutuskan sejumlah rekomendasi. Rekomendasi itu pun
telah diserahkan ke pemerintah, seperti apa isinya?
Rekomendasi Pansus Angket Pelindo II itu dibacakan oleh Ketua Pansus Angket Pelindo II di rapat paripurna DPR kamis (17/12) lalu.
"Pansus sangat merekomendasikan membatalkan perpanjangan kontrak JICT 2015-2038 antara Pelindo II dan HPH karena terindikasi kuat telah merugikan Negara dengan menguntungkan pihak asing serta telah terjadi Strategic Transfer Pricing pada kontrak Pelindo II dan HPH 1999-2019 dan karenanya kontrak ini putus dengan sendirinya, tanpa perlu Indonesia membayar termination value. Kembalikan JICT ke pangkuan ibu pertiwi di tahun 2016, dengan pengelolaan yang berkiblat pada konstitusi negara kita sendiri, UUD 1945," kata Rieke membacakan poin pertama rekomendasi Pansus Angket Pelindo II.
Selain itu Pansus juga meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan penyelidikan atas adanya dugaan Conflict of Interest dan manipulasi yang dilakukan oleh Deutsche Bank dalam melakukan evaluasi/valuasi selaku konsultan dan dalam memberikan pinjaman sindikasi bank Luar Negeri selaku kreditur. Pansus juga merekomendasikan aparat penegak hukum mengusut tuntas persoalan ini. Dan yang cukup keras adalah Pansus merekomendasikan Presiden menggunakan hak prerogatif untuk memberhentikan menteri BUMN Rini Soemarno karena dianggap melanggar aturan. Pansus juga meminta Rini memberhentikan Dirut Pelindo II RJ Lino.
Berikut laporan Pansus Angket DPR tentang Pelindo II di sidang Paripurna DPR:
LAPORAN PANITIA ANGKET DPR RI TENTANG PELINDO II
KEPADA SIDANG PARIPURNA DPR RI
KAMIS, 17 DESEMBER 2015
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu'alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Pimpinan Sidang yang kami hormati,
Anggota Dewan dan hadirin yang saya muliakan,
Pertama-tama mari kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas kehendak dan perkenan-Nya, pada hari ini kita dapat menghadiri Rapat Paripurna DPR RI dalam keadaan sehat wal'afiat.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, atas nama Pimpinan dan Anggota Tim Panitia Angket DPR RI tentang Pelindo II, kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan Sidang Dewan yang Terhormat atas kesempatan yang diberikan untuk melaporkan hasil penyelidikan sementara Panitia Angket DPR RI tentang Pelindo II. Perkenankan kami menyampaikan laporan kepada Sidang Paripurna yang terhormat.
Sidang Dewan Yang terhormat,
Pansus Pelindo II yang bekerja sejak 13 Oktober 2015 hingga 15 Desember telah mengundang 1 Menko, 2 Menteri, 1 mantan menteri , Direksi dan Komisaris Pelindo II, Direksi JICT, lembaga konsultan asing, pengacara, dan berbagai kalangan terkait.
Pansus Pelindo II menemukan empat persoalan besar:
Permasalahan Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa;
Perpanjangan pengelolaan PT JICT antara PT Pelindo II dengan HPH
Tata kelola perusahaan PT Pelindo II (Persero), termasuk persoalan pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang sangat serius;
Program Pembangunan dan Pembiayaan Terminal Pelabuhan Kalibaru oleh PT Pelindo II.
Sesuai dengan tatib DPR RI, masa kerja Pansus Angket maksimal 60 hari kerja, yang akan berakhir pada tanggal 10 Februari 2016. Namun demikian, pansus menilai sangat diperlukan untuk menyampaikan laporan pendahuluan kinerja pansus kepada paripurna, sekaligus sebagai catatan penting akhir tahun kepada rakyat Indonesia.
Dengan semangat menegakkan konstitusi bersamaan dengan menjalankan fungsi DPR, Pansus mendapat temuan-temuan yang secara politik, hukum dan ekonomi membuka topeng investasi, privatisasi dengan cara memilih mitra strategis, perekayasaan sistematis atas pengalihan surplus ekonomi nasional ke pihak asing.
Sidang Dewan Yang terhormat,
Sejarah ekonomi politik Indonesia mengajarkan bahwa investasi asing yang direkayasa oleh asing di Indonesia telah membuat posisi ekonomi Indonesia nampak membesar, namun semu karena kepemilikan kue pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berada di tangan Indonesia. Inilah yang membuat Bung Karno dan Bung Hatta risau atas bebas beroperasinya perusahaan asing di NKRI. Kerisauan itu sangat beralasan karena hal itu terbukti dalam kasus perpanjangan kontrak Pelindo II dengan HPH. Pansus Pelindo II mendapat temuan yang mencengangkan. Betapa Menteri bisa membela diri dengan mengatakan tidak mengetahui tentang hukum atas perpanjangan kontrak itu. Namun, berani mengeluarkan ijin prinsip. Sementara ijin prinsip itu merupakan suatu nomenklatur yang tidak dikenal dalam hukum perundang-undangan BUMN.
Proses perpanjangan kontrak dengan HPH telah dirintis oleh Dirut Pelindo II sejak 27 Juli tahun 2012, dan ijin prinsip tersebut dikeluarkan Meneg BUMN pada tanggal 9 Juni 2015. Padahal, menteri-menteri yang lain, Meneg BUMN dan Menteri Perhubungan pada pemerintahan sebelumnya, maupun Menteri Perhubungan yang saat ini menjabat telah melayangkan surat menolak perpanjangan kontrak tersebut. Penolakan itu karena belum diperolehnya konsesi dari Otoritas Pelabuhan oleh Pelindo II, sebagaimana perintah UU 17/2008 tentang Pelayaran. Apalagi JICT sendiri belum memperoleh ijin usaha pelabuhan.
Dalam rapat pansus, Meneg BUMN, Rini Soemarno berdalih, bahwa ijin prinsip yang dikeluarkannya mensyaratkan kepemilikan saham Pelindo II harus 51%, dan harus mematuhi ketentuan UU 17 tahun 2008 yang memisahkan fungsi regulator dan operator dan hasil Panja Aset BUMN, serta putusan Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait kerjasama BUMN. Kontrak final antara Pelindo II dan HPH sendiri ditandatangani pada tanggal 7 Juli 2015 yang telah dinotariatkan (komposisi saham Pelindo II sebesar 48,9% , Kopegmar 0,10%, HPH 51%). Sebelumnya, pada Juni 2015, Pelindo II menagih pembayaran upfront fee dari HPJ sebesar USD 215 juta. Menurut surat HPI dan Pelindo II, nilai USD 15 juta merupakan tambahan di luar perhitungan DB sebesar USD200 juta. Tambahan tersebut merupakan arahan Meneg BUMN, Rini Soemarno. Pembayaran dilakukan pada 02 Juli 2015 dan dikenai pajak ganda, yakni 15 persen With Holding Tax di Singapura, dan 10 persen PPN di Indonesia. Penandatanganan konsesi antara Pelindo II dengan Kementrian Perhubungan baru terjadi tanggal 11 November 2015. Lalu pada 06 Juli 2015 Pelindo II pun menerima pembayaran sewa. Padahal Perjanjian Konsesi baru dilakukan pada 11 November 2015. Sebelumnya, Pelindo II berpendapat, perjanjian konsesi itu tidak diperlukan.
Selain itu, perpanjangan kontrak JICT antara Pelindo II dan HPH diakui oleh Meneg BUMN dalam pansus memang tidak ada dalam RKAP Pelindo II dan tidak ada dalam RUPS. Ini berarti tidak sesuai perintah dengan UU 19 Tahun 2003 tentang BUMN pasal 22 dan Kepmen BUMN Nomor KEP-101/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan BUMN. Bahkan Meneg BUMN Rini Soemarno dalam rapat pansus, dengan di bawah sumpah mengatakan bahwa kegiatan bisnis yang dijalankan BUMN tidak harus selalu ada dalam RKAP, apalagi menyangkut investasi asing.
Dirut Pelindo II, RJ Lino sendiri mengatakan, tidak tahu harus tunduk pada UU yang mana. Yang terpenting, perpanjangan kontrak JICT secara de facto dan pembayaran telah terjadi, secara de jure, proses legal dilakukan belakangan. Baginya hal tersebut merupakan base practices dalam business to business. Bahkan secara tegas menyatakan tidak perlu ada perjanjian konsesi dengan Kementrian Perhubungan, dan kalaupun itu dilakukan, ia menyatakan adalah sebuah bentuk keterpaksaan.
Dalam rujukan kepastian hukum, pernyataan ini justru sangat memprihatinkan di tengah Indonesia harus bersaing dengan bangsa-bangsa Asia. Sikap seperti itu dikukuhkan oleh konsultan asing, Deutsche Bank, yang juga berperan sebagai kreditor. Konflik peranan pada korporasi asing seperti itu justru mendapat pembenaran atas nama kebutuhan dan kebebasan investasi asing. Dalam perspektif hukum, selain terindikasi adanya tindak pidana yang merugikan negara, sikap Meneg BUMN dan Dirut Pelindo II merupakan perlawanan terhadap hukum yang berlaku.
Secara politik, Pansus Pelindo II mendapatkan fakta bahwa baik Meneg BUMN maupun DirUt Pelindo II telah bertindak dengan tidak memenuhi azas-azas umum pemerintahan yang baik. Bahkan tidak mematuhi, Keputusan Mahkamah Konstitusi, UU 17/2008, UU 17/2003/, UU 19/2003, UU No. 1/2004 dan UU Anti KKN, dan Peraturan Perundangan terkait lainnya, termasuk mengabaikan keputusan Panja Aset BUMN DPR RI. Ketidakpatuhan ini bisa menjadi benih karut marutnya politik nasional dan membuka jalan melemahnya kewibawaan pemerintah terhadap kekuatan kapital. Kondisi seperti ini sepantasnya disadari oleh Presiden RI bahwa ada pihak-pihak yang seharusnya membantu terlaksananya amanat konstitusi namun yang terjadi adalah sebaliknya. Ini potret buruknya akuntabilitas publik Pemerintah di bidang BUMN, khususnya di Pelindo II sehingga prinsip good governance tidak terpenuhi.
Secara ekonomi, ditemukan hal yang tidak layak. Menurut perjanjian kontrak 1999-2019, memang ada tehcnical know how, tetapi di lapangan tidak ditemukan kenyataan adanya keterampilan atau teknologi yang dialihkan. Yang terjadi adalah pengubahan pendapatan menjadi biaya yang ditransfer ke perusahaan yang sama sekali tidak kompeten di bidang jasa pengelolaan kepelabuhanan. Indikasi tindak pidana perpajakan ini dibiarkan berlangsung karena lemahnya daya tawar Pemerintah Indonesia terhadap investor asing. Saat yang sama perpanjangan kontrak sebelum jatuh tempo justru merugikan Negara sebagaimana temuan BPK, kendati BPK hanya menyatakan sebagai pendapatan yang belum optimal. Pansus mencatat bahwa laporan BPK per 1 Desember 2015 itu masih berdasarkan PDTT yang diminta Pelindo II. Sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu sesuai dengan TOR yang diajukan Pansus yang belum masuk. Untuk pelaksanaan kontrak 2015 hingga 2038, Pansus menemukan adanya potensi kerugian negara yang relatif besar.
FRI dan Bahana Sekuritas, dua lembaga penasihat keuangan yang sebelumnya dikontrak oleh Pelindo II, dalam sebuah tim gabungan melakukan kembali analisa terkait valuasi yang dilakukan Deutsche Bank (DB). Tim gabungan tersebut menggunakan dokumen laporan keuangan JICT (1999-2013) dan proyeksi keuangan JICT yang diberikan DB (2014-2038). Berdasarkan analisis ulang, ditemukan oleh tim tersebut hal sebagai berikut:
Merujuk Asumsi Historis:
Manfaat bagi Pelindo II untuk sisa masa kontrak (2015-2018) adalah Rp2,99 triliun jika kontrak diperpanjang , tetapi akan kehilangan potensi pendapatan 2019-2038 sebesar Rp24,7 triliun dikali dengan 49% (saham HPH) jadi Rp.11,85 triliun. (Asumsi kurs sebesar Rp.13.600).
Merujuk Proyeksi DB:
Manfaat bagi Pelindo II Rp36,5 triliun lebih besar jika mengoperasikan sendiri JICT dibandingkan dengan memperpanjang kontrak dengan HPH. Akibat perpanjangan kontrak maka potensi kehilangan penghasilan Pelindo II adalah Rp.36,5 triliun dikali 49% adalah sebesar Rp17,9 triliun (Asumsi kurs sebesar Rp. 13.600).
Sidang Dewan Yang terhormat,
Dari temuan-temuan itu, Pansus mengajak semua elemen bangsa untuk menumbuh kembangkan kesadaran bahwa tegaknya kedaulatan ekonomi Indonesia hanya terjadi jika kita semua setia dan konsisten menegakkan amanat konstitusi dan tidak bersifat ahistoris. Ajakan ini juga berlaku bagi penyelenggara Pemerintah agar melaksanakan sumpah jabatannya. Jika hati nurani dan pikiran kita terpanggil menjalankan amanat itu, maka hal paling sederhana adalah dengan memperbaiki kualitas akuntabilitas publik. Dampak dari semangat menjalankan sumpah jabatan dan perbaikan kualitas itu dipahami oleh Pansus dengan memberikan catatan penting dan rekomendasi.
REKOMENDASI
Pansus sangat merekomendasikan membatalkan perpanjangan kontrak JICT 2015-2038 antara Pelindo II dan HPH karena terindikasi kuat telah merugikan Negara dengan menguntungkan pihak asing serta telah terjadi Strategic Transfer Pricing pada kontrak Pelindo II dan HPH 1999-2019 dan karenanya kontrak ini putus dengan sendirinya, tanpa perlu Indonesia membayar termination value. Kembalikan JICT ke pangkuan ibu pertiwi di tahun 2016, dengan pengelolaan yang berkiblat pada konstitusi negara kita sendiri, UUD 1945.
Meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan penyelidikan atas adanya dugaan Conflict of Interest dan manipulasi yang dilakukan oleh Deutsche Bank dalam melakukan evaluasi/valuasi selaku konsultan dan dalam memberikan pinjaman sindikasi bank Luar Negeri selaku kreditur. Pansus sangat merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan peringatan keras dan sanksi kepada Deutsche Bank (DB) yang terindikasi kuat telah melakukan fraud dan financial engineering yang merugikan keuangan negara.
Terkait persoalan ketenagakerjaan di Pelindo II dan JICT, pansus sangat merekomendasikan dihentikannya pelanggaran terhadap UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan UU Ketenagakerjaan dengan menghentikan praktek pemberangusan Serikat Pekerja (Union Busting), mempekerjakan kembali karyawan yang telah mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan mengembalikan karyawan yang dimutasi sepihak sebagai akibat penolakan terhadap rencana perpanjangan kontrak pengelolaan JICT.
Pansus sangat merekomendasikan agar dijalankannya putusan Mahkamah Konstitusi No, 7/PUU/XII/2014 tentang Uji Materi Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan mengangkat pekerja yang berstatus kontrak dan outsourcing yang ada pada core business wajib diangkat sebagai pekerja tetap di Pelindo II dan JICT.
Pansus sangat merekomendasikan kepada aparat penegak hukum untuk terus melanjutkan penyidikan atas pelanggaran undang-undang yang mengakibatkan kerugian negara, serta menjatuhkan sanksi pidana kepada siapapun yang terlibat dan di institusi mana pun.
Pansus sangat merekomendasikan kepada Menteri BUMN untuk segera memberhentikan Dirut Pelindo II.
Sesuai dengan :
Pasal 14 ayat (1) UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara,
Pasal 6 ayat 2 huruf a UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri BUMN merupakan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN;
Panitia Angket DPR RI tentang Pelindo II menemukan fakta bahwa Menteri BUMN dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Dengan demikian Menteri BUMN dengan sengaja tidak melaksanakan kedudukan, tugas, dan wewenangnya sesuai dengan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 6 ayat (2a) dan Pasal 24 ayat (2) serta UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 14 ayat (1). Karena itu, pansus sangat merekomendasikan kepada Presiden RI untuk menggunakan hak prerogatifnya memberhentikan, Rini Soemarno sebagai Meneg BUMN.
Hal yang juga tidak kalah penting adalah, Pansus sangat merekomendasikan kepada Presiden untuk tidak serta merta membuka investasi asing yang dalam jangka panjang merugikan bangsa Indonesia secara moril dan materil, mengancam keselamatan negara dan kedaulatan ekonomi politik bangsa yang akhirnya membuat apa yang dikhawatirkan Bapak Bangsa, Bung Karno, justru terjadi, yakni : Indonesia menjadi kuli bagi bangsa lain, bangsa kuli di antara bangsa-bangsa lain.
Dengan seluruh kerendahan hati, pansus meminta persetujuan Sidang Paripurna yang terhormat terhadap rekomendasi–rekomendasi di atas dan harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Pansus pun pada masa sidang yang akan datang akan melanjutkan penyidikan terhadap Perpanjangan kontrak TPK Koja, Program Pembangunan Terminal Pelabuhan Kalibaru oleh PT Pelindo II, dan Pembiayaan Proyek dan pinjaman PT Pelindo II.
Demikian laporan yang dapat kami sampaikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua dalam rangka pengabdian kita kepada Negara dan Bangsa Indonesia.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 17 Desember 2015
a.n. PIMPINAN PANITIA ANGKET PELINDO II,
KETUA,
RIEKE DIAH PITALOKA
A-160
Menyikapi rekomendasi itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tengah mempertimbangkan rekomendasi tersebut. Pramono juga menyampaikan, pemerintah menghormati hubungan kelembagaan dengan DPR, termasuk menghormati rekomendasi yang disampaikan Pansus Pelindo kepada pemerintah.
"Dan karena putusan itu telah sampai, dan tentunyua sekarang Presiden dan Wapres, karena yang mempunyai kewenangan, sedang mempertimbangkan itu. Bagaimana dengan hal ke depan tentunya pertimbangan itu akan dilakukan," ujar Pramono Anung di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (23/12/2015).
"Apa yang akan diputuskan Presiden dan Wapres, akan segera disampaikan. Tapi yang jelas secara resmi surat itu sudah dikirim oleh DPR ke Presiden," lanjut Pramono.
Lalu, apakah dalam waktu dekat Presiden akan kembalil melakukan perombakan kabinet? "Ya itu kewenangan Presiden. Hak prerogatif Presiden. Tentunya Presiden juga setiap waktu, setiap saat, beliau juga memantau, memonitor, melihat apa yang jadi masukan dari masyarakat maupun dari para pengamat dan partai-partai pendukung maupun tidak mendukung," jawab Pramono.
(van/nrl)
Rekomendasi Pansus Angket Pelindo II itu dibacakan oleh Ketua Pansus Angket Pelindo II di rapat paripurna DPR kamis (17/12) lalu.
"Pansus sangat merekomendasikan membatalkan perpanjangan kontrak JICT 2015-2038 antara Pelindo II dan HPH karena terindikasi kuat telah merugikan Negara dengan menguntungkan pihak asing serta telah terjadi Strategic Transfer Pricing pada kontrak Pelindo II dan HPH 1999-2019 dan karenanya kontrak ini putus dengan sendirinya, tanpa perlu Indonesia membayar termination value. Kembalikan JICT ke pangkuan ibu pertiwi di tahun 2016, dengan pengelolaan yang berkiblat pada konstitusi negara kita sendiri, UUD 1945," kata Rieke membacakan poin pertama rekomendasi Pansus Angket Pelindo II.
Selain itu Pansus juga meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan penyelidikan atas adanya dugaan Conflict of Interest dan manipulasi yang dilakukan oleh Deutsche Bank dalam melakukan evaluasi/valuasi selaku konsultan dan dalam memberikan pinjaman sindikasi bank Luar Negeri selaku kreditur. Pansus juga merekomendasikan aparat penegak hukum mengusut tuntas persoalan ini. Dan yang cukup keras adalah Pansus merekomendasikan Presiden menggunakan hak prerogatif untuk memberhentikan menteri BUMN Rini Soemarno karena dianggap melanggar aturan. Pansus juga meminta Rini memberhentikan Dirut Pelindo II RJ Lino.
Berikut laporan Pansus Angket DPR tentang Pelindo II di sidang Paripurna DPR:
LAPORAN PANITIA ANGKET DPR RI TENTANG PELINDO II
KEPADA SIDANG PARIPURNA DPR RI
KAMIS, 17 DESEMBER 2015
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu'alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Pimpinan Sidang yang kami hormati,
Anggota Dewan dan hadirin yang saya muliakan,
Pertama-tama mari kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas kehendak dan perkenan-Nya, pada hari ini kita dapat menghadiri Rapat Paripurna DPR RI dalam keadaan sehat wal'afiat.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, atas nama Pimpinan dan Anggota Tim Panitia Angket DPR RI tentang Pelindo II, kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan Sidang Dewan yang Terhormat atas kesempatan yang diberikan untuk melaporkan hasil penyelidikan sementara Panitia Angket DPR RI tentang Pelindo II. Perkenankan kami menyampaikan laporan kepada Sidang Paripurna yang terhormat.
Sidang Dewan Yang terhormat,
Pansus Pelindo II yang bekerja sejak 13 Oktober 2015 hingga 15 Desember telah mengundang 1 Menko, 2 Menteri, 1 mantan menteri , Direksi dan Komisaris Pelindo II, Direksi JICT, lembaga konsultan asing, pengacara, dan berbagai kalangan terkait.
Pansus Pelindo II menemukan empat persoalan besar:
Permasalahan Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa;
Perpanjangan pengelolaan PT JICT antara PT Pelindo II dengan HPH
Tata kelola perusahaan PT Pelindo II (Persero), termasuk persoalan pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang sangat serius;
Program Pembangunan dan Pembiayaan Terminal Pelabuhan Kalibaru oleh PT Pelindo II.
Sesuai dengan tatib DPR RI, masa kerja Pansus Angket maksimal 60 hari kerja, yang akan berakhir pada tanggal 10 Februari 2016. Namun demikian, pansus menilai sangat diperlukan untuk menyampaikan laporan pendahuluan kinerja pansus kepada paripurna, sekaligus sebagai catatan penting akhir tahun kepada rakyat Indonesia.
Dengan semangat menegakkan konstitusi bersamaan dengan menjalankan fungsi DPR, Pansus mendapat temuan-temuan yang secara politik, hukum dan ekonomi membuka topeng investasi, privatisasi dengan cara memilih mitra strategis, perekayasaan sistematis atas pengalihan surplus ekonomi nasional ke pihak asing.
Sidang Dewan Yang terhormat,
Sejarah ekonomi politik Indonesia mengajarkan bahwa investasi asing yang direkayasa oleh asing di Indonesia telah membuat posisi ekonomi Indonesia nampak membesar, namun semu karena kepemilikan kue pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berada di tangan Indonesia. Inilah yang membuat Bung Karno dan Bung Hatta risau atas bebas beroperasinya perusahaan asing di NKRI. Kerisauan itu sangat beralasan karena hal itu terbukti dalam kasus perpanjangan kontrak Pelindo II dengan HPH. Pansus Pelindo II mendapat temuan yang mencengangkan. Betapa Menteri bisa membela diri dengan mengatakan tidak mengetahui tentang hukum atas perpanjangan kontrak itu. Namun, berani mengeluarkan ijin prinsip. Sementara ijin prinsip itu merupakan suatu nomenklatur yang tidak dikenal dalam hukum perundang-undangan BUMN.
Proses perpanjangan kontrak dengan HPH telah dirintis oleh Dirut Pelindo II sejak 27 Juli tahun 2012, dan ijin prinsip tersebut dikeluarkan Meneg BUMN pada tanggal 9 Juni 2015. Padahal, menteri-menteri yang lain, Meneg BUMN dan Menteri Perhubungan pada pemerintahan sebelumnya, maupun Menteri Perhubungan yang saat ini menjabat telah melayangkan surat menolak perpanjangan kontrak tersebut. Penolakan itu karena belum diperolehnya konsesi dari Otoritas Pelabuhan oleh Pelindo II, sebagaimana perintah UU 17/2008 tentang Pelayaran. Apalagi JICT sendiri belum memperoleh ijin usaha pelabuhan.
Dalam rapat pansus, Meneg BUMN, Rini Soemarno berdalih, bahwa ijin prinsip yang dikeluarkannya mensyaratkan kepemilikan saham Pelindo II harus 51%, dan harus mematuhi ketentuan UU 17 tahun 2008 yang memisahkan fungsi regulator dan operator dan hasil Panja Aset BUMN, serta putusan Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait kerjasama BUMN. Kontrak final antara Pelindo II dan HPH sendiri ditandatangani pada tanggal 7 Juli 2015 yang telah dinotariatkan (komposisi saham Pelindo II sebesar 48,9% , Kopegmar 0,10%, HPH 51%). Sebelumnya, pada Juni 2015, Pelindo II menagih pembayaran upfront fee dari HPJ sebesar USD 215 juta. Menurut surat HPI dan Pelindo II, nilai USD 15 juta merupakan tambahan di luar perhitungan DB sebesar USD200 juta. Tambahan tersebut merupakan arahan Meneg BUMN, Rini Soemarno. Pembayaran dilakukan pada 02 Juli 2015 dan dikenai pajak ganda, yakni 15 persen With Holding Tax di Singapura, dan 10 persen PPN di Indonesia. Penandatanganan konsesi antara Pelindo II dengan Kementrian Perhubungan baru terjadi tanggal 11 November 2015. Lalu pada 06 Juli 2015 Pelindo II pun menerima pembayaran sewa. Padahal Perjanjian Konsesi baru dilakukan pada 11 November 2015. Sebelumnya, Pelindo II berpendapat, perjanjian konsesi itu tidak diperlukan.
Selain itu, perpanjangan kontrak JICT antara Pelindo II dan HPH diakui oleh Meneg BUMN dalam pansus memang tidak ada dalam RKAP Pelindo II dan tidak ada dalam RUPS. Ini berarti tidak sesuai perintah dengan UU 19 Tahun 2003 tentang BUMN pasal 22 dan Kepmen BUMN Nomor KEP-101/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan BUMN. Bahkan Meneg BUMN Rini Soemarno dalam rapat pansus, dengan di bawah sumpah mengatakan bahwa kegiatan bisnis yang dijalankan BUMN tidak harus selalu ada dalam RKAP, apalagi menyangkut investasi asing.
Dirut Pelindo II, RJ Lino sendiri mengatakan, tidak tahu harus tunduk pada UU yang mana. Yang terpenting, perpanjangan kontrak JICT secara de facto dan pembayaran telah terjadi, secara de jure, proses legal dilakukan belakangan. Baginya hal tersebut merupakan base practices dalam business to business. Bahkan secara tegas menyatakan tidak perlu ada perjanjian konsesi dengan Kementrian Perhubungan, dan kalaupun itu dilakukan, ia menyatakan adalah sebuah bentuk keterpaksaan.
Dalam rujukan kepastian hukum, pernyataan ini justru sangat memprihatinkan di tengah Indonesia harus bersaing dengan bangsa-bangsa Asia. Sikap seperti itu dikukuhkan oleh konsultan asing, Deutsche Bank, yang juga berperan sebagai kreditor. Konflik peranan pada korporasi asing seperti itu justru mendapat pembenaran atas nama kebutuhan dan kebebasan investasi asing. Dalam perspektif hukum, selain terindikasi adanya tindak pidana yang merugikan negara, sikap Meneg BUMN dan Dirut Pelindo II merupakan perlawanan terhadap hukum yang berlaku.
Secara politik, Pansus Pelindo II mendapatkan fakta bahwa baik Meneg BUMN maupun DirUt Pelindo II telah bertindak dengan tidak memenuhi azas-azas umum pemerintahan yang baik. Bahkan tidak mematuhi, Keputusan Mahkamah Konstitusi, UU 17/2008, UU 17/2003/, UU 19/2003, UU No. 1/2004 dan UU Anti KKN, dan Peraturan Perundangan terkait lainnya, termasuk mengabaikan keputusan Panja Aset BUMN DPR RI. Ketidakpatuhan ini bisa menjadi benih karut marutnya politik nasional dan membuka jalan melemahnya kewibawaan pemerintah terhadap kekuatan kapital. Kondisi seperti ini sepantasnya disadari oleh Presiden RI bahwa ada pihak-pihak yang seharusnya membantu terlaksananya amanat konstitusi namun yang terjadi adalah sebaliknya. Ini potret buruknya akuntabilitas publik Pemerintah di bidang BUMN, khususnya di Pelindo II sehingga prinsip good governance tidak terpenuhi.
Secara ekonomi, ditemukan hal yang tidak layak. Menurut perjanjian kontrak 1999-2019, memang ada tehcnical know how, tetapi di lapangan tidak ditemukan kenyataan adanya keterampilan atau teknologi yang dialihkan. Yang terjadi adalah pengubahan pendapatan menjadi biaya yang ditransfer ke perusahaan yang sama sekali tidak kompeten di bidang jasa pengelolaan kepelabuhanan. Indikasi tindak pidana perpajakan ini dibiarkan berlangsung karena lemahnya daya tawar Pemerintah Indonesia terhadap investor asing. Saat yang sama perpanjangan kontrak sebelum jatuh tempo justru merugikan Negara sebagaimana temuan BPK, kendati BPK hanya menyatakan sebagai pendapatan yang belum optimal. Pansus mencatat bahwa laporan BPK per 1 Desember 2015 itu masih berdasarkan PDTT yang diminta Pelindo II. Sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu sesuai dengan TOR yang diajukan Pansus yang belum masuk. Untuk pelaksanaan kontrak 2015 hingga 2038, Pansus menemukan adanya potensi kerugian negara yang relatif besar.
FRI dan Bahana Sekuritas, dua lembaga penasihat keuangan yang sebelumnya dikontrak oleh Pelindo II, dalam sebuah tim gabungan melakukan kembali analisa terkait valuasi yang dilakukan Deutsche Bank (DB). Tim gabungan tersebut menggunakan dokumen laporan keuangan JICT (1999-2013) dan proyeksi keuangan JICT yang diberikan DB (2014-2038). Berdasarkan analisis ulang, ditemukan oleh tim tersebut hal sebagai berikut:
Merujuk Asumsi Historis:
Manfaat bagi Pelindo II untuk sisa masa kontrak (2015-2018) adalah Rp2,99 triliun jika kontrak diperpanjang , tetapi akan kehilangan potensi pendapatan 2019-2038 sebesar Rp24,7 triliun dikali dengan 49% (saham HPH) jadi Rp.11,85 triliun. (Asumsi kurs sebesar Rp.13.600).
Merujuk Proyeksi DB:
Manfaat bagi Pelindo II Rp36,5 triliun lebih besar jika mengoperasikan sendiri JICT dibandingkan dengan memperpanjang kontrak dengan HPH. Akibat perpanjangan kontrak maka potensi kehilangan penghasilan Pelindo II adalah Rp.36,5 triliun dikali 49% adalah sebesar Rp17,9 triliun (Asumsi kurs sebesar Rp. 13.600).
Sidang Dewan Yang terhormat,
Dari temuan-temuan itu, Pansus mengajak semua elemen bangsa untuk menumbuh kembangkan kesadaran bahwa tegaknya kedaulatan ekonomi Indonesia hanya terjadi jika kita semua setia dan konsisten menegakkan amanat konstitusi dan tidak bersifat ahistoris. Ajakan ini juga berlaku bagi penyelenggara Pemerintah agar melaksanakan sumpah jabatannya. Jika hati nurani dan pikiran kita terpanggil menjalankan amanat itu, maka hal paling sederhana adalah dengan memperbaiki kualitas akuntabilitas publik. Dampak dari semangat menjalankan sumpah jabatan dan perbaikan kualitas itu dipahami oleh Pansus dengan memberikan catatan penting dan rekomendasi.
REKOMENDASI
Pansus sangat merekomendasikan membatalkan perpanjangan kontrak JICT 2015-2038 antara Pelindo II dan HPH karena terindikasi kuat telah merugikan Negara dengan menguntungkan pihak asing serta telah terjadi Strategic Transfer Pricing pada kontrak Pelindo II dan HPH 1999-2019 dan karenanya kontrak ini putus dengan sendirinya, tanpa perlu Indonesia membayar termination value. Kembalikan JICT ke pangkuan ibu pertiwi di tahun 2016, dengan pengelolaan yang berkiblat pada konstitusi negara kita sendiri, UUD 1945.
Meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan penyelidikan atas adanya dugaan Conflict of Interest dan manipulasi yang dilakukan oleh Deutsche Bank dalam melakukan evaluasi/valuasi selaku konsultan dan dalam memberikan pinjaman sindikasi bank Luar Negeri selaku kreditur. Pansus sangat merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan peringatan keras dan sanksi kepada Deutsche Bank (DB) yang terindikasi kuat telah melakukan fraud dan financial engineering yang merugikan keuangan negara.
Terkait persoalan ketenagakerjaan di Pelindo II dan JICT, pansus sangat merekomendasikan dihentikannya pelanggaran terhadap UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan UU Ketenagakerjaan dengan menghentikan praktek pemberangusan Serikat Pekerja (Union Busting), mempekerjakan kembali karyawan yang telah mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan mengembalikan karyawan yang dimutasi sepihak sebagai akibat penolakan terhadap rencana perpanjangan kontrak pengelolaan JICT.
Pansus sangat merekomendasikan agar dijalankannya putusan Mahkamah Konstitusi No, 7/PUU/XII/2014 tentang Uji Materi Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan mengangkat pekerja yang berstatus kontrak dan outsourcing yang ada pada core business wajib diangkat sebagai pekerja tetap di Pelindo II dan JICT.
Pansus sangat merekomendasikan kepada aparat penegak hukum untuk terus melanjutkan penyidikan atas pelanggaran undang-undang yang mengakibatkan kerugian negara, serta menjatuhkan sanksi pidana kepada siapapun yang terlibat dan di institusi mana pun.
Pansus sangat merekomendasikan kepada Menteri BUMN untuk segera memberhentikan Dirut Pelindo II.
Sesuai dengan :
Pasal 14 ayat (1) UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara,
Pasal 6 ayat 2 huruf a UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri BUMN merupakan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN;
Panitia Angket DPR RI tentang Pelindo II menemukan fakta bahwa Menteri BUMN dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Dengan demikian Menteri BUMN dengan sengaja tidak melaksanakan kedudukan, tugas, dan wewenangnya sesuai dengan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 6 ayat (2a) dan Pasal 24 ayat (2) serta UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 14 ayat (1). Karena itu, pansus sangat merekomendasikan kepada Presiden RI untuk menggunakan hak prerogatifnya memberhentikan, Rini Soemarno sebagai Meneg BUMN.
Hal yang juga tidak kalah penting adalah, Pansus sangat merekomendasikan kepada Presiden untuk tidak serta merta membuka investasi asing yang dalam jangka panjang merugikan bangsa Indonesia secara moril dan materil, mengancam keselamatan negara dan kedaulatan ekonomi politik bangsa yang akhirnya membuat apa yang dikhawatirkan Bapak Bangsa, Bung Karno, justru terjadi, yakni : Indonesia menjadi kuli bagi bangsa lain, bangsa kuli di antara bangsa-bangsa lain.
Dengan seluruh kerendahan hati, pansus meminta persetujuan Sidang Paripurna yang terhormat terhadap rekomendasi–rekomendasi di atas dan harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Pansus pun pada masa sidang yang akan datang akan melanjutkan penyidikan terhadap Perpanjangan kontrak TPK Koja, Program Pembangunan Terminal Pelabuhan Kalibaru oleh PT Pelindo II, dan Pembiayaan Proyek dan pinjaman PT Pelindo II.
Demikian laporan yang dapat kami sampaikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua dalam rangka pengabdian kita kepada Negara dan Bangsa Indonesia.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 17 Desember 2015
a.n. PIMPINAN PANITIA ANGKET PELINDO II,
KETUA,
RIEKE DIAH PITALOKA
A-160
Menyikapi rekomendasi itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tengah mempertimbangkan rekomendasi tersebut. Pramono juga menyampaikan, pemerintah menghormati hubungan kelembagaan dengan DPR, termasuk menghormati rekomendasi yang disampaikan Pansus Pelindo kepada pemerintah.
"Dan karena putusan itu telah sampai, dan tentunyua sekarang Presiden dan Wapres, karena yang mempunyai kewenangan, sedang mempertimbangkan itu. Bagaimana dengan hal ke depan tentunya pertimbangan itu akan dilakukan," ujar Pramono Anung di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (23/12/2015).
"Apa yang akan diputuskan Presiden dan Wapres, akan segera disampaikan. Tapi yang jelas secara resmi surat itu sudah dikirim oleh DPR ke Presiden," lanjut Pramono.
Lalu, apakah dalam waktu dekat Presiden akan kembalil melakukan perombakan kabinet? "Ya itu kewenangan Presiden. Hak prerogatif Presiden. Tentunya Presiden juga setiap waktu, setiap saat, beliau juga memantau, memonitor, melihat apa yang jadi masukan dari masyarakat maupun dari para pengamat dan partai-partai pendukung maupun tidak mendukung," jawab Pramono.
(van/nrl)
unqoute
Tulisan saya:
Sampai sekarang
Menteri BUMN masih menjabat, RJ Lino diajukan ke pengadilan. Dengan tuduhan
memperkaya diri dan orang lain secara tidak syah menurut undang undang.(kasus crane) dan jaringan business lain di era SBY lihat di http://www.kompasiana.com/tahagu/CJ-lino-tersangka-sofyan-jalil-dan-kalla-terkuak-rizal-ramli-bersorak-567debb1999673ef10cf52da
Sama sama melanggar aturan dalam satu situasi, yang tebukti memperkaya diri dan orang lain dalam penjelidikan, pasti dihukum.
Percaturan dagang dunia sudah jamak, sudah ada
kartel dan jaringan raksasa yang mendunia, kita abai selama 32 tahun Orde Baru sibuk
dengan kelesterian kekuasaannya.
Kita ndak mikirin perkara itu, kartel dunia
disegala bidang, kalok mikir ketabrak keluraga cendana, bisa diciduk.
Bila Hutchison satu perusahaan
jasa pelabuhan jaringan dunia memang plihan, hendaknya dipilih dengan transparan
dan terbuka. Maka Presiden sebagai Pemimpin bangsa diharapkan kebijakannya
untuk menarik rambut dalam tepung, rambut tidak putus, tepung tidak berserakan.
Kami percaya. Karena urusan yang urgent sangat banyak.
Selanjutnya saya ucapkan bravo dan standing ovation untuk menghargai stinggi tingginya
ibu Rieke Diah Pitaloka, yang telah menunjukkan dedikasinya dengan baik, tumben
diantara kolega kawan sekerjanya, dan ibu Rini Sumarno, pahlawan tanpa tanda jasa, dan tidak populer *)
unquoteBa
0 comments:
Posting Komentar