RADIKALILISME
YANG KITA HEBOHKAN, JAUH PANGGANG DARI API.
Hampir semua kita
dihebohkan oleh radikalisme, yang sangat meresahkan mayortas dari bangsa ini.
Anehnya radikalisme yang
dilakukan ini, sebenarnya sangat infantile, kekanak kanakan, hanya mengenai
kulit ari prilaku masyarakat autis, yang kurang berpendidikan berwawasan
negara, di kobar kobarkan oleh api menjaga kepentingan pribadi masing masing
pelaku utamanya, yaitu para elite capture dari definitive stake
holder, dengan segala cara ( tidak terpuji) ingin keadaan ekonomi dan politik
tetap seperti semula, zaman mereka jadi anak emas Orde Baru. Dari yang sudah
jadi conglomerate industry dan perbankan sampai yang jadi penghuni liar tanah
milik Negara, penarik pajak liar dari siapa saja dikota kota besar, masih ingin
tetap seperti itu, sebab kemiskinan adalah tempat mereka makan bangkai.
Mereka tolak A Hok, mereka
tekuk KPK, mereka nista Pemerintah karena melindungi rakyatnya dari kekurang
ajaran mega koruptors dari kroninya, mereka pluntir humanisme-nya dan
universalisme-nya ajaran agama hanya untuk menanggok dukungan dari ke-kuno-an
in-efisiensi kemiskinan disegala bidang hidup orang miskin.
Menipu latent dan expectant
stake holder yang mayoritas, untuk menentang berubahnya infra structure di
segala bidang, terutama bidang ekonomi dan sosial.
Hanya dibidang teknik
dibiarkan jalan, karena sebagian besar untuk kepentingan “kongsie”nya, ya
selalu di hisap beayanya sampai hasilnya tanpa kualitas dan azas keselamatan
pemakai dan lingkungan, kalok perlu, bekerja sama dengan akademisi dari dalam
dan Luar Negeri, para Sudrun yang keluaran PT yang terkenal. Sarjana dari
tingkat S2- S3 – para Profesor telah di down grade harkatnya jadi pencuri
biasa, dari dana apa saja. Itu sudah dilakukan dengan sempurna. (di si maha
BULOG di mega minyak PERTAMINA, di mega lawless PERTANAHAN/agraria, Prof Dr
Bedduamang, Prof Dr. Rahadi Ramelan ITS- dari Jerman, Prof
Dr.
Rubyandini dari UI,
Prof Dr Nuruddin Syamsuddin dari ITB, Prof Dr Rokhim Danuri dari IPB sudah
PN-kan olah KPK) \trus kemana muka mahasiswanya disembunyikan ?. Belum
termasuk semua profesor sudrun dari Berkely mafia, yang identik dengan
dia, telor dari Rahwana dan gurita gurita. sama pendapatnya dengan Prof
Dr. Budiono dari GAMA perkara BLBI yang harus dibantu dicetakkan
uang 8 triliun rupiah, karena ini : harus dan mulia :: ngomongnya di TV dengan
kalem anggunnya.
Hanya
satu yang mereka sangat takutkan, dari pemerintahan Pak jokowi ini. Apabila kebijakan PAK JOKOWI dalam membangun infra
structures . memihak mayoritas latent stake holder Negara Panca Sila kita
ini.orang jawa in pasti perpilih lagi th 2019 jadi presiden. dan kekuasaan
rakyat makin meningkat, karena terangkatnya latent staske holder Negeri ini,
ikut aktive dalam pemilu. Ikut mengawal KPK dan Polisi.
Elite
captures ditingkat Nasional kita sejak 32 tahun Orde Baru JADI DIKTATOR, masih
dari definitive stake holder dan exspectant stake holder yang sudah ERAT
teranyam kepentingannya dengan mereka yang sejak revolusi kemerdekaan
merupakan golongan diluar system dan bekerja sama dengan elite capture Nasional
dari militer dengan kongsie kongsie alias kartel kartel mereka, yang
mengumpulkan kekayaan mulai zaman penjajahan belanda, menguasa kekayaan kota
kota besar yang ditinggal oleh orang orang republikein, mundur bertahan ke
pedalaman membentuk Republik, Sedangkan golongan diluar sistim berkomplot
dengan tentara Kerajaan Belanda.
Mengapa
mereka yang akan menguasai massa dengan dalih pemurnian agama kepada latent
stake holder kita, untuk tidak akan merombak infra structure ekomoni dari
kekuasaan kongsie/kartel yang a-nasional di kita ini , alias hidup parasitis ?
Apalagi infra strukture social dari latent stake holder (mayoritas bangsa
kita) yang telah menunggu secara buta tuli sekian lama. ( sampai ratusan tahun
hampir seabad).
Sekarang
para sudrun sudah menguasai kaderisasi dari seluruh Perguruan Tinggi negeri ini
dengan organisasi ekstra universiter yang selama 37 tahun didukung oleh si maha
BULOG, akhirnya merasuk kedalam mayoritas civiutas akedemika hampir semua
PT terkenal dan bersejarah negeri ini, Toh mereka yang berjaya di luar sistim
berbangsa ini sudah tumbuh bersama para kader intelektual sudrun tanpa
dusadari oleh pemikirannya yang hedonis, jadi penguasa 80% kekayaan
nasional bangsa ini, gratis. Dibuktikan dengan slingkuhnya, culas tanpa malu
sama sekali, ketahuan uang slingkuhan sangat mungkin hasil kejahatanya 13.000
triliun talah ketahuan tersimpan di luar negeri - kerena
"Panama papers" dibongkar oleh media internasional, - Bila tidak mana
kita ada bukti nyata kerendahan budi mereka, si para ampyang itu ? Tidak
tersentuh bathinya (kalau punya), sebangsa binatan ekonomi ini abai
terhadap himbauan dan kebaikan Pemerintah Indonesia, memberi tax amnesty. Dasar
ampyang. Kami bangsa yang beradab, tahu cara mengajarmu dan mengejarmu sampai
ujung dunia, sampai kiamat.
Selama kita berkutat
untuk mencapai kemerdekaan 72 tahun apa yang mereka kerjakan? Siapakah kamu
sebenarnya sehingga dari pertama Orde Baru, Subchan ZE - seorang pemuda
idealis islam dari Situbondo, dan di akhir Orde Baru aktivis HAM,
Wiji Tukul, dkk Munir terpaksa hilang nyawanya *)
Untuk mempertajam pengertian mengenai
elite capture dan tingkatan stakeholder, saya sajikan copy dari:
Copy dari :
Tulisan Policy Brief, Univ. Gajah Mada, ditulis
oleh Suhadi. Sonyoruri Satiti dan Agus Yulianto:
Pembelajaran dari Bumi seribu nyiur melambai (1) pdf adobe reader
PB 31. 2016. MENGIKIS ELITE CAPTURE DALAM COMMUNITY DEVELOPMENT
Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu
kegiatan yang
menjadi bagian dari program Corporate
Social Responsibility (CSR),
dengan tujuan adanya
transformasi sosial budaya, politik, ekonomi, dan teknologi
secara berkelanjutan. Partisipasi
masyarakat diyakini akan mendorong keberhasilan dalam
implementasi program
Community Development. Sayangnya, elite capture secara serius telah
mendistorsi tujuan dan
capaian program. Hal ini bukan terjadi karena model partisipatif
dalam implementasi program
yang salah, tetapi merupakan konsekuensi logis dari penerapan
pendekatan partisipasi yang
memunculkan elite baru: elite pembelajar, yang berpeluang besar
untuk memanipulasi
posisinya bagi kepentingan pribadi. Apabila fenomena elite capture tidak dapat dihindari,
maka masyarakat sasaran program justru akan terekslusi dari
program tersebut.
Elite capture merupakan
fenomena biasa dalam
berbagai aspek kehidupan. Elite
capture dipahami
orang atau sekelompok orang untuk memengaruhi
pembuatan kebijakan atau keputusan agar hasilnya
memberikan keuntungan bagi mereka sendiri, baik
yang berbentuk materi ataupun nonmateri.
Sejak diperkenalkannya model pendekatan
p e m b a n g u n a n s e c a r a p a r t i s i s i
p a t o r i s y a n g
menekankan putting
the last first (Chambers,
1983),
model belajar bersama kaum miskin tanpa disadari
telah menghasilkan model dominasi baru dalam
masyarakat, yakni munculnya elite
pembelajar
(learning elites) (Wilson,
2006). Learning
elites
menempatkan diri sebagai representasi komunitas
serta menjadi jembatan antara pihak luar dan
masyarakat sasaran sebagai development
brokers
(Plateau dan Gaspart, 2003: 3).
Pendekatan partisipatoris berpotensi memunculkan
elite capture terhadap
program pemberdayaan
masyarakat. Secara teoretis dikatakan bahwa serious power imbalances ... the poor are heavily dependent on
vertical links with local elites. [therefore] it is difficult to form the
horizontal associatons necessary for organizing collective action for the
common good
(Das Gupta, et.al., 2004: 28). Ke_ketindakan kolektif
:
Foto: Anjungan Provinsi Kaltim/budaya-indonesia.org
Penelitian di bumi seribu nyiur melambai, yaitu di sebuah kawasan
industri di Kalimantan Timur, menunjukkan
bahwa program Community
Development sebagai
bagian dari strategi implementasi CSR (Corporate
Social Responsibility) telah
diterima masyarakat sekitar perusahaan. Perusahaan-perusahaan di kawasan ini melaksanakan program pemberdayaan sosial ekonomi
melalui kelompok nelayan, kelompok usaha simpan pinjam, dasawisma, dan kelompok tani.
Di berbagai kelurahan, berdiri berbagai kelompok yang berjumlah antara tujuh sampai sepuluh kelompok.
Selain itu, terdapat kelompok-kelompok informal dan organisasi
masyarakat, seperti kelompok pemuda, yang memiliki peran dan tujuan ganda:
memperjuangkan visi misi organisasi sekaligus menjadi supply manpower. Perkumpulan, seperti GPAK
(Gerakan Pemuda Asli Kalimantan), Kobra (Komando Bela Negara), dan LPADKT
(Lembaga Pemuda Adat kalimantan Timur),
memunculkan rivalitas baru antarkelompok. Di samping itu, muncul
juga kelompok KOPPAD (Komando Pengawal Pusaka Adat Dayak), PP (Pemuda
Pancasila), dan kelompok pemuda yang berbasis sei (sungai).
Beberapa kasus rivalitas dan perseteruan antara kelompok dengan
pemerintah maupun perusahaan dalam hal program dan proyek menunjukkan munculnya
identitas kedaerahan dalam situasi-situasi tertentu yang mendorong orang
bergabung di dalam organisasi.
Penelitian menunjukkan bahwa pemimpin lokal tidak
merepresentasikan kepentingan seluruh penduduk.
Keberadaan kelembagaan local bentukan masyarakat dan perusahaan
yang ditujukan bagi penguatan ekonomi masyarakat akhirnya lebih mencerminkan
pola distribusi sumber daya di lingkaran elite. Kondisi ini m e m u n c u l ka
n p o l a r i s a s i kekuasaan dan
memunculkan tarik-menarik kepentingan yang berujung pada rivalitas
antarkelompok.
Sebagai contoh, dilihat dari kekuasaan, pemangku kepentingan
di salah satu kelurahan terpolarisasi,yakni antara yang sangat berkuasa dan
tidak berkuasa. Tidak ada tokoh midleman (menengahi).
Kepentingan terhadap perusahaan terkelompok antara mereka yang
berkepentingan tinggi (sebagian besar
adalah definiive
stakeholder) dan _tidak berkepentingan (sebagian besar adalah latent stakeholder).
Kebanyakan elite dengan kekuasaan besar merupakan definitive stakeholders. Dengan
posisinya, mereka terkooptasi
kepentingan segelintir elite, maka elite akan mengambil keuntungan darinya
(Bardhan and Mookherjee,
2000). Elite
capture semakin
tidak dapat dibendung ketika secara struktural model sosiokultural pandangan sosial mengutamakan
harmoni, menghindari konflik, serta iidak ada check and balance.
Secara metodologis, penerapan pendekatan stakeholders mapping (pemetaan pemangku
kepentingan) berbasiskan konsep stakeholders
classess (Mitchell,
et.al., 1997) dapat digunakan untuk menangkap
fenomena elite
capture. Melalui
pendekatan ini, dapat ditemukan berkelindannya power, legytimacy, dan urgency dalam bias kepentingan
elite. Pemetaan pemangku kepentingan menghasilkan klasifikasi elite sebagai
berikut.
(i) Latent stakeholders (individu-individu dalam
masyarakat yang belum merupakan aktor kunci, tetapi berpotensi memiliki peran
dan posisi strategis).
(II) Expectant
stakeholders (individu-individu
dalam
masyarakat yang diharapkan menjadi aktor kunci ke_ka progrdiimplementasikan).
(III) Definitive
stakeholders (individu-individu
yang secara riil telah memiliki posisi dan peran dalam masyarakat).
2 MENGIKIS
ELITE CAPTURE DALAM COMMUNITY DEVELOPMENT : Pembelajaran Dari Bumi Seribu Nyiur
Melambai
Fakta hasil penelitian
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
3
mendapatkan banyak kesempatan memanfaatkan bantuan, misalnya
mengalihkan bantuan penyediaan air bersih untuk masyarakat menjadi untuk
keluarganya. Sementara itu, sebagian besar elite dengan kekuasaan
kecil merupakan latent
stakeholders.
Mereka ini memiliki potensi, tetapi belum mampu eksis karena kalah
dalam power relatiion.
Pada sisi lain, nilai budaya lokal menyediakan lahan untuk
menyuburkan elite capture.
Jika dilihat per lokasi, basis ketokohan di Kelurahan Handil
Baru dilandasi atas dasar kekerabatan. Warga, termasuk
pemuda, menyuarakan kritikan terhadap sering terjadinya
perebutan antar elite untuk mendapat program dan proyek.
Kritikan terhadap tingkah laku para elite yang lebih
mementingkan kepentingan sendiri sering muncul. Namun
kritikan-kritikan tersebut hanya dianggap angin lalu oleh
para elite. Check and
balance tidak efektif karena beberapa
tokoh adalah elite yang masih satu kerabat. Harmoni sosial
harus dibayar mahal dengan hilangnya sikap kritis dan
munculnya apatisme.
Kemudian peta kekuasaan di Kelurahan Sanipah _dak
beraturan dan elite yang berkepentingan dengan
perusahaan tidak selalu memiliki peran secara langsung.
Dengan kondisi ini, elite yang secara struktural memiliki
kekuasaan dalam masyarakat tidak secara otomatis menjadi
definitive stakeholders. Gejala elite capture tidak
muncul.
Selanjutnya isu penduduk lokal-pendatang juga kerap
memanas saat ada masalah tenaga kerja. Kelompok kelompok
maupun LSM bergerak menuntut perusahaan
dengan dalih memperjuangkan untuk prioritas penduduk
lokal. Namun yang terjadi adalah akses tenaga kerja sering
kali hanya dikuasai untuk kelompok sendiri atau kerabat
sekitarnya. Sebagian penduduk lokal terpaksa harus
dipotong gajinya sekian persen untuk kelompok yang
dianggap telah berjasa memasukkannya ke perusahaan. Sistem supplyman power oleh kekuatan elite capture
menjadi bumerang bagi penduduk lokal karena semakin mempersempit
ruang gerak mereka.
Jika stakeholder
mapping dilihat
per wilayah, perbedaan antara Kelurahan Handil Baru dan Sanipah dapat
disebabkan oleh adanya perbedaan sejarah perkembangan wilayah.
Sanipah telah dimasuki oleh perusahaan
sejak 1970, sedangkan Handil Baru pada 2004. Dengan kata lain,
Sanipah memiliki pengalaman lebih lama
bersandingan dengan perusahaan dan telah mengalami banyak
pembelajaran dalam proses dinamika di
dalamnya dengan silih bergan_nya kontestasi antara elite dan
kelompok.
Selain itu, ada perbedaan komposisi penduduk antara Handil Baru
dan Sanipah. Sebagian besar penduduk
Handil Baru adalah suku Banjar yang dikenal sebagai masyarakat
pekebun, sedangkan sebagian besar Sanipah
adalah suku Bugis, yang merupakan masyarakat nelayan. Perbedaan
kultur dapat berpengaruh terhadap
“
Daksar, Ketua Karang Taruna, 27 April 2015).
MENGIKIS ELITE CAPTURE DALAM COMMUNITY DEVELOPMENT : 4 Pembelajaran
Dari Bumi Seribu Nyiur Melambai Pusat
Studi Kependudupandangan dan sikap hidup masyarakat. Handil Baru dengan penduduk
suku Banjar sebagai tipe masyarakat darat
lebih bersifat hierarkis dan mengakui adanya hak milik. Sementara
itu, Sanipah dengan penduduk suku Bugis
sebagai tipe masyarakat laut lebih bersifat egaliter dan _dak
begitu memedulikan hak milik, seperti_ pandangan
mereka tentang laut yang bebas tidak ada pemiliknya.
Sisi egaliter yang dimiliki oleh orang Bugis di Sanipah
memungkinkan adanya check and
balance. Sering
kali sisi
egaliter ditunjukkan dengan berdemo ketika adanya asimetris
informasi maupun _dak adanya keterbukaan dari
pemerintah maupun perusahaan. Hal berbeda terjadi di Handil Baru
yang masih kuat sisi hierarkis dan
kekerabatannya. Elite
capture lebih
tumbuh subur ke_ka banyak program dan proyek yang masuk ke kelurahan ini.
Penelitian ini pun menemukan adanya dinamika masyarakat yang cukup
mencengangkan. Diketahui bahwa
organisasi di bawah kelurahan maupun LSM saling melakukan
penghindaran konflik terbuka dengan siasat
pembagian program dan proyek.
Keberhasilan program Community
Development dapat
dicapai apabila fenomena elite
capture dalam
program
dapat dikikis dan dihilangkan. Berikut adalah beberapa
hal yang dapat dilakukan untuk itu. Pertama, penting
bagi perusahaan untuk menjalin kerja sama dengan
dinas atau pemerintah setempat dalam rangka
memastikan sasaran program. Kedua, harus ada strategi
distribusi program yang lebih tepat dengan
menghindari keterlibatan seseorang dalam banyak
kelompok. Ketiga, menciptakan model perencanaan
program secara terintegrasi dengan program
pembangunan kelurahan. Keempat, pembentukan
kelompok-kelompok alternatif yang mampu mengubah
orientasi warga dari upaya memperoleh keuntungan
langsung dari kehadiran perusahaan ke arah kegiatan
alternatif lainnya. Kelima, penguatan elemen
masyarakat sipil berpendidikan tinggi untukmenguatkan masyarakat
sebagai penyeimbang kekuatan organisasi lokal yang lebih berorientasi ekonomi dan peran-peran kooptatif kepentingan warga.
Keenam, harus ada strategi dan kemauan perusahaan
untuk mengambil jarak terhadap organisasi yang nyatanyata
hanya mengambil keuntungan ekonomi. Ketujuh,
perlu adanya penguatan pemerintah lokal untuk
menghasilkan berbagai payung hukum yang mewadahi
kepentingan distribusi program dan mampu sebagai
landasan kebijakan untuk menghindari kemungkinan
konflik elite lokal. Wadah ini dapat berupa peraturan
daerah atau keputusan bupati. Kedelapan, perlu sinergi
antarperusahaan dalam wadah forum pemberdayaan
masyarakat lokal di level akar rumput. Tujuan forum ini
adalah untuk menghidari duplikasi program dan
bantuan.
DAFTAR PUSTAKA
Chambers, R. 1983. Rural Development: Pu_ng the Last
First. London: Longman.
Dasgupta, A. and V.A. Beard. 2007 “Community Driven
Development, Collec_ve Ac_on and Elite Capture
in Indonesia”. Development
and Change 38(2):
229–49.
Pla_eau, Jean-Philippe and Gaspart, Frédéric. 2003.
The ‘Elite Capture’ Problem in Par_cipatory
Development. Centre for Research on
the
Economics of Development (CRED). Faculty of
Economics Rempart de la Vierge, 8 B-5000 Namur
Belgium.
Wilson, G. 2006 “Beyond the Technocrat? The
Professional Expert in Development Prac_ce”.
Development and Change 37(3):
501–23.
Pilihan kebijakan
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan MENGIKIS ELITE CAPTURE DALAM COMMUNITY
DEVELOPMENT : Pembelajaran Dari Bumi Seribu Nyiur
Melambai
0 comments:
Posting Komentar