Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Sabtu, 05 Desember 2015

7-9 MATAHARI TERBIT DI WILWATIK TA PURA

        r
3.48 PM  SUBAGYO KOESNO  NO COMMENTS
Sisi gaib kejadian di wantilan dalem Istana Singhasari

Raden Wijaya disambut dengan pelukan dan cucuran air mata bahagia sang nenek ang sudah renta. Mualai keberangkatan cucunda  ke wantilan dalem guna mengadakan pagelaran sinoman Singhasari didepan raja dan sidang para nararya. Nini menyalakan api sesaji di balai pemujaan para pitri, membakar dupa menyajikan banten bunga mancawarna dan selalu memercikkan minyak suci kedalam api esaji sambil melantunkan puja Pitrayadnya. Api sesaji berkobar membuat lidah api yang meniggi diluar kebiasaan.

Segera nini bersujud dan melantunkan sasanti puja.  Dari jendela kecil dibelakang tungku api sesaji mnampak langit diatas wantilan dalem mengeluarkan cahaya aura kunig emas yang lembut, melebar keseluruh istana Singhasari, pertanda sangat baik.  Aura yang mampu membuka semua pintu kebaikan  yang membebaskan orang dari segala belenggu saat itu.

Tanpa kata kata nenenda tahu persis kenapa cucunya sekejap mata nanar  tatapan matanya dan terasa agak murung meskipun mendapat keberhasilan yang membanggakan, pasti sang  cucu kena asmaraturida. Dengan cepat pulih seperti biasa dan sekalaigus besimpuh mengelus kedua kaki nini, tanda bhakti seorang cucu.

Sambil tersenym menpersilakan cucunya beristirahat di bale bale sambil menghirup secangkir kecil teh hangat dari cina dan mengigit manisan labu baligo yang harum, sungguh  menggugah semangat Raden Wijaya, kewajarannya pulih

Nini menceriterakan bahwa sudah lama istana Singhasari diliputi  aura yang gelap. Disekitar tembok tinggi kedaton pada malam  bulan mati, sering terdengar auman serigala, anehnya suara auman serigala itu tidak  pernah terlacak dari mana asalnya karena selalu saja dari arah seberang istana, sehingga seolah olah suara dari kejauhan sedangkan jaga yang diarah seberang istana juga mendengar suara auman panjang itu juga dari seberang yang lain, tak seorangpun yang mendengarkan dari jarak dekat disekitar tembok istana, dilangit  sering manpak  benda menyala kemerah merahan terbang melintas setinggi dua jengkal  tangan diatas pepohonan,  bila diamati dari tengah medan lapangan yang satu yojana (jarak  semampu mata memandang kuda duatas catrawala) kadang nyala  kehijau hijauan.
Sudah sejak lima tahun sangat sering terjadi peristiwa yang nyleneh di kawasan dalam tembok istana hingga terlalu sering permaisura berobat dan beristirahat di Sanggariti desrtai putera puteri  raja dan para brahmana, merupakan iring iringan tandu tandu dan kuda kuda  prajurit dan pemikul bekal yang panjang, merupakan tontonan yang dianggap hiburan oleh rakyat petani di jalan jalan yang dilewati, jarak perjalanan cukup jauh ditempuh dari bang rahina ( subuh) hingga matahari nyaris tenggelam.

Baginda Kertanegara  sejak enam tahun yang lalu tergoda mengikuti upacara Hindu yang  aneh yaitu upacara aliran Bhairawa tantra.
Yang menimbulkan rasa curiga dari para brahmana yang biasa jadi parampara kerajaan  yaitu para tetua yang sudah mengepalai pura agung kerajaan bergelar  Rshi, adalah Pendeta dari atas angin yang sering langsung bertemu baginda di sanggar pemujaan, entah lewat jalan mana, sering kepergok para Pemangku yang memelihara sanggar.
Menerurut penelitian para Rshi di Singhasari yang jumlahnya tidak banyak aliran Bhairawa ini adalah salah satu sempalan dari pemuja Bathara Shiva  dari Benggali
Mereka menganggap bahwa mengekang diri dengan brata,  tapa  dan mengendalikan hawa  nafsu,  adalah sia sia.
Melepaskan kekangan terhadap nafsu nafsu adalah jalan pintas melewati rintangan mencapai kesempurnaan.
Sebaliknya dengan menjalankan lima ma yaitu matsya ( makan ikan) mamsya (makan daging)  ma’argya (minum minuman keras –mabok mabokan) maudra ( menari nari sampai teler dan trance) dan maithuna ( berpesta orgy sex ) sampai sepuas puasnya dalam hidup akan menimbulkan kesadaran tertinggi dan mencapai mokswa, sungguh sinting.

Sang Prabu Kertaneara yang berbadan tinggi besar, mulai dari masa mudanya sangat gemar mempelajari ilmu ilmu kanuragan, ilmu kebal, dan  melatih tenaga keras hingga seluru otot kembang dengan indahnya menambah kesan perkasa.
Disamping itu sangat gemar bermain  catur,   memang beliau mempunyai  bakat alami ,  yaitu kuat ingatan,  hafal  sloka sloka dalam wedda yang  menyangkut pitrayadnya hal  ikwal mengenai  pemujaan para leluhur.
Dalam permainan catur beliau sering  kelepasan omong kepada sahabat dekatnya. Bahwa beliau dapat merencanakan lima langkah kedepan  semua  yang mungkin terjadi bisa “tergambar” di ingtannya. Sehingga menjadi pemain catur yang sangat tangguh.  Selanjutnya  menjelang naik tahta pada usia yang sudah matang, beliau mulai mempelajari ilmu Hindu kejawen dengan pengenalan catur sanak, tekun  bersamadi dan anoragha, merendahkan diri,  layaknya satrya pendeta,  sampai tahap akhir dapat dicapai sehingga menerima sandi sastra dari catur sanak, yang harus dilatih terus menerus beralaskan brata dan samadi  dan menganut dharma, supaya  ada hubungan yang makin menyatu dengan sang catur sanak.

Sayangnya setelah penabalan sang pangeran menjadi Nararya  Prabhu Natha. Kegemaran  ma’argya, minum minuma keras semakin kurang terkendali, sehingga tanpa beliau sadari semakin sulit untuk mendapat “rasa hubungan” denga catur sanak meskipun dengan sunguh sungguh beliau menyerukan sandi sastra dalam bathin   berulang ulang, inilah yang membuat baginda Kartanegara gelisah, tanpa ada seorangpun yang mengetahuinya.

Suatu hari  menjelang sandya kala saat tergelar candik kala di seluruh tempurung langit, yaitu senja dengan seluruh langit berwarna merah dengan berbagai macam nuansa warna merah pada lapisan  awan awan  tipis, saat itu semua  nenek nenek dan para ibu memanggil manggil anak anaknya yang lagi main dihalaman dan dijalan untuk segera pulang masuk rumah. Waktu suasana senja semacam ini  berbahaya bagi anak anak kecil berada diluar rumah konon Bhatari Durga sedang berkeliling mencari mangsa.  

Saat itu datang entah dari mana seorang tinggi besar berkulit gelap berambut panjang tak teratur, rambutnya hitam legam tapi jambang dan jenggotnya sudah berwarna kelabu, menutupi mulut dan dagunya sampai ke dada.
Pendeta tantra Bhairawa dari Atas angin  Guruji Dutanggira, beliau menguncupkan kedua telapak didada sambil mendekat sejarak empat  depa, baginda mengucupkan sembah di ubun ubun sambil bejengket sedikit dan berdiri tegak lagi sambil menguncupkan sembah di dada, manyembrama sang tamu yang baru datang. Guruji Dutanggira menucapkan sasanti, dan dengan singkat mengutarakan keingiannya mengundang Paduka Raja untuk datang menunjungi padepokannya di  segara pasir di Gunug Bromo, beliau berkata bahwa beliau mengerti kesulitan baginda dan bersedia menawarkan pemecahannya apabila baginda snggup datang ke padepokan segara pasir di gunung Bromo, pada purnama mendatang, untuk tidak menyulitkan baginda sang guruji memberikan sehelai daun nangka kering dengan lukisan rerajahan sambil besabda, apabila waktunya tiba dan Baginda berkenan datang dipersilahkan duduk diatas daun itu, dan segera baginda sampai di padepokan gunung  Bromo.
Setelah memberi restu dengan tangan kanannya kepada baginda, empu guruji Dutanggira mundur dan hilang  dari  pandangan.
Raja Kertanegara yang waktu mudanya sudah berani malang melintang di dunia perguruan silat dan berguru untuk mempelajari ilmu kawijayan, dan mengenal catur sanak merasa tertarik kepada undangan sang Dutanggira.
Petang hari setelah berpamitan pada permaisuri bahwa dia akan menyendiri di sanggar samadi sampai besuk pagi supaya jangan ada yang menganggu.
Setelah duduk bersila sambil menghadap pedupaan dengan membakar dupa setanggi memanjatkan pujamantra kepada para dewa dan para pitri, sewaktu bulan purnama mencapai tinnggi tiga jengkal dari kaki langit timur,  diambilnya daun nangka kering dari sabuk beliau dan diletakkan di permadani tempat duduk, dengan tenang baginda duduk diatasnya.
Sejenak beliau memejamkan mata, seketika suasana berubah, waktu membuka mata beliau sudah dihalaman luar istana sudah duduk bersila diatas punggung harimau kumbang yang besarnya tigakali harimau kumbang biasa, segera baginda menurunkan kakinya layaknya menunggang kuda, seketika harimau melimpat terbang diatas langit kota Singhasari yang diterangi rembulan purnama, tanpa ada tolakan angin, kepakan sayap, harimau kumbang raksasa meluncur cepat diantara kabut tipis diatas laut pasir gunug Bromo, menuju lurus ke gua besar didinding laut pasir gunung Bromo dan sampai di penghadapan guruji Dutanggira.

Raja Kertanegara segera menguncupkan sembah dan bersasanti sebelum dengan takzim berkata, “Aku Prabu Krtanegara menghadap Guruji”
Sang Dutanggira memberikan parakrama, berkata bahwa ini bukanlah penghadapan dari yang muda kepada yang dituakan atau yang rendah kepada yang ditinggikan, tetapi pertemuan antara  dua sahabat.
Jadi hilangkan rasa segan, aku  lebih tua jauh dari anda sang Prabu, bila berkenan pangillah aku paman agar andika bebas berwawan sabda, sebab akan ada yang  aku tawarkan yaitu suatu jalan menuju kesempurnaan, di Mayapadha  maupun tuntunan kealam yang lebih tinggi.*)

8. MATAHARI TERBIT DI WILWATIKTAPURA (SERI 7)
3.53 PM  SUBAGYO KOESNO  NO COMMENTS
TATA LETAK KEDATON SINGHASARI
Di bekas lokasi sabha Akuwu Tumapel  sudah samasekali tidak ada bekasnya pada masa  pemerintahan  Prabhunatha  Kartanegara, diganti  samasekali dengan bangunan Kedhaton Baru, sesuai dengan derajad kerajaan Singhasari sebagai Kerajaan yang telah menaklukkan kerajaan Janggala, Kerajaan Kadiri yang tegak mulai Maha prabhu  Erlangga, Kadhipaten Lamajang,  Tuban, Jagaragha, Wengker dan Kling telah menyatakan tunduk kepada Mahaprabhu Kertanegara.  Lahan Kedhaton dibuat seperti bukit landai ditengah tengah  merupakan kediaman  Raja dan Ratu,  yang merupakan pusat dari  tanah datar dibawahnya yang berbentuk silang utara selatan dan barat timur.. empat penjuru mata angin ini dibangun sabha yang berupa wantilan  agung disetiap mata angin.
Yang terbesar adalah wantilan sebelah timur, yang dipakai  upacara kaprajuritan, dengan sendirinya menghadap alun alun yang sangat luas, yang menjadi batas antara kota raja dimana mayoritas penduduk tinggal dengan pusat pasarnya yang selalu ramai, dengan wilayah alun alun dan Kedhaton
Disebelah barat dari denah silang itu dibangun wantilan untuk pendadaran khusus semacam doyo .
Diselatan dibangun wantilan serba guna untuk pertemuan terbatas  para bangsawan dan untuk menyambut para Duta dari jaban Rangkah.
Di utara dibangun wantilan dan balai penghormatan pamujan  para pitri,  dengan beberapa pavilion untu krabat dekat Kedaton yang sudah tua tua,
Untuk mempertahankan denah silang dengan rumah kedhaton  ditengah tengah, maka seluruh silang geometris ini di bangun tembok keliling dengan pintu gerbang pada setiap ujung persilangan itu, kecuali di timur yang menghadap ke alun alun.
Dalam tembok Kedhaton dilarang untuk kegiatan rakyat biasa.
Bentuk kota Singhasari menurut  hunian para pendukung kerajaan, misalnya para prajurit dan peralatannya di sebelah timur, sedang hunian para Pendeta Kasyaiwan, Waisnawa,  Kasogatan dan Brahmana ada di sebelah utara, para pedagang dan pasar ada disebelah selatan, dan para undagi ada di sebelah barat .
Semua hunian dihubungkan dengan jalan yang diperkeras dengan batu raen, tidak perlu lurus karena Singhasari ada di lereng gunung, jadi jalan sering dibangun menurut  kerataannya ( contour) tanah.
Halaman depan rumah hunian dipagar tembok rendah dan ada gerbang candi Bentar untuk setiap rumah,halaman berisi rumah kerabat dan rumah hunian magersari. Tanah kosong ditanami pepohonan buah buahan kolam ikan, atau  disatukan dengan aliran pengairan sawah.
Kota Singhasari tidak bertembok dan pintu gerbang,hanya kolompok istana yang bertembok dan berpintu gerbang  empat menurut mata angin, timur gerbang ini tersembunyi menhubungkan wantilan agung  dengan tempat tinggal Raja, utara barat dan selatan, ada gerbang berbentuk candi bentar yang megah, sedang di timur ada dua patung dwarapala dan gerbang candi bentar yang lebar tidak berundag.(*)


9 MATAHARI TERBIT DI WILWATIKTAPURA (SERI 8)
 JAYAKATWANG, TOKOH LEGENDARIS DIKALANGAN ILMU HITAM
Dengan seringnya sanghaprabu Kertanegara mengikuti acara di gua istana ditebing laut pasir gunung Bromo,satu murid tingkatan atas gua kedathon makin merasa tersisihkan.
Satu murid istimewa yang benar benar merasakannya adalah tokoh hitam dari Kadiri, sang Kalakatawang, yang artinya pembawa becana dari angkasa. Sebab sang Kalakatawang sudah malang melintang di wilayah kedathon Kediri, membuat miris semua hulubalang Kerajaan.
Berturut turut mati mengenaskan narapraja manggala yudha kedaton Kadiri, darahnya habis diisap makhuk misterius.
Kabar slentingan memberitakan adanya sosok misterius yang sedang mengembangkan ilmu hitamnya, dan darah para pesilat yang telah mencapai tingkat tertentu melatih tenaga dalam adalah salah satu  syarat ilmu hitam itu, karena pada zaman Mahaprabhu Erlangga juga ada kejadian semacam itu. Ternyata pengacaunya adalah tokoh pangleyakan dari Bali, apa yang sedang terjadi ini entah siapa dan apa ilmunya.
Tudingan terahasia jatuh ke tokoh yang baru muncul dari tkoh dunia hitam, badannya tidak tinggi maupun besar, hanya seperti rata orang biasa, tidak mengesankan,  tapi ada sinar jang aneh pada tatapan matanya. Meskipun bukan rahasia lagi bagi rakyat Kediri bahwa tokoh ini menjalin percintaan dengaan salah satu saudari Baginda, sosok putri yang sudah setengah baya.
Sang Kalakatawang menyadari bahwa ilmu kanuragan, guna desti, kala wisa, walau sampai pada tingkatan yang paling tinggi, tidak bisa berpengaruh pada orang banyak, apalagi mengerahkan tenaga dan mendayagunakan rakyat banyak, kecuali seorang Raja. Sedangkan dia ingin membalas dendamnya kepada seorang Raja, yang menghalangi dan mengecilkan arti hubungannya dengan gadis liar berilmu tinggi, anak Totok Kerot yang “merajai” golongan hitam di gunung Klotok, Ni Ratri.
Semenjak menjadi kekasih tetap Baginda Kertanegara di dunia kaum Bhairawa, Ni Ratri tadak nengacuhkan Kalakatawang lagi.
Aneh sebagai manusia golongan hitam andalannya adalah kekuatan liar , tanpa kendali makin tinggi ilmunya makin liar, tapi tidak akan  bisa menjadi Raja jang menguasai wilayah dan segenap perangkat Pemerintahan, barbuat semaunya.seperti seorang  Raja. Tapi yang ini menguasai wilayahnya juga tidak bisa berlaku seenaknya sendiri tanpa kendali, seperti golongan hitam. Karena itu dia kepingin jadi Raja, berapapun pengorbanannya untuk itu, agar seimbang dengan Baginda Kertanegara.
Kebetulan yang menjadi sasaran adalah Kerajaan Kadiri, yang sudah terlalu lama hidup aman tenteram, para ksatria Narapraja sudah membentuk lemak diperutnya yang sudah buncit. Baginda Raja jarang menampakkan diri dimuka umum, kehidupan Kota Raja bagi Kalaketawang menjadi sangat tidak berwarna dan sangat membosankan.
Meskipun dia warga yang tadak karuan asal usulnya, mempunyai banyak guru dari semua kalangan, yang meragukan, terutama golongan hitam yang tidak peduli bahwa perilakunya itu jahat atau baik. Ada kegilaannya yang tidak menyangkut golongan manapun  adalah kegemarannya kepada makhluk yang namanya kuda, atau bahasa kunonya turangga. Dia tidak punya tempat tinggal yang tetap,  terlalu sering menghadiahi kenalannya diantara petani kaya, lurah dan demang dan sima yang kaya, kuda kuda pilihan untuk dipelihara. Biasanya orang yang beruntung ini bukan gembira, tapi malah susah, seperti kena bencana, sebab bila kuda ini kelihatah sakit sakitan atau mati, nyawalah taruhannya.
Kalaketawang jadinya telah mempunyai ratusan kuda kuda bagus di desa desa sekitar ibu kota, yang dia pasti satu saat di menengok nengok kuda kudanya, hampir semua orang Penjabat atau bukan menghindari permusuhan dengan Kalaketawang yang tidak bisa ditebak, apalagi hanya karena kuda.
Dari dendamnya kepada Baginda Kertanegara,  hanya dia sediri yang tahu, dia membulatkan tekad untuk jadi Raja.
Kebetulan kakak perempuan Raja Kadiri sudah pertengahan umur tapi tidak menikah, inilah jalan mudah untuk mengetahui seluk beluk kehidupan Raja.
Tidak sulit bagi seorang tokoh ilmu hitan semacam dia untuk menjalankan taktiknya, yang lancar berjalan sebagai jalannya jam. Tuan Putri tergila gila kepadanya berkat di tiupkan aji Cambra berag yang telah langka,  meskipun banyak diantara  Bhayangkari Kedathon yang berusaha mencegah hal hal jang mengancam junjungan mereka dengan lebih menggiatkan ronda, mati satu persatu mereka mati dengan aneh, tanpa luka darahnya habis.
Baginda  Prabhu Lembuamiluhur akhirnya mangkat karena sakit yang lama.
Bila ada tokoh jahat yang bercampur aduk dengan kehidupan Kedhaton satu Negara, tandanya Negara itu lemah, kalau Negara lemah pasti Rajanya yang lemah. Begitu pula di Kadiri saat itu. Tidak menarik bila diceritakan,   tapi fakta mengatakan dahwa Baginda Raja Kadiri akhirnya mangkat dan kakanda putri tertua yang setengah baya berani menggertak sidang keluarga dekat Raja, dan minta pengalihan kekuasaan ke dirinya sebagai Ratu Kadiri, dengan dukungan Kalakatawang dari belakang layar.
Kalakatawang mengundang sidang para kerabat dekat Raja yang baru saja di aben, dengan bade tingkat delapan, karena yang kesembilan disediakan untuk Ide Pedanda Brahmana Rsi Kadiri.
Ada  satu halaman kecil yang luput dari perawatan di Kedhaton Kadiri yang ditumbuhi semak alang alang,
diluar wantilan untuk sidang terbatas keluarga  dekat Raja yang jarang terpakai, terletak didepan dalem
Kedhaton.
Kalakatawang duduk bersila diatas rumpun alang alang kumitir, tanpa sedikitpun membengkokkah rumpun alang alang yang yang tegak, kumitir kena angin, sambil berseru bahwa dia tidak menghendaki tahta, wong tahta dia lebih bagus dan langka, ya tempat yang diduduki itu.  Dia hanya akan mendampingi Raja Putri kekasihnya yang menjadi Rajaputri di Kadiri. Kalau ada yang menghendaki kejayaan Kerajaan kadiri, menaklukkan dan menjarah kerajaan tetangga, ayo ikuti rencana Kalakatwang mendampingi Sri Ratu, bila tidak, silahkan meniru duduk di atas rumpun alang alang kumitir ini. Mereka kerabat dekat Raja terdiam, bahkan  tidak mampu melawan tatapan mata tokoh ini, lagipula penaklukan Negara tetangga tidak merugikan mereka, bahkan menguntungkan. Walaupun ratu Kadiri yang setengah baya itu dijauhi para kerabat karena takut, tidak menganggu atau berani mengungkapkan ketidak setujuannya kepada sang Ratu,  anggapnya dia sebagai Seri Ratu bisa memisahkan diri dari dia sebagai pribadi, Sang Ratu tidak tahu bahwa pembiaran itu karena para kerabat takut. Tidak pernah ada yang menyangka bawa disiang bolong, dihadapan orang banyak disatu halaman yang ditumbuhi alang alang, seorang tokoh menggelarkan ilmunya, sebenarnya hanya tipuan sulap, layaknya David Copperfield, menidurkan gadis pembantunya di udara tanpa alas, yang ini dia hanya duduk bersila dipucuk pucuk daun alang alang yang kumitir ditiup ngin, apa bedanya.
Perbuatan Kalakatawang dengan mengatur terlerbih dahulu  rumpun alang alang dengan meja yang ditutup bagain bawahnya dengan cermin tegak diantara kakidepan meja itu dengan cermin dantara alang alang, dan suasana menjelang senja, memang benar benar mengesankan dia duduk diatas alang alang kumitir.
Kalakatwang pesilat tingkat tinggi,  meloncat sambil salto dan langsung bersila dengan enteng adalah perkerjaan mudah sekali, dengan efek yang sudah diperhitungkan. Artinya Kalaketawang cukup realistis, tidak mungkin ilmu hitam  bahkan ilmu silat bisa menjadikan dia Raja, tapi mengolah  dan menganyam suasana disertai dengan sedikit sulapan murahan, tapi dengan situasi  yang tepat, dia yakin akan berhasil.
Sedang hadirin melihat dia duduk bersila santai diatas alang alang  efek yang sudah diperhitungka masak masak, adalah sambaran petir bagi jiwa jiwa yang lagi labil. Terlebih akibat tawaran untuk mengabdi Kadiri menaklukkan Kadipaten kanan kiri, yang sabenarnya hadirin ya condong untuk melaksanakan, tapi tidak mampu, Yang ini hanya menerima bagian dari harta rampasan yang akan memakmurkan mereka, sifat serakah, sudah menancap dalam jiwa mereka, membuat petunjukan sulapan itu makin efektip diliputi magis.
Sebagai suami Sriratu, Kalaketawang diberi  gelar dan julukan kehormatan Pangeran Agung  Jayakatwang. Para Brahmana mengarangkan silsilah sang Jayakatwang untuk dipercaya rakyat, silsilah Pengeran agung  langsung dari Bhatara Guru.
Segera Kadiri berubah. Sidang Kerajaan Kadiri menjadi sidangnya para pemelihara kuda, ahli kuda ahli penunggang kuda, karena sang Jayakatwang sangat piawai tentang kuda dan ahli menunggang kuda, yang sebenarnya tidak dia perlukan, ilmu hitamnya dapat membawa dia kemanapun secepat kilat. Para ahli ilmu hitam bisa mencuri satu pusaka tapi tidak bisa merampok kekayaan satu Negara. Para ahli ilmu hitam bisa dengan mudah masuk ke peraduan Raja musuhnya dan membunuhnya tapi tidak bisa menaklukkan Negara, Jayakatwang sangat mengerti itu, makanya dia merencanakan untuk menjadi Raja dengan gabungan segala daya upaya meski sangat rendah dan sederhana seperti sulap, dan memikat perawan tua.
  Selang dua tahun Pasukan berkuda Kerajaan Kadiri sudah membakar Kadaton Wengker, menuntut upeti yang besar, untuk mengganti dihentikannya penyerbuan kedua. Sengaja semua kerabat Raja yang sudah mangkat diberi hadiah uang emas dan perhiasan hasil rampokan, dan diterima oleh mereka dengan bangga, seolah olah dari Dewa Wisnu sendiri. Yang terbesar adalah   persembahan kepada para Brahmana Rsi, yang bisa diajak kerja sama dengan Pangeran Agung.
          Kadipaten Kling, belajar dari pengalaman kabupaten Wengker, memilih menakluk membayar upeti. Selang empat tahun Jayakatwang jadi Raja di kadiri pasukan berkudanya sudah empat ribu lasykar dengan kuda kuda pilihan, busur panah yang agak kecil, cocok buat lasykar berkuda, bisa detembakkan  dari atas kuda yang sedang berlari kencang, busur ini diperkuat dengan tulang rawan hiu tutul yang dikeringkan, ikan ikan ini sebenarnya jinak, setiap tahun mengunjungi pantai walayah Probolinggo. Potongan tulang rawan kering ini diikat dengan otot menjangan untuk menyatukan dengan busur dari Kayu hutan  Sokadana, yang khusus untuk busur panah, mata panah dari besi tuang yang runcing seperti kucup bunga kantil, lantas seluruh anak panah digosok licin dengan minyak jarak yang tidak mudah kering, sehingga bisa menembus perisai dari kulit kerbau yang tebal, dengan mudah.  Bagi umumnya prajurit darat, perisai dari logam memang kuat, tapi kerlalu berat untuk digunakan perang yang mengandalkan kelincahan, lalu di ciptakan perisai dari kulit kerbau yang dikeringkan berbingkai dan pegangan dari kayu walikukun yang liat dan padat, toh masih seperlima dari beratnya perisai  logam kuningan, yang berat dan mahal. Nampaknya perisai macam ini untuk  tentara darat sudah memadai, tapi kali ini tidak, untuk menghadapi gerombolan limaratus penunggang kuda yang merentangkan busur istimewanya sambil mengeprak kuda yang makin menggila berlari secepat terbang dan dari jarak lima depa melepaskan panahnya, tentu saja mendadak saja perajurit darat Wengker dengan perisai jenis ini pada jatuh bergelimpangan, terutama yang ada ditengah tengah barisan garuda nglayang yang digelar oleh Panglima Wengker. Masih disususul dngan ratusan gerombolan penunggang kuda yang berlari sepeti gila, tepat menembus barisan bagian dada dan kepala garuda,  yang tentu saja pasukan yang patuh pada aba aba Panglimanya, dan sekarang tidak ada aba aba kedengangaran, mereka yang sempat lebih suka membuang perangkat perangnya dan berlari minggir cecepat cepatnya, malah ada yang memanjat wringin kembar ditengah alun alun. Pendek kata kacaunya barisan garuda nglayang  Wengker seperi cerita ini.
    Jayakatwang sudah memperhitungkan kekacauan ini, telik sandinya sudah berbulan bulan sebelumnya sudah berada di Wengker, menyiapkan rute penyerbuan, menyiapkan di hutan hutan tempat berkumpulnya pasukan dengan sembunyi sembunyi, menyiapkan rintisan kearah gunung Wilis dan kearah Parsembunyian di hutan yang lebat di Slahung. Menyembunyikan pasukan berkuda dengan lima ratus kuda kuda dalam waktu lima hari bukanlah barang gampang’
     Sebulan sebelumnya di hutan Slahung  ditengah tengah perbukitan sekitarnya yang konon masih dihuni macan gembong, malah dilepasi macan macan gadungan dari Lodoyo dan Campur Darat, wilayah Kadiri, disana disamarkan tempat menyenbunyinya kuda kuda perang,  dengan rombongan penyarat kayu jati.                            
Sebulan sebelumnya di hutan Slahung  ditengah tengah perbukitan sekitarnya yang konon masih dihuni macan gembong, tempat menyenbunyikan kuda kuda perang, disamarkan  dengan rombongan penyarat kayu jati.  Sapi panyarat diganti dngan kuda kuda meskipun tidak wajar tapi cukup beralasan, bukitnya cukup terjal, tegakan kayu jati meski istimewa lurus dan panjang tapi berdiameter tidak lebih dari 20 jari, jadi sebenarnya ringan saja. Seratus kuda dapat disamarkan selama lima hari dengan baik.
Sebagian besar kuda kuda disembunyika di lembah sempit sungai kecil yang menjadi hulu sungai Madiun, trnyata lembah itu mampu menyembunyikan kuda kuda yang  empat ratus sekor, penungganngnya berlaku sebagai pimpinan pasukan perintis yang diatur melingkari kandang kuda dengan jarak satu  yojana, dua yojana dan lima yojana, tidak satupun pencari kayu atau kelana perambah hutan yang sampai tahu adanya persembunyian kuda luda itu, bila perlu mereka itu dibunuh ditengah hutan daripada menyiarkan berita kecurigaan. Telik sandi giat mengabarkan penyaratan gelondong kecil dari Slahung, yang lain kelompok menyiarkan berita adanya gladi perang di alun alun pada hari Anggoro Manis tiga hari mendatang  ini, pokoknya berita berita menjadi ramai simpang siur disertai dengan suguhan tuak keras untuk mengangkat semangat penduduk diluar istana Wengker. Disamping itu memang Jayakatwang telah mengirim surat bahwa pada hari Anggara Manis akan ada pasukannya akan menjemput permintaan picis emas dan rajabrana untuk diserahkan kapada kerajaan Kadiri, sepuluh ribu picis emas dan rajabrana untuk wiwahan para Brahmana.
               Ini apaan, teriak sang Prabhunata  Kramadayapati,  aku akan persiapkan pasukanku dengan pacak baris garuda ngalayang yang terkenal itu juga dengan mudah dirubah menjadi barisan cakra byuha sangat mistis membuat bingung bahkan kuda kuda perang, untuk membuat keder utusan, agar pulang mencawat ekor.
               Iya saja semua prajurit Wengker dengan bersenjatakan tombak panjang dan perisai dari kulit kerbau, lima  ribu pasukan dabawah lima Menggala Mantri dan panglima sendiri ki Gagak Lodra akan memimpin “penyambutan” ini  yang artinya pengeroyokan utusan  atau pameran kekuatan kepada pesukan utusan  Kadiri yang kurang ajar ini.
Menjelang matahari dua jengkal dari ufuk timur, pasuka telah siap dengan gelar garuda nglayang, Dikepala garuda manggala mantri Macan Ngalumba, yang terkenal gagah berani, didada baris garuda nglayang ini  Penglima Manggala Nindya Mantri Gagak Lodra, dan banyak manggala yudha yang lain di sayap garuda.
Ini  aneh, kata Taniro, pawongan di pinggir jalan, wong perang kok memberi tahu terlebih dahulu, kan lama memijat buah ranti saja, untuk mengusir para utusan dengan pasukannya..
    Pada saat matahari ditengah tengah langit yang tidak berawan, kepulan debu amat tebal dari arah barat barisan dialun alun, dalam hitungan detik para penunggang kuda dengan kecepatan mengila berderap dari samping barisan sambil merentangkan busur mereka yang istimewa.  Anak panah yang  licin dan tajam segera ditembakkan dari jarak lima depa didepan. Pasukan berbaris dalam formasi garuda nglayang jadi bergetar. Akibat dari parajuri parajurit yang melemparkan tombaknya dan disusul dengan tembakan panah penyerbu. Sangat cepat ditujukan kepada kepala garuda, leher dan dada barisan garuda nglayang.  Para prajurit bergelimpangan, tertembus panah ada satu panah yang mampu menembus dua orang. malah ada yang mampu membuat kuda teronggok melemparkan penunggangnya. Yang berkuda ini adalah perwira Wengker. Singkatnya serangan kilat dari samping  ini oleh pasukan berkuda, meluluh lantakkan baris pasukan Wengker. Setiap tentara berkuda berhasil menembakkan tidak kurang dari sepuluh anak panah tanpa mengurangi kecepatan berlari, kepala leher dan dada garuda porak peranda. Sedang pasukan berkuda ini terus menghilang begitu saja. Belum sampai debunya hilang disusul dengan pasukan utama yang semua berkuda, dengan senjata yang sama. Kuda kuda menyerbu dari depan garuda yang sudah kehilangan kepalanya, ada yang sambil bediri diatas pelana kuda yang berlari kencang, menarik busurnya dan menembakkan  panahnya   berturut turut lima anak panah  dari endong panah yang sudah menggemblok di penggungnya. Pasuka utama, empat ratus penunggang kuda yang gila seperi gerombolan ikan hiu yang haus darah.
 Panglima Gagak Lodra beruntung jatuh dari kudanya yang mati kena panah, pombongan utama pasukan berkuda menyebar yang dari depan barisan, berhasil mebunuh semua perwira berkuda Wengker yang mengelilingi sang Gagak Lodra.
Masih berlari menuju ke Wantilan agung sambil menembakkan panah bersurat
Isinya dalan dua hari mendatang untuk menghindari perampokan Kota Wengker, diminta penyediakan permintaan sang  Jayakatwang. Agar tidak ada korban yang tidak perlu, untuk hari ini sudah dianggap cukup.                  
 Ternyata sang Jayakarwang mempersiapkan penyerbuan ke Wengker dengan pasukan berkuda ini sudah hampir setahun, dengan sangat teliti, mengirimkan telik sandi disertai dengan pasukan darat yang menyamar menjadi tukang sarad gelondong jati sudah ada seribu dua ratus prejurit dan perwiranya, Pekerjaan utama mereka adalah mengacaukan berita di kedai kedai tuak yang juga didirikan jadi milik mereka. Membeli Penjabat untuk mendapat tahu berapa penghasilan sang Raja dari pajak dan penjualan kayu glondong jati, dan tambang emas di gunung Wilis. Mencatat keadaan penduduk kota para prajurit Wengker dan senjata andalannya, termasuk para waranggono dan wanita bebas di ibukota Wengker, setiap orang kaya di setiap kampung dimana rumah yang dihuni  para lurah dan demang
Pasukan kedua  ini yang merupakan pasukan “baris pendem” sudah dikirim ke Wengker  tinggal di Wengker paling sedikit satu tahun , lantas beraksi disetiap kampung memisahkan penduduk laki dewasa dengan perempuan, sesudah dipisahkan penduduk perempuan yang klimis dan muda semua ditawan dan dibawa  ke hutan Slahung  untuk melaksanakan orgy kaum bhairawa. Mahargya, matsia dan maithuna, mamsa, dan  ma’adra   komplit, seperti adatnya kaum bhairawa, para jawara penunggang kuda ini dengan cepat terserap dalam adat kaum bhairawa.
    Singkat kata, malah ada beberapa wanita Wengker yang ikut ke Kadiri, mengikuti suami dadakan mereka, karena mereka memang waranggana dan ceritanya Kadiri memang pusat pergaulan bebas yang baru menanjak, bergelmang segala kekayaan dan kenikmatan.(*)                      
 




0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More