Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Selasa, 01 Desember 2015

KAPAN INDONESIA MERDEKA DARI DESPOT ORANG KECIL ?

KAPAN INDONESIA MERDEKA DARI DESPOT ORANG KECIL ?
Artikel ini saya tujukan kepada warga Negara Indonesia yang tinggal di kota kota besar, pensiunan PNS, yang  tidak ada halangan untuk membaca, dan tidak alergi terhadap kesalahan ketik dan tata bahasa.
Bagi orang kecil. Artinya urusan pribadi orang kecil - dengan Pemerintah, itu saja sebatas kebutuhan penting dari pribadi pribadi kecil. Sering amatlah aneh, oleh Petugas Negara disingkat “Itu sudah peraturan pak” Titik, bagaimanapun anehnya..
Siapakah semut semut kecil ini ? Mereka adalah warga negara biasa, kewajibannya hanya tunduk kepada semua “peraturan” yang dibuat, ,mulai dibuat oleh DPR nya yang berupa ”Undang Undang” yang sering tajam kebawah dan tumpul keatas”.  Peraturan Peraturan” yang dibuat oleh DPRD dan jajaran Pemerintahan mulai dari Presiden, Pemegang  mandat  terlaksananya Undang Undang,  sampai Satpam, yang makin kebawah, wilayah kekuasaannya makin njata, meskipun hanya sepotong halaman kantor, sebuah gerbang, atau sebuah koridor, bahkan sebuah meja tulis didepan pintu masuk suatu kantor sepenting kantor Kelurahan. Inti peratuan dia ciptakan  meng-enak-kan mereka sendiri sebatas tugas kecilnya ini.
Hanya berlakunya makin keras karena diawasi langsung oleh yang membuat aturan, yaitu satpam dan semua petugas loket maupun meja pertama yang harus dilewati oleh individu  individu yang berkepentingan tanpa alangan selamat,  mengedari ke loket kantor kantor pelayanan Negara yang dibutuhkan  Si sialan yang harus ber-urusan dengan Negara. Sialnya banyak kepentingan semut semut ini yang harus dikaitkan dengan Negara, misalnya, memperolah akta kelahiran anaknya, atau akta Kenal lahir dia sendiri, pemperoleh akta kematian, memperoleh surat pengalihan hak milik tanah, mau kawin, mau cerai, mau mendirikan  atau menambah bangunan tempat tnggal, mau membuat toko,  urusan sakit dengan BPJS. Jaman Orde Baru surat bersih diri, dan lain sebagainya.
Di bidang yang sudah mendarah daging jadi sarangnya autokrasi yang tak terbantahkan, loket loket ini juga  jadi sarang dengan nikmatnya menggiring sisakit pada kemungkinan lain, misalnya dokter memberi resep untuk satu bulan bararti mendapat 30 dosis harian, apotik RS BPJS bilang  tidak ada sejumlah gitu, hanya ada 10 dosis harian saja, yang lain boleh diambil, dengan nanya dulu lewat telepon, entah kapan, telepon ini ndak  ada penerimanya.  Ini berarti obat semahal itu tidak akan ada selama satu bulan. Lha tertulis dalam resep untuk pertanggung jawaban  ke pengeluaran gudang apotik kan tiga puluh dosis sudah dikeluarkan ? Tapi kenyataan yang diterima oleh pasien hanya sepuluh dosis, lantas kemana yang duapuluh dosis, wong si pasien sudah tanda tangan di surat resep sudah terima obat tigapuluh dosis, lu mau apa ? Kok mau tanda tangan penerimaan yang jelas tidak sama dengan yang tertulis di loket ha ?
  Ini menambah banjirnya urusan dengan Pemerintah, yang diwakilkan pada despot despot kecil ini PNS atau bukan.
Tidak peduli siapapun, bahkan mungkin pensiunan Presiden atau pensiunan Menteri, (yang saya lihat pensiunan colonel Angkatan Laut – di fasilitas kesehatan mereka,  kita rakyat biasa boleh nimbrung)  selama mereka  mendapatkan income dari Negara dan sudah dipotong gajinya sejak semula oleh ASKES sekarang  jadi BPJS, emas harganya Cuma sekitar enam ratus rupiah per gram, bila harus sakit dan berobat kerumah sakit dengan jaminan dibayar oleh asuransi BPJS, selalu harus ada fotocopy KTP, meskipun sakitnya kronis yang artinya ndak sembuh sembuh, seninggu sekali harus datang -  APA HUBUNGANNYA?
Karena obat hanya untuk satu minggu dan harus mengunjungi dokter dengan jaminan BPJS lagi untuk mengambil obat.  Disini berlaku peraturan yang sosialistik//komunistik, masyarakat tanpa kelas, semua harus nurut peraturan ini. (Tentu saja  ini tidak ada tautan dengan DPR(D), atau sidang Kabinet, meskipun harus dituruti oleh semua rakyat yang memakai “jasa” BPJS.
Disamping itu ada peraturan Pmerintah:  Merebut asuransi kesehatan kerusahaan swasta yang sudah mapan di asuransi swasta   untuk karyawannya yang sudah sangat memadai jasa dan prestasinya, ke BPJS yang sangat inferior baik premi maupaun pelayanannya dari asuransi swasta dibanding dengan BPJS. Kok bisa-bisa nya Pemerintah mendegradasi kontra prestasi dari Perusahaan yang sudah jadi hak karyawannya ya ? Atas kuasa siapa ?  menggilas/memelintir  hak karyawan yang sudah didapat, mengganti yang lebih jelek. Tentu saja Perusahaan swasta sangat senang,  pasti mengikuti “aturan”  ini. Dengan kamar pewawatan yang memadai sangat kurang  di RS BPJS, si pderita sakit acute  harus di down grade lagi jadi pelajyanan seadanya.
Daripada merebut uang  premi asuransi yang sudah diterima karyawan karena Perusaan Kapitalis  menghitung sudah klop dengan jasanya, yang ini malah diperintahkan untuk mendegradasi preminya sebulan hanya sekitar enempuluh ribu, yang dulunya lebih dari 200 000 rupiah,sertiap bulan.-
Mbok sekalian, menasionalisasi Freeport atau Penikmat kekayaan Negara yang menurut hukum sudah selesai kontraknya. Itung itung untuk membeayai BPJS  - pupung belum berurat berakar jadi despot, seperti pmilik pemilik rekening gendut ?
Konon para PNS derajad eselon 1, eselon 2 mempunyai kelas premi yang  tinggi dibayar Negara untuk mendapat perlakuan klas VVIP, yang jauh lebih baik dari BPJS secara diam diam bahkan sampai berobat keluar Negeri, dibayar Negara.  Peraturan ini presis dibawah Negara Komuunis alm. kepada golongan “nomenclature” nya. Saya percaya Pak Jokowi tidak tahu perkara ini.. Ini negara apa ? kok berbuat se enaknya sediri ? Apa Negara despot despot kecil yang kekuasaannya lebih dari Raja ? Apa Negeri para bedebah ?
menggencet orang kecil dan orang yang sudah uzur ?
Jadi saya anjurkan bila ingin mengumpulkan fotocopy KTP  demi  ke afdol-an untuk mendaftarkan dikantor KPU atau KPUD mencalonkan diri sebagai makhluk yang lebih berharga dari rakyat biasa, seperti balon executive atau balon legislatip uruslah di bagian pengumpulan arsip PBJS di Rumah sakit rumah sakit, arsip yang sudah lebih dari satu tahun anggaran, atau institusi loket lainnya yang banyak sekali, belilah fotocopy KTP sebanyak mungkin (harga kiloan seharga kertas bekas) berapapun yang dibutuhkan,  dari institusi loket macam ini, mungkin nanti juga loket tiket PJKA ? Atau loket tiket Stadion Sepak bola.  Mungkin anda bisa mengungguli Satrya Novianto, dengan mengatakan pada calon pemilih anda, bahwa anda mau  mengungguli Satrya Novianto ?*)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More