Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Minggu, 27 Desember 2015

CATATAN TENTANG JARI TELUNJUK KANAN WAKTU SHOLAT

CATATAN   TENTANG JARI TELUNJUK KANAN DALAM SHOLAT
Sangat aneh, apabila dirunut, sesungguhnya di-dimensi alam manusia ini serba mendua yang  berlawanan tak terpisahkan. Seperti “hidup” harus disertai “nafsu”, yang dalam ajaran Islam ada empat  wilayah, yaitu amarah, lawamah, mutmainah dan supiyah diandaikan dari urutan jari kiri, harus d-imbangi dengan ajaran syariat, tarikat, hakikat dan makrifat jari tangan kanan. Sedang jari tangan kanan-kiri  juga persis  bisa ditangkupkan dengan   pas saling bertemu mepet sesama sidik jari  masing masing empat pasang  jari itu,  melakukan sikap sembah. Kelingking kanan adalah syariat, jari manis kanan adalah tarikat, jari tengah kanan adalan hakikat dan jari telunjuk kanan adalah makrifat. Sesuai dengan jari kiri dari kelingking amarah, lauwamah, mutmainah dan supiyah.  Anehnya  jari jempol  kiri dan kanan hanya bisa saling berjajar kuku masing masing, menjadi cermin si empunya tangan, atau saling menindis,  sulit di atur cara lain. Seolah olah mengisyaratkan bahwa bila nurani sudah menerima petunjuk Allah, yang tujubelas kali sehari selalu dimohon dari Allah dalam setiap roka’at sholat, dalam surah ummul Qur’an – Al Fatihah.
Lha ini berarti mendirikan sholat - sudah mencakup keempat  empat ajaran Islam guna mengendalikan empat anasir nafsu yang mengikuti hidup manusia. Bahwa amarah itu hanya berpasangan dan di netralkan oleh syariat yang dijalani waktu mengerjakan gerakan sholat, dan harus decamkan benar menar bahwa bidang syariah ini sarang nafu amarah, yang derajadnya paling rendah diantara yang empat nafsu itu. Sayangnya isyarat ini tidak diperhitungkan oleh ulama ulama Arab dan Iran - Hla permusuhan merembat kemana mana padahal hanya tersulut oleh nafsu, yang Islam sudah memperingatkan  itulah nafsu yang paling rendah. Kecuali  itu memang hanya meyangkut gerakan fisik yang nampak, jadi sangat kentara perbedaan satu sama lain.

Lawamah dinetralkan oleh tarikat yang memberikan “ jalan” ke-kondisi meditative waktu sholat, dibuka dengan seruan "Allahuakbar", Makna seruan ini, Allah itulah yang Maha Besar, segala kehendakNya pasti terlaksana, urusan kita manusia sangat kecil, bagaimanqapun urusan indivdu masing masing adalah zarah yang tidak berarti bagi Allah, maka terjadilah kehendaknya datas permohonan kita. Bahkan memasukkan kita ke Netrakapun pasti terlaksana atas kehendaknya.

 Sedang mutmainah - tercantum dalam do'a iftitah yang maknanya:  Sholat dan ibadah, hidup dan mati seseorang hanya didedikasikan untuk Allah - nafsu untuk berupaya jadi lebih baik perpasangan dan dinetralkan secara total berserah diri kepada Allah. Menyangkut bathin yang tidak nampak jadi tidak gampang menyulut pertentangan, tapi bila "jalan" yang dianut dipromosikan sebagai yang paling benar, baru menyulut perlawanan dari yang lain pertentangan disulut oleh nafsu lawamah. Yang semestinya diselesaikan dengan kesabaran, menurut ilmu hakikat, Umpama tafsir dan tarjamah kalimat dari ayat suci Al.Qur'an - Basmallah, para ahli ilmu hakikat menafsirkan dengan Bi-ismi-Allahi- rakhmani-rakhim - " dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih". Tafsir dari sisi lain ditambah dengan kata  "Menyebut" jadi "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih" dengan makna yang beda jauh dari tafsir yang pertama bagi yang menggeluti hakikat dari kalimah suci tersebut, Hakikatnya bagi mereka yang sudah menyadari dijadikan khalifah Allau di Bhumi - segala tindakannya harus sesuai dengan yang mengangkatnya stinggi itu- jadi khalihah Allah di Bhumi - jadi ya bertndak dengan Nama Allah sebagai tangung jawab. Karena sifat perbedaan ini bathiniyah  dan menyangkut ilmu hakikat jadi penyelesaian perbedaan ini ya harus sabar tidak sampai jadi bentrok fisik, apaladi perang saling bunuh..

Sedangkan mutmainah adalah nafsu  demi  mengajarkan sesuatu kebaikan kepada ummat,  yaitu makna dari Al Fatihah yang harus ada disetiap rokaat sholat,  tapi sering disalah arahkan menjadi kultus kepada si pengajar. Disalah terimakan pada sang Mursyid  dengan penundukan diri , taklid kepadanya. Seringkali  sang Guru kebanyakan diangap mempunyai kemampuan adhikodrati.
Dari kekurangan pendalaman ilmu hakikat ini para juru tarjamah dan juru tafsir Al Qur'an dan Al Hadist bisa tidak merasa adanya kejanggalan menafsir kalimah dari ayat suci Al Qur'an "Bi-ismillahirakhmanirakhim" jadi "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih". Yang dalam bahasa lain kata "menyebut" ini juga tidak ada, Dalam tafsir yang lama juga kata menyebut ini dataruh dalam (kurung). Makna  "dengan Nama" sangat beda dengan *dengan menyebut Nama" baiknya orang tidak heboh mengenai tafsir kalimah Basmallah ini, karena manyangkut nafsu yang lebih halus. Nafsu mutmainah. Jadinya perbedaan tafsir dihadapi dengan sabar. Malah dikalangan MUI pun tidak peka terhadap peerbedaah ini, wong diluar syari'ah dan tarikat, yang menjadi andalan existensinya.

, , Demikian juga supiyah yang juga nafsu  mengupayakan  sesegera mungkin miresapkan kepada sesama muslim dinetralkan dengan pengertian makrifat, yang dicampur adukkan oleh si awam dengan kemampuan adhikodrati Guru Mursyid, ini tradisi keliru. Ajaran ini harus berkaitan dengan pikir, perintah Allah "iqrok"artinya  bacalah - supaya jadi arif - Membanggakan diri karena " bodoh" tidak peduli pada lingkungan masyarakat karena sudah berserah diri kapada Allah dan hidup zuhud adalah kemalasan dan kesombongan orang yang menganggap hidupnya  hanya untuk Allah, meremehkan ilmu pengetahuan, yang umum ada pada santri dadakan dan muda usia.
Karena kemampuan adhikodrati adalah lingkup kawasan ilmu laduni yang dimiliki oleh sebagian kecil manusia, dengan kehendak Allah semata, bahkan bisa dimiliki si kafir sekalipun.
 Anasir makrifat ini ada dalam sholat, saya kira, di-isyaratkan dengan jari telunjuk kanan yang pada waktu atakhiat awal dan atakhiat akhir  harus diluruskan diatas ujung lutut kanan yang bertawaruk sampai bacaan atahiat selesai. Yaitu mulai membaca “Ashaduala ilahailallah wa ashaduana Muhammadarasulullah” alahuma syalialla……………….sampai selesai.
Lho kok hanya sesederhana ini ? kalimat sahadat, yang dengan itu setiap muslim atau muslimah mulai memeluk  Islam. Sehingga membuat nafsu baik, nafsu luhur nafsu supiyah , mengajari setiap orang, para jamhur menjadi sederhana, kurang gengsi, apalagi dikaitkan dengan kemampuan laduni, yang sengaja ditiup tiupkan para pengikutnya dimasyarakat yang masih sederhana. Ini sering dinikmati oleh para  Tuan Guru, Guru Kebatinan, atau Guru Mursyid, para Habaib dengan titel sayyid, para KH. sekaligus titel para Mursyid,  penampilan jubah dan sorban putih lambang kesucian, yang jadi modal pernik  aksesori saja.
  (nampaknya kemampuan Rasputin seorang dukun shamanisme dari belantara Siberia, pada akhir era pertengahan di Europa,  mampu menghentikan penyakit genetik haemophilia yang diderita Tsarevic – Putra mahkota Kekaisaran Russia menjadi legenda zamannya.)
Pertanyaannya apakah kalimah sahadad ini sepele ?  Oh sama sekali tidak, justru kalimat ini inti sari dari pengetahuan makrifatullah. Jadi Islam itu gampang kan ? (*)

Hidup seharusnya tdak ada "ila" atau yang disembah, dimulyakan,  dinomersatukan kecuali "ALLAH" setiap detiknya pada setiap perrsoalan hidup - Persis seperti tawaran hadiah sorban Rasulullah kepada makmumnya kebetulan  semua sahabat sahabat Nabi ada. Rasulullah bersabda,, bila dalam sholatnya ada seorang yang betul betul  berhasil upayanya terlaksana dalam sholatnya,,   La-ila-ha-ila-ALLAH, akan diberi hadiah surban Rasulullah.  Sayidina Ali hampir nge-claim hadiah itu,  sejujurnya sebelum  salam (mengakhiri sholat)  dia memikir sekilas, alangkah bahagianya akan mendapat sorban Rasulullah....... lah dia batal nge-claim sorban itu, malu sendiri *).
...



0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More