Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Sabtu, 25 Februari 2017

KEPADA BANGSA CHINA SAUDARAKU

KEPADA BANGSA CHINA

Saya  menyukai sebagian besar kebudayaan China,

Sejarah China,  cerita  melegenda  China, seperti kisah Tiga Netara,  dongeng China seperti  Perjalanan ke Barat mencari Kitab dengan Sun Go  Kong, semua cerita silat bersambung sudah saya a lalap. Waktu masih SMP saya selalu membaca lebih dahulu majalah Star Weekly yang  di bagikan ke langganan hari Sabtu.  Supaya saya jadi yang nomer satu membacanya di keluarga  kami, saya jemput teman saya looper koran yang mendistribusikan majalah itu saban hari Sabtu. Guru ilmu Hayat  favorit saya, di SMP Pak Liem Boen Po, dari keluarga keturunan China dari Sulawesi. Dokter langganan  waktu saya sakit di pengungsian Solo adalah Dokter Oen, setelah di periksa saja,  saya sudah merasa sembuh, bapak angkat saya diwaktu saya sesah pengelola sekalian sopir oplet Ford 6 silinder, Pak Liem, alias pak Wiryo dari Rogojampi.

Waktu seluruh anak benua China jadi Negara Tirai Bambu yang sosialis/komunis,   ada unsur lain yang merasuki sikap  bangsa China menurut perasaan saya adalah kembalinya kebanggaan sebagai bangsa dari Negara  Pusat  Dunia ( konon itulah arti  kata China.) Kita menjadi terkooptasi menamai mereka dan keturunannya yang sudah menjadi warga Negara Indonesia  dengan   ketururunan  Tiong Hwa. Sebab ada kalanya  sebutan China  adalah sebutan merendahkan, satu penghinaan. Meskipun saat itu sampai sekarang barang barang dari sana selalu ada inskripsi “Made in China” no problem.

Anehnya, agitasi dan propaganda kaum Komunis China  waktu itu selalu dengan berapi api menyebut Amerika Serikat sebagai MACA KERTAS.

Di kita, waktu itu Amerika Serikat dengan Pesawat B 25 pembom tempur, nun dilaut  Arafura Ambon, adalah macan sungguhan  dengan pilotnya Mr. Alan Pope telah menenggelamkan  satu kapal cepat dalam formasi dipimpin oleh Laksamana kita Jos Sudarso. Yang gugur dalam penyerangan Alan Pope ini.  Di kita AS adalah macan kumbang beneran,  dalam kegelapan ada dimana  mana subversi merajalela. Apalagi bila lagi memangsa Freeport.

Lha iya, penyiar radio China bilang AS adalah macan kertas, wong dia jauh di Peking. Ternyata Penyiar ini ya provokator biasa.  Ndak peduli effeknya, rakyat menjadi korban. Pemerintahannya  belum mampu menghalang halangi apabila si macan kumbang  terpojok dan menyerang.   Kita terlalu jauh.

Sekarang situasinya berbeda,  China sudah menjadi partner AS, sesama Negara kapitalis. Mr. Alan Pope sudah mendapatkan Freeport tambang emas nomer duanya milik Freeport yang ternyata nakal,  tidak mengakui UU pertambangan kita, mengadu kepada Negaranya Amerika Serikat  dan Presidennya yang ada di belakangnya kebandelan itu.

Seolah olah tidak ada alternatip lagi selain menuruti mereka meberi remah remah usahanya kepada Negara RI, to hell dengan UU petambangannya. Ya kita berhak cari jalan lain untuk membangun masyarakat kita sendiri dengan cara kita sendiri, tampa diobok obok bangsanya IMF dan World Bank to ?

Lha mbok iya,  China sebagai Negara Kapitalis yang gross national kapital-nya  sangat besar, meskipun tekanan jumlah penduduknya juga sangat besar ini, agak sabar dan mengalah  kepada kita sedikit. Bersaing dalam memberi kesempatan  kepada kita, sepuluh tahun saja, untuk  memenuhi kebutuhan hidup minimal rakyat Indonesia yang termiskin,   dengan ikut mencegah para warganya yang menyertai investasi hard wares di Negara kita ini, untuk ngobyek misalnya membangun kelistrikan dan pelabuhan sebagai kebutuhan minimal rakyat kita yang sudah lama menderita. 

 Ikut mencegah warganya bila mereka ikut mencari hasil gaji tambahan  untuk kebutuhan secundair mereka, bakerja secara illegal di sini. 

Sebab kejadian ini  di blow up oleh media pemburu dollar  kita, ini menjadikan issue bahaya kuning dengan penduduknya yang sangat banyak menyerbu ke INDONESIA MERAMPAS PIRING NASI YANG ISINYA TIDAK SEBERAPA BANYAK INI,  hanya uutuk lebih cepat bagi beberapa ratus gelintir warganya dari China, hanya untuk menikmati  membeli kebutuhan secondair saja.

Mending  sekali ini mengalah sedikit,  menyediakan tenaganya sendiri  sejumlah yang sangat essensial saja, untuk project membangun hard wares di Indonesia, dengan sendirinya nanti, hasil dari exploitasi lahan nganggur  product pertanian terutama pangan, akan mengalir ka China dengan stabil cukup banyak dan harga bersaing, wong kita  bukan bangsa yang aslinya berwatak bakhil, dan tidak kenal terima kasih. Setidaknya on the long run China tidak melulu tergantung dari gandum Amerika dan Kanada saya, tapi masih ada beras dari Indonesia, batatas dari Indonesia, casave dari Indonesia, ikan Indonesia. Sebagai imbangan.

Akan kami pergunakan sebagai imbangan kesrakahan demi keuntungan besar instan kayak sikap Freeport itu.  Sebab memang kita dengan mereka  bukan partner apa apa, terlalu tidak seimbang sebagai teman, menurut mereka cocok sebagai koeli saja. Anda kan ndak begitu wahai saudaraku bangsa China ?  *)


 


 

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More