KARANG
MENGARANG KARYA TULIS.
Saya
tergelitik, oleh satu pengumuman dari Penerbit, cari di google
–patabablora.blogspot.co.id. usaha dari adik adik Penulis Kenamaan, idola
anak bangsa, mengadakan lomba mengarang diantara murid murid SLTP, SLTA. Mereka
menyelenggarakan Perpustakaan dan mencetak buku.
Bravo,
kok masih ada kepedulian untuk mengembangkan bakat generasi muda.
Saya
lantas befikir, dari masa anak anak, saya sudah gemar mendengarkan
dongeng simbah putri, meskipun sudah diulang ratusan kali, maniak menonton
wayang kulit, saya gemar membaca apa saja, zaman saya masih kelas 4
SD, masih ada Perpustakaan kecil, menyewakan buku buku, dikampung kampung
di Solo, kebetulan di Jl Baron, Singosaren, ada persewaan buku. Ya hanya itu,
bioskop sudah tutup, monopoli propaganda perang Nippon, zaman
revolusi tidak mutar film apapun, Semua filmnya sudah di orat arit oleh
para Pejuang. Bacaan untuk anak anak tidak ada, hanya "Kuncung lan
Bawuk" dari desa Pedan Kabupaten Klaten dan "Matahari
Terbit" sampai jilid tiga, cetakan JB Wolters Groningen, Batavia, sisa
dari zaman Kolonial. yang ada koran berita berita Revolusi kita, upaya
para pemimpin kita, siapa lawan dan siapa kawan. Kegiatan seniman kita memompa
semangat perjuangan.
Listrik
sudah byar pet satu dua tahun.
Jadi
membaca cerita dari buku adalah satu satunya hiburan saya, sampai habis buku di
perpustakaan kecil itu. Walau demikian si Bapak pemilik Sewaan buku ini
masih ketat hanya mengijinkan saya membaca buku yang untuk umur 13 tahun
kebawah. Meraba saja nggak boleh buku buku yang untuk orang dewasa. Entah
disengaja oleh “care” nya terhadap perkembangan jiwa anak atau karena reflek,
wong dalam keadaan susah dia masih memegang prinsip itu. Dengan segala
alasan disuruh bapak, atau kakak, tetap menguras persediaan buku
dia yang bertulisan huruf latin, sampai buku Bhagawat Gita dan buku
aneh aneh bahasa jawa huruf latin, seperti “Raden Mas
Tangkilan lan Ibunipun” - mengenai adat istiadat priyayi Solo, "Ni Wungkuk
ing Bendo growong" masih saya ingat, sebab banyak yang bertulisan jawa ,
cetakannya dengan huruf jawa kurus yang saya tidak lancar membaca. Diteruskan
menghabiskan buku buku dari Perpustakaan Rakyat Jl Ondomohen Surabaya yang jauh
lebih besar, dilengkapi dengan buku buku terjemahan oleh penerbit Balai
Pustaka. Sampai ke tejemahan buku karangan Willian Saroyan, cerita
kehidupan anak petani prairie di Amerika serikat, banyak karya terjemahan dari penulis luar negeri misalnya Harold Lamb, yang saya ingat Hannibal, Alexander dari Macedonia, Pujangga Baru, buku
Abdullah bin Abdukadir Munsyi yang berbahasa Melayu aneh, Catatan di Sumatra
karangan Parada Harahap, wartawan cerdas, jujur pada profesinya, W4H1,
dsb. menggambarkan perjalanan dengan mobil depanjang Sumatra dari
Aceh sampai Palembang tahun 1947, seperta apa adanya, Banyaknya
lasykar yang mencegatnya di pos pos pinggir jalan minta "pengertian"
mendukung "perjuangannya", padahal mereka bahkan tidak tahu Belanda
ada di mana. Setelah penyerahan kedaulatan ke RI dia malah tersisihkan.
Kemungkinan sang Wartawan kawakan ini korban penyingkiran karakter, a'la
Melayu, karena membuka borok "perjuangan" perang kemerdekaan di sepanjang
Sumatra.( Balakangan mengepalai Dewan Banteng, dewan Garuda, Dewan Kancil yang mendahului Dewannya CIA yang menjatuhkan Bung Karno.)
.Lha
setelah retired/usia diatas 60 tahun, anak saya menganjurkan saya menulis
di computer sebab gampang dirubah rubah bila kesalahan ketik, tidak
menjengkelkan.
Wong
saya ini bukan penulis, tidak ada kecenderungan kesana, apalagi bakat.
Saya agronomist yang tersesat jadi salesman, tukang jual obat tanaman,
racun hama, racun cendawan penyakit tanaman.
Dia
membuatkan saya blog di google, dengan mengajari cara mengoperasikannya, juga
melihat di google dashboard, berapa yang kesasar ngeclick disitu, sampai
sekarang saya masih “ nunak nunuk” bila terjadi salah pencet, semua sulit
dikembalikan seperti semula, itu kendala saya dengan mesin computer ini. Tapi
saya akui, tanpa dia, si Computer ini, saya bisa gila.
Ilmu yang sangat dekat dengan kegiatan tulis menulis, atau dongeng
mendongeng ialah ilmu
Sastra. Sesudah
itu ilmu tentang segalanya.
Tapi apa ilmu sastra menuntun untuk orang berekspresi menulis apa,
mendongeng apa? Ternyata tidak.
Malah membaca apa saja, bukan membaca tulisan
thok tapi membaca
segalanya, sesuai
dengan perintah
Allah yang dituangkan dalam ayat pertama yang
diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad Salallahu allaihi wasallam, melalui
Malaikat Jibril, ayat terdepan Al Qur’an adalah Al Fatihah, tapi
yang turun pertama adalah Al Alaq,
Ikroq……….. bacalah sebab Allah mengajari manusia dengan kalam/ tulisan………..
Membaca tulisan, membiasakan si pembaca menyerap “Taksu”
dari sang Empu , orang Bali bilang.
Dalam budaya lain, taksu ini menjadi pamor, daya tarik,
semangat, dari setiap karya apa saja hasil kegiatan manusia unggul, akrablah dengan mbah Google pasti ada taksunya. Dia tidak bisa menipu, cuma kalian harus telaten mengganti susunan kalimat tanya, sesingkat mungkin, pakailah kata kunci, pisahkan dengan koma (,) sering ada jawaban dari situs yang mengejutkan.
Jadilah dirimu sendiri, jangan pernah ingin meniru gaya orang lain. Menulis adalah melukis, kanvas demi kanvas, bila engkau terpesona pada pohon, lukiskan di kavas pohon apa saja, dikanvas maupun dimana saja lukislah sebanyak dan serinci rasamu, pengamatan-mu, dengan kemampuan seluruh dayamu, jadi bila kamu ingin melukis hutan, tinggal jadikan satu kanvas hutan dengan contour lahan dan cuaca menurut kanvas hutanmu - atau ....untuk cuma menggambarkan dengan kata kata, pasti berguna bagi orang lain. Seraplah hidup ini hingga remah remahnya, lantas tulislah, setidak tidaknya anda akan mengingat ingat kata apa yang paling tepat, bila ndak ada ya karanglah sendiri, siapa tahu sangat diperlukan orang lain.
Jadilah dirimu sendiri, jangan pernah ingin meniru gaya orang lain. Menulis adalah melukis, kanvas demi kanvas, bila engkau terpesona pada pohon, lukiskan di kavas pohon apa saja, dikanvas maupun dimana saja lukislah sebanyak dan serinci rasamu, pengamatan-mu, dengan kemampuan seluruh dayamu, jadi bila kamu ingin melukis hutan, tinggal jadikan satu kanvas hutan dengan contour lahan dan cuaca menurut kanvas hutanmu - atau ....untuk cuma menggambarkan dengan kata kata, pasti berguna bagi orang lain. Seraplah hidup ini hingga remah remahnya, lantas tulislah, setidak tidaknya anda akan mengingat ingat kata apa yang paling tepat, bila ndak ada ya karanglah sendiri, siapa tahu sangat diperlukan orang lain.
Pamor atau taksu ini menandai derajad kepiawiana sang Empu,
kekuatan sang Penulis, penya’ir, pelukis, pembatik, pematung, pumbuat
gerabah, disemua hasil karya manusia.
Saya menduga ada semacam getaran energy yang mudah bersinergi
dengan manusia lain secara wajar dan alami, untuk mendapatkan
kekuatan resonansi getaran energi daya tarik kepada kesempurnaan, keindahan,
harmoni, merangsang kekuatan jiwa, kekuatan kejujurannya, keharuan
dsb, yang sangat membekas di jiwa masing masing pengguna, pecinta
karya karya tersebut. Bukan manusia saja, alam juga mengukir
batu, orang Jepang bilang itu “suiseki”.
Ya, bahkan karya sebuah surat, misalnya surat lamaran kerja. Bahkan menulis sms.
Ya, bahkan secarik surat lamaran di kertas folio bergaris, ditulis
tangan,untuk mendapat bea siswa di Universitas Persahabatan Bangsa Bangsa
di Moskwa..
Dukungan terhadap ide persahabatan, ide
perdamaian diantara bangsa bangsa, tanpa berslogan ria. Melompati segala slogan
slogan ideology ideology manusia zaman ini, melulu demi kemajuan umat
manusia..
Bisa dibayangkan surat itu harus jujur, tidak mengemis, tidak
berjanji apa apa, hanya memuat sesingkat mungkin, sejelas mungkin, komitmen
mencari Ilmu, dan gunanya nanti, (DALAM PEPATAH JAWA "NGANGSU APIKULAN
WARIH, GOLEK GENI HANGGOWO OBOR" - ARTI BAHASA iNDONESIA MENCARI AIR SUDAH MEMIKUL AIR,
MENCARI API SUDAH MEMBAWA OBOR - gimana bisa, kalok ndak membaca segalanya
sebanyak banyaknya he? ) .
Surat adalah rangkaian kata, untaian kalimat yang harus kuat dan
bersahaja,seperti apa adanya., Sama sekali tanpa nuansa
rayuan. Sebab siapapun tahu nilai finansial dari pengorbanan pembayar
pajak yang juga masih miskin dari Negeri itu, hanya untuk mengangkat sebutir
debu melewati keterbatasannya. Saya berusaha semua itu tidak akan hilang
percuma, sampai akhir hayat saya.
Waktu bersembunyi, putus dari pergaulan ramai , bersembunyi di
kebun kopi, sambil kerja dibayar semampu kebun rusak ini, (750 Ha. HGU
kebun kopi yang dijual tergesa gesa, karena Uni Indonesia-Belanda
dibubarkan, dibeli pedagang China, rusak berat..
Saya memberi tahu orang tua seorang gadis mahasiwi yang
praktek di kebun itu untuk skripsinya, Dangan surat berbahasa jawa halus kromo hinggil campur kromo madya, yang isinya setengah
memperkenalkan diri, setengah bersimpati, sedikit insinuatip
harapan kedepan, wong belum ada janur kuning melengkung di pintu halaman,
dalam kondisi saya yang seperti itu, tanpa terkesan janji dan gagah
gagahan, tapi berani.
E, e, saya malah diperkenankan oleh sang Bapak dan Ibu gadis itu
untuk datang mengantar si Mahasiswi putri beliau waktu pulang ke Salatiga..dari
kebun.kopi di Kabupaten Banyuwangi. Kacamatan Songgon.
Beliau ternyata pesiunan Kepala sekolah SGA, dididik dari
Sekolah Guru Untuk Pribumi, terus naik ke Sekolah Pendindikan Pribhumi dengan
bahasa pengantar Bahasa Belanda. Beliau cerdas, disiplin dan keras,
terhadap diri sendiri dan orang lain.
Ya putri dia itu yang kemudian jadi istri saya. Yang
ngelamar Ibu saya lho. Coba bayangkan gimana bunyi surat saya dalam bahasa Jawa
itu he ?
Kami menikah di Kantor KUA kelurahan Cilandak, dekat RS Fatmawati
sekarang, diantar oleh dua kakak saya, dua pasang thok.
Bisa dibayangkan, bahwa surat yang demikian memang pernah ada, dan
berhasil, sebut itu saja ada taksunya ada ilmunya. Cobalah kasih komentar artikel ini, dikotak comment dibawah, untuk mencoba ekspresi anda. Atau membuat suratnya, gitu.......jangan maido thok. apa yang dicacat wong sudah ternyata hasilnya ?
Jadi sulit depercaya apa lagi dizaman screening Orde
Baru. yang bertumpu pada kebudayaan baru yang penuh dengan KKN yang kental. dan
tengik. Orang harus ngatok/ menjilat sepatu boot, gampangnya ya
anggap saja yang mengirim adalah Pemerintah Bung Karno, titik. Sebab kala
itu semua bantuan pendidikan dari Negara Barat dibekukan oleh Bung Karno.
Mereka Nekolim, sedang beliau gandrung kepada the new emerging
forces munculnya kekuatan baru yaitu rakyat rakyat bekas
jajahan, yang masih kurang dimengerti oleh politisi seluruh Dunia, politisi kapitalis maupun politisi sosialis, mereka
kira inilah buah ranum yang siap dimangsa *).
Tips dari saya, lanjutan dari artikel ini ada di blog saya di artikel yang paling baru saya tulis dua hari yang lalu di ide subagyo blogspot.com dengan juduk "Mengarungi masa muda ......". tg 04/03/2017. disana ada 500 artikel temannya dari th 2011, saya sendiri rutin membaca lagi, banyak soal pertanian dan agama Islam warisan simbahnya simbah saya. Lho jangan ngenyek , si simbah putri saya alm. baca Servantes - Don Quchote, tejemahan. Pacar merah dari "The red pimpernel" Saya baca "Scaramouche" dari Rafael Sabatini dia favourite saya.
0 comments:
Posting Komentar