Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 13 Februari 2017

MENULIS SEKALI LAGI MENULIS



KARANG MENGARANG KARYA TULIS.
Saya tergelitik, oleh satu pengumuman dari Penerbit,  cari di google –patabablora.blogspot.co.id.  usaha dari adik adik Penulis Kenamaan, idola anak bangsa, mengadakan lomba mengarang diantara murid murid SLTP, SLTA. Mereka menyelenggarakan Perpustakaan dan mencetak buku. 
Bravo,  kok masih ada kepedulian untuk mengembangkan bakat generasi muda.
Saya lantas befikir, dari masa anak anak, saya sudah  gemar mendengarkan dongeng simbah putri, meskipun sudah diulang ratusan kali, maniak menonton wayang kulit, saya gemar membaca apa saja, zaman saya masih  kelas 4 SD,  masih ada Perpustakaan kecil, menyewakan buku buku, dikampung kampung di Solo, kebetulan di Jl Baron, Singosaren, ada persewaan buku. Ya hanya itu, bioskop  sudah tutup,  monopoli propaganda perang Nippon,  zaman revolusi tidak mutar film apapun,  Semua filmnya sudah di orat arit oleh para Pejuang. Bacaan untuk anak anak tidak ada, hanya "Kuncung lan Bawuk" dari desa Pedan  Kabupaten Klaten dan "Matahari Terbit" sampai jilid tiga, cetakan JB Wolters Groningen, Batavia, sisa dari zaman Kolonial. yang ada koran berita  berita Revolusi kita, upaya para pemimpin kita, siapa lawan dan siapa kawan. Kegiatan seniman kita memompa semangat perjuangan.
Listrik sudah byar pet satu dua tahun.
 Jadi membaca cerita dari buku adalah satu satunya hiburan saya, sampai habis buku di perpustakaan kecil itu. Walau demikian si Bapak pemilik  Sewaan buku ini masih ketat hanya mengijinkan saya membaca buku yang untuk umur 13 tahun kebawah. Meraba saja nggak boleh buku buku yang untuk orang dewasa. Entah disengaja oleh “care” nya terhadap perkembangan jiwa anak atau karena reflek, wong dalam keadaan susah  dia masih memegang prinsip itu. Dengan segala alasan  disuruh bapak, atau kakak, tetap  menguras persediaan buku dia yang bertulisan huruf latin,  sampai buku Bhagawat Gita dan  buku aneh aneh  bahasa jawa huruf  latin, seperti  “Raden Mas Tangkilan lan Ibunipun” - mengenai adat istiadat priyayi Solo, "Ni Wungkuk ing Bendo growong" masih saya ingat, sebab banyak yang bertulisan jawa , cetakannya dengan huruf jawa kurus yang saya tidak lancar membaca. Diteruskan menghabiskan buku buku dari Perpustakaan Rakyat Jl Ondomohen Surabaya yang jauh lebih besar, dilengkapi dengan buku buku terjemahan oleh penerbit Balai Pustaka. Sampai ke tejemahan buku karangan Willian Saroyan,  cerita kehidupan anak petani prairie di Amerika serikat, banyak karya terjemahan dari penulis luar negeri misalnya Harold Lamb, yang saya ingat Hannibal, Alexander dari Macedonia, Pujangga Baru,  buku Abdullah bin Abdukadir Munsyi yang berbahasa Melayu aneh, Catatan di Sumatra karangan Parada Harahap, wartawan cerdas, jujur pada profesinya,  W4H1, dsb. menggambarkan perjalanan dengan mobil  depanjang  Sumatra dari  Aceh sampai  Palembang tahun 1947, seperta apa adanya, Banyaknya lasykar yang mencegatnya  di pos pos pinggir jalan minta "pengertian" mendukung "perjuangannya", padahal mereka bahkan tidak tahu Belanda ada di mana. Setelah penyerahan kedaulatan ke RI dia malah tersisihkan. Kemungkinan sang Wartawan kawakan ini korban penyingkiran karakter, a'la Melayu, karena membuka borok "perjuangan" perang kemerdekaan di sepanjang Sumatra.( Balakangan mengepalai Dewan Banteng, dewan Garuda, Dewan Kancil yang mendahului  Dewannya CIA  yang menjatuhkan Bung Karno.)
.Lha setelah  retired/usia diatas 60 tahun, anak saya menganjurkan saya menulis di computer sebab gampang dirubah rubah bila kesalahan ketik, tidak menjengkelkan. 
Wong saya ini bukan penulis, tidak ada kecenderungan kesana, apalagi bakat.  Saya agronomist yang tersesat jadi salesman, tukang jual obat tanaman, racun  hama, racun cendawan penyakit tanaman. 
Dia membuatkan saya blog di google, dengan mengajari cara mengoperasikannya, juga melihat di google dashboard, berapa yang kesasar ngeclick disitu, sampai sekarang saya masih  “ nunak nunuk” bila terjadi salah pencet, semua sulit dikembalikan seperti semula, itu kendala saya dengan mesin computer ini. Tapi saya akui, tanpa dia, si Computer ini, saya bisa gila.
Ilmu yang sangat dekat dengan kegiatan tulis menulis, atau dongeng mendongeng ialah ilmu Sastra. Sesudah itu ilmu tentang segalanya.
Tapi apa ilmu sastra menuntun untuk orang berekspresi menulis apa, mendongeng apa? Ternyata tidak.
Malah membaca apa saja, bukan membaca tulisan thok tapi membaca segalanya, sesuai dengan perintah Allah yang dituangkan dalam ayat pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad Salallahu allaihi wasallam, melalui Malaikat  Jibril, ayat terdepan  Al Qur’an adalah Al Fatihah, tapi yang turun pertama adalah Al Alaq, Ikroq……….. bacalah sebab Allah mengajari manusia dengan kalam/ tulisan……….. 
Membaca tulisan, membiasakan si pembaca menyerap “Taksu”  dari sang Empu , orang  Bali bilang. 
Dalam  budaya lain, taksu ini menjadi pamor, daya tarik, semangat, dari setiap karya apa saja hasil kegiatan manusia unggul,  akrablah dengan mbah Google pasti ada  taksunya. Dia tidak bisa menipu, cuma kalian harus telaten mengganti susunan kalimat tanya, sesingkat mungkin, pakailah kata kunci, pisahkan dengan koma (,) sering ada jawaban dari situs yang mengejutkan. 
Jadilah dirimu sendiri, jangan pernah ingin meniru gaya orang lain. Menulis  adalah melukis, kanvas demi kanvas, bila engkau terpesona pada pohon, lukiskan di kavas pohon apa saja, dikanvas maupun dimana saja lukislah sebanyak dan serinci rasamu, pengamatan-mu, dengan kemampuan seluruh  dayamu, jadi bila kamu ingin melukis hutan, tinggal jadikan satu kanvas hutan dengan contour lahan dan cuaca  menurut kanvas hutanmu  -   atau ....untuk cuma menggambarkan dengan kata kata, pasti berguna bagi orang lain. Seraplah hidup ini hingga remah remahnya, lantas tulislah, setidak tidaknya anda akan mengingat ingat kata apa yang paling tepat, bila ndak ada ya karanglah sendiri,  siapa tahu sangat diperlukan orang lain.
Pamor atau taksu ini menandai  derajad kepiawiana sang Empu, kekuatan sang Penulis, penya’ir, pelukis, pembatik, pematung, pumbuat  gerabah, disemua hasil karya manusia.
Saya menduga ada semacam getaran energy yang mudah bersinergi dengan manusia lain  secara wajar dan alami,  untuk mendapatkan kekuatan resonansi getaran energi daya tarik kepada kesempurnaan, keindahan,  harmoni, merangsang kekuatan jiwa, kekuatan  kejujurannya, keharuan dsb, yang sangat membekas di jiwa masing masing  pengguna, pecinta  karya karya tersebut. Bukan   manusia saja, alam juga mengukir batu, orang Jepang bilang itu  “suiseki”.
Ya, bahkan karya sebuah surat, misalnya surat lamaran kerja. Bahkan menulis sms.
Ya, bahkan secarik surat lamaran di kertas folio bergaris, ditulis tangan,untuk mendapat bea siswa di Universitas Persahabatan Bangsa Bangsa  di  Moskwa..
Dukungan terhadap ide persahabatan, ide perdamaian diantara bangsa bangsa, tanpa berslogan ria. Melompati segala slogan slogan ideology ideology manusia  zaman ini, melulu demi kemajuan umat manusia..
Bisa dibayangkan surat itu harus jujur, tidak mengemis, tidak berjanji apa apa, hanya memuat sesingkat mungkin, sejelas mungkin, komitmen mencari Ilmu, dan gunanya nanti, (DALAM PEPATAH JAWA "NGANGSU APIKULAN WARIH,  GOLEK GENI HANGGOWO OBOR" - ARTI BAHASA  iNDONESIA MENCARI AIR SUDAH  MEMIKUL AIR, MENCARI  API SUDAH MEMBAWA OBOR - gimana bisa, kalok ndak membaca segalanya sebanyak banyaknya he? ) .
Surat adalah rangkaian kata, untaian kalimat yang harus kuat dan  bersahaja,seperti apa adanya., Sama sekali tanpa  nuansa rayuan. Sebab siapapun tahu nilai finansial  dari pengorbanan pembayar pajak yang juga masih miskin dari Negeri itu, hanya untuk mengangkat sebutir debu melewati keterbatasannya.  Saya berusaha semua itu tidak akan hilang percuma, sampai akhir hayat saya.
Waktu bersembunyi, putus dari pergaulan ramai , bersembunyi di kebun kopi, sambil kerja dibayar semampu kebun rusak ini, (750 Ha. HGU  kebun kopi yang dijual tergesa gesa, karena Uni Indonesia-Belanda dibubarkan, dibeli pedagang China, rusak berat..
 Saya memberi tahu orang tua seorang gadis mahasiwi yang praktek di kebun itu untuk skripsinya, Dangan surat berbahasa jawa halus kromo hinggil campur kromo madya, yang isinya  setengah memperkenalkan diri, setengah  bersimpati, sedikit insinuatip  harapan kedepan, wong belum ada janur kuning melengkung di pintu halaman,  dalam kondisi saya yang seperti itu, tanpa terkesan janji dan gagah gagahan, tapi berani. 

E, e, saya malah diperkenankan oleh sang Bapak dan Ibu gadis itu untuk datang mengantar si Mahasiswi putri beliau waktu pulang ke Salatiga..dari kebun.kopi di Kabupaten Banyuwangi. Kacamatan Songgon.


Beliau ternyata  pesiunan Kepala sekolah SGA, dididik dari Sekolah Guru Untuk Pribumi, terus naik ke Sekolah Pendindikan Pribhumi dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Beliau  cerdas, disiplin dan keras, terhadap diri sendiri dan orang lain.
Ya putri dia  itu yang kemudian jadi istri saya. Yang ngelamar Ibu saya lho. Coba bayangkan gimana bunyi surat saya dalam bahasa Jawa itu  he ?
Kami menikah di Kantor KUA kelurahan Cilandak, dekat RS Fatmawati sekarang, diantar oleh dua kakak saya, dua pasang thok. 
Bisa dibayangkan, bahwa surat yang demikian memang pernah ada, dan berhasil, sebut itu saja ada taksunya ada ilmunya. Cobalah kasih komentar artikel ini, dikotak comment dibawah, untuk mencoba ekspresi anda. Atau membuat suratnya, gitu.......jangan maido thok. apa yang dicacat wong sudah ternyata hasilnya ?
Jadi sulit depercaya apa lagi dizaman  screening Orde Baru. yang bertumpu pada kebudayaan baru yang penuh dengan KKN yang kental. dan tengik.  Orang harus ngatok/ menjilat sepatu boot, gampangnya ya  anggap saja yang mengirim adalah Pemerintah Bung Karno, titik. Sebab kala itu semua bantuan pendidikan dari Negara Barat dibekukan oleh Bung Karno. Mereka Nekolim, sedang beliau  gandrung kepada  the new emerging forces  munculnya kekuatan baru yaitu rakyat rakyat  bekas  jajahan, yang masih kurang dimengerti oleh politisi seluruh Dunia, politisi kapitalis maupun politisi sosialis, mereka kira inilah buah ranum yang siap dimangsa *).

Tips dari saya, lanjutan dari artikel ini ada di blog saya di artikel yang paling baru saya tulis dua hari yang lalu di ide subagyo blogspot.com dengan juduk "Mengarungi masa muda ......". tg 04/03/2017. disana ada 500 artikel temannya dari th 2011, saya sendiri rutin membaca lagi, banyak soal pertanian dan agama Islam warisan simbahnya simbah saya. Lho jangan ngenyek , si simbah putri saya alm. baca  Servantes - Don Quchote, tejemahan. Pacar merah dari "The red pimpernel" Saya baca "Scaramouche" dari Rafael Sabatini dia favourite saya.



0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More