JAUH PANGGANG DARI API
Asal “tokoh” sekarang bisa bicara politis yang pada garis besarnya menyenangkan hati pendengarnya alias calon pemilihnya. Tapi percayalah bukan asal tokoh bisa mengatur Negara. Karena mengatur Negara sebenarnya adalah meletakkan semua komponen masyarakat bisa jalan diatas relnya, lancar.
Untuk itu disusun Aparatur Negara. Mulai pesuruh kantor sampai golongan gaji PNS : IV, III, II, dan I, mulai dari yang fungsional sampai yang strukural. dengan eselon I di Kementerian, Eselon II di Direktorat jendral, eselon III di Direktorart dan eselon III Pemerintah di Seksi atau di bagian satu kementerian.
Ini semua anggauta masyarakat yang makan gaji dari pajak rakyat..
Sebagian besar yang ada sekarang masih warisan dari ordebaru, Menaiki jenjang dengan pembekalan dan indoktrinasi bakiak sespa, sepala, sepadya, yang disejajarkan mendampingi dwifungsi sesko, dengan pengawasan aptitude dan attitde yang ketat. Sekarang sekian tahun setelah ordebaru masih sebagian bercokol di Kementrian Kementrian, sperti Irjen-nya Pak Eko Putro Sanjoyo, Selama ordebaru mereka memang sudah terpilih berjenjang naik dengan kriteria zaman itu ialah panca "NG" terhadap tugas dan atasan: Ngawulo, ngajeni, ngathok, ngrangkani, dan ngringkesi. Agar bisa menciptakan secara nikmat dan aman bagi sang Penguasa Politis atau Dwifungsi,. yang tersisa sekarang sampai setinggi irjen Susanto, ya kampiun dari "ng" yang lima itu. Kasihan Pak Eko, dikibulin saja.Tapi wong separrtainya juga beda isi kantong kiri dan kantong kanan, sumpah yang kantong kanan halal, yang kiri ndak pernah dilirik haram. hanya untuk keperluan mendesak, menang suara saja.
Sebagai sosok yang sudah memanjati jenjang sampai CEO perusahaan swasta konglomerat mestinya lima "ng" ini pssti menimbulkan rasa tidak pas yang aneh, lentas menelorkan "waspada" itu bagi orang swasta apalagi CEO. Lha kok yang ini CEO setara Tanri Abeng idola SWA, setara richard Joos Lino, kok sang Penguasa Politis yang bekas CEO konglomerat swasta kelihatan tidak mengira. Saya saja, yang bekas orang swarta, (sekarang sudah berumur 79 tahun) yang merangkak smpai penyelia dengan anak buah yang tersebar diwilayah luas sebagai tecnical dan sales reprsentatives, Satu "ng" saja ada di perilaku anak buah saya, saya malah curiga kok. Perlu bagi sang Penguasa, mewakili republik yang baru berjuang keras mengobati luka luka penjajahan ini memperlakukan anak buahnya sebagai "comerade in arm" kayak "The A" - team dengan Kolonel-nya. Bukan Kolonel Sanders, Komandan Batalion Barisan Kehormatan.
Politisi yang pintar bicara bernego, dapat dipastikan tidak perlu membuktikan bahwa dirinya dapat mengatur polah-tingkah aparatur Negara, yang ujung-ujungnya harus memberikan pelayanan pada Bangsa dan Negara.- berwawasan Tanah Air. Pwengembangan sunnah rasulullah,kayak Kahlifaurasyiddin zaman Nabi
Untuk kehidupan masyarakat secara nyata, bukan slogan-slogan saja. Ternyata di era Reformasi ke arah Demokratisasi ini banyak Bupati yang salah urus, Guru diangkat jadi Kepala Pengairan Kabupaten, PNS sarjana yang tidak mempunyai pengalaman kerja yang jelas karena aktif ikut kampanye dan kroninya diangkat jadi Kepala Dinas LLAJR Kabupaten. Kepala Dispenduk, Kepala Kebersihan Kota dan lain lain Kepala, jabatan bassah juga dijual pada peminat, oleh pejabat puncak yang merupakan jabatan politis, seperti Bupati Kepala Daerah (Klaten dll), bantik harum taoi maling. Ini rupanya yang ngotot mau melemahkan KPK, dengan tayuannya kepada DPR RI III
Kepala jabatan politis ganti, ganti si Kepala menurut calon dari partai apa yang menang, jabatan laku dijual.. Nanti pejabat teknisnya ya ganti, yang menjadi runyam setiap Kepala Dinas selalu mengangkat PNS yang masih baru untuk jadi front liners, penjaga loket-loket yang makin banyak, langsung melayani publik, jabatan ini rendah tapi penghasilannya besar, karena inilah yang paling mudah dilaksanakan oleh Kepala Baru sebagai isyarat ada penguasa baru. Bahkan Menteri bisa ganti, kepala Daerah bisa ganti dalam lima tahun, tapi eselon dibawahnya bisa tetap kayak yang bercokol di Kementrerian Desa dan Transmigrasi karena nilai kinerjanya baik, malah dapat beli pujian dari Pmeriksa BPK, biar Atasannya senang, kasihan Pak Putra Sanjaya.
Dan inilah yang jadi penyebab utama setiap pelayanan publik jadi lahannya "Despot-Despot" kecil (the little despots), yang tengiknya sama dengan tengiknya Despot-Despot yang lain.
Asal “tokoh” sekarang bisa bicara politis yang pada garis besarnya menyenangkan hati pendengarnya alias calon pemilihnya. Tapi percayalah bukan asal tokoh bisa mengatur Negara. Karena mengatur Negara sebenarnya adalah meletakkan semua komponen masyarakat bisa jalan diatas relnya, lancar.
Untuk itu disusun Aparatur Negara. Mulai pesuruh kantor sampai golongan gaji PNS : IV, III, II, dan I, mulai dari yang fungsional sampai yang strukural. dengan eselon I di Kementerian, Eselon II di Direktorat jendral, eselon III di Direktorart dan eselon III Pemerintah di Seksi atau di bagian satu kementerian.
Ini semua anggauta masyarakat yang makan gaji dari pajak rakyat..
Sebagian besar yang ada sekarang masih warisan dari ordebaru, Menaiki jenjang dengan pembekalan dan indoktrinasi bakiak sespa, sepala, sepadya, yang disejajarkan mendampingi dwifungsi sesko, dengan pengawasan aptitude dan attitde yang ketat. Sekarang sekian tahun setelah ordebaru masih sebagian bercokol di Kementrian Kementrian, sperti Irjen-nya Pak Eko Putro Sanjoyo, Selama ordebaru mereka memang sudah terpilih berjenjang naik dengan kriteria zaman itu ialah panca "NG" terhadap tugas dan atasan: Ngawulo, ngajeni, ngathok, ngrangkani, dan ngringkesi. Agar bisa menciptakan secara nikmat dan aman bagi sang Penguasa Politis atau Dwifungsi,. yang tersisa sekarang sampai setinggi irjen Susanto, ya kampiun dari "ng" yang lima itu. Kasihan Pak Eko, dikibulin saja.Tapi wong separrtainya juga beda isi kantong kiri dan kantong kanan, sumpah yang kantong kanan halal, yang kiri ndak pernah dilirik haram. hanya untuk keperluan mendesak, menang suara saja.
Sebagai sosok yang sudah memanjati jenjang sampai CEO perusahaan swasta konglomerat mestinya lima "ng" ini pssti menimbulkan rasa tidak pas yang aneh, lentas menelorkan "waspada" itu bagi orang swasta apalagi CEO. Lha kok yang ini CEO setara Tanri Abeng idola SWA, setara richard Joos Lino, kok sang Penguasa Politis yang bekas CEO konglomerat swasta kelihatan tidak mengira. Saya saja, yang bekas orang swarta, (sekarang sudah berumur 79 tahun) yang merangkak smpai penyelia dengan anak buah yang tersebar diwilayah luas sebagai tecnical dan sales reprsentatives, Satu "ng" saja ada di perilaku anak buah saya, saya malah curiga kok. Perlu bagi sang Penguasa, mewakili republik yang baru berjuang keras mengobati luka luka penjajahan ini memperlakukan anak buahnya sebagai "comerade in arm" kayak "The A" - team dengan Kolonel-nya. Bukan Kolonel Sanders, Komandan Batalion Barisan Kehormatan.
Politisi yang pintar bicara bernego, dapat dipastikan tidak perlu membuktikan bahwa dirinya dapat mengatur polah-tingkah aparatur Negara, yang ujung-ujungnya harus memberikan pelayanan pada Bangsa dan Negara.- berwawasan Tanah Air. Pwengembangan sunnah rasulullah,kayak Kahlifaurasyiddin zaman Nabi
Untuk kehidupan masyarakat secara nyata, bukan slogan-slogan saja. Ternyata di era Reformasi ke arah Demokratisasi ini banyak Bupati yang salah urus, Guru diangkat jadi Kepala Pengairan Kabupaten, PNS sarjana yang tidak mempunyai pengalaman kerja yang jelas karena aktif ikut kampanye dan kroninya diangkat jadi Kepala Dinas LLAJR Kabupaten. Kepala Dispenduk, Kepala Kebersihan Kota dan lain lain Kepala, jabatan bassah juga dijual pada peminat, oleh pejabat puncak yang merupakan jabatan politis, seperti Bupati Kepala Daerah (Klaten dll), bantik harum taoi maling. Ini rupanya yang ngotot mau melemahkan KPK, dengan tayuannya kepada DPR RI III
Kepala jabatan politis ganti, ganti si Kepala menurut calon dari partai apa yang menang, jabatan laku dijual.. Nanti pejabat teknisnya ya ganti, yang menjadi runyam setiap Kepala Dinas selalu mengangkat PNS yang masih baru untuk jadi front liners, penjaga loket-loket yang makin banyak, langsung melayani publik, jabatan ini rendah tapi penghasilannya besar, karena inilah yang paling mudah dilaksanakan oleh Kepala Baru sebagai isyarat ada penguasa baru. Bahkan Menteri bisa ganti, kepala Daerah bisa ganti dalam lima tahun, tapi eselon dibawahnya bisa tetap kayak yang bercokol di Kementrerian Desa dan Transmigrasi karena nilai kinerjanya baik, malah dapat beli pujian dari Pmeriksa BPK, biar Atasannya senang, kasihan Pak Putra Sanjaya.
Dan inilah yang jadi penyebab utama setiap pelayanan publik jadi lahannya "Despot-Despot" kecil (the little despots), yang tengiknya sama dengan tengiknya Despot-Despot yang lain.
Repotnya, kekuasaan Despot-Despot kecil ini tidak terganggu gugat meskipun Kepala Daerah dari Kabupaten, dari Kota Madya, dari Propinsi, dari Negara ganti. Setiap habis masa jabatannya ada pemilihan lagi. Baru terasa siapa sebenarnya yana berkuasa, saat itu juga publik minum pahitnya pelayanan Despot-Despot loket-loket kekusaan, masih yang itu itu saja - karena sudah kuat setorannya.. Tahu ? pabrik dari Aparatur Negara macam ini adalah Orde Baru, baru habis tuntas setelah mereka semua pensiun atau ditangkap KPK.
Pada tataran urusan administrasi publik, kita pasti pernah berurusan dengan birokrasi yang berbelit-belit di loket-loket mana saja yang menjadi urusan perijinan, surat-menyurat, SK-SK dll, semuanya menjadi rumit dan berbelit jika tidak ada 'fixers' yang biasa 'maken klaar' urusan di setiap loket administrasi urusan publik ke pemerintah.
Sungguh jauh ja...u..u.uuh panggang dari api, hari ini tidak tanggung tanggung Pemerintah diwakili oleh penjabat eselon bicara di wawacara TV skala Nasional, mengenai upaya Pemerintah untuk menanggulangi segera longsornya nilai tukar rupiah terhadap US Dollar, dasar orangnya politisi plus eselon, botak dan terkesan pintar sekali. Antara lain dengan menggalakkan export ke US, tentu saja di luar hasil tambang. Lha, dibalik itu kira kira bulan Juli empat tahun yang lalu,, satu perusahaan penjual furnitures kelas solid woods yang sudah diproses dengan kiln pengeringan kayu, perusahaan Amerika, Ashley yang termasuk besar di sana, telah puluhan tahun membuka perwakilan di Indonesia ( liason Unit) membeli furntures knock down dari pabrik-pabrik mebel (vendors) untuk export dari Suarabaya, salah satu liason-liason di Malaysia, Vietnam, China, Taiwan dan India baru-baru ini TUTUP ( tiga/empat tahun yang lalu), bersama kantornya di Taiwan dan India. Soalnya bukan apa- apa tapi barang yang disetujui oleh Ashley sebuah perusahaan US untuk dipesan ternyata tidak cocok harganya, karena barang yang sama bila dibeli lebih murah dari Malaysia atau Vietnam.
Pada tataran urusan administrasi publik, kita pasti pernah berurusan dengan birokrasi yang berbelit-belit di loket-loket mana saja yang menjadi urusan perijinan, surat-menyurat, SK-SK dll, semuanya menjadi rumit dan berbelit jika tidak ada 'fixers' yang biasa 'maken klaar' urusan di setiap loket administrasi urusan publik ke pemerintah.
Sungguh jauh ja...u..u.uuh panggang dari api, hari ini tidak tanggung tanggung Pemerintah diwakili oleh penjabat eselon bicara di wawacara TV skala Nasional, mengenai upaya Pemerintah untuk menanggulangi segera longsornya nilai tukar rupiah terhadap US Dollar, dasar orangnya politisi plus eselon, botak dan terkesan pintar sekali. Antara lain dengan menggalakkan export ke US, tentu saja di luar hasil tambang. Lha, dibalik itu kira kira bulan Juli empat tahun yang lalu,, satu perusahaan penjual furnitures kelas solid woods yang sudah diproses dengan kiln pengeringan kayu, perusahaan Amerika, Ashley yang termasuk besar di sana, telah puluhan tahun membuka perwakilan di Indonesia ( liason Unit) membeli furntures knock down dari pabrik-pabrik mebel (vendors) untuk export dari Suarabaya, salah satu liason-liason di Malaysia, Vietnam, China, Taiwan dan India baru-baru ini TUTUP ( tiga/empat tahun yang lalu), bersama kantornya di Taiwan dan India. Soalnya bukan apa- apa tapi barang yang disetujui oleh Ashley sebuah perusahaan US untuk dipesan ternyata tidak cocok harganya, karena barang yang sama bila dibeli lebih murah dari Malaysia atau Vietnam.
Untuk Indonesia menurut saya yang awam menjual furniture ke Amerika itu secara ekonomis, strategis sekali, pantas dijadikan perhatian penjabat tingkat Menteri, karena melibatkan orang banyak, ternyata tingkat Kepala Desa saja tidak, meskipun turn over export Ashley pertahun sudah mencapai enam-tujuh juta Dollar./bulan. sekarang ditutup. Persoalannya, terrnyata furnitures yang “go” di Amerika itu banyak komponennya berasal dari import juga, karena yang produk lokal (mungkin produk dari Syekh Puji ) kualitasnya nggak memenuhi standard kualitas yang diminta, pembeli pedangang furnitures di Amerika, Msalnya kehalusan veneer ( triplex), engsel-engsel dan penguat sambungan pojok furnitures dari kuningan bermutu tinggi,dan sekaligus pernik seni (ormolu) masih harus diimport juga yang ini menurut pabrik menelan dana siluman untuk beaya masuk pelabuhan Surabaya yang tidak sedikit meskipun kayunya di kita no problem, banyak. Persolanya yang sepele dibandingkan dengan tujuan strategisnya menyeimbangkan nilai volume perdagangan antara Indonesia dan Amerika. Tapi apa pengertian nilai strategis perkara ini sampai di pemikiran penjaga loket-loket di Pelabuhan Perak sana ? Ini baru salah satu contoh persoalan yang sungguh jauuuh panggang dari api. Bagusnya ada berita TV pagi 21/3/017, duit yang terkumpul baru dari satu kantor BC Samarinda saja uang tidak bertuan ada 6 milliard tertangkap tangan oleh POLISI, dalam rangka samber pungli. bravo, lha mana yang lain ? (*)