Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 15 Maret 2017

APA KURANG BUKTI - daur ualng sudah di edit

MAKANYA DREKTUR BULOG DIGASNTI JENDRAL POLISI, SYUKUR ALHAMDULILLAH. 

APA KURANG BUKTI ?

Saya terkesima, menyaksikan wawancara “Mata Nadjwa” di acara Metro TV, tg 30/03/016 jam 8. 00. Begitu gamblangnya apa yang tersirat dalam kemelut DPD kita. Kita menyaksikan kucing kucing cakar cakaran berebutan anggaran lebih dari satu trilliun rupiah setahun antara kelompok anggauta  DPD !!!., antara lain untuk gaji dan pengeluaran anggota DPD yang fantastis lebih kurang 70 juta rupiah per bulan per anggota. 

Anggaota “ House of Lords” kita ini mengumbar nafsu rebutan duit  rakyat, yang mereka ganyang secara legal.  Bedanya yang disana penuh dengan “noblesse oblige” tapi yang disini  serendah preman pasar. Tragis, tapi itulah kenyataan. Jadi selama ini, yang ada ADALAH DEMONSTRASI NYATA, bahwa mayoritas masyarakat kita ini sebenarnya masih dalam tahap pertumbuhan feodal awal – FEODAL PUAK DAN KAMPUNG - BULUM SAMPAI KE FEODAL IMPERIUM YANG ANGGUN.

Sepele saja, di Timur wilayah kita , kepala kampong disebut RAJA, dibarat setiap lelaki anggauta puak yang memiliki sawah setelah kawin diberi gelah SUTAN (mungkin maksudnya sultan)  BAGINDO dan nama belakang yang sangat bombastis. Di muara sungai besar  besar pulau itu dan pulau besar yang lain feodal setempat adalah Preman muara/ kuala sungai dengan menarik pajak perahu pembawa barang dagangan keluar masuk sungai,  berapa ribu ton/ tahun  karet yang diperdagangkan  sebelum Perang Dunia Ke II dan beberapa tahuh rehabilitasi industry di Europa dan Jepang sesudahnya, sebelum plastic merajalela ?  

Gelarnya DATUK BENDAHARA, SYAH KUALA. Jelas masih derajad preman pasar.

Kriterianya adalah kekayaan harta dan harta tidak peduli dari mana. Ditengah Nusantara, memang sudah ada  Sejarah Kerajaan yang dibangun dari structure hak kepemilikan sawah pertanian dengan pelaksanaan pajak sangat  moderat karena bila ditekan, petaninya minggat, wong masih banyak lereng gunung yang masih hutan, dengan sumber air untuk pengairan. Dan monopoli perdagangan rempah rempahyang sudah  cukup luas jangkuannya dan besar jumlahnya, karena Majapahit menciptakan keamanan laut dari bajak lokal.  Sudah dikerdilkan oleh penjajahan bangsa lain, dengan motif agama dan monopoli dagang karena dlaut mereka jaya, kanon-nya lebih besar, perahunya lebih besar didorong oleh layar kanvas linnen yang lebih luas, ringan dan kuat.

Apa yang kita alami sekarang, dengan partai partai yang tidak berideologi adalah murni praktek kepemimpinan feodalisme, yang sudah terbukti pada perlaku dan attidude anggota DPR dan DPD nya, Gupernurnya, Bupatinya, yang terpilih karena menjual feodalisme rendahan kepada rakyat yang masih dalam kungkungan pola perfikir yang feodalistik puak dan kampong, berjoget dan berkelahi tawuran, dan berjoget lagi bakar batu lagi.  Bukan pengabdian pada hal yang ideal umpama kebangsaan dan kehormataan bernegara. Jadi sebenarnya Pancasila yang diwariskan oleh Founding fathers Negeri ini sepertiya  tiara mahkota patokan bermasyarakat yang diberikan kepada  manusia setengah liar masih setengah telanjang jauh lebih cepat menyerap premanisme, dari kelompok fanatik freodal puak, semula bersenjata otomatis, yang belum mengerti gunanya warisan itu, meskipun sudah dihafal dibawah todongan senjata, tapi tanpa keteladanan, akhirnya melainkan untuk barang mainan saja.  Yaa  itulah yang tersirat dari peristiwa geger di DPR minta dibuatkan Perpustakaan yang  terlengkap di Asia Taneggara ( wong mereka tidak suka membaca - ada perpustakaan mentereng seperti pusaka kraton, otomatis mereka pintar) dan DPD kita itu minta gentian dengan  “adil” gaji Pempinannya, jadi menjabat dalam waktu yang singkat saja, kan semua anggauta bisa merasakan tanpa usulan anggaran yang aneh aneh  untuk bancakan.? Saya kira tidak, makin banyak pimpinan makin kreatip, bagi rata iya.

E,E. mendakak saja merelease berita agar BULOG kembali “mengatur” perdagangan  bahan pangan. Tahun 2018  ini, bulan April, Direktur BULOG diganti jendral Polisi Budi Waseso. 

Karena sudah paham, ngerti BULOG itu siapa, kok terlambat sekali. padahal rakyat sudah hafal, gimana Kartel tengkulak gabah/beras dipimpin oleh badan Negara ini.  ATM dari golongan sudrun yang benar benar handal,  organisasi pemerintah &Co(swasta) yang erat dan sangat stabil berkartel ria. - dari Direkturnya dari Let Jen Bustanul Arifin ( 1975 ) , sampai ke Nyonya Dr Lenny Sugihat (2014) -mungkin yang ini disabot oleh kartel beras yang sudah jadi raksasa karena tidak seirama dengan mereka – mngkin aturan main sudah tidak memungkinkan sang Ibu bisa melanjutkan, pasti ada ‘problim’ pengadaan stock beras, dia juga dicopot. Ditengah kurun waktu kedua pemimpin BULOG ini bertebaran puluhan Kabulog koruptor yang sudah divonis 4 tahun penjara seperti biasanya koruptor kakap, anehnya semua merasa tidak bersalah hanya dikorbankan, masih anggauta sangat terhormat dari Kesatuan Alumni Himpunan Maling, lha kekayaanya yang sak abreg itu dari mana ?

Baru sekarang dibuka sendiri boroknya sebagian kecil, malah dibebankan semua borok pada Raja Rahwana thok. Padahan ada 10 Direktur sebagian besar sudah divonis pengadilan Negeri,  dikisahkan seperti saya copy paste dibawah ini, sumbernya dari kata kunci Sejarah BULOG di unggah di google oleh mereka sendiri.

quote

umat, 03 Januari 2014
Kisah Kelam Lembaga Penyangga

Eksistensi Bulog tidak terlepas dari sejarah awal peletakan kebijakan pangan yang diambil saat pemerintahan Orde Baru berdiri. Kebijakan tersebut merupakan upaya pemerintah melindungi eksistensi petani, sekaligus menjamin suplai pangan kepada masyarakat dengan harga yang stabil.

Bulog didirikan Achmad Tirtosudiro. Salah seorang mantan pemimpin logistik Angkatan Darat ini sangat ahli dalam mengelola suplai komoditas untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Pada awal Orde Baru, menurut ekonom pertanian H.S. Dillon, kehadiran lembaga penyangga ini sangat dibutuhkan. Sebab, ketika rezim tersebut masih bayi, inflasi di Indonesia mencapai level yang sangat tinggi. Kontributor inflasi terbesar—seperti halnya sekarang—berasal dari bahan makanan, dalam hal ini beras. Selain itu, beras merupakan alat pemerintah untuk melindungi PNS (pegawai negeri sipil) dan anggota TNI/Polri yang diberikan in natura sebagai bagian dari pendapatan mereka.

Dalam perjalanan Orde Baru, ujar Dillon, peran dan tugas yang diemban Bulog tidak lagi semata-mata sebagai lembaga penyangga yang bertugas menjaga stabilitas harga gabah dan pasokan beras kepada masyarakat. Pada perkembangannya, lembaga ini menjadi komponen strategi pemerintah dalam mencapai swasembada pangan.

Keberhasilan Bulog dalam stabilisasi harga dan suplai pangan mendorong pemerintah memberikan tugas tambahan kepada Bulog. Selain gabah (beras), Bulog diberi tugas tambahan untuk masuk ke komoditas lain seperti gula, minyak goreng, dan palawija. Untuk gula, misalnya, Bulog mendapat tugas membeli semua gula produksi dalam negeri. Selain itu, Bulog diberi kewenangan sebagai importir tunggal. Berbagai tugas tambahan inilah yang akhirnya membawa Bulog mampu meraih penghasilan yang sangat besar.

Masa keemasan Bulog terjadi pada era Bustanil Arifin. Putra Aceh ini mampu mengendalikan harga beras. Ia cukup sukses menjaga harga beras tidak anjlok pada saat panen dan mampu mengendalikan harga beras agar tidak membubung saat paceklik. Sukses Bustanil ini tidak lepas dari dua konsultan ekonomi pertanian dari Amerika Serikat, yakni Pieter Tiemer dan Scott Person, yang merancang harga dasar dan harga tertinggi. Mereka mampu membuat batas harga untuk menjaga stabilitas pasar. Kedua konsultan Amerika ini dibayar dengan sangat mahal, sekitar US$1.000 per hari.

Sukses Bustanil Arifin ini membuat Soeharto senang. Itulah sebabnya tugas Bulog dikembangkan. Bulog tidak hanya mengurus masalah stabilitas beras, namun juga menggarap komoditas pangan lainnya. Beberapa wewenang baru yang diberikan kepada Bulog adalah monopoli impor komoditas bahan pangan seperti terigu dan gandum.

Kekuasaan besar inilah yang membuat Bulog menjadi gemuk. Mereka mempunyai dana non-neraca yang sangat besar untuk melakukan proyek-proyek stabilisasi pangan. Selain itu, Bulog mengatur swasta yang ingin membeli komoditas impor yang telah dimonopoli. Karena ''gemuknya'', Bulog didekati oleh berbagai kepentingan. Itulah sebabnya, pengusaha yang dekat dengan Cendana bermain di Bulog untuk mendapatkan hak membeli berbagai komoditas impor.

Tetapi, Bustanil bermain cantik. Ia tidak serakah. Semua pihak mendapat cipratan dari Bulog. Mulai pejabat hingga para pengusaha yang dekat Cendana, semuanya mendapat keuntungan. Presiden, wakil presiden, para perwira militer, bahkan sampai pejabat di daerah pun mendapat bagian.

Presiden Soeharto menaruh perhatian besar terhadap Bulog. Bahkan dalam 10-15 tahun terakhir sebelum lengser, Bulog ''dikelola'' langsung oleh Soeharto dengan menentukan langsung siapa-siapa yang berhak membeli komoditas dari Bulog. Dan, menjadi rahasia umum, para pejabat Kantor Sekretariat Negara, kala itu, memiliki orang yang berhak melakukan pembelian dari Bulog.

Bulog dalam Pasungan

Kala itu, dinasti politik dan ekonomi Soeharto juga kian merambah semua sektor bisnis sekaligus menggerogoti keuangan lembaga-lembaga negara, termasuk Bulog. Kondisi ini membuat marah lembaga donor internasional karena merasakan adanya ancaman dari kiprah dinasti Soeharto yang mulai dominan dalam perekonomian Indonesia. Akhirnya, ketika krisis ekonomi menerpa Asia pada 1997, IMF datang untuk "membantu" perekonomian Indonesia dengan resep Letter of Intent (LoI).

Salah satu sasaran IMF adalah fungsi Bulog yang ketika itu telah diperluas. Melalui LoI, IMF memaksa Soeharto untuk mengurangi fungsi Bulog hanya sebatas mengurus komoditas beras saja. Tuntutan IMF itu dipatuhi Soeharto dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.19 Tahun 1998, yang membatasi tugas pokok Bulog hanya untuk menangani komoditas beras.

Sementara komoditas pangan lain yang sudah ditangani Bulog selama era Orde Baru dilepaskan ke mekanisme pasar, termasuk penentuan harganya. Tujuan IMF menuntut hal tersebut dari Pemerintahan Soeharto adalah untuk membuka peluang kapital asing bermain lebih 'lincah' dalam perdagangan dan penentuan harga pangan di Indonesia.

Rahardi Ramelan, yang saat penandatanganan LoI itu tengah menjabat sebagai Menteri Perdagangan, mengakui cukup berat menjalankan tugasnya pasca-LoI itu. "Dampaknya sangat besar. Kita tidak bisa menstabilkan harga bahan pokok. Hingga saat ini, kita tak bisa menahan gejolak harga pangan dunia, ya karena desakan IMF itu," katanya kepada Yohannes Tobing dari SINDO Weekly.

Mengenai wacana pengembalian peran Bulog, Rahardi menyatakan setuju asalkan peranan Bulog itu benar-benar disepakati. "Ini bukan masalah bentuk organisasinya saja, melainkan juga kesepakatan akan peranannya. Masalahnya soal operasional dan intervensi pasar," jelasnya..

Harusnya, Bulog kembali memainkan peranan sebagai grosir untuk mengimbangi ritel-ritel besar. "Peranan intervensi pasar yang harus dimainkan Bulog yaitu grosir, jangan ritel. Ini untuk menekan harga-harga," tambahnya.

Keinginan mengembalikan Bulog pada khitahnya itu tentu sangat diperlukan dalam situasi distabilisasi harga pangan dunia. Namun, hal ini juga perlu diawasi dengan seksama agar jangan sampai perilaku koruptif yang terjadi di Bulog masa Orde Baru ikut kembali.
“Kisah politik dinasti, tempat pundi-pundi para politisi adalah warna suram bagian sejarah Bulog. Sejumlah pimpinan lembaga ini juga sempat mencicipi hotel prodeo. Hebatnya, lembaga ini sukses sebagai lembaga penyangga”.


Penulis: Miftah H. Yusufpati dan Wahyu Arifin
Sumber : http://www.sindoweekly-magz.com  
Diposkan oleh empree di 10.23.00 

unqoute
30 April 2018
Tambahan dari penuslis blog idesubagyo: Rahadi Ramelan. anggauta mafia gurita Ferrobib sudah divonis penjara30 sebentar, istrinya pernah diperiksa FBI dalam lawatannya ke Amerika, membawa bawa uang dollar  sekoper yang ndak jelas asal usulnya. 














0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More