AWAS
PEMBENTUKAN ELITE CAPTURE DARI DAERAH TERTINGGAL BERMIGRASI KE IBUKOTA REPUBLIK INI.
Pembentukan elite captue dari daerah tertinggal akan mebanjiri Ibu Kota Republik ini bila kita tidak wapada.
Saya jadi bergidik, membaca berita dari situs ditjenpdp.kemendesa.go.id/news/read/170205/41-rp560-triliun-untuk-pembanguna-desa-tertinggal. Pokok isinya pemerintah mengalokasikan dana sebesar 560 triliun rupiah untuk pembangunan wilayah sampai desa yang tertinggal di 34 Propinsi Negeri ini.
Lho, mestinya ya ikut senang, meskipun saya tinggal di kota nomer dua terbesar di Indonesia. Tapi kalok melihat situasi disekitar saya dari metropolitan kedua ini, saya sangat khawatir. Bagaimana tidak, setelah reformasi dari rezim yang berkuasa mutlak, mengatur Negara dengan kekuasaan solid tidak terkotak kotak oleh kepentingan selain kepentingan kekuasaan sang Diktator dengan alatnya yang sangat represif. Telah terjadi euphoria dikalangan umum, sang diktator, memilih bentuk tatanan yang dekat dengan tatanan militer yaitu tatanan feodal yang terselubung dengan piranti demokrasi, dilandasi rasa feodal. Tahun 1993 bubar. Karena problim keuangan yang parah dan sistemik, ditinggal oleh team ekonomi andalannya: Berkely mafia..
Lha sampai dikampung saya, setelah reformasi yang ber-euphoria ya kaum yang bewatak feodal, tapi tidak kebagian tempat di lingkup lingkaran terluar dari Orde sang Jendral – meskipun sudah pensiun golongan empat tetap saja orang kecil PNS Kantoran, masih terkenang nikmatnya feodal atasan mereka yang diranah politik.
Di tingkat RT/RW mereka dan saya sendiri, si gurem orde baru yang terpapar lama selama dinas aktip, dari lingkungannya, tertular feodalisme sewaktu dinas sebagai PNS, masih mencari kesempatan ber-euphoria, menunggangi gelombang kebebasan etiket feodal. menjadi Pak RT pak RW menjadi elite capture di tingkat masyarakat paling bawah, nampaknya sudah bikin mereka puas. Mereka semua dari desa tertinggal, Pak Hari tetangga jauh saya pasti ketawa mmbaca artikel ini.
Paling sedikit bila warganya yang merenovasi rumah, atau Kantor apa saja, para memborong akan meletakkan bahan bangunan pasir batu pondasi dan nenyetel betoneyser dipinggir jalan yang sempit, beserta bongkaran yang ditumpuk belum terangkut keluar kompleks, mau hajatan tanpa menyewa gedung yang mahal tentu memberikan “pengertian” pada pak RT. Atau Pak RW, Menjadi itu saja sudah mengerahkan segenap kelicikan dan kelicinan seorang ex kader P4. Lah yang ini di ribuan daerah tertinggal dari 34 Propinsi dengan dana total 560 triliun rupiah, jauh lebih menggiurkan dari sekedar RT dan RW, akan jadi apa desa dan kacamatan tertingal itu ? Pokok pondasinya mesti bangunan masyarakat yang sudah mereka hafal, yaitu feodalisme dan setara dengan rangkayo, tuan guru, habib, daeng, karaeng. umbu, mamik anak agung , pak raden, endang, elang, datuk, ratu, sutan, ditingkat kampong guna menampung setiap program pengangkatan si tertinggal dan miskin, menyikat borongan apa saja, tentu saja sudah dengan cukong yang diluar sistim jadi penyedia dana modal awal, sudah nyanggong dari dulu. Si feodal puak dan kampong yang sudah merebut posisi definitive stakeholder dengan segala daya dengan sebagian besar nilai yang dialokasikan, akan meningkat jadi tokoh elite capture hingga perwakilan nasional, memenuhi yang sudah sesak dengan elite capture yang sudah bercokol disana, lantas Negara ini akan jadi apa ? Punya Fahri Hamsah satu saja sudah merepotkan apalagi akan ditambah bentukan baru dari 34 Propinsi dengan dana yang sangat menggiurkan ?
Silahkan baca sendiri dari penelitian Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan. Universitas Gajah Mada – setelah dicari di box google kata kunci “Mengikis Elite Capture dalam Community development”. Pembelajaran dari bhumi seribu nyiur melambai oleh Setiadi, Sulistyo, Sonyoruri Satiti, Agus Yulianto. Muncul preamble dari judul diatas. Sebenarnya sudah saya copy paste artikel penting itu di blog ini, tapi hasilnya kurang rapi, di judul artkel “MEMGAPA SAYA MERASA HARUS IKUT MENGIKIS HABIS FEODALISME DALAM MASYARAKAT KITA” tapi hasilnya kurang rapi karena asli nya dari pdf adobe , jadi sebaiknya pembaca buka dari sumbernya sendiri: Muncul judul diatas bila box “Policy Brief 31/PB/2016” click disitu, muncul artikel selengkapnya.
Supaya sama enaknya silahkan baca sendiri artikel penting itu, karena kita sudah bosan ngeri. diricuki elite capture dari feodal puak dan kampong, yang nangkring di Pengendalian dan Pengadilan Negara ini.
Maka anda akan teriak bersama saya Awas, hati hati dengan anggaran 560 triliun rupiah ini, duit segini akan mampu membuka kotak Pandora yang Buesaaar sekali.
Maka dengan ini diusulkan dengan hormat dan sangat: Jangan percaya dengan bekas komponen Orba, yang masih ningkring disemua elite capture semua tingkat organisasi masyarakat, baik dari partai, himpunan, front perjuangan, majlis, persatuan, gerakan yang mengatas namakan rakyat miskin. Untuk menjadi counterpart dari pemakaian dana 560 triliun rupiah ini, percayalah mereka semua elite capture ditingkat definitive stakeholder muncul dari kotak Pandora. Akan membanjiri Ibu Kota RI.
Tawarkan saja kepada
mahasisiwa mana saja, jurusan apa saja yang di semester ke 11 - 12 atau dibawahnya yang mau berhenti kuliah karena kekurangan dana, atau sedang bikin
skripsi, tawarin mereka untuk membaca Policy Brief 31/PB/2016. Pusat Studi
Kependudukan dan kabijakan Universitas gajah Mada, Policy Brief 31/PB/2016, para
mahasiswa tingkat terakir, atau yang lagi tertekan ini dari berbagai cabag ilmu, bekerja berkelompok satu
team disatu wilayah supaya bisa berdiskusi antar mereka. Itung itung ini kesempatan untuk kaderisasi bangsa – bukan pemborosan tidak aka ada yang
berprasangka buruk kemudian, percayalah.
Mengerti dan meng-implementasikan Policy Brief ini, di
sasaran masyarakat tertinggal sebagai
inti dari pembentukan elite pembelajaran, agar
menggerakkan partisipasi
dari latent stakeholder untuk
menjadikan wilayahnya lebih baik besama
seluruh masyarakatnya .Penggerak Pembelajaran
(tentu saja mahasiswa yang masih idealis
bukan yang sudah vested interest oriented dari organisasi exstra universitas,
atau bukan yang phragmatic cari ceperan) diberi honor untuk hidup, cukup supaya
mandiri, tidak jadi piaraan elite capture yang feodalis kampong dan puak, pasti
corrupt. Menorpedo project pengangkatan
masyarakat miskin ini.
Mereka tidak di design jadi PNS, tapi sementara menbentuk elite pembelajaran untuk bernegara. Bukan pengekor Definitive stakeholder karbitan lokal yang pasti menkorupsi project ini. Sampai project 560 triliun ini mengakar di latent stakeholder setempat dimana dia ditugaskan.
Bila dia
berhasil. Maka Negara akan mencalonkan dia sebagai wakil rakyat di DPRD Kabupaten atau Propinsi dimana dia
ditempatkan. Silahkan jadi definitive stake holder sampai tingkat Nasional
dengan permulaan karya yang nyata, dia kerjakan sendiri.
Semoga pembaca artikel ini tergerak dan berteriak awas ada
maling akan mncul dari kotak Pendora. Wong yang “hanya” 2,6 triliun bancakan
yang 40% dari 5,9 triliun, project e KTP sebesar
ini saja , sudah memporak perandakan DPR RI. Menelanjangi partai partai, apa mata
mereka tidak jadi hijau, dasar !!! *)
0 comments:
Posting Komentar