Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 17 Mei 2017

AWAS, MIGRASI ELITE CAPTURE DAERAH TERTINGGAL KE iBU KOTA

AWAS PEMBENTUKAN  ELITE CAPTURE DARI DAERAH TERTINGGAL BERMIGRASI  KE IBUKOTA REPUBLIK INI.

 Pembentukan elite captue dari daerah tertinggal  akan mebanjiri  Ibu Kota Republik ini bila kita tidak wapada.

Saya jadi bergidik, membaca berita dari situs  ditjenpdp.kemendesa.go.id/news/read/170205/41-rp560-triliun-untuk-pembanguna-desa-tertinggal.  Pokok isinya pemerintah mengalokasikan dana sebesar 560 triliun rupiah untuk pembangunan  wilayah sampai desa yang tertinggal di 34 Propinsi Negeri ini.

Lho, mestinya ya ikut senang, meskipun saya tinggal di kota nomer dua terbesar di Indonesia.  Tapi kalok melihat situasi disekitar  saya dari metropolitan kedua ini,  saya sangat khawatir. Bagaimana tidak, setelah reformasi dari rezim yang berkuasa mutlak, mengatur Negara dengan kekuasaan solid tidak terkotak kotak oleh kepentingan  selain kepentingan kekuasaan sang Diktator dengan alatnya yang sangat represif.  Telah terjadi euphoria dikalangan  umum, sang diktator, memilih bentuk tatanan yang dekat dengan tatanan militer yaitu tatanan feodal yang terselubung dengan piranti demokrasi, dilandasi rasa feodal. Tahun 1993 bubar. Karena problim keuangan yang parah dan sistemik, ditinggal oleh team ekonomi andalannya:  Berkely mafia..

Lha sampai dikampung saya, setelah reformasi yang ber-euphoria  ya kaum yang bewatak feodal, tapi tidak kebagian tempat di lingkup lingkaran terluar dari Orde sang Jendral – meskipun sudah pensiun  golongan empat tetap saja orang kecil PNS Kantoran, masih terkenang nikmatnya feodal atasan mereka yang diranah politik.

Di tingkat RT/RW mereka dan saya sendiri,  si gurem orde baru yang terpapar lama selama dinas aktip, dari lingkungannya,  tertular feodalisme sewaktu dinas sebagai PNS, masih mencari kesempatan ber-euphoria, menunggangi gelombang  kebebasan  etiket feodal.  menjadi Pak RT pak RW menjadi elite capture di tingkat masyarakat paling bawah, nampaknya sudah  bikin mereka puas. Mereka semua dari  desa tertinggal,  Pak Hari tetangga jauh saya pasti ketawa mmbaca artikel ini.

Paling sedikit bila warganya yang merenovasi rumah, atau Kantor apa saja, para memborong akan meletakkan bahan bangunan pasir batu pondasi dan nenyetel   betoneyser  dipinggir jalan yang sempit,  beserta bongkaran yang ditumpuk belum terangkut keluar kompleks, mau hajatan  tanpa menyewa gedung yang mahal tentu memberikan  “pengertian” pada pak RT. Atau Pak RW, Menjadi itu saja sudah mengerahkan segenap kelicikan dan kelicinan seorang ex kader P4.  Lah yang ini di  ribuan daerah tertinggal dari 34 Propinsi dengan dana total 560 triliun rupiah, jauh lebih  menggiurkan dari sekedar RT dan RW,  akan jadi apa desa dan kacamatan tertingal itu ? Pokok  pondasinya mesti  bangunan masyarakat  yang sudah mereka hafal, yaitu feodalisme dan setara dengan rangkayo, tuan guru, habib,  daeng, karaeng.  umbu, mamik  anak agung , pak raden, endang,  elang,  datuk, ratu, sutan,  ditingkat kampong guna menampung setiap program pengangkatan  si tertinggal dan miskin, menyikat borongan apa saja, tentu saja sudah dengan cukong yang diluar sistim jadi penyedia dana modal  awal, sudah nyanggong  dari dulu.   Si feodal puak dan kampong yang sudah merebut posisi definitive stakeholder dengan segala daya dengan sebagian besar nilai yang dialokasikan, akan meningkat jadi tokoh elite capture hingga perwakilan nasional, memenuhi yang sudah sesak dengan elite capture yang sudah bercokol disana, lantas Negara ini akan jadi apa ? Punya Fahri Hamsah  satu saja sudah merepotkan apalagi akan ditambah bentukan baru dari 34 Propinsi dengan dana yang sangat menggiurkan ?

Silahkan baca sendiri dari penelitian  Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan. Universitas Gajah Mada – setelah dicari di box google  kata kunci  “Mengikis Elite Capture dalam Community development”.  Pembelajaran dari bhumi seribu nyiur melambai    oleh Setiadi, Sulistyo, Sonyoruri Satiti, Agus Yulianto. Muncul preamble dari judul diatas.  Sebenarnya sudah saya copy paste artikel penting itu di blog ini, tapi hasilnya  kurang rapi, di judul artkel  “MEMGAPA SAYA MERASA HARUS IKUT MENGIKIS HABIS FEODALISME DALAM MASYARAKAT KITA”  tapi hasilnya kurang rapi karena asli nya dari pdf adobe , jadi sebaiknya pembaca buka  dari sumbernya sendiri: Muncul judul diatas bila box “Policy Brief 31/PB/2016” click disitu, muncul artikel selengkapnya.

Supaya sama enaknya silahkan baca sendiri artikel penting itu, karena kita sudah bosan ngeri. diricuki elite capture dari feodal puak dan kampong, yang nangkring di Pengendalian  dan Pengadilan Negara ini.

Maka anda akan teriak bersama saya  Awas, hati hati dengan anggaran 560 triliun rupiah ini, duit segini akan mampu membuka kotak Pandora yang Buesaaar sekali.

Maka dengan ini diusulkan dengan hormat dan sangat: Jangan percaya  dengan bekas komponen Orba, yang masih ningkring disemua elite capture semua tingkat organisasi masyarakat, baik dari partai,  himpunan,  front perjuangan, majlis,  persatuan, gerakan yang mengatas namakan rakyat miskin. Untuk menjadi counterpart dari pemakaian dana 560 triliun rupiah ini, percayalah mereka semua elite capture ditingkat definitive stakeholder  muncul dari kotak Pandora. Akan membanjiri Ibu Kota RI.

Tawarkan saja kepada mahasisiwa mana saja, jurusan apa saja yang di semester ke 11 - 12 atau dibawahnya yang mau berhenti kuliah karena kekurangan dana, atau sedang bikin skripsi, tawarin mereka untuk membaca Policy Brief 31/PB/2016. Pusat Studi Kependudukan dan kabijakan Universitas gajah Mada, Policy Brief 31/PB/2016, para mahasiswa tingkat terakir, atau yang lagi tertekan ini dari berbagai cabag ilmu, bekerja berkelompok satu team disatu wilayah supaya bisa berdiskusi antar mereka. Itung itung ini  kesempatan untuk kaderisasi bangsa – bukan pemborosan tidak aka ada yang berprasangka buruk kemudian, percayalah.

Mengerti dan meng-implementasikan Policy Brief  ini, di sasaran masyarakat tertinggal  sebagai inti dari pembentukan elite pembelajaran, agar  menggerakkan  partisipasi dari  latent stakeholder untuk menjadikan wilayahnya  lebih baik besama seluruh masyarakatnya  .Penggerak Pembelajaran  (tentu saja mahasiswa yang masih idealis bukan yang sudah vested interest oriented dari organisasi exstra universitas, atau bukan yang phragmatic cari ceperan) diberi honor untuk hidup, cukup supaya mandiri, tidak jadi piaraan elite capture yang feodalis kampong dan puak, pasti corrupt. Menorpedo project  pengangkatan masyarakat miskin ini.

Mereka tidak di design jadi PNS, tapi sementara menbentuk elite pembelajaran  untuk  bernegara.  Bukan pengekor Definitive stakeholder karbitan  lokal yang pasti menkorupsi project ini. Sampai project 560 triliun ini mengakar di latent stakeholder setempat dimana dia ditugaskan.

Bila dia berhasil. Maka Negara akan mencalonkan dia sebagai wakil rakyat di DPRD  Kabupaten atau Propinsi dimana dia ditempatkan. Silahkan jadi definitive stake holder sampai tingkat Nasional dengan permulaan karya yang nyata, dia kerjakan sendiri.
Semoga pembaca artikel ini tergerak dan berteriak awas ada maling akan mncul dari kotak Pendora. Wong yang “hanya” 2,6 triliun bancakan yang 40%  dari 5,9 triliun, project e KTP sebesar ini saja , sudah memporak perandakan DPR RI. Menelanjangi partai partai, apa mata mereka tidak jadi hijau, dasar  !!! *)



 

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More