BUDI
DAYA BUAH ANGGUR ( Vitis vinifera L) –
artikrel daur ulang, mengantisipasi embung embung di NTT, yang akan dibangun
Sebenarnya
banyak lokasi yang pernah jadi pusat penanaman Anggur (Vitis vinifera L )
di tanah air kita ini, bukan sekedar menanam tapi menghasilkan buah meja
yang bermutu juga. Cuma bedanya satu daerah lebih lama bertahan dari daerah
lain.
Satu daerah
kurang bertahan membudidayakan buah ini karena dari semula ada bagian
dari daya adaptasi budidaya Anggur yang diabaikan, mungkin juga
teknik budidaya masih belum komplit, sehingga peng-abaian ini merupakan satu
cacat serupa satu titik yang posisinya
di ujung kerucut, makin menjauh dari ujung kerucut makin menjadi problem
besar, sehingga pada satu saat merupakan kesulitan yang tidak teratasi. Atau
menjadi tanaman yang kurang bersaing dengan budidaya buah yang lain.
Familia Vitis
berasal dari wilayah beriklim sedang di sebelah utara khatulistiwa, yang harus
mempunyai iklim tegas, tegas beda saat basah dan saat kering. Saat basah
Familia Vitis segera berbunga dari kuncupnya menggunakan air hujan atau salju
yang mencair, saat buahnya masak diharapkan kering. Di musim hujanpun
diharapkan tidak terlalu terpengaruhi kelembaban relatip ynag tinggi, yang diharapkan tetap
rendah paling tinggi ya 70 % setelah hujan.
Jadi di tempat
Familia Vitis ini berasal dari wilayah yang hanya berbuah sekali dalam
setahun. Sehabis dipanen, umumnya musim berubah jadi kering dan dingin, tidak
cocok untuk hidup tumbuhan, selain berhibernasi.
Musim dingin
yang basah, atau musim basah yang melampaui saat buahnya masak 115 – 130 hari
setelah per-sarian, akan merusak buah dan merusak rasa dan aroma buah anggur.
Familia Vitis mempunyai lebih kurang 50 species, dari wilayah yang ada
diseputar belahan Utara khatulistiwa, Wilayah Asia Tengah, Seputar pantai Laut
Tengah dan anak benua India dan Amerika Utara.
Di India,
Negara Timur Tengah anggur ditanam untuk buah meja dan dikeringkan sebagai
kismis, kira-kira dari 10 % sisanya untuk diperas jadi minunan
beralkohol, di banyak Negara Europa, Afrika Selatan, Amerika Serikat dan
Australia, sebaliknya lebih dari 80 % panen buah anggur diperas diramu bermacam
macam varietas untuk aroma minuman anggur (wine), bahkan dari ini masih
disuling lagi menjadi minuman beralkohol kandungan alkoholnya lebih dari 30%
yang namanya cognac (baca konyak).
Anggur (Vitis
vinifera L) dibudidayakan oleh manusia di negeri negeri asalnya sudah lebih
dari 2500 tahun. Di bagian sub tropica dari Benua Asia yang iklimnya mendukung,
akan tetapi dalam upaya introduksi macam- macam tanaman sub tropis, anggur bisa
ditanam di daerah tropic mana saja, bisa bertahan lama asal mempunyai pola
iklim yang tegas berbeda antara musim basah dan musim kering, ternyata pola
iklim semacam ini orang malah belum mencoba, misalnya di Pulau Sabu NTT, dimana
penduduk sana sampai minum air tetesan akar pisang saba yang dipotong
pada musin kering panjang, bukan karena apa, hanya Tanah Air seluas ini
memang perlu dana penelitian pertanian yang kolosal, justru mencarikan
introduksi tanaman budidaya dari mana saja, tanaman budidaya dari daerah yang
iklimnya extrem, untuk pulau-pulau kita dari wilayah kering extreme dekat
Australia.
Sebagai
ilustrasi, viticulture di India tropic bagian selatan di Bengalore sangat
berhasil dengan menyesuaikan waktu dan jumlah pemangkasan saja, pola
iklim di sana hampir sama dengan di sementara wilayah Indonesia yang musim
keringnya panjang.
Bila
disesuaikan dengan di sekitar Singaraja-Bali, maka mesti dipanen, misalny
pada bulan September, waktu pemasakan buahnya dapat dukungan dari pola iklim
sana. Cara di India wilayah bengalore, dedaunan dibiarkan ada, dilindungi
dengan pestisida hanya sebulan setengah sesudah panen, baru dipangkas
berat, inilah yang dinamakan “foundation pruning atau back prunning”
tanaman dipangkas ditinggalkan hanya satu tunas pengganti, setelah panen
daun-daunnya dibiarkan dan dipelihara untuk memulihkan vigor tanaman, bila
cabang baru ada bunganya di potes semua, sampai satu setengah bulan. Beda
dengan di Bali Utara, sesudah panen trus dipangkas, adapun batang segera
bertunas dan berbunga ya tetap di lakukan pemangkasan, lumayan, buah yang masak
bulan Februari – Maret akan sangat asam dan berasa rumput, tapi lumayan buat
tambah ongkos pemeliharaan membeli fungicida. Ada atau tidak ada buahnya
dedaunannya selama musim basah harus tetap dilindungi makin ketat dengan
fungisida yang tidak murah. Jadi ya dipangkas saja, meskipun tunasnya berbuah
jelek. Sedangakan bila tidak segera dipangkas dedaunan tanpa buah juga harus
dilindungi dari cendawan dimusim basah itu.
Tunas-tunas
yang keluar dari satu satunya tunas pengganti ditinggalkan empat sampai enam
pada pangkasan bulan Mei, sampai buahnya masak bulan September. Inilah yang
ditunggu panennya, bulan September, dengan sistem ini di sana panen buah
sampai 30 000 sampai 40 000 pon (Lbs) itu biasa. Memang di India Selatan
(Heyderabad, Bengalore) ada 4 bulan kering sekali tapi untuk kebun anggur
diberi pengairan cukup. Pemupukan dengan pupuk kandang dan pupuk buatan
ukuran sini sudah pupuk berat- (sumber Google, “Indian Council of
Agriculture New Delhi India” oleh R K Bammi dan. G S Randhawa),
keduanya bergelar Doktor.
Di
India total area anggur buah ada 199 000 acre, hanya 1,1 % dari kebun anggur
Dunia, sedang Anggur yang tahan cendawan (anthracknose dan downy mildew)
di India adalah cultivar dari V.labrusca yaitu “Bengalore blue”, konon di India
tidak ada hama Pheloksera, jadi Anggur cukup di stek. Terbiasa dinilai panennya
diatas akarnya sendiri.
Anggur
pertama kali di-introduksi secara luas di Indonesia, di sekitar Pusat
Percontohan dan Penelitian anggur di daerah Probolinggo, yang merupakan
lahan penelitian anggur dari Penelititan Hortikultura di Malang,
kemudian, meluas pindah ke daerah Situbondo, dan Batu/Malang, rupanya tidak ada
perkembangan yang memberi harapan di wilayah itu.
Tiba
tiba saja, sepuluhan tahun yang lalu berkembang di sekitar Singaraja wilayah
pantai Utara Pulau Bali, rupanya cultivar “Probolinggo Biru” sebagai pengganti
tanaman Jeruk cultivar “Siem” yang punah kena serangan virus CVPD (citrus
virus phloem defficiency) sindrom, paling kurang di lima Kecamatan punah.
Pekebun
jeruk yang telah kehilangan jeruknya ini, terkesima oleh kecepatan tumbuh
tanaman Anggur, dalam tempo delapan bulan sudah mampu merambat sampai di kawat
yang direntang setinggi 2 meter dan siap bercabang yang mengandung tandan
tandan buah. Seratus duapuluh hari kemudian buah ini siap dipanen karena sudah
masak.
Bila
stek anggur ini ditanam bulan Oktober- November permulaan musin hujan, delapan
bulan kemudian, maka tepat pada bulan Mei – Juni tanaman baru ini siap berbuah,
dan masak empat bulan kemudian berarti bulan Agustus September puncaknya musim
kering, buah anggur ini masak, dan rasanya enak, manis, renyah,
berair, kurang unsur seratnya.
Sesudah
dipanen, bulan September - Oktober, mulai problem, bila daun daunnya yang masih
berfungsi kejatuhan hujan bulan oktober November, maka harus dilindungi dari
segala penyakit cendawan, karena memang rentan terhadap segala penyakit
cendawan.
Lha,
petaninya berfikir, buahnya sudah habis, dari pohon yang masih berdaun ini tdak
akan berbuah lagi bila tidak digundulli daunnya dan dipangkas untuk mendapatkan
cabang baru, atau daun-daun itu selama kehujanan di musim hujan harus tetep
berkala dilindungi, sebab bila tidak, dia mesti kena serangan cendawan dan
sangat melemahkan pohon Anggur sendiri.
Akhirnya
pangkasan dan rompesan (penggundulan daun) pada bulan Mei Juni gagal karena
pohonnya sudah lemah, sebaliknya bila dilindungi dengan fungisida dan
insectisida, tidak ada buahnya. Maka diputuskan segera sesudah panen bulan
September Oktober – terus dipangkas dan dirompes, jadi bulan Okteber -
November keluar cabang baru yang mengandung tandan bunga, andaikata harus
dilindungi dengan fungisida dan insectisida selama musim hujan November-
Desember- Januari - Pebruari -Maret -April, masih ada harapan panen Anggur
lagi, untuk ongkos perlindungan tanaman.
Satu
hal yang dikorbankan adalah kualitas buah jadi asam dan texture nya mirip
jelly, kadang buah ini harganya jatuh sampai ndak laku. Juga waktu tengah musim
hujan ada banyak buah favorit lain seperti Mangga, Rambutan, Durian masih
banyak. Bila sekitar Singaraja budidaya anggur masih kurang cocok karena kurang
panjang masa keringnya, ya coba dibudidayakan di Pulau Sabu misalnya, karena di
NTT musin keringnya lebih panjang dan lebih menggigit. Bahkan konon untuk minum
saja di puncak musin kering, penduduk menampung air yang menetes dari akar pohon
Pisang Saba yang dipotong, sore ditampung dengan gelas pagi sudah tertampung
air hampir satu gelas.
Ya
itu salah satu gunanya penelitian untuk tanaman yang di-introduksi, antara lain
untuk memberi sumber baru ekonomi rakyat yang menderita karena wilayahnya
extreme, budidaya biasa tidak banyak hasilnya. Misalnya introduksi tanaman dan
teknologi dari India dan diteliti pengetrapannya hingga detail.
Sayangnya
yang mendiami wilayah itu adalah miskin oleh alam, makanya perlu masyarakat
untuk dibantu Pemerintah. Untuk seluruh Negeri yang banyak wilayah extreme
iklimnya, dan memerlukan biaya yang kolosal, termasuk pembuatan waduk-waduk
untuk pengairan. untuk mengembangkannya, rupanya Pemerintah Pusat dan Daerah
sama-sama menunggu investor, sebangsa Nyonya Hartati Murdaya Poo yang bila
wilayah itu masih mengandung bahan tambang gampang ngusir penduduknya, jadi,
memudahkan open pit mining,
yang bekas galiannya dijadikan waduk, tanah kebunnya dikuasai Hak Guna
Usaha untuk satu Pulau, masak kalah sama Bupati Buol ? penguasanya Murdaya
Poo masih ndak malu muncul di TV saat ini th. 2017 ! (*)
(Oleh
: Ir. Subagyo, M.Sc, alumnus Magister Agriculture University Drushba Norodov-
Universitas Patricia Lumumba-Moskow, Russia, angkatan tahun 1965)
0 comments:
Posting Komentar