Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 15 Mei 2017

TATAKELOLA IMPORT BAWANG PUTIHt

TATAKELOLA IMPORT  BAWANG PUTIH ( Alium sativa L)

Pemerintah akan menyelaraskan tatakelola  import bawang putih dengan petani bawang putih Indonesia, dengan menggunakan kebijakannya  sesuai  usul  mereka.

Apabila ditinjau dari  sisi budi daya bawang putih di Indonesia, sebagian besar wilayah yang dipergunakan untuk bawang  putih adalah lereng gunung dengan ketinggian diatas 2000 meter diatas permukaan laut,  cocok di lereng timur atau tenggara gunung karena kelembaban relatipnya  biasanya lebih rendah dari lereng barat.   Sejak berkembangya industry agrokimia sesudah Perang Dunia II, bawang putih menjadi vaforite dari pemodal besar, karena sangat memerlukan fungisida dan pupuk buatan  dalam jumlah besar, sedang panen nya hanya kelipatan 15 – 17 dari bibit yang ditanam,  sangat langka hingga mencapai 20 kali lipat bibit umbi yang ditanam. Area yang dipilih sekitar Batu/Malang, Pacet Nojokerto, lereng utara gunung Wlirang dan sekitar dataran tinggi Sumatra Utara

 Hanya sedikit di Sarangan (lereng timur G. lawu) dan Penebel (Utara Tabanan Bali) nasih ditanam oleh petani tradisional untuk keperluan pasar local saja, karena verietas local ini tidak bisa bersaing –meskipun aromanya sangat baik tapi  umbinya sangak kecil, nyaris sebesar biji semangka, kelipatan bibit menjadi panen juga kecil saja, daya tahan terhadap cendawan cukup, makanya petani trdisional juga masih menanamnya.

Kesimpulannya  introduksi budidaya bawang putih (Alium sativa L) mempunyai kendala  penyesuaian  dengan lingkungan tropis basah masih sangat besar, sangat intensive modal, jadi merupakan  usaha “petani kaya” yang dengan mudah menjadi  importer sekaligus distributor komoditas yang dibutuhkan rakyat banyak. Sedang kontribusinya  dari bertani terhadap kebutuhan bawang putih masih sangat sedikit.

Dari sisi  pedagagan gampag sekali golongan “Petani bawang putih” ini jadi penentu harga dan stock komoditas ini, demi kauntungan a’la kartel.

Sebaliknya Alium sativa L ini merupakan  tumbuhan yang teradaptasi dengan iklim sabana sub tropis,  disana dengan mudah hidup meliar. Jadi  budidaya dan seleksinya di daerah subtropis pinggiran padang  rumput/ padang pasir, sangat mudah dengan berhasil membudidayakan tanaman bawang putih, misalnya sebagian besar lahan pertanian di China. Masih disebalik-nya, bangsa China menggunakan tapioca ( tepung singkong/ tepung aci)  hampir disetiap resep masakan mereka seperti kita menggunakan bawang putih disetiap resep masakan kita.

Apakah Pemerintah dan  Petani singkong yang seharusnya membicarakan bagaimana melipat gandakan sampai puluhan kali produksi yang sekarang untuk mengimbangi ketergantungan kita dengan bawang putih produk andalan China ? . Di pulau Jawa singkong memang bukan pilihan untuk memperluas tanaman bududaya ini, karena sangat banyak menyerap hara tanah dan secara potensial mempercepat erosi lereng karena panennya harus menggali tanah hingga mudah longsor. Makanya di  Perkebunan Kopi dan Karet dilarang menanam singkong sebagai pengisi lahan sebelum tanaman pokok Hak Guna Usaha  yang diberikan pemerintah, menghasilkan.

Yang dimaksudkan petani singkong itu adalah petani di lahan gambut yang sangat potensial  bagi tanaman budidaya singkong, disana mampu menghasilkan leih dari  70 ton/ha singkong.

Sebagai budidaya , pelu dirotasi dengan budidaya tanaman lain  Disamping kemampuannya untuk menjadi tanaman pengisi sebelum dikembangkan tanaman pokonya berbuah, misalnya kelapa sawit. 

Atau bahan makana ternak kering seperti  Crotolaria jungcea, Mucuna sp, turi ( Sesbania grandiflor L) atau   bangsa tanaman  Leguminaceae/berbiji polong yang lain   yang tahan terhadap tanah yang asam,  hijauannya dapat dikeringkan dibuat tepung makanan ternak sumber protein ?

Dengan merekalah  ketergantungan kepada import bawang putih harus dibicarakan, sebab mereka sangat memerlukan dorongan modal dari Pemerintah,  mencari untung dengan perluasan dan pengolahan produk baru untuk peternakan yang sangat dibutuhkan di negeri ini seperti di NTT – Disamping lagi, untuk membayar bawang putih yang kita butuhkan membuka perwakilan dagang disana, menjual lisensi HGU di lahan gambut kita, yang harus dijaga jangan sampai terbakar ?  

Hanya pemerintah dalam hal ini imaginasi dari menteri pertanian sendiri-yang bisa mengupayakan kombinasi ini. Bukan   “petani” bawang putih , yang hanya bisa mengkombinasikan  dengan  kartel keuntungannya saja, karena masih lama kita mempunyai kultivar sendiri bawang putih, untuk lahan tropik  basah meskipun tetap di dataran tinggi*)


 

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More