Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Kamis, 04 Oktober 2018

AKU JADI PWENGAJAR KEWIRWSWASTAAN DI PT PERTANIAN SWASTA

AKU SEBAGAI PENGAJAR KEWIRA SWASTAAN

Jangan tertawa dulu, aku sebagai pangajar Universitas Swasta di kota Surabaya, kejatuhan pulung, dItunjuk untuk mengajar Kewiraswastaan di tahun 1980 han. Kebetulan Dosen pengajarnya untuk semester itu lagi sibuk. Karena yang lain sesama mengajar demi pengabdian kepada Golkar, pada ogah dengan alasan yang tepat, mereka bukan Ekonomist dan mereka bukan Psikiater. Mereka tentu memandang saya lebih berpengalaman karena menurut pandangan mereka saya biasa berhubungan dengan Pedagang, mulai tingkat Agen Nasional sampai tingkat Agen penjualan di Propinsi, dan Retailer di Pertokoan dan Pasar Pasar – di sentra sentra usaha pertanian, kebanyakan mereka spesialis menjual hanya satu macam barang yaitu Pestisida – kemikalia pengendali hama ( artinya mematikan hama terutama  bangsa serangga, bangsa tungau dan Trips, obat tikus – semua itu ya racun bagi manusia) dan penyakit tanaman, bangsa cendawan, saya Dosen Favorit. Sebab saya bolehkan mahasiswa tanya dan menyela karena tidak mengerti waktu saya bicara soal Pertanian, saya memang hafal dan bicara  mengenai apa yang harus saya sampaikan kepada mereka mengenai subyek kuliah yang saya bawakan – ya budi daya Kopi, sebagai wakil dari budidaya buah buahan tahunan, Ya buddaya Kapas wakil dari budidaya industry, ya Kedelai  karena ndak ada yang mau mengajar ini dari praktek petani dan buku buku – maksudnya sang Dekan Fakultas ini bubudidaya Pertanian, diberikan oleh beberapa dosen yang biasa menangani – dosen dari Dinas Peranian kala itu mendat jatah mengajar padi, polowijo dan Bimas, Azas Penyuluhan, ada mata kuliah yang namanya Ekonomi Pembangunan, dipegang oleh Dekannya sendiri, Pegawai Teras di Propinsi entah bahan kuliahnya apa saya cuek. Mestinya itu programnya dia sebagai PNS tingkat Propinisi jadi bahannya tinggal baca saja, mahasiswa tidak dilayani menyela apalagi tanya.
Sebagai pembukaan saya kemukakan bahwa wiraswasta apa saja dimanan saja zaman apa saja harus sadar “mencintai uang”. Dalam bahasa Jawa “gandrung pada uang” semua sudah paham arti makna kata “gadrung” ini – kurang lebih ya mabok, tergila gila pada uang. Tidak seorangpun yang tanya. Sesudah itu saya jelaskan pengertian “kerugian ekonomi” bukan kerugian uang atau kehormatan, atau waktu. Artinya bila sebulan dia berpotensi mendapat uang lima juta rupiah, padahal total uang yang didapat dari upaya wiraswasta hanya 2,5 juta rupiah, atau kurang dari 150 ribu per hari, dia saban bulan rugi 2,5 juta, yaitu selisih potensi dan kenyataan.
 Jadi sebagai mahasiswa mereka harus rajin menyelidiki berapa kira kira gaji sarjana pertanian rata rata, yang bekerja dimanapun, bila dia jadi calon pegawai negeri berapa tahun dia terima gaji sementa dan gaji tetapnya yang akan menentukan take home pay – nya berapa ?
Dengan catatan tahu beda mengenai income kotor dan income bersih. Semua fasilitas yang bisa dia pergunakan secara resmi bisa dihargai sebagai income. Termasuk pendapatan mmenerima ceperan yang kebal hukum, yang sangat popular sampai sekarang adalah gratifikasi dalam bentuk apapun. Kuliah mulai riuh waktu dibicarakan mengenai cara membagi tips diantara para pelaku pelayanan di Hotel Hotel – Pengambilan laundry dilakukan pelaku lain dari penghantar pakaian yang sudah rapi deseterika. Kena apa – supaya tips- bisa diterima oleh membawa baju kotor dan pembawa baju yang sudah bersih. Diambil dan dihantar dengan perhitungan sang tamunya pasti ada di kamar, lagi mau pergi keluar, dalam tingkat upah dari jasa. dianggap lebih berharga dinamakan retainer, bila tidak termasuk hitungan dalam upah namanya gratifikasi.
Gratifikasi yang diberi tariff dan dipaksakan, namanya pemerasan secara halus,sepeti yang lagi ngetren sekarang dikalangan eksekutip dan legislatip DPRD/DPD RI.
Semua penerima upah harus mengerti skala harga jasa masing masing. contohnya anggauta DPR RI yang menentukan take home pay-nya sendiri, berapa dia harus menerima – secara jujur itulah plavon take home pay sesudah dipotong  pajak ( kita ndak tahu anggauta DPR Ri bayar pajak peghasilan dan pajak penerimaan dan jasa apa enggak ?) – yang di paling bawah adalah UMR  (upah minimum regional) , atau upah ukang bangunan ( sekarang September 2018 mungkin rp 150 ribu per hari tanpa pajak, mereka jarang sebulan penuh bekeja, rata rata 20 % saja bila lagi sepi kayak bulan ini.
Secara jujur rumit kan ?. Perusahaan swasta milik keturunan China, sebesar apapun, jarang yang menyertakan berita potongan pajak penghasilan bersama gaji/upah. Perusaan asing lain, ada kebiasaan menyertakan stroke pajak penghasilan menyertai gajinya. Pajak harus secara sadar dibayar oleh siapapun yang menerima nafkah dari satu wilayah Negara. kan ya enak jadi wiraswasta, UKM.  Belum diuber pajak. Cuma dainjurkan ikut BPJS seluruh keluarganya, sebab sakit itu sangat mahal, alternatipnya mati.
Gambaran keadaan tahun 2018 bulan Oktober.
Ternyata msyarakat cukup mengerti membayar upah seperti yang diterima tukang batu,  nafkah “stake holder” terselip diantara harga makanan dan minuman yang dijajakan. Trend waktu sekarang, semua semua sama didasarkan upah minimum regional, sarjana antau bukan.
Jam kerja selama mungkin, sudah lima puuh tahun lebih, 56 jam sehari, outsorchsing, kontrak, bila dikantor, harus menatap komputer 8 jam sehari. Datang kerja diabsen pake sidik jari lewat computer terlambat lima menit didenda potong gaji. Jalan raya macet setiap jam brangkat dari rumah dan keluar dari tempat kerja.  Artinya tidak pernah melihat matahari. Berangkat kerja subuh pulang lepas magrib.   Cari makan sulit, pungli korupsi merajalela. Berarti anggaran belanja Negara susut dijalan banyak. Kapital harus untung, investasi harus dengan ROI minima 25 persen, tekanan yang sangat berat bagi usaha dan terutama dipikul  sektor tenaga kerjanyanya, diperas dan diterror oleh para Penjelia dan manager sebab mereka butuh makan.
Jadi ya cobalah ber-wiraswasta.
Karena falsafah hidup mayoritas senior kita terutama orang Jawa, selalu menekankan pada anak anaknya, bahwa ortu kita tidak membekali kita dengan modal pertama, tapi dengan pandidikan saja – yang pasti selembar izasah. Ini yang tedak klop dengan sistim kapitalis sekarang, yang sudah mepunyai batas upah minimum regional. Titik. Tidak disebut kondsiri kerja dan jam kerja – semua dasarnya outsirchsing dan kontrak. Upaya sebesar yang dicantumkan dalam aturan upah minimum regional.

Sederhananya umpama  dalam sebungkus nasi dengan lauknya, yang dijajakan di warung warung, seharusnya sudah termasuk harga jasa didalamnya. Sebenarnya jangan kuwatir, dari nasi bungkus yang harganya 7500 rupiah, diwarung dijajakan dengan Rp 10 000 per bungkus, pasar sudah menerima. Warung yang buka lebih dari 10 jam/ hari, mengambil untung bersih 2500 per bungkus. Si produsen, artinya penyedia nasi bungkus terima kira kira  2000 -2500 per bungkus. Bila masak dengan ismillahirakhmanirrakhim, munyak gorengnya sering diganti, bumbu masak dan pengawet sngat dihindari, bila tidak ya ngawur dan jorok, Alhamdulillah pembeli masih menandai karena lain dilidah.
Pembagian nafkah:
-Belanjaan dari pasar tradisional, mengambil untung antara 10 sampai 20 % dari pasar induk, jadi dari satu nasi bungkus seharga 7500 pasar sayur rradiasional mengambil untung 1500 rupiah.
-Warung mengambil keuntungan 2500 rupiah. Hrga jual 7500/bungkus.
-Produsen nasi bungkus dapat 3500 - 3750 rupiah, tergantung berapa irit dia mengelola dapurnya tanpa mengurangi rasa.
Pembagiannua : tukang sayur/ayam/telur 1500,- jadi sehari tukang sayur harus menjual sayur setara dengan 100 lauk nasi bungkus, terdiri dari 50 telur, 50 iket kecil kangkung, 6 lonjoran tempe/ tahu, sartu potong normal ajam dijadikan dua potong atau tiga potong. Langganan satu tukang sayur masih bisa melayani belanja ini. dapur rumahan RSS pasti kuwalahan. Supaya mendapat nafkah seperti tukang batu.
Tukang masak nasi bungkus harus mampu memproduksi 150 000 : 3750 = 40 nasi bungkus, supaya sama dengan nafkahnya tukang batu sehari.
Warung harus menjual 150000 : 2500 =60 dagangan  setara dengan nasi bungkus, supaya setaqra dengan nafkah tukang batu, tapi kan dagangan warungnya banyak – yang paling menguntungkan adalah kopi, teh dan minuman yang lain bisa 60 -70 %, kue kue dengan untung lebih kecil dan nasi bungkus, adalah pelengkap.
Kewiraswastaan mengajarkan:
Tukang sayur harus mengambil dagangan sebisa mungkin langsung dari produsen, atau pedagang besar di pasar induk – menjual lebih murah dengan volume – sudah dilaksanakan pasti – dengan tambahan kerja mengemas kembali untuk mengambil untung dari penampilan baru yang lebih menarik dan awet segar. Super market lebih bisa mengerjakan ini.
Produsen nasi bungkus harus mencari warung warung baru supaya produksinya per hari bisa mencapai target minimum 40 bungkus/hari- lebih 10 %, sebab pasti ada bungkus yang kembali tanpa menghasikan penjualan. Manyiapkan nasi bungkus lebih awal, supaya sempat dibeli untuk “brunch” makan pagi dan makan siang bareng, artinya seawal mungkin, dan menjaga kualitas terutama kulitas beras dan rasa nasi supaya exstra enak, dan masak nasi supaya tidak cepat basi, ketularan maskan telur, sambal atau sayur yang mengandung santan.
Warung harus meningkatkan “ image” warungnya, sehigga pegunjung tidak keberatan beli nasi bungkus yang sama dengan harga 10000 per bungkus. Di Rumah sakit, nasi bungkus kesualitas ini dihargai 12000 per bungkus. Mungkin untuk warung, supaya mendapat nafkah sama dengan tukang batu, sepertiga dari penyerapan 60 bungkus per hari sudah memadai – mungkin dengan buka lebih lama dan menuntut supplier bisa melayani waktu makan siang dan makan malam, bila mungkin makan pagi.

Gampang kok, jadi wiraswasta itu. yang penting mulailah dengan idealism kompak seluruh keluarga, semangat niat yang tinggi melayani sesama hamba Allah sebaik baiknya, keuntungan akan menyertainya. Bila kepincut pada makanan, ya cobalah sambil berdo’a Bismillahirakhmanirakhim tak henti henti mencari outlet atau lokasi baru, atau mendirikan restoran/warung atau restoran sendiri, sementara ini growth penjualan masih bisa menanjak, dengan urbanisasi penduduk itu sendiri, dan Penjual tenaga  bertambah banyak dengan modal izasah dari pedesaan. Mengadakan inovasi, melayani trend kesukaan dan gengsi public, pekerja kerah putih yang terbengkalai, tidak mampu bayar makan siang 20 000 rp. keatas, sekali makan *)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More