Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Sabtu, 30 Juli 2011

Biography Kapitalisme Amerika Serikat, dan Perkembangan Pola Pikir yang Menyertainya


Judul di atas dan kaitannya dengan existensi  Bangsa Indonesia:

Tingkat pengenalan bangsa ini terhadap Ekonomi ,dan politik Amerika Serikat sepanjang waktu.

Berangkat dari kesadaran betapa besar pengaruh tata hidup Amerika Serikat dan pola pikir dari sana terhadap Bangsa kita dalam perjalanan mengisi Kemerdekaan Negeri ini, maka ada baiknya kita mengingat kembali Perilaku Entitas istimewa yang satu ini, berkembang  saling melilit dengan Bangsa di Republik Nyiur Melambai, konon Negeri kita ini.
Ternyata Amerika Serikat dikenal oleh kawula Hindia Belanda van voorde Oorlog di jaman Penjajahan, oleh Oma dan Opa kita  Mamie dan Pappie kita hanya dari Film Hollywood mulai dari film bisu  sampai yang technicolor,  dari Rudolf Valentino pujaan para pemirsa wanita, Greta Garbo, Charlie Chaplin sampai ke Mickey Mouse dan  produk mobil  dan lemari es yang semua adalah wah pada jaman itu, (kita sudah kenal Marilyn Monroe, kain CP drill, kaca mata Rayban dan nylon stokings dari jaman penjajahan Belanda).
Sampai Perang Dunia I,  th. 1914 -1917 Amerika Serikat masih bersikap sebagai Isolasionis, terhadap percaturan “Dunia” yang waktu itu adalah Europa dan Jajahannya.

Barulah setelah Pearl Harbour pangkalan Armada Pacific Amerika Serikat diserang habis-habisan secara culas oleh Dai Nippon pada 7 Desember 1941, dan pada bulan Pebruari th 1940, dan kapal Penumpang mewah Lucitania ditenggelamkan oleh kapal selam Nazi Jerman, Amerika serikat membuka politik Isolasionismenya. Inipun belum menyentuh emosi Pribumi  Negeri ini yang masih terjajah oleh Belanda.
Perang Dunia II  pecah, tahun 1940 Hindia Belanda diduduki  Balatentara Dai Nippon – zaman Penulis, menapaki masa anak anak, mendapatkan Dum-a-i ( Jawatan Propaganda Nippon)  meneriaki  musuh musuhnya Amerika dan Inggris,  yang kita harus ikuti, Amerika harus diseterika dan Inggris harus dilinggis. Bung Karno dipanggil oleh Panglima Mandala Dai Nippon di Asia Tenggara ke Saigon, mungkin diminta menenangkan Rakyat yang panennya dirampas untuk bekal perang, penduduknya telanjang tanpa pakaian, karena ndak ada kapas tidak ada mesin pintal dan tenun. Policy Colonial tidak mengadakan itu.
Asia Tenggara ditinggal begitu saja oleh penjajah Eropa dalam bilangan minggu. Rakyat jajahan tidak diajak ngomong apapun, jangankan berpamitan, semua kaum Eropa cabut begitu saja ketakutan akan serangan Jepang.
Amerika Serikat di medan pertempuran sendirian, juga tidak mengajak omong apa-apa dengan Pemimpin Pribumi Indonesia, karena tidak diperkenalkan oleh Tuan Penjajah lama Sinyo Belanda yang ngacir begitu saja. Kecuali di Bataan, Jendral McArthur, berjanji akan kembali, janji heroik dari Jendral Negara Pecinta Demokrasi dan Kemerdekaan ini pun Rakyat di Negeri Jajahan Asia Tenggara tidak mendengar, apalagi mengerti  maksudnya.

Kemudian  Presiden AS,  Jendral Dwight Eisenhower dan Perdana Menteri Inggris Sir Winston Churchill  nyaris menista para Pemimpin Revolusi dan Proklamator Republik Indonesia sebagai "Komprador Jepang", menurut saya kok bisa-bisanya Amerika menista Bung Karno, ? kan mereka sendiri bangsa Eropa yang ngacir terbirit-birit dari Indonesia akibat serbuan Jepang.

Tahun 1945 Dai Nippon Taikoku keok oleh bom nuclear Amerika Serikat.
Sontak Bangsa Indonesia merdeka, dengan Proklamasi kemerdekaannya yang didukung oleh seluruh rakyat Indonesia dimotori oleh kaum Revolusioner, jangan lupa juga ada Tan Malaka yang Komunis. Di sisi lain terdapat  Dr. Sam Ratulangi yang mempercayai rust en orde dan ya juga ada Sultan Hamengku Buwono X  yang dihormati oleh Kerajaan Belanda sendiri dan segenap Pemuda.

Belanda  yang tadinya ngacir, melihat Amerika sudah mengalahkan Jepang, kemudian para Simyo Belanda ini dengan pongahnya mendarat di Jakarta, Surabaya  dan kota besar lain dengan senjata pemberian Inggris dan  ditemani tentara Inggris dengan beberapa skuadron tempur pesawat Spitfire. Kedatangan NICA Belanda di elu-elukan oleh kaum Komprador Kolonialisme NICA– sedangkan Amerika Serikat kala itu jauh di mata jauh dihati- , meskipun seluruh umat manusia di Dunia memuja dan memuji karena McArthur Jendral  Amerika tidak ingkar janji nun di Bataan Phillipina, dia kembali, untuk apa, Rakyat Indonesia juga tidak mengerti.
Yang jelas Seluruh bangsa Indonesia tidak ingin Belanda kembali.
Tentera Kerajaan Belanda melakukan agresi  -  ada Westerling yang Yahudi di Sulawesi dengan gerakan menteror rakyat,  membunuh tanpa sebab - genocide puluhan ribu korban, menyapu ratusan, ribuan Desa, hampir seluruh Negeri diduduki  Tentera Kerajaan Belanda: bule, hitam  dan sawomatang   – tapi juga ada Ktut Tantri Puteri Amerika asli – seorang Wartawati mengumandangkan tuntutan Ibu Pertiwi ke seluruh Dunia.
Akhirnya Amerika Serikat memfasilitasi perundingan di Kapal Perangnya, USS Renville.

Pesan Sponsor: Wahai Bangsa yang ingin merdeka, aku restui,  asal faham Komunis jangan dikasih hati, sebab faham ini adalah faham musuh utama Amerika Serikat yaitu Blok Negara-Negara  dengan idiologi Sosialisme. 
Memang kemudian telah terjadi terror genocides oleh bangsa sendiri duakali  1948 dan th 1965, lebih kurang 4 juta korban, Tan Malaka, Mr. Amir Syarifudin dan kawan-kawannya.
Sejak kontak pertama dengan Politisi Amerika Serikat di USS Renville, banyak Politisi  Penguasa, Manggala Tentara, yang menamakan diri Inteligensia dan Pemuka Agama terpukau oleh petunjuk dan fatwa kaum Politisi Amerika  Serikat, Adhikuasa sejagad raya : 
Demokrasi dalam membuat Undang-Undang dan Penyelengaraan Negara, Kebebasan Individu berkarya mengejar keuntungan,  Privatisasi Usaha/ Pemerintah  tidak campur tangan di Dunia Usaha  dan pembagian rezeki antara penduduk warga atau bukan warga Republik ini ndak usah diatur Negara,  semua harus bersedia untuk melawan Komunisme yang anti Tuhan, begitulah credo yang ditelan.
Bahkan sewaktu ada pertemuan antara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dengan Presiden Sukarno, John Foster Dulles menandaskan bahwa dalam pertentangan antara Blok Negara- negara yang mengikuti faham Kapitalisme yang dipimpin oeh Amerika Serikat dengan Negara –negara yang mengikuti faham Sosialisme, semua Negara harus memilih fihak, memilih netral dalam hal ini,  adalah sikap immoral.
Menteri Luar Negeri yang sekarang, dari Kabinet Presiden Barrack Obama, Nyonya Hillary Clinton waktu berkunjung ke Jakarta tahun 2009 lalu, menyatakan bahwa Indonesia akan  mendapat dukungan Amerika Serikat asal konsekuen melakukan reformasi dengan menyerahkan perkembangan ekonomi kepada Private Enterprises (swastanisasi semua sektor ekonomi), menjamin tidak membatasi/ menasionalisasi hak milik Individu dan Corporations,  meratifikasi undang undang mendukung Perdagangan Pasar Bebas, Menjamin stabilitas moneter sekuat tenaga.

Memang menurut para Pedagang, apabila nilai rupiah ditentukan oleh Institusi Keuangan Negara agak kikuk bagi peredaran barang export dan import, apabila Rupiah dinilai terlalu tinggi terhadap US Dollar barang dari Indonesia tidak cukup mendapat uang Rupiah untuk kulakan (modal pembelian), bila Rupiah terlalu rendah dinilai dari US Dollar, barang dari Indonesia akan memotong harga barang serupa di Negara Pengimport, seperti harga dumping.
Apabila nilai tukar ditetapan oleh Negara, konsekuensinya harus selalu  ada uang U$ Dollar di kantong Pemerintah (di zaman Orde Baru Suharto selalu di-back up U$ Dollar dari hutang/pinjaman – ditukar dengan segala konsesi pengerukan kekayaan wilayah dan kepatuhan terhadap petunjuk AS).
     Toh sudah terlalu banyak, kemudian  Amerika Serikat sebagai “Pemakai” dan “Penjual” barang dan jasa terbesar di Dunia berkeras untuk menentukan nilai dollarnya dengan mata uang Negara lain.
Adapun setiap Negara mempunyai cadangan U$ Dollar dari hasil Export produces mereka, itu tidak menjadi soal dalam menentukan nilai tukar uangnya terhadap U$ Dollar, toh nantinya juga akan dibelanjakan dengan jasa dan barang dengan harga U$  Dollar juga.
Tentu saja cadangan devisa dengan U$ Dollar akan menstabilkan nilai tukar uang local karena bisa selalu memenuhi kebutuhan untuk import.

Nilai tukar uang Negara itu  ditentukan oleh seberapa kuat Negara tersebut menggandakan Dollar yang ditanam di Negara itu artinya memberikan keuntungan dari setiap Dollar yang disuruh bekerja di Negara tersebut, dengan pengembalian modal yang cepat, ndak sampai sepuluh tahun, bahkan umumnya lima tahun saja.
Dengan keuntungan besar dari setiap U$ Dollar yang ditanam, akan menarik lebih banyak U$ Dollar lagi untuk dipekerjakan di Negeri itu, untuk itu  U$ Dollar perlu ditukar dulu dengan uang setempat sebagai tanda pembayaran yang syah, untuk operasional.
Jadi permintaan uang local naik, nilai tukarnya tehadap U$ Dollar meningkat, Negara tersebut punya cukup kekuatan untuk membeli barang modal/infra structure yang memang diproduksi di Amerika Serikat. Kan win-win solution ?
Bagaimana, dimana dan kapan nilai tukar tehadap U$ Dollar itu ditetapkan ?
Untuk itu diadakan Pasar Uang dan Modal/Saham, dimana setiap mata uang bisa ditetapkan setiap saat oleh mekanisme permintaan dan penawaran.
Dimana dan kapan U$ Dollar memburu Uang Setempat, disitu nilai tukar Uangnya tinggi.
Teorinya Negara itu bisa se kuat ekonominya dengan Amerika Serikat.
Teorinya kekayaan Masyarakat bisa  meningkatkan  kualitas hidup dan untuk membangun infra struktur yang bahan bakunya, teknologinya, bikinan Negara maju yang harganya wajar bila dinilai dengan uang “keras”itu.
Selanjutnya pembangunan  infra struktur ini menjadi pondasi masyarakat maju.
      Anehnya setiap U$ Dollar yang disuruh bekerja di satu Negara, keuntungan yang didapat tidak pernah bisa dihitung secara terbuka,  apalagi bila U$ Dollar itu bekerja untuk menghasilkan bahan mentah yang berupa bijih tambang, ada saja ongkos yang di mark up termasuk beaya business dan technology.
Jadi tipislah keberuntungan Negara yang ditanami U$ Dollar dalam pertambangan  “tidak nampak memberi keuntungan yang tinggi” Begitu pula harga saham dari Corporasi itu juga tidak menanjak tajam karena deviden nya juga sedang sedang saja, uang local tidak terangkat nilai tukarnya oleh keuntungan Corporasi  walau sebenarnya setiap U$ Dollar yang ditanam memberi keuntungan sangat besar, kecuali pemasukan Negara dari bagi hasil yang (bila ndak diplintir) bisa dirubah jadi barang modal dan infra struktur guna memudahkan Usaha – menjadi ekomoni beaya rendah, yang selanjutnya menarik penanaman U$ Dollar –selanjutnya karena harus ditukar dengan uang local, pemintaannya meningkat atau bertahan.

Begitulah kata para Pakar dari sana yang punya Pengikut yang kuat di Negeri selain Amerika Serikat  (Kaum Neo Liberalis) , untuk menilai berapa tukaran satu Dollar dengan uang setempat yang sudah dijaga nilai  tukarnya dengan kebutuhan pokok minimum regional oleh si Penanda Tangan di “lembar kertas” itu yang juga secara wanti wanti dari Gurunya, artinya tidak mencetak uang tersebut secara serampangan, agar nilai tukar di  Pasar  didalam Negeri seimbang dengan jumlah  jasa  dan barang setempat. 
Jadi  nilai tukar uang Negara tersebut diperhitungkan seperti ini.

Biasanya Corporasi raksasa yang bersangkutan dengan penanaman modal Dollar tidak perlu pamer berapa keuntungan dari satu dollarnya yang dia suruh kerja di Negara itu – jadi nilai uang lokal  terhadap  U$ Dollar ya sekedar buat hidup itu saja, tanpa bisa membeayai pembangunan infra structure.
Toh bahan tambang itu hanya berupa bebatuan tidak ada yang butuh di pasar konsumen umum, jadi “permintaan” dan  “penawarannya” dipasar sangat terkendali ditangan Corporations saja.
Dalam Pasar Modal dan Uang – mata uang Negara yang ketempatan U$ Dollar Corporasi raksasa tidak terdongkrak, karena sang Corporations Raksasa tidak perlu membagi devident yang menarik, meskipun nilai keamanan sahamnya termasuk Blue Chip, walhasil, misalnya, bila rupiah  mau ditukar U$ Dollar nilainya  tidak tinggi.

Celakanya nilai U$ Dollar sendiri, sering tidak disesuaikan dengan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tapi bisa sangat berubah-ubah sesuai dengan gerakan U$ Dollar itu sendiri 
Apabila banyak “tanaman” U$ Dollar yang memberi keuntungan bagus, uang beredar jadi banyak dan lancar, apabila keuntungan yang diberikan sedikit uang U$ Dollar meskipun  dinegerinya sendiri menjadi  malas bekerja, tidur saja dikasur empuk yang artinya digunakan untuk membeli Perusahaan yag bangkrut atau Harta mereka yang bangkrut yang tentu saja dijual murah, jadi  meskipun tidak “bekerja” U$ Dollar ini sudah mendatangkan “keuntungan” bagi Kapitalis- atau melancong ke wilayah lain, bergabung dengan saudaranya yang namanya “Petro Dollar” yang ndak pernah pulang.
Yang dibutuhkan mungkin untuk  para penjaja “mindring” (kredit bunga tinggi) diseluruh Dunia, atau mencuci U$ Dollar liar yang ndak pernah pulang, dengan diberikan sebagai hutang jangka panjang yang sambil dicicil dari hasil keringat Rakyat Negara Penerima, jadi bersih dan pulang – menambah jumlah yang sudah ada.
Itupun masih ditambah dengan Jumlah “Kertas yang ditanda tangani” yang dengan alasannya sendiri jadi semakin banyak, ditawar-tawarkan ke segenap penjuru Dunia.
Ini namanya penyediaan uang secara Inflatoir dilebihkan demi kelancaran pembayaran.
Termasuk U$ Dollar saat ini. Seberapa terinflasi dia,  nilai tukarnya ditetapkan oleh Pasar, dengan criteria yang sama, seberapa uang local dimaui oleh U$ Dollar, karena disitu setiap U$ Dollar yang bekerja (terinflasi atau tidak) mampu menghasikan keuntungan berapa, bila keuntungan merosot, nilai tukarnya terhadap U$ Dollar terinflasi pun tetap saja rendah, ini berarti walaupun nilai duitnya turun, setiap pemegang U$ Dollar tidak perlu merogoh kantongnya lebih dalam untuk mendapatkan secangkir kopi. Penghasil biji kopi tidak mampu ladi beli shampoo, tapi sabun saja – mungkin malah air rendaman arang miang padi, ndak usah beli.
Jadinya uang local jadi ganjal inflasi U$ Dollar.

Rupiah adalah hasil  keringat rakyat kita, tabungan hari tua setiap warga kita yang tekun bekerja di kala mudanya, dibiarkan “dinilai” dipasar Uang dan Modal  - dengan satu kritria saja, seberapa satu U$ Dollar bisa memberikan keuntungan. Sedangkan yang dinamakan keuntugan itu adalah devident dari saham perusahaan yang modalnya semula ya U$ Dollar, disini tidak ada keterbukaan keuntungan, tapi keluhan dan kolusi.
U$ Dollar adalah pangeja-wantahan dari Kapitalisme AS.
Perilaku Kapitalisme Amerika Serikat bisa di tandai dari sejarahnya.
Misalnya hantu Resesi,  yaitu mandegnya segala kegiatan Ekonomi dalam waktu yang singkat, nyaris medadak yang telah datang berkali kali, yang terhebat dikenang sepanjang zaman terjadi pada tahun 1929, juga mengguncang Perekonomian Dunia, terutama wilayah yang hubungan ekonominya erat dengan U$ Dollar.
Apa ndak ada yang kepingin tahu sejarahnya Kapitalisme Amerika Serikat ? (*)
 (bersambung ke tulisan saya berikutnya tentang Sejarah Kapitalisme Amerika Serikat).

   















0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More