Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Sabtu, 23 Juli 2011

PENGARUH IKLIM TERHADAP WATAK DAN POLAH TINGKA LAKU MANUSIA

Posisi satu wilayah di muka bumi  sangat menentukan keadaan iklim di tempat itu.

Selanjutnya pola iklim sangat berpengaruh terhadap seluruh kehidupan di wilayah itu, menyebabkan  keaneka-ragaman hayati satu wilayah iklim berbeda dengan wilayah iklim yang lain.

Manusia, makhluk berakal secara fisik mampu bertahan hidup dalam suasana iklim yang sangat beragam dibantu oleh alat-alat yang diciptakannya, kebiasaan hidup yang  khusus untuk bertahan yang ditemukan selama beradaptasi dalam waktu begitu panjang, dan setiap jaringan tubuhnya juga berhasil beradaptasi dengan lingkungkannya.

Tentu saja bila secara fisik terjadi adaptasi yang dengan jelas nampak, maka adaptasi secara  jiwa atau mentalitas bahkan temperamen yang tidak kurang pentingnya, adaptasi yang ini juga terjadi untuk bertahan dan menyesuaikan diri dengan iklim wilayahnya, dan yang ini sangat perlu pengamatan yang lebih khusus.

Dalam kehidupan modern, di mana masyarakat manusia yang dulunya merupadakan produk adaptasi dari wilayah-wilayah dengan iklim dan kondisi setempat, harus berbaur menjadi masyarakat majemuk tanpa menciptakan ketegangan dan salah pengertian, maka berlatih berfikir analitis merunut pola judul artikel ini bisa menjadi antidote yang baik.

Bayangkan,  watak dan perilaku  apa  yang dibentuk oleh padang pasir

Terhadap manusia yang telah beradaptasi di sana:

Satu masyarakat manusia yang telah mampu untuk berkembang di iklim gurun yang sangat kekurangan air, oleh curah hujan yang sedikit, ratusan mm saja (dibawah duaratus  milimeter) setiap tahun yang jatuh dalan satu dua bulan dari satu tahun, selebihnya langit bersih tidak ada mendung, jangankan mendung, awan pun tidak, lagipula terletak di zona tropic, temperature udara disiang hari mencapai 42 -45 derajat C, telur bisa matang di penggorengan yang sekedar dijemur. Alam memperkenalkan dirinya di situ serba intens, sinar yang berpendar keras dan bayangan yang gelap,  warna-warna yang menyolok atau tanpa nama tergantung intensitas sinar matahari, angin yang panas, dan  oasis yang sangat menjanjikan.

Keterbatasan daya dukung satu oasis tentu menjadi pokok perhatian para penghuni gurun pasir, meskipun setiap jengkal tanah oasis menghasilkan biji-bijian, buah buahan, dan rerumputan, yang tumbuh dengan sangat bagus, mungkin faktor isolasi yang  menghalangi hama dan penyakit, tanaman berkembang, sedangkan mineral yang terlarut dalam air sumber di tengah-tengah padang pasir dan sinar Matahari yang berlimpah, membuat sumber hidup yang melimpah, menjadikan tanaman yang telah beradaptasi dengan iklim gurun sangat sehat dan bernas. Mungkin kondisi di mana kontras segala gejala alam yang drastic hamparan kosong, lengkung langit, kadang diam dan kesunyian yang luar biasa  yang melingkupi dan mendominasi segalanya. Kondisi ini membuat orang merasa sangat kecil terhadap alam. Sedangkan pemberian-Nya yaitu oasis dan isinya sangat berharga setara dengan hidup mereka sendiri.

Menjadikan orang takut kehilangaan itu semua dalam sekejap tertimbun badai pasir, atau dirampas puak lain, sebab hampir tidak mungkin membuat benteng disekitar oasis, dan tidak ada benteng yang tidak bisa diruntuhkan bila ada sesuatu yang sangat berharga didalamnya yang diincar orang.

Dalam kondisi ini “pertahanan yang paling handal adalah menyerang”.

Pembagian kerja di antara anggauta puak, menurut kekuatan fisik dan gender menjadi keharusan demi efisiensi.

Wanita bukan saja angauta puak, bukan saja pasangan yang harus ada dalam kelangsungan kehidupan, tetapi juga tenaga kerja yang handal untuk menghasilkan makanan dan minuman,  menenun tenda dan permadani, menjaga ternak dan pengawetan persediaan makanan, mengolah kulit dan wool, jadi juga “hadiah Allah yang paling berharga seperti mahkota” (Ulasan Ahmaddinejad waktu berbicara dengan Khofifah Indar Parawansa  dalam acara TV waktu berkunjung di Jakarta), ulasan penulis “jadi jangan sampai diincar oleh orang lain atau menjadi malas, jadi emas, perak, batu mulia, diberikan kepada wanita-wanita suatu rumah tangga supaya bersemangat,  dari itu jangan sampai mereka lolos atau kabur dibawa orang.”

Sebab di kondisi padang pasir, wanita yang tidak berharta dan tidak cantik, malah pemalas dan tidak trampil akan membebani micro ekonomi oasis, untuk mendapatkan wanita-wanita berkualitas ini adalah pendidikan mulai dini, yaitu dikawinkan muda untuk dididik berfungsi seperti yang diharapkan, bukan di rumah tangga ibunya, karena kemungkinan besar akan dimanja.

Masyarakat gurun pasir yang tinggal terpencar-pencar di oasis-oasis besar kecil didominasi oleh kaum lelaki yang kuat, namun organisasi  yang besar untuk menegakkan hukum sulit dibentuk tanpa motivasi yang sangat kuat, (riwayat peperangan menegakkan Islam bisa mnunjukkan hal ini).  Hukum antara kaum lelaki yang kuat ini ditegakkan dengan kekuatan persekutuan dan kesamaan clan/garis keturunan, materinya sederhana Hukum qisas, pembalasan setimpal satu mata dengan satu mata, satu gigi dengan satu gigi, hutang nyawa dibayar dengan nyawa. Untuk membuat efek jera, tentu saja bagi pencuri kambuhan ya, potong tangan.

 

Ada wilayah di zona tropic yang beriklim gurun karena hujan yang sedikit, tetapi merupakan lembah sungai besar, seperti sungai Nile, sungai Euphrate dan sungai Tigris. Lembah sungai Nile merupakan padang pasir rendah dan rata yang secara berkala direndam banjir kemudian air banjir surut, dan padang pasir menjadi lahan pertanian. Lembah Mesopotamia diantara dua sungai besar Euphrate dan Tigris malah sering menjadi rawa. Kedua lokasi ini sebenarnya adalah super oasis, luas, subur (karena endapan lumpur), dan sinar matahari yang berlimpah, tanaman yang beradaptasi di gurun semua seperti dirumahnya sendiri, tanaman tropis basah banyak yang mampu beradaptasi disana seperti pisang (Musa paradisiaca L) mangga (Manggifera indica L) karena kekeringan gurun pasir bisa diredam oleh adanya lembah yang basah dari sungai sungai besar ini, tapi kelembaban relatif toh tidak cukup tinggi bagi kelapa (Cocos nucifera L)

Jelas daya dukung untuk kehidupan masyarakat manusia dikedua super oasis ini secara kuantitative maupun secara kualitative jauh lebih tinggi dari oasis yang bertebaran dengan jarak satu sama lain sangat jauh sekecil apapun sumber sumber air yang muncul di dekat permukaan padang pasir pasti digunakan  oleh tumbuh tumbuhan dan sejenak jadi padang rumput di wilayah gurun pasir.

Kemakmuran super oasis ini mampu mendukung lebih banyak manusia, lahirlah organisasi dan pembagian kerja antara anggauta masyarakat yang beraneka ragam dan menghasilkan barang barang alat maupun benda bermutu seni yang bernilai tinggi.

  Masyarakat mampu untuk mengorganisasi pembuatan benteng pertahanan, mengorganisasi  pasukan tentara yang kuat, yang dipersenjatai dengan penemuan penemuan baru tentang alat perang.

Dengan sebenarnya diwilayah semakmur Mesopotamia dan Mesir, masyarakat jadi  mampu mengorganisasi diri jadi lebih nyaman dengan memakai alat yang beraneka ragam, dan memperbudak mayarakat lain yang ditaklukkan. Akibatnya pembagian kerja bukan lagi menurut bakat alami kekuatan fisik dan gender, tapi lebih ke-kecenderungan masing masing individu.

Benteng, tentara dan organisasi pemerintahan yang efektif mampu melindungi masyarakat dari perampasan hak milik, termasuk hak milik yang diandaikan sebagai mahkota oleh Perdana Menteri  Ahmaddinejad.

Jadi di Mesopotamia dan Mesir para wanita tidak perlu di kotak diantara tembok dan memakai kain penutup seluruh tubuh, supaya tidak diincar oleh orang lain, seperti burqah, tapi penutup rambut penahan debu, dan penutup  kulit dari sinar matahari yang menyengat, itu saja, biarpun dia merupakan milik yang sangat berharga laksana mahkota, yang diperlakukan bukan sebagai  mahkota benda, tapi partner, masyarakat punya hukum yang ditaati dan kecondongan kepada jodoh masing- masing  dalam perkawinan juga dihormati keberadaannya, seperti dongeng Laila dan Meznun  yang dipentaskan orang Eropa dalam ballet dan opera.

Begitulah masyarakat berbudaya tinggi seperti di Mesir dan Mesopotamia.

Di Mesopotamia dan Mesir wanita tidak perlu dikawinkan sangat dini hanya demi mendapat pelatihan keras sejak dini untuk menjadi pekerja yang menentukan cukup apa tidaknya daya dukung oasis yang ditinggali –bagi puaknya. Juga bukan kekayaan yang bisa diincar orang untuk dirampas begitu saja, karena sebelum Islam pun di wilayah subur ini sudah ada kebudayaan yang tinggi, yang sudah mampu menegakkan hukum yang adil bagi setiap warganya.

Akan tetapi memang wilayah super oasis ini dikepung oleh wilayah padang pasir yang sangat luas, jadi interaksi dan pengaruh budaya gurun pasir tetaplah ada dan mengalami pasang surut sepanjang zaman.

 Ribuan kilometer dari wilayah gurun kearah timur ada anak benua India, Nusantara, dan Cina.

India dan Cina terletak dibelahan Utara khatulistiwa, hingga ke zona sub tropic.

Nusantara merupakan kepulauan di zona tropic dipengruhi angin muson yang membawa udara dingin dari daratan Asia kebenua Australia yang lagi panas bulan Oktober sampai April menyebabkan pengembunan udara panas dan lembab diatas kepulauan Nusantara, dan menyebabkan hujan, angin ini berbalik arah pada musim kemarau bulan April sampai Oktober. Penguapan air laut di sabuk tropis bisa terangkut oleh updraft angin hingga bisa menyebabkan pengembunan dan menjadi  hujan  setiap waktu. Tidak heran segala kehidupan dapat terdukung di wilayah ini, di darat kelembaban yang tinggi tidak cocok untuk hewan dari wilayah gurun seperti onta dan keledai,  juga binatang binatang lingkaran kutub seperti ikan paus, meskipun sering datang untuk kawin atau malahirkan anaknya.

Wilayah beriklim tropic basah merupakan lingkungan hidup masyrakat manusia dengan daya dukung sangat tinggi, dengan factor pembatas banyaknya parasite dan ektopasite, segala macam penyakit oleh pathogen dari virus, bacteri, cendawan sampai ectoparasit  dan endoparasit segala macam cacing yang sangat membatasi perkembangan manusia maupun hewan ternak. Di samping lokasi Nusantara yang langsung di atas “the ring of fire” yang sering menimbulan bencana alam yang akibatnya mengancam kehidupan manusia di areal yang sangat luas, seperti letusan gunung Tambora, gunung Kratatau.

Alam yang menyediakan makanan dengan sangat pemurah, beriklim yang sangat mendukung kehidupan, membuat masyarakat yang beradaptasi di wilayah ini sngat bebas, kurang sekali dominasi manusia satu terhadap manusia yang lain yang didasari senioritas dan gender, misalnya seorang junior sendiri atau berkelompok sudah bisa mandiri mencari makan sendiri di hutan dan dilaut, mungkin hanya makanan pokok saja sesekali para junior ikut makan. beriklim yang sangat mendukung kehidupan, membuat masyarakat yang beradaptasi di wilayah ini sngat bebas, kurang sekali dominasi manusia satu terhadap manusia yang lain yang didasari senioritas dan gender, misalnya seorang junior sendiri atau berkelompok sudah bisa mandiri mencari makan sendiri di hutan dan dilaut. Tempat berlindung cukup bagi siapapun yang sudah mampu memanjat pohon dan membuat semacam sarang di atas pohon yang  ditutupi dedaunan.

 Dominasi kaum lelaki tidak selalu dan tidak tegas karena ancaman yang paling menakutkan bukan ancaman fisik kelaparan dan kehausan melainkan ancaman penyakit, parasite malaria misalnya, parasit cacing, infeksi lewat luka, yang semua ancaman ini wanita lebih tekun dan terliti dalam memelihara si sakit. Di alam tropic basah langit luas jarang sangat terbuka, karena kanopi pepohonan yang lebat,  bahkan saat langit tak berawan ketajaman panas matahari kurang terasa hanya tekanan kelembaban yang sangat memerlukan adaptasi. Ancaman nocturnal predators pada malam hari  membuat kesan sangat mendalam pada masyarakat tropic basah, sehingga kegelapan dianggap mengandung ancaman bahaya serius. Hanya berburu dan berkelahi umunya dilakukan oleh lelaki dewasa maupun remaja lelaki. Perkembangan lebih lanjut dari masyarakat semacam ini adalah masyarkat tani yang terorganisasi baik, tidak ada perbedaan menyolok antar gender, dalam fungsi kehidupan masyarakat bahkan cenderung ke matriarchal.

          Ratusan ribu tahun, berjalan, Masyarakat Homo sapient berkembang masing masing sendiri sendiri  dari wilayah padang pasir di semenanjung Hejaz, dari wilayah super oasis di Mesotamia dan dari wilayah tropic basah di Nusantara.

          Baru ribuan tahun yang lalu perjalanan panjang lewat jalan sutera memotong Benua Asia dari Cina di Timur ke Punisia, dan kota pelabuhan lain dilaut Mediternea, dilakukan demi perdagangan. Mnusia dari berbagai wilayah iklim saat itu bisa berinteraksi.

           Mungkin perlu beberapa  abad sesudah 'jalan sutera'/silk road digunakan secara teratur, pelayaran dari Teluk Persia ke Cina di mulai oleh para pelaut dari Persia, tentu saya singgah di Nusantara, merunut pelayaran dari anak benua India ke Nusantara oleh para pelaut dari Gujarat dan dari teluk Benggali yang sudah dimulai sejak awal zaman besi.

           Baru seribu empat ratus tahun yang lalu Wahyu Allah disampaikan lewat Jibril kepada Muhammad  Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam berupa ajaran agama Islam, di kalangan suku Quraisy di Makkah kota oasis yang dikelilingi oleh padang pasir jazirah Hejaz yang sangat luas dengan sukubangsa Baduin yang mendiami seluruh oasis besar kecil di wilayah itu.

           Ajaran Islam yang menjunjung dua puluh lima Nabi Nabi agama samawi dari gurun dan tanah subur di pantai timur Mediteranea, dengan monoteisme, melanjutkan azasnya memberantas pemujaan berhala, baik yang dari benda mati patung  dewa dewa maupun yang hidup menjadi Despot sebangsa Fir’aun, pokoknya orang tidak hidup hanya dari roti.

          Ajaran Islam mematahkan kedengkian sesama keturunan Nabi Ibrahim, duabelas kabilah dari suku Yahudi, sudah itu berkembang dengan sangat pesat di kalangan masyarakat gurun pasir.

           Puluhan tahun sesudah Wahyu Illahi diturunkan,  Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam wafat,  dan puluhan tahun sesudah wafatnya Rasulullah SAW cucunda Rasulullah SAW dari Fatimah RA  Sayidina Husain dibantai di padang Karbala di wilayah Parsi oleh sebab pertentangan politik di kalangan umat Islam dari Makkah.

           Umat Islam di Parsi membentuk faksi Syi’ah, yang sangat menyesalkan pembantaian di padang Karbala.

          Faksi ini pekembang dikalangan bangsa Parsi,  di wilayah super oasis yang sudah berbudaya tinggi, yang tidak terlalu lekat dengan budaya padang pasir. 
Seribu seratus  tahun yang lalu ajaran agama Islam sampai di Pulau Jawa, dengan bukti satu nisan dari Fatimah binti Maimun, di Gresik Jawa Timur.

           Bertarikh ditera dalam tahun masehi pada tahun seribu seratus tigapuluhan, sezaman dengan Kerajaan Singhasari.

          Batu nisan bertarikh bukan kebiasaan dari budaya padang pasir Hejaz. Jadi Islam yang dipeluk oleh gadis Fatimah binti Maimun pad  abad ke kesebelas  di Gresik ini adalah ajaran dari ulama Islam dari Parsi  karena adanya  jejak langkah ulama dari Parsi berurutan sesudah itu di daerah Gresik.

          Kekuatan ekonomi dan politik baru di daerah Gresik sudah dirasakan oleh Kerajaan Majapahit karena Gresik adalah wilayah Majapahit, sejak delapan ratus sampai tujuh ratus tahun yang lalu, dengan berangsur angsur berdiri Kesunanan Giri Kedaton, dengan dukungan kekuatan ekonomi dari hasil persawahan daerah rawa  gosong lumpur endapan muara Bengawan Solo yang mendapat aliran air tawar juga dari cabang kali Lamong yang hulunya di pegunungan Kendeng lembah memanjang di antara deretan pegunungan kapur. Ribuan hectare rawa di Manyar (dataran rawa utara Gresik, Jawa Timur) ini adalah miniature lembah Mesopotamia, dengan teknologi pembuatan saluran dan pintu air, rawa gosong lumpur ini dapat dijadikan sawah pasang surut. Kelebihan sawah tambak ini adalah transportasi hasil sawah gabah atau beras dapat diangkut dengan mudah dan cepat dengan perahu datar lewat kanal dan pintu air.

          Dagangan beras dari rawa/sawah tambak di Manyar jauh lebih mudah mencapai kota pelabuhan dari beras wilayah pedalaman,

          Kelebihan ini membuat para pedagang berkerumun di pelabuah Gresik, apalagi yang sudan memeluk agama Islam, langsung menjadi pendukung Ulama Agama Islam dan berbagai Ilmu Pengetahuan yang bersumber dari kebudayaan Mesopatamia yang tentu saja telah lama berinteraksi dengan kebudayaan Mesir dan Helenisme.

          Sawah berpengairan berundak teknologi Hindu di ketinggian dari muka laut antara 500 m – 200 m, yang merupakan tulang punggung produksi beras untuk  Kerajaan Hindu, dengan Brahmana yang menjadi Sedahan Agung dalam sistim Subak yang sampai sekarang masih bertahan di Bali. Sistim persawahan berundak, lebih mudah dibuat dengan lereng agak curam karena aliran sungai masih kecil, mudah di bendung, dan mudah mencetak petak petak sawah yang tidak terlalu lebar namun bisa memanjang nurut contour lereng. Sistim ini jauh lebih produktip dari sistin padi huma, namun ribuan tahun sesudah itu volume perdagangan beras jauh lebih besar dan kesulitan transportasi darat masih sangat besar.

Majapahit sebagai kerajaan besar tidak mengandalkan beras sebagai tulang punggung ekonomi, tapi  rempah rempah, awetan ikan yang exotic ( bekasam ikan) dan hasil hutan yang tidak terlalu massif seperti damar, rotan, jelutung, kayu cendana dan kayu jati yang didapat dari monopoly perdagangan hasil  wilayah  dari seluruh Nusantara.

          Jadi keberhasilan ulama Islam mencetak sawah tambak yang dipelajari dari kebudayaan Mesopotamia, akan meruntuhkan ekonomi Majapahit setelah cukup modal dan tenaga untuk mencetak persawahan dari rawa besar di daerah Demak Bintoro,

         Hingga mencapai puluhan ribu hectare.  Sehingga salah satu anak Pangeran yang menjadi murid dari ulama Parsi ini dijuluki oleh penduduk awam di Demak sebagai Sunan Kalijaga, sebab siang malam meneliti dan mengukur ketinggian muka air di saluran saluran yang digali malang melintang di rawa rawa daerah Demak, meniru sistin sawah di Mesopotamia.

         Wilayah ini unique, karena beberapa sungai besar dari lereng gunung Merapi, Merbabu, dan gunung Telomoyo, juga lereng utara pegunungan Kendeng seperti sungai Jragung, Tuntang, Bengawan Sore, kali Boyoromo, aliran sungai sungai ini terhalang oleh lereng selatan gunung Muria yang mepet ke pantai utara wilayah Demak- Kudus, akibatnya diketinggian puluhan meter dari muka laut terbentuk rawa rawa dangkal yang sangat luas, dengan outlet sungai Welahan yang tidak terlalu besar lewat kaki gunung Muria hingga ke Jepara.

          Kerajaan Islam Demak Bintoro didampingi oleh Majelis para Ulama yang pakar Agama Islam, Teknologi, dan Budaya, hasil pendidikan dari kasunanan  Giri Kedaton, yang belajar dari Ulama Parsi, tahu benar bahwa tidak mudah melakukan syi’ar Islam di Nusantara, apalagi di pulau Jawa yang telah memeluk agama Hindu dan Budha beabad-abad, dan tidak ada ketegangan  antar Kasta oleh mudahnya orang mendapatkan makanan.

           Celah-celah yang bisa digunakan adalah aturan Hinduisme yang sangat melarang kaum waysia dan sudra untuk belajar membaca dan menulis bahasa kitab Weda. Bila di India kaum Brahmana dan kaum Ksatria bisa menindas kasta di bawahnya Waisya dan Sudra apalagi kaum Pariah dengan ketergantungan kepada pangan yang hanya bisa didapat dari lahan pertanian milik kasta tinggi, maka di pulau Jawa masa itu masih mudah bagi kaum kasta bawah untuk minggat ke lahan baru dan mencetak sawah baru bila terlalu ditindas, sehingga kaum Ksatria dan kaum Brahmana memberikan toleransi kasta bawah untuk menjadi Pemangku upacara upacara yang tidak begitu penting, cerita Syiwaratrikalpa adalah legenda yang khusus dibuat di Nusantara, mengenai seorang pencuri yang dinaikkan ke Swargaloka gara gara sewaktu si maling memanjat pagar batu rumah orang kaya dia memanjat pohon dan menjatuhkan setangkai pucuk pohon secara tidak sengaja tepat di atas lingga-yoni pada tengah malam saat tertentu untuk pemujaan Batara Syiwa. Di Bali Rakyat yang beragama Hindu, memperingatiya dengan upacara Siwaratrikalpa.

          Maka para ulama dari Parsi ini memberi pelajaran membaca dan menulis huruf Arab dengan tambahan pelajaran aritmatika, menjumlah lajur, perkalian dan pembagian,  perhitungan luas dan isi, maka anak waysia dan anak sudra yang pedagang langsung berbondong bondong masuk pendidikan Islam di sekitar Ngampel Denta dan Giri, karena angka Arab jauh lebih praktis dari angka Hindu dengan huruf Palawa.

          Bagi kaum Brahmana dan kaun Ksatria, falsafah Islam yang dikemukakan adalah pengakuan kepada Hukum karmapala yang tanpa ampun, akan tetapi dalam Islam masih  diberi kesempatan untuk mendapat pengampunan bila bertaubat. Kesalahan kepada Allah mohon ampun kepada Allah dan bertaubat, kesalahan kepada manusia minta ampun kepada manusia dan bertaubat. Allah Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Sedangkan umat Islam berikrar selama hidupnya apapun perbuatannya  dimulai dengan kalimat ikrar Atas mana Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih.

          Malahan para Sadhu dari Hindu, dengan mudah menjatuhkan ancaman dengan kutukan yang pasti terlaksana karena kekuatan bathinnya begitulah ajaran Hinduisme.

Islam melawan sihir dan tenaga syaithan dengan kalimah dari ayat Wahyu Illahi  khusus yang mampu mendayagunakan Malaikat dengan pertolongan Allah, sehingga kaum Sadhu yang tekun pertapa dan mempunyai kekuatan bathin yang hebat tidak berdaya. Call sign malaikat ini dajarkan oleh para Waliullah dari Parsi ynag dijarkan secara sngat tertutup ( mungkin di pundok pondi salaf -berarti tradisionak Isamnya para Wali) sebagai peflector cekung mengembalikan magic hitam secara terkonsentrasi dan terfokus sedang sebutannya adalah  "pangiloning jiwa".

          Para Ulama dari Parsi telah berpengalaman menghadapi Kaum Pendeta Majusi dari Parsi, menghadapi kaum Sadhu dan kaum Brahmana dari Dataran tinggi Pamir, menghadapi kaum Budha, dengan Ilmu makrifat dan tasawuf untuk mencari titik temu.

           Maka setelah duaratus tahun seluruh pulau Jawa memeluk Agama Islam, tanpa perlawanan yang  berarti dari Hinduisme yang sudah dipeluk selama ribuan tahun. Tentu saja perilaku dan watak yang telah dibentuk oleh lingkungan iklim, yang jelas jelas dari lingkungan gurun pasir yang keras tidak ditekankan untuk mengganti perilaku umat Islam dari iklim tropic basah, misalnya jaman Majlis para Wali  Sanga di Demak aurat wanita cukup ditutup dengan jilbab atau penutup rambut diatas kepala saja, mngenakan kain batik atau sarung dan kebaya, sedangkan wanita yang bekerja di sawah ya terpaksa menjingsingkan kaki selutut, bukan dituntut untuk memakai burqah, wanita masih bebas melakukan kegiatan diluar rumah, gadis gadis masih boleh saling bertemu dengan kekasihnya, tidak ada kawin paksa dalam usia muda sekali, anak gadis masih dipiara oleh ibunya dengan kasih sayang, bukan dipiara oleh mertua perempuan untuk dilatih kerja keras saja,  Kerajaan Islam Demak Bintoro konon tidak pernah memotong tangan pencuri kambuhan, ada hukuman cara lain untuk membuat mereka sadar.

          Lantas  seratus tigapuluh tahun yang lalu dibuka terusan Suez,

          Pelayaran dari Hindia Belanda ke Eropa dengan muatan penuh komoditas hasil penjajahan, ratusan kapal uap saban tahun melewati laut Merah dan terusan Suez, balik ke Hindia Belanda kosong, maka di iming iminglah para Beduin, para pedagang Arab  dari Jazirah Hejaz lewat pelabuhan Jeddah untuk ikut menumpang kapal KPM ke Hindia Belanda, mengadu untung memperbaiki nasib dengan ongkos tentu saja. Maka berbondong bondong kaum Arab ini ke Hindia Belanda, hingga pemerintah Hindia Belanda memerlukan memberi lokasi kampung khusus untuk orang Arab yang kegiatan utamanya adalah berdagang dengan kaum pribumi, bukan jadi Ustadz karena pengetahuan Agama mereka ya pas-pasan saja, tentu saja fasih bahasa Arab yang ternyata bahasa pasaran. Sedangkan Al Qur’an dalam bahasa Arab tinggi.

           Seratus tahun kemudian, saat ini kaum ini banyak yang menjadi kaya, lalu menjadi penyiar Agama Islam yang sayangnya masih terkungkung pada tatacara dan watak yang dibentuk oleh iklim gurun pasir,  mereka berfikir selain Arab yang terpateri mati dengan watak dan pola tingkah laku yang dicetak oleh iklim padang pasir adalah murtad atau ingkar.  Pembedaan dan pemisahan gender oleh dominasi jantan, pemakaian burqah, penundukan a’la Feodal. Dalam falsafah memposisikan manusia sangat rendah di hadapan Alam, sekecil manusia Beduin di padang pasir melihat lingkup langit, sehingga menterjemahkan ikrar “Bismillah hirakman nirrakhim” menjadi “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih”

          Menambahkan kata “menyebut” yang sebenarnya tidak ada dalam terjemahan (transliterasi) langsung Bahasa Arab.

          Melupakan bahwa Allah telah mengukuhkan mengangkat derajad manusia menjadi Khalifah Allah di Bumi, telah tercantum di Wahyu Illahi  Al Baqarah ayat 30  yang oleh karena itu manusia harus berani berikrar bahwa hidupnya hanya “Atas nama Allah jang Maha Pemurah dan Maha Pengasih”

          Dan tugasnya menjadi “rakhmatan lil alamin” kebaikan untuk seluruh alam.

         Mufti dan Sultan Sayidina dari kaum Quraisi Wahabiah takut bila umat Islam menyadari bahwa dirinya lebih dekat ke Allah dari urat lehernya sendiri dan berani mengatas namakan Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih untuk segala tindakannya, mereka akan kehilangan hegemoninya atas rakyat biasa. (*)

     

          

           

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More