Rokh dari Politik Internasional adalah kepentingan ekonomi.
Sejak sejarah umat manusia masih merunut alur batas wilayah Bumi dimana sekelompok penghuni wilayan ini menggantungkan hidupnya dari pangan dan papan didalam wilayah – wilayah itu, mereka mempertahankan wilayahnya secara mati-matian, Wilayah itu mereka sebut Negara sedangkan kelompok penduduknya yang berkepentingan mereka sebut Nasion/Bangsa.
Sejak itu Orang Bijak menemukan dalil: “ Jangan biarkan tetanggamu kuat”
Sejak itu pula tidak ada lawan yang permanen dan tidak ada sekutu yang permanen – yang tetap adalah kepentingan kepentingan masing masing saat itu, terutama kepentingan ekonomi.
Nasion –nasion yang sudah kuat dan besar di Dunia Lama, pada abad duapuluh secara mati matian berebut wilayah jajahan, dengan dua Perang Dunia yang dahsyat. Negara yang sudah kuat dan besar di Dunia Baru mensponsori revolusi revolusi dadakan yang dibuat oleh par calon Diktator – karena tahu bahwa amuk masal dan sentimen emosional sesaat dari Rakyat tidak bakal menyatukan mereka untuk tujuan lahirnya satu kekuatan Ekonomi yang terencana, terutama kesadaran akan vitalnya pembangunan infra struktur dinegara itu.
Setelah Perang Dunia ke dua ada Nasion Nasion baru muncul: “The new emerging forces” yang sangat dicemburui, kemudian dimusuhi oleh “The old estsblished forces” yang terdiri dari Nasion Nasion Dunia Lama dan Dunia Baru. Karena apa, sebab The new emerging Nations ini tetarik pada Sosialisme dimana seluruh kekuatan masyarakat dikerahkan untuk membangun Negara dimulai dengan pembentukan mental dan moral jihad demi kebangkitan Nasion – kenyataan yang sangat mengejutkan menunjukan bahwa ternyata dengan semangat sosisalisme rakyat bisa dikerahkan dan mau kerja keras membangun infra struktur, nyaris dengan tangan telanjang !
Ini yang membuat Negara Kaya, dengan mesin Kapitalisme yang sudah mapan sangat cemburu dan kuatir, kehilangan sumber –sumber bahan mentah karena bisa dimanfaatkan sendiri oleh Pribuminya dan ini berarti mendapat pesaing baru di pasar bagi produk mereka.
Mereka membangun jaringan perang intelligence hingga mencetuskan perang terbuka dengan menamainya “Perang terbatas” untuk mencegah longsornya jajahan Kapitalisme secara beruntun yang mereka juluki dengan “domino principle”.
Kemenangan Vientam Ho Chin Min, menggugah eskalasi dan intensitas perang intelligence diwilayah Asia Tenggara, memaksa mengobarkan tantangan “Perang Bintang” terhadap Blok Negara Sosialis.
Perang terbatas tetap diteruskan untuk mendominasi produktivitas wilayah lain yang merupakan sumber minyak bumi, operasi intelligence sudah dimenangkan dengan terpecah belahnya kembali the new emerging forces a’la semangat Bandung, Sukarno dan para pejuangnya sudah di eliminasi, diganti oleh Rezim Orde Baru a’la Suharto yang korup, Indira Gandhi penerus Nehru dibunuh, penerus U Nu jadi Diktator Junta militer, yang lain sudah jadi rezim Centeng yang dangkal, tinggal Perang Bintang dengan Blok Sosialis merupakan “stalemate” atau berkutat dengan memeras energi Ekonomi secara luar biasa dari kedua belah fihak.
Di Blok Sosialis, rakyat sudah makin lelah dengan kerja keras melaksanakan ekonomi terencana dengan hasil infra struktur yang sudah jadi memadai, inipun tidak akan ada habisnya bila dituruti.
Mana tahan menuruti jalur ini lebih lama lagi, toh yang sudah ada ini saja, akan lebih cepat jadi duit apabila keberadaan infra struktur hasil kerja keras pendahulu mereka dijadikan pendukung alat produksi barang dagangan yang bisa didagangkan keseluruh Dunia.
Pilihan antara dua, jadi Sosialis tapi tetap miskin ( karena di embargo) atau bisa kaya dengan memakai gaya Kapitalis untuk mengeksploitasi infra struktur yang sudah ada, jatuh pada opsi yang kedua.
China mengerti sekali bahwa Kapitalisme adalah Korupsi dari “nilai lebih” hasil energi Pekerja disamarkan dengan dalil “permintaan- penawaran” atas tenaga kerja, dan korupsi teratur dan halus dalam “kesadaran” akan keseimbangan “welfare society”, toh pada ujung ujungnya. hasilnya dinikmati oleh individu-individu yang hanya 1 % dari warga negara, tetapi merupakan pemilik dari 60% kekayaan Nasional.
Sedangkan Korupsi yang berandalan dan tidak teratur akan membuat mandeg-nya dan membusuknya Kapitalisme itu sendiri seperti yang telah terjadi beberapa abad yang lalu, bangkrutnya VOC dan East India Company, juga Wall Street sekarang ini, contohnya kasus Enron, Lehman Brothers, dsb.
Sosialisme adalah “korupsi” juga malah mengambil “nilai lebih“ dari energi Pekerja lebih banyak dari Kapitalisme, hanya hasilnya dihibahkan kepada cita cita Sosialisme dan kenyataannya dinikmati oleh Negara, konon sangat tergantung pada Regime Penyelenggara-nya.
Kata kuncinya; “Power tends to corrupt”
Jadi sebelum ganti haluan, Korupsi liar dan tidak teratur di Cina dibabat habis termasuk adat kuno quangxsi – kolusi, semua dihukum mati, dengan korban puluhan juta orang dalam waktu yang singkat secara terbuka..
Walhasil setelah putar haluan, selama dua puluh tahun China telah menjadi Kapitalis yang terhormat, tetap pada garis besar pesan Nyonya Hillery Clinton, yaitu free trade, free enterprise, privatizations in all economic sectors, sambil melaksanakan niat dan tekad Nasion, lebih melipat gandakan pembangunan infra struktur diwilayah yang sangat luas dan penduduk yang hampis satu miliar.
Untuk apa duit berlimpah ( ya karena masih tertampung di satu niat ) hasil dari dagang komoditas surplus, barang manufaktur yang dihasilkan dengan murah karena infra strukturnya telah disediakan oleh sistim sebelumnya – yaitu akumulasi “nilai lebih” dari norma exploitasi yang luar biasa besarnya , karena infra struktur ini nyaris diciptakan dengan tangan telanjang, puluhan tahun beberapa generasi berbaju hanya overall biru waktu musim dingin yang mengigit hanya diganjal dengan kasur kapas tipis, tidur di barak barak, kini jaminan pensiun mereka yang ratusan juta kaum pekerja telah terbayar lunas, maksudnya tidak ditagih lagi – Generasi demi generasi mereka yang bajunya hanya overall biru dan tidur di barak barak telah tiada, rela mati berdiri selagi kerja, sebagai tebusan kemerdekaan bangsanya, mereka pahlawan tanpa tanda jasa.
Ini kenyataan, sebab tidak ada kabar mereka berhutang kepada IMF ADB, World Bank atau sebangsanya.
Pemimpin Bangsa generasi kami, Bung Karno, telah meyakinkan kami untuk membangun Negeri ini dengan kekuatan kami sendiri, “Berdikari” berkaca pada pengalaman Rakyat di Negara Amerika Latin, telah merdeka puluhan tahun sebelum Republik Indonesia,
Di Mexico puluhan kali terjadi Revolusi, amuk massa, dilain Negara Latin seperti Argentina, Chile, Guatemala Haiti, ratusan Diktator silih berganti, semua di restui dan dibantu oleh Amerika Serikat, sangat sering konflik berdarah dan represi indiscriminate murders oleh Golongan yang berkuasa, semua OK , asal tanpa menyentuh kebutuhan membangun infra struktur berjangka panjang, tanpa mengikutkan rakyat kalaupun ada kesadaran itu – infra struktur hanya dikaitkan dengan kegiatan pemodal Local atau Asing.
Lantas apa jadinya ? – rakyat tetap mlarat. Diseluruh benua Amerika Selatan jurang antara si kaya dan si miskin semakin melebar saja.
Ratusan ribu pemuda pemudi generasi kami menyadari ini.
Inilah titik penentu, penyebab utama kenapa Indonesia Sukarno harus di hancurkan.
Operasi intelligence digelar dan terjadilah banjir darah, indiscriminate murders, bahkan genocide membabi buta hasil operasi intelligence menyulut amuk massa dengan sasaran entah PKI entah Sukarno dan ajarannya, rakyat yang setia pada cita cita Bung Karno semua harus dihabisi, mereka dipersiapkan dan berlaku persis seperti Dulmatin cs dengan doktrin suci yang sama – dibelakangnya , Jendral Suharto dan kawan kawannya. Golongan Oportunis, Golongan Pragmatis, kaum Muda pencari rezeki siap menjilat mengabdi, bahkan merasa perlu
menulis sejarah kembali: Nugroho Notosusanto, Profesor Doktor.
(Untungnya kini masih ada saksi, Monument ari-ari, ditempat placenta bayi ditanam waktu beliau lahir, kemudian jadi Ibu Tien Suharto, nun di Kabupaten Karanganyar Solo, dipersembahkan oleh exponent Orde Baru yang Angkatan 66)
Semua terkemas rapi dipayungi dwifungsi ABRI – dengan Ideologi Orde Baru: Pembangunan yes Politik no.
Indonesia, semenjak Orde Barunya Rezim Suharto telah 32 tahun menempuh jalan Kapitalisme, tanpa sempat membangun infra struktur secara memadai untuk modal sekedar memunculkan bakat alami kekuatan ekonomi negeri ini, boro boro untuk meperoleh peranan dalam percaturan ekonomi pasar secara Global.
Kenapa ?
Karena jalan Kapitalisme yang ditempuh oleh Orde Baru adalah tingkatan yang paling rendah, nyaris Kapitalisme Polio - tanpa menciptakan “nilai lebih” yang dikorupsi dari “Karyawan” . Kapitalisme yang diciptakan oleh Orde Baru adalah mainan para Kapitalis anak Pejabat. Kapitalis erzats atau Kapitalis dadakan, bahkan musiman, bukan “nilai lebih” dari Karyawan yang mereka embat, tapi “nilai proyek” langsung dari Kas Negara hasih hutang untuk membangun infra struktur, yang dari semula sudah amburadul seperti pembangunan satu juta hektar lahan gambut.
Negeri ini adalah wilayah yang sudah dimenangkan, oleh Tuan Tuan Kapitalis Dunia Baru maupun Dunia Lama, hanya untuk meng exploitasinya masih memerlukan infra struktur yang esensial, yang mestinya sudah dibangun.
Di kasih hutang oleh Tuan Pemenang, e malah dikorupsi dan infra struktur masih amburadul menurut standard exploitasi si Tuan.
Ini bikin pusing kepala botak Tuan Tuan para Pemenang.
Kalau dipikir, mestinya ya salahnya itu Tuan Tuan sendiri, siapa yang tak tahu, Negara miskin yang lagi berkembang sangat membutuhkan infra struktur ? Tapi beliau beliau ini cerdik, begitu rupa mereka bekerja sama dengan kaum Pragmatis dan kaum Oportunis setempat
sehingga bisa menelurkan concensus meyakinkan Diktator Penguasa bahwa diberikan hutang buaanyak dengan “fasilitas” bunga non commercial katanya, tapi seluruh arti infra structure yang dibangun harus diprtimbangkan oleh Consultants mereka dan jasa Bank mereka World Bank, IMF, ADB yang mampu dengan lihainya menarik kembali dana hutang itu sampai 50 %. Dan “arti” dari infra structure itu harus “tidak berarti” dalam pembangunan satu Nasion yang merdeka, gitu.
Misalnya: Hal swa sembada pangan.
Yang semestinya lebih ditekankan membuka lahan baru di wilayah yang masih luas dan perawan untuk memperkuat otot otot satu Bangsa, malah dibelokkan ke intensifikasi lahan yang sudah ada, hutang hanya untuk membeli sarana petanian intensive yang di import dari Negara anggauta Consortium dengan segala hanky panky, mark up dan politik pembuangan sampah beracun, kemudian di “trickle down” kan kepada Petani gurem (rata rata pemilikan sawahnya di Jawa hanya 0,10 Ha.) dengan subsidi dari duit hutang untuk pupuk 50 % dan untuk pestisida 80 %. Ya memang infra struktur Bendung Bendung besar dibangun untuk puluhan ribu Ha. pengairan teknis, tapi di design untuk mengairi lahan sawah yang sudah ada, yang tadinya non taknis bahkan tadah hujan menjadi lahan berpengairan teknis, malah tanam padi tiga kali setahun ! Ganti Orang Petanian yag kepalanya pusing,
Hama - penyakit merebak, produktivitas menurun, kebutuhan pupuk melejit, pupuk (P) dan (K) sebagian besar masih tegantung import.
Padahal dengan teknologi tepat meskipun lahan sawah tadah hujan, musim kering masih bisa ditanam polowijo dengan hasil baik.
Rezim Orde Baru baru menyadari kekeliruannya setelah APBD th 1996 terhambat oleh seretnya dapat hutang dari Consortium, memang diseretin karena Sang Jendral “mbalelo” tersinggung disuruh hengkang dari Timor Timur oleh sang Tuan persis seperti menyuruh sekedar Centeng. (emangnya siape elo?)
Secercah sinar kesadaran muncul dari kepala sang Jendral yang sudah sangat terlambat: membuka lahan gambut satu juta Hektar di Kalimantan Selatan. Duit nyomot dari sana sini untuk perencanaan dan mewujudkan lahan prototype (maklum hutang di IMF, World Bank, ADB seret), malah habis dibuat bancakan oleh Pembantu dekat, Birokrat Eselon dan Peneliti pe-nukang-i Survey dan Laporan –mondar mandir dari Ibu Kota, uang habis dijalan jadinya bubar begitu saja.
Pada waktu yang bersamaan dengan kita yang digambarkan diatas, di Cina, sesudah putar haluan, dengan infra struktur yang telah ada, mulai menghasilkan dagangan di pasar Global, Seperti Kapitalis Kapitalis yang lain Cina giat mencari sumber bahan baku murah beraneka ragam seperti mineral bijih logam industri, Kayu glondong, hasil laut, dan energi yang masih mudah dijangkau dan Indonesia adalah pilihan yang pas.
Andaikata Orde Baru selama 34 tahun telah berhasil membangun infra struktur untuk menumbuhkan Kapitalisme yang mampu mengkorupsi “nilai lebih” keringat para “karyawannya” , Indonesia adalah pesaing yang sangat berat bagi Cina Kapitalis.
Menurut paradigma baru. ini harus dicegah, sementara Tuan Tuan Pemenang Kelas Dunia sudah puas dengan pengerukan kekayaan di wilayah ini dalam sektor financial, pertambangan mineral dan exploitasi sumur gas dan minyak bumi.
Bagi industri manufaktur yang sementara ini menjadi the centre of excellence Cina Kapitalis, mineral seperti bauxite dan pasir timah , batubara, kayu glondong, hasil laut, masih bisa didapat dengan ongkos murah di Indonesia, asal para Penjabatnya yang di Daerah korup, sehingga tidak ada cukup kemampuan untuk membangunkan infra struktur untuk mengolahnya. Biasanya ditandai dengan hanya suara rengekan mohon mohon kepada para Investor.
Lantas apa sulitnya memberikan sekedar training mengenai Hukum Acara, Hukum Pidana, malah Hukum Perdata untuk berkelit a’la Anggodo , mengemplang nasabah a’la Bank Centuri dan banyak Bank lain , sekalian memodali mercenaries ekonomi dari Triad ini dengan lima puluh sampai seratus triliun rupiah saja kepada ratusan Anggodo, Anilo, Kapi Jembawan, Buta Cakil – untuk menyuap dan membeli Aparat Institusi Negara kita ini yang manapun, sehingga pengemplangan BLBI, sehingga illegal logging, Pertambangan liar bauxite dan timah putih, mangan, illegal fishing masih bisa lancar?
Apabila Operasi ini bisa berhasil hingga lima tahun lagi saja, investasi untuk Operasi Para Ketek ini, yang satu satunya tujuan adalah menyuburkan korupsi, tidak hanya akan impas tapi memberi keuntngan ganda yaitu finish produk yang murah dan eliminasi calon pesaing Kapitalis lokal.
Ini sama murahnya dengan Operasi operasi intelligence pada beberapa abad yang lampau menyuguhi penduduk asli Amerika dengan alkohol, penyakit rajasinga atau menyuguhui rakyat Cina dengan opium malah dapat untung ganda besar juga, dari dagang candu itu sendiri dan akhirnya secara ekomomi bisa menaklukkan seluruh Benua dan anak Benua.
Operasi Intelligence Ketek ini bahkan tidak perlu melibatkan Pemerintah, cukup ditangani oleh Triad dan Tong mereka saja, sperti Sir Henry Morgan bajak laut Inggris di Caribia yang dinobatkan sebagai Ksatria Kerajaan Inggris karena merompaki galleon Spanyol berisi emas dan perak hasil penyerbuan brutal terhadap bangsa Inca dan Aztek. Itu juga terjadi pada kasus Edi Tanzail cs, dan ribuan yang lain.
Begitulah sejarah berulang sendiri.*)
The centre of exellence kita adalah rakyat yang banyak jumlahnya dan penurut, mengerti budaya tataran masyarakat, terampil kenjadi tukang terutama yang bukan dari wilayah hutan karet.
Masih sangat luas tanah Negara yang bisa diolah dengan bantuan infra struktur sekedarnya, hanya sangat perlu kesadaran politik untuk kelestariannya saja.
Bahwa masih sangat banyak tokoh masyarakat setempat beranak pinak disana, lebih mengincar jadi Tuan Tanah, Raja Kuala dan Syah Bandar, Feodal lapuk zaman lampau tanpa kerja apapun untuk membangun infra struktur, kecualai apa yang mereka claim sebagai hak prerogative “putra Daerah” merampas apa yang sudah jadi, membiarkan illegal logging sambil menerima upeti, kemudian tanpa rasa bersalah membiarkan lahan gundul dan mati daripada diserahkan pada Petani dari luar Dusunnya. Ini mentalitas pemalas yang seharian cuma nongkrong jadi langganan kedai kopi dan kedai tuak, sangat terlatih untuk ngomong yang kemudian malah melejit jadi anggauta DPR RI.
Kekuatan Rakyat yang merupakan sumber daya yang sangat besar, oleh karena mencari gampangnya, Teknokrat Ekonomi Neo liberal yang direkomendasi Amerika Serikat untuk menyertai “bantuan” nya, meng interpretasi kan petunjuk Ny. Hillary Clinton, mereka kaum Centeng pendukung Neo Liberalisme yang dipercaya oleh si Nyonya, membuat rakyat dalam kondisi ini jadi free entrepreneurs yang artinya dengan hanya tangan telanjang tanpa ketrampilan yang dibutuhkan Dunia Moderen dibiarkan bersaing bebas secara kapitalistik di rumahnya sendiri dan di arena Global, jadinya malah dijadikan obyek trafficking, outsourcings, hidup kontrak tanpa mampu piara anak, jadi TKI kelas bawah diluar negeri.
Sudah untung mereka banyak yang trampil jadi Tukang Batu karena telah terlatih membuat gedung gedung mewah milik para Koruptor, selama lebih tiga puluh tahun, masih tabungannya dirampok oleh sebangsa bank Centuri.
Ratusan calo dan makelar, akan menempel rapat para Penjabat Penyelenggara Negara, jadi tukang Suap, tukang Pijat, tukang bawa oleh oleh durian, Florist yang selalu siap dengan “bunga” dari dalam dan luar negeri, jadi sahabat Politisi dan Polisi, masih dinanti nanti.(*)
Sejak sejarah umat manusia masih merunut alur batas wilayah Bumi dimana sekelompok penghuni wilayan ini menggantungkan hidupnya dari pangan dan papan didalam wilayah – wilayah itu, mereka mempertahankan wilayahnya secara mati-matian, Wilayah itu mereka sebut Negara sedangkan kelompok penduduknya yang berkepentingan mereka sebut Nasion/Bangsa.
Sejak itu Orang Bijak menemukan dalil: “ Jangan biarkan tetanggamu kuat”
Sejak itu pula tidak ada lawan yang permanen dan tidak ada sekutu yang permanen – yang tetap adalah kepentingan kepentingan masing masing saat itu, terutama kepentingan ekonomi.
Nasion –nasion yang sudah kuat dan besar di Dunia Lama, pada abad duapuluh secara mati matian berebut wilayah jajahan, dengan dua Perang Dunia yang dahsyat. Negara yang sudah kuat dan besar di Dunia Baru mensponsori revolusi revolusi dadakan yang dibuat oleh par calon Diktator – karena tahu bahwa amuk masal dan sentimen emosional sesaat dari Rakyat tidak bakal menyatukan mereka untuk tujuan lahirnya satu kekuatan Ekonomi yang terencana, terutama kesadaran akan vitalnya pembangunan infra struktur dinegara itu.
Setelah Perang Dunia ke dua ada Nasion Nasion baru muncul: “The new emerging forces” yang sangat dicemburui, kemudian dimusuhi oleh “The old estsblished forces” yang terdiri dari Nasion Nasion Dunia Lama dan Dunia Baru. Karena apa, sebab The new emerging Nations ini tetarik pada Sosialisme dimana seluruh kekuatan masyarakat dikerahkan untuk membangun Negara dimulai dengan pembentukan mental dan moral jihad demi kebangkitan Nasion – kenyataan yang sangat mengejutkan menunjukan bahwa ternyata dengan semangat sosisalisme rakyat bisa dikerahkan dan mau kerja keras membangun infra struktur, nyaris dengan tangan telanjang !
Ini yang membuat Negara Kaya, dengan mesin Kapitalisme yang sudah mapan sangat cemburu dan kuatir, kehilangan sumber –sumber bahan mentah karena bisa dimanfaatkan sendiri oleh Pribuminya dan ini berarti mendapat pesaing baru di pasar bagi produk mereka.
Mereka membangun jaringan perang intelligence hingga mencetuskan perang terbuka dengan menamainya “Perang terbatas” untuk mencegah longsornya jajahan Kapitalisme secara beruntun yang mereka juluki dengan “domino principle”.
Kemenangan Vientam Ho Chin Min, menggugah eskalasi dan intensitas perang intelligence diwilayah Asia Tenggara, memaksa mengobarkan tantangan “Perang Bintang” terhadap Blok Negara Sosialis.
Perang terbatas tetap diteruskan untuk mendominasi produktivitas wilayah lain yang merupakan sumber minyak bumi, operasi intelligence sudah dimenangkan dengan terpecah belahnya kembali the new emerging forces a’la semangat Bandung, Sukarno dan para pejuangnya sudah di eliminasi, diganti oleh Rezim Orde Baru a’la Suharto yang korup, Indira Gandhi penerus Nehru dibunuh, penerus U Nu jadi Diktator Junta militer, yang lain sudah jadi rezim Centeng yang dangkal, tinggal Perang Bintang dengan Blok Sosialis merupakan “stalemate” atau berkutat dengan memeras energi Ekonomi secara luar biasa dari kedua belah fihak.
Di Blok Sosialis, rakyat sudah makin lelah dengan kerja keras melaksanakan ekonomi terencana dengan hasil infra struktur yang sudah jadi memadai, inipun tidak akan ada habisnya bila dituruti.
Mana tahan menuruti jalur ini lebih lama lagi, toh yang sudah ada ini saja, akan lebih cepat jadi duit apabila keberadaan infra struktur hasil kerja keras pendahulu mereka dijadikan pendukung alat produksi barang dagangan yang bisa didagangkan keseluruh Dunia.
Pilihan antara dua, jadi Sosialis tapi tetap miskin ( karena di embargo) atau bisa kaya dengan memakai gaya Kapitalis untuk mengeksploitasi infra struktur yang sudah ada, jatuh pada opsi yang kedua.
China mengerti sekali bahwa Kapitalisme adalah Korupsi dari “nilai lebih” hasil energi Pekerja disamarkan dengan dalil “permintaan- penawaran” atas tenaga kerja, dan korupsi teratur dan halus dalam “kesadaran” akan keseimbangan “welfare society”, toh pada ujung ujungnya. hasilnya dinikmati oleh individu-individu yang hanya 1 % dari warga negara, tetapi merupakan pemilik dari 60% kekayaan Nasional.
Sedangkan Korupsi yang berandalan dan tidak teratur akan membuat mandeg-nya dan membusuknya Kapitalisme itu sendiri seperti yang telah terjadi beberapa abad yang lalu, bangkrutnya VOC dan East India Company, juga Wall Street sekarang ini, contohnya kasus Enron, Lehman Brothers, dsb.
Sosialisme adalah “korupsi” juga malah mengambil “nilai lebih“ dari energi Pekerja lebih banyak dari Kapitalisme, hanya hasilnya dihibahkan kepada cita cita Sosialisme dan kenyataannya dinikmati oleh Negara, konon sangat tergantung pada Regime Penyelenggara-nya.
Kata kuncinya; “Power tends to corrupt”
Jadi sebelum ganti haluan, Korupsi liar dan tidak teratur di Cina dibabat habis termasuk adat kuno quangxsi – kolusi, semua dihukum mati, dengan korban puluhan juta orang dalam waktu yang singkat secara terbuka..
Walhasil setelah putar haluan, selama dua puluh tahun China telah menjadi Kapitalis yang terhormat, tetap pada garis besar pesan Nyonya Hillery Clinton, yaitu free trade, free enterprise, privatizations in all economic sectors, sambil melaksanakan niat dan tekad Nasion, lebih melipat gandakan pembangunan infra struktur diwilayah yang sangat luas dan penduduk yang hampis satu miliar.
Untuk apa duit berlimpah ( ya karena masih tertampung di satu niat ) hasil dari dagang komoditas surplus, barang manufaktur yang dihasilkan dengan murah karena infra strukturnya telah disediakan oleh sistim sebelumnya – yaitu akumulasi “nilai lebih” dari norma exploitasi yang luar biasa besarnya , karena infra struktur ini nyaris diciptakan dengan tangan telanjang, puluhan tahun beberapa generasi berbaju hanya overall biru waktu musim dingin yang mengigit hanya diganjal dengan kasur kapas tipis, tidur di barak barak, kini jaminan pensiun mereka yang ratusan juta kaum pekerja telah terbayar lunas, maksudnya tidak ditagih lagi – Generasi demi generasi mereka yang bajunya hanya overall biru dan tidur di barak barak telah tiada, rela mati berdiri selagi kerja, sebagai tebusan kemerdekaan bangsanya, mereka pahlawan tanpa tanda jasa.
Ini kenyataan, sebab tidak ada kabar mereka berhutang kepada IMF ADB, World Bank atau sebangsanya.
Pemimpin Bangsa generasi kami, Bung Karno, telah meyakinkan kami untuk membangun Negeri ini dengan kekuatan kami sendiri, “Berdikari” berkaca pada pengalaman Rakyat di Negara Amerika Latin, telah merdeka puluhan tahun sebelum Republik Indonesia,
Di Mexico puluhan kali terjadi Revolusi, amuk massa, dilain Negara Latin seperti Argentina, Chile, Guatemala Haiti, ratusan Diktator silih berganti, semua di restui dan dibantu oleh Amerika Serikat, sangat sering konflik berdarah dan represi indiscriminate murders oleh Golongan yang berkuasa, semua OK , asal tanpa menyentuh kebutuhan membangun infra struktur berjangka panjang, tanpa mengikutkan rakyat kalaupun ada kesadaran itu – infra struktur hanya dikaitkan dengan kegiatan pemodal Local atau Asing.
Lantas apa jadinya ? – rakyat tetap mlarat. Diseluruh benua Amerika Selatan jurang antara si kaya dan si miskin semakin melebar saja.
Ratusan ribu pemuda pemudi generasi kami menyadari ini.
Inilah titik penentu, penyebab utama kenapa Indonesia Sukarno harus di hancurkan.
Operasi intelligence digelar dan terjadilah banjir darah, indiscriminate murders, bahkan genocide membabi buta hasil operasi intelligence menyulut amuk massa dengan sasaran entah PKI entah Sukarno dan ajarannya, rakyat yang setia pada cita cita Bung Karno semua harus dihabisi, mereka dipersiapkan dan berlaku persis seperti Dulmatin cs dengan doktrin suci yang sama – dibelakangnya , Jendral Suharto dan kawan kawannya. Golongan Oportunis, Golongan Pragmatis, kaum Muda pencari rezeki siap menjilat mengabdi, bahkan merasa perlu
menulis sejarah kembali: Nugroho Notosusanto, Profesor Doktor.
(Untungnya kini masih ada saksi, Monument ari-ari, ditempat placenta bayi ditanam waktu beliau lahir, kemudian jadi Ibu Tien Suharto, nun di Kabupaten Karanganyar Solo, dipersembahkan oleh exponent Orde Baru yang Angkatan 66)
Semua terkemas rapi dipayungi dwifungsi ABRI – dengan Ideologi Orde Baru: Pembangunan yes Politik no.
Indonesia, semenjak Orde Barunya Rezim Suharto telah 32 tahun menempuh jalan Kapitalisme, tanpa sempat membangun infra struktur secara memadai untuk modal sekedar memunculkan bakat alami kekuatan ekonomi negeri ini, boro boro untuk meperoleh peranan dalam percaturan ekonomi pasar secara Global.
Kenapa ?
Karena jalan Kapitalisme yang ditempuh oleh Orde Baru adalah tingkatan yang paling rendah, nyaris Kapitalisme Polio - tanpa menciptakan “nilai lebih” yang dikorupsi dari “Karyawan” . Kapitalisme yang diciptakan oleh Orde Baru adalah mainan para Kapitalis anak Pejabat. Kapitalis erzats atau Kapitalis dadakan, bahkan musiman, bukan “nilai lebih” dari Karyawan yang mereka embat, tapi “nilai proyek” langsung dari Kas Negara hasih hutang untuk membangun infra struktur, yang dari semula sudah amburadul seperti pembangunan satu juta hektar lahan gambut.
Negeri ini adalah wilayah yang sudah dimenangkan, oleh Tuan Tuan Kapitalis Dunia Baru maupun Dunia Lama, hanya untuk meng exploitasinya masih memerlukan infra struktur yang esensial, yang mestinya sudah dibangun.
Di kasih hutang oleh Tuan Pemenang, e malah dikorupsi dan infra struktur masih amburadul menurut standard exploitasi si Tuan.
Ini bikin pusing kepala botak Tuan Tuan para Pemenang.
Kalau dipikir, mestinya ya salahnya itu Tuan Tuan sendiri, siapa yang tak tahu, Negara miskin yang lagi berkembang sangat membutuhkan infra struktur ? Tapi beliau beliau ini cerdik, begitu rupa mereka bekerja sama dengan kaum Pragmatis dan kaum Oportunis setempat
sehingga bisa menelurkan concensus meyakinkan Diktator Penguasa bahwa diberikan hutang buaanyak dengan “fasilitas” bunga non commercial katanya, tapi seluruh arti infra structure yang dibangun harus diprtimbangkan oleh Consultants mereka dan jasa Bank mereka World Bank, IMF, ADB yang mampu dengan lihainya menarik kembali dana hutang itu sampai 50 %. Dan “arti” dari infra structure itu harus “tidak berarti” dalam pembangunan satu Nasion yang merdeka, gitu.
Misalnya: Hal swa sembada pangan.
Yang semestinya lebih ditekankan membuka lahan baru di wilayah yang masih luas dan perawan untuk memperkuat otot otot satu Bangsa, malah dibelokkan ke intensifikasi lahan yang sudah ada, hutang hanya untuk membeli sarana petanian intensive yang di import dari Negara anggauta Consortium dengan segala hanky panky, mark up dan politik pembuangan sampah beracun, kemudian di “trickle down” kan kepada Petani gurem (rata rata pemilikan sawahnya di Jawa hanya 0,10 Ha.) dengan subsidi dari duit hutang untuk pupuk 50 % dan untuk pestisida 80 %. Ya memang infra struktur Bendung Bendung besar dibangun untuk puluhan ribu Ha. pengairan teknis, tapi di design untuk mengairi lahan sawah yang sudah ada, yang tadinya non taknis bahkan tadah hujan menjadi lahan berpengairan teknis, malah tanam padi tiga kali setahun ! Ganti Orang Petanian yag kepalanya pusing,
Hama - penyakit merebak, produktivitas menurun, kebutuhan pupuk melejit, pupuk (P) dan (K) sebagian besar masih tegantung import.
Padahal dengan teknologi tepat meskipun lahan sawah tadah hujan, musim kering masih bisa ditanam polowijo dengan hasil baik.
Rezim Orde Baru baru menyadari kekeliruannya setelah APBD th 1996 terhambat oleh seretnya dapat hutang dari Consortium, memang diseretin karena Sang Jendral “mbalelo” tersinggung disuruh hengkang dari Timor Timur oleh sang Tuan persis seperti menyuruh sekedar Centeng. (emangnya siape elo?)
Secercah sinar kesadaran muncul dari kepala sang Jendral yang sudah sangat terlambat: membuka lahan gambut satu juta Hektar di Kalimantan Selatan. Duit nyomot dari sana sini untuk perencanaan dan mewujudkan lahan prototype (maklum hutang di IMF, World Bank, ADB seret), malah habis dibuat bancakan oleh Pembantu dekat, Birokrat Eselon dan Peneliti pe-nukang-i Survey dan Laporan –mondar mandir dari Ibu Kota, uang habis dijalan jadinya bubar begitu saja.
Pada waktu yang bersamaan dengan kita yang digambarkan diatas, di Cina, sesudah putar haluan, dengan infra struktur yang telah ada, mulai menghasilkan dagangan di pasar Global, Seperti Kapitalis Kapitalis yang lain Cina giat mencari sumber bahan baku murah beraneka ragam seperti mineral bijih logam industri, Kayu glondong, hasil laut, dan energi yang masih mudah dijangkau dan Indonesia adalah pilihan yang pas.
Andaikata Orde Baru selama 34 tahun telah berhasil membangun infra struktur untuk menumbuhkan Kapitalisme yang mampu mengkorupsi “nilai lebih” keringat para “karyawannya” , Indonesia adalah pesaing yang sangat berat bagi Cina Kapitalis.
Menurut paradigma baru. ini harus dicegah, sementara Tuan Tuan Pemenang Kelas Dunia sudah puas dengan pengerukan kekayaan di wilayah ini dalam sektor financial, pertambangan mineral dan exploitasi sumur gas dan minyak bumi.
Bagi industri manufaktur yang sementara ini menjadi the centre of excellence Cina Kapitalis, mineral seperti bauxite dan pasir timah , batubara, kayu glondong, hasil laut, masih bisa didapat dengan ongkos murah di Indonesia, asal para Penjabatnya yang di Daerah korup, sehingga tidak ada cukup kemampuan untuk membangunkan infra struktur untuk mengolahnya. Biasanya ditandai dengan hanya suara rengekan mohon mohon kepada para Investor.
Lantas apa sulitnya memberikan sekedar training mengenai Hukum Acara, Hukum Pidana, malah Hukum Perdata untuk berkelit a’la Anggodo , mengemplang nasabah a’la Bank Centuri dan banyak Bank lain , sekalian memodali mercenaries ekonomi dari Triad ini dengan lima puluh sampai seratus triliun rupiah saja kepada ratusan Anggodo, Anilo, Kapi Jembawan, Buta Cakil – untuk menyuap dan membeli Aparat Institusi Negara kita ini yang manapun, sehingga pengemplangan BLBI, sehingga illegal logging, Pertambangan liar bauxite dan timah putih, mangan, illegal fishing masih bisa lancar?
Apabila Operasi ini bisa berhasil hingga lima tahun lagi saja, investasi untuk Operasi Para Ketek ini, yang satu satunya tujuan adalah menyuburkan korupsi, tidak hanya akan impas tapi memberi keuntngan ganda yaitu finish produk yang murah dan eliminasi calon pesaing Kapitalis lokal.
Ini sama murahnya dengan Operasi operasi intelligence pada beberapa abad yang lampau menyuguhi penduduk asli Amerika dengan alkohol, penyakit rajasinga atau menyuguhui rakyat Cina dengan opium malah dapat untung ganda besar juga, dari dagang candu itu sendiri dan akhirnya secara ekomomi bisa menaklukkan seluruh Benua dan anak Benua.
Operasi Intelligence Ketek ini bahkan tidak perlu melibatkan Pemerintah, cukup ditangani oleh Triad dan Tong mereka saja, sperti Sir Henry Morgan bajak laut Inggris di Caribia yang dinobatkan sebagai Ksatria Kerajaan Inggris karena merompaki galleon Spanyol berisi emas dan perak hasil penyerbuan brutal terhadap bangsa Inca dan Aztek. Itu juga terjadi pada kasus Edi Tanzail cs, dan ribuan yang lain.
Begitulah sejarah berulang sendiri.*)
The centre of exellence kita adalah rakyat yang banyak jumlahnya dan penurut, mengerti budaya tataran masyarakat, terampil kenjadi tukang terutama yang bukan dari wilayah hutan karet.
Masih sangat luas tanah Negara yang bisa diolah dengan bantuan infra struktur sekedarnya, hanya sangat perlu kesadaran politik untuk kelestariannya saja.
Bahwa masih sangat banyak tokoh masyarakat setempat beranak pinak disana, lebih mengincar jadi Tuan Tanah, Raja Kuala dan Syah Bandar, Feodal lapuk zaman lampau tanpa kerja apapun untuk membangun infra struktur, kecualai apa yang mereka claim sebagai hak prerogative “putra Daerah” merampas apa yang sudah jadi, membiarkan illegal logging sambil menerima upeti, kemudian tanpa rasa bersalah membiarkan lahan gundul dan mati daripada diserahkan pada Petani dari luar Dusunnya. Ini mentalitas pemalas yang seharian cuma nongkrong jadi langganan kedai kopi dan kedai tuak, sangat terlatih untuk ngomong yang kemudian malah melejit jadi anggauta DPR RI.
Kekuatan Rakyat yang merupakan sumber daya yang sangat besar, oleh karena mencari gampangnya, Teknokrat Ekonomi Neo liberal yang direkomendasi Amerika Serikat untuk menyertai “bantuan” nya, meng interpretasi kan petunjuk Ny. Hillary Clinton, mereka kaum Centeng pendukung Neo Liberalisme yang dipercaya oleh si Nyonya, membuat rakyat dalam kondisi ini jadi free entrepreneurs yang artinya dengan hanya tangan telanjang tanpa ketrampilan yang dibutuhkan Dunia Moderen dibiarkan bersaing bebas secara kapitalistik di rumahnya sendiri dan di arena Global, jadinya malah dijadikan obyek trafficking, outsourcings, hidup kontrak tanpa mampu piara anak, jadi TKI kelas bawah diluar negeri.
Sudah untung mereka banyak yang trampil jadi Tukang Batu karena telah terlatih membuat gedung gedung mewah milik para Koruptor, selama lebih tiga puluh tahun, masih tabungannya dirampok oleh sebangsa bank Centuri.
Ratusan calo dan makelar, akan menempel rapat para Penjabat Penyelenggara Negara, jadi tukang Suap, tukang Pijat, tukang bawa oleh oleh durian, Florist yang selalu siap dengan “bunga” dari dalam dan luar negeri, jadi sahabat Politisi dan Polisi, masih dinanti nanti.(*)
0 comments:
Posting Komentar