PENDIDIKAN HARUS MENGHASILKAN WARGA YANG TULUS, BARU DAPAT DIKATAKAN PENDIDIKAN ITU BERHASIL.
Saban bulan saya harus mengunjungi Ruma Sakit yang ditnjuk oleh dokter Puskesmas, yaitu Rumah Sakit Angkatan Laut Dr, Ramelan Surabaya. Saya sudah menjadi pelanggan Rumah Sakit ini selama lima tahun secara tetap kerena saya penderita stroke ringan
Pengamatan saya kira kira 75 % pengunjung RS ini adalah menula atau manusia lanjut usia. dari segala umur. Meskipun lebih dri 70 % adalah wanita manula, lebih dari 75% dari wanita pengunjung RS ini memakai hijab/jilbab, pertanda luar bahwa mereka muslimah. Menggeluti etika pergaulan Islami, jiwanya wutuh, tidak terbelah.
Ruang Penerimaan pasien RS ini, yang sudah diambil alih BPJS, benar benar merupakan pola statistik kota saya. Wanita manula adalah mayoritas pengunjung, mungkin lebih mudah sakit..
Di artikel ini saya tidak membicarakan penyakit, tapi perilaku manusia pada umumnya, dengan sample mereka yang jadi pengnjung Rumah Sakit. Meskipun saya sendiri manula usia sudah 77 tahun dan sakit , saya rasakan masih ringan, saya tetap pada sikap laki laki sopan dengan mendahulukan wanita, apalagi manula dan sakit lagi. Ya biasa sikap sopan santun,
Apa yang terjadi, pada saat computer yang mengeluarkan kertas nomer urut antrean dari klinik E (urologi, bedah umum dan dua klinik lain) waktu itu computer ngadat, pasien pada mengorgaisasi diri kembali meletakkan apa saja sebagai ganti antrean sambil bergerombol dimuka meja printer computer, sayapun disana, menunggu antrean saya. Mendadak keluarlah rentetan kertas antrean tanpa sepengetahuan petugsasnya, terpotong tidak sempurna, untuk setiap nomer, Mendadak seketika para ibu ibu dan nenek nenek sakit itu menjadi gesit dengan sebat merebut serangkaian nomer dan diperebutkan sendiri diantara ibu ibu dan nenek nenek itu !!! Puluhan nomer nomer yang masih kecil/ rendah bilangannya,, antrean tas dan botol minuman menjadi amburadul, karena nomer kecil inilah semua datang pagi pagi, artinya akan cepat terlayani.
Saya terkesima, dan tetap menunggu tas antrian saya dibagi nomer dari petugas, sudah amburadul, ternyata mendapat nomer 93 !!! Ini lebih lecil sedikit dari bila saya datang lebih siang misalnya jam 7.30 pagi, padahal saya datang sebelum komputer nomer dibuka, jam enam kurang seperempat, pantasnya bila normal, ya nomer 35 an.
Saya merenung dalam ruang tunggu BPJS sambil berpikir, Rebutan, baik untuk nomer pelayanan, zakat mal maupun Jabatan dan rejeki sangat sudah mendarah daging diantara sakyat, hanya tahu perut sendiri. Perilaku ini sejalan dengan Perndidikan mereka yang mayoritas adalah sekolah dasar, rebutan ini bukan hanya untuk pemainan, tapi untuk hidup, hidup dengan nafsu hewani, Yang bisa sedikit mengencerkan jejak buruk pendidikan SD, adah pendidikan selanjutnya ( mungkin murid sudah cukup besar untuk menentang) , padahal mereka tidak menyelesaikan sekolah SMP atau SMA.
Nurut perkiraan saya, statistik derajad pendidikan formal rakyat terdiri dari golongan bawah –diwakili oleh pendidikan SD : 75 %, bagian menengah bawah pendidikan SMP, SMA: 15 %, Menengah atas da golongan menengah bagian atas diwakkili oleh pendidikan D3 dan S1: 7%, bahkan S2, 2% – sebab golongan S3 masih dapat dihitung dengan jari. Hanya sebagian kecil penduduk yang beruntung dilayani oleh lembaga kesehatat swasta, yang tak terjangkau oleh golongan yang tidak korupsi, atau telah dicover oleh asuransi kesehatan swasta yang preminya mahal, dan dicover Perusahaan.dimana dia bekerja..
Tiga puluh lima tahan Orde Baru, penuh dengan pameran kekuatan fisik, penuh denan euphemisme menutupi kerendahan watak, keserakahan dan keburukan watak manusia diseluruh sector kehidupan, menyisakan nafsu hewani ditandai dengan egoisme mereka yang berpndidikan paling rendah maupn yang bergelar profesor yang nota bene hanya diangkat oleh seorang presiden, yang terang terangan bicara pendidikan formal dirinya hanya SD. Ada seorang profesor yang menonjol karena membawakan dirinya sebagai seorang kopral jendral, mengajar Ilmu Hukum di salah satu Perguruan Tinggi di Jawa Tengah, juga menjadi Penggalang P 4 dan anggauta terhormat golkar ( siapa yang tidak ?), mengincar jabatan Jaksa Agung, dapada akhirnya mendapatkannya.
Dari warisan 35 tahun Pendidikan dan lingkungan hidup semacan itu, artinya pedidikan budi perkerti diberikan oleh mereka yang culas, mengesampingkan nurani, hanya nafsu egoisme di zama Orde Baru, Perilaku egoisme masyarakat yang tersisa sekarang, lantas budi pekerti semacam apa yang bisa diharapkan ?
Di Masyarkat lain di seluruh dunia, terlebih setelah perang Dunia II, kebudayaan ngantri merupakan jalan hidup, yang berarti ketulusan buat menghargai orang lain, menghargai kepentingan umum. Bahkan upaya ini di Singapore oleh mendiang Lie Kuan Yu ditekankan dengan hukum negara !!. !
Selanjutnya ketulusan hanya bisa dididikkan oleh mereka yang dengan ketulusan juga mengajarkannya. Ketulusan adalah satu satunya ikatan simpul untuk seseoarng menjadi berpribadi wutuh, memilah milah antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat dengan benar.
Siapa yang bisa neneguhkan watak tulus kepada masyarakat ini ?
Yang terang hanya sebagian kecil guru guru yang menyadari ini, terutama guru sekolah dasar, karena murid muridnya masih polos, jiwanya masih labil dan tunduk pada bully/ancaman, makanya meskipun telah jadi nenek nenek, budi pekerti yang besifat egois masih mejadi kebiasaan, karena kepribadian yang sudah terbelah. Tragis kan *)
0 comments:
Posting Komentar