Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Kamis, 06 Agustus 2015

PENDIDIKAN HARUS MENGHASILKAN WARGA YAN TULUS BERMASYARAKAT

PENDIDIKAN HARUS MENGHASILKAN WARGA YANG TULUS, BARU DAPAT DIKATAKAN PENDIDIKAN ITU BERHASIL.
Saban bulan saya harus mengunjungi Ruma Sakit yang ditnjuk oleh dokter Puskesmas, yaitu Rumah Sakit Angkatan Laut  Dr, Ramelan Surabaya.  Saya sudah menjadi pelanggan Rumah Sakit ini selama lima tahun secara tetap kerena saya penderita stroke ringan
Pengamatan saya  kira kira 75 % pengunjung RS ini adalah menula atau manusia lanjut usia.  dari segala umur.  Meskipun   lebih dri 70 % adalah wanita manula, lebih dari 75% dari wanita pengunjung RS ini memakai  hijab/jilbab, pertanda luar bahwa mereka  muslimah.  Menggeluti  etika pergaulan Islami, jiwanya wutuh, tidak terbelah.
Ruang Penerimaan pasien RS ini, yang sudah diambil alih BPJS,  benar benar merupakan pola statistik kota saya. Wanita manula adalah mayoritas pengunjung, mungkin lebih mudah sakit..
Di artikel ini saya tidak membicarakan penyakit, tapi perilaku manusia pada umumnya, dengan sample mereka yang jadi pengnjung Rumah Sakit. Meskipun saya sendiri manula usia sudah 77 tahun dan sakit , saya rasakan masih ringan, saya tetap pada sikap  laki laki sopan dengan mendahulukan wanita,  apalagi manula dan sakit lagi.  Ya biasa sikap sopan santun,
Apa yang terjadi,   pada saat computer yang mengeluarkan kertas nomer urut  antrean  dari klinik E   (urologi,  bedah umum dan dua klinik lain)  waktu itu  computer ngadat, pasien pada mengorgaisasi diri kembali meletakkan apa saja sebagai ganti antrean sambil bergerombol dimuka meja printer computer, sayapun disana, menunggu  antrean saya. Mendadak keluarlah rentetan kertas antrean  tanpa sepengetahuan petugsasnya, terpotong  tidak sempurna, untuk setiap nomer, Mendadak seketika para ibu ibu dan nenek nenek sakit itu menjadi gesit dengan sebat merebut serangkaian  nomer dan diperebutkan sendiri diantara ibu ibu dan nenek nenek itu !!! Puluhan nomer nomer yang masih kecil/ rendah bilangannya,, antrean tas dan botol minuman  menjadi amburadul, karena nomer kecil inilah semua datang pagi pagi, artinya akan cepat  terlayani.
Saya terkesima,  dan tetap menunggu tas antrian saya dibagi nomer dari petugas, sudah amburadul,  ternyata mendapat  nomer 93 !!!  Ini lebih lecil sedikit dari bila saya datang  lebih siang misalnya jam 7.30  pagi, padahal saya datang sebelum komputer nomer  dibuka, jam enam kurang seperempat, pantasnya bila normal,  ya nomer 35 an.
Saya merenung dalam ruang tunggu BPJS sambil berpikir, Rebutan, baik  untuk  nomer pelayanan,  zakat  mal maupun Jabatan dan rejeki sangat sudah mendarah daging diantara sakyat,  hanya tahu perut sendiri. Perilaku ini sejalan dengan Perndidikan mereka yang mayoritas adalah sekolah dasar, rebutan ini bukan hanya untuk pemainan, tapi untuk hidup, hidup dengan nafsu hewani, Yang bisa sedikit mengencerkan jejak buruk pendidikan SD, adah pendidikan selanjutnya ( mungkin murid sudah cukup besar untuk menentang) , padahal mereka  tidak menyelesaikan sekolah SMP atau SMA.
Nurut perkiraan saya,  statistik  derajad  pendidikan formal rakyat terdiri dari golongan bawah –diwakili oleh pendidikan SD : 75 %, bagian menengah bawah pendidikan SMP, SMA: 15 %, Menengah atas da golongan menengah bagian atas diwakkili oleh pendidikan  D3 dan S1:  7%, bahkan  S2,  2%  – sebab golongan S3 masih dapat dihitung dengan jari.  Hanya sebagian kecil penduduk yang beruntung dilayani oleh lembaga  kesehatat swasta, yang tak terjangkau oleh golongan yang tidak korupsi, atau telah dicover oleh asuransi kesehatan swasta yang preminya mahal, dan dicover Perusahaan.dimana dia bekerja..
Tiga puluh lima tahan Orde Baru, penuh dengan pameran kekuatan fisik, penuh denan euphemisme  menutupi  kerendahan watak, keserakahan  dan keburukan watak manusia diseluruh sector kehidupan, menyisakan nafsu hewani ditandai dengan egoisme mereka yang berpndidikan paling rendah maupn yang bergelar profesor yang nota bene hanya diangkat oleh seorang presiden,  yang terang terangan  bicara pendidikan formal dirinya  hanya SD. Ada seorang profesor yang  menonjol karena  membawakan dirinya sebagai seorang kopral  jendral,  mengajar Ilmu Hukum di  salah satu Perguruan Tinggi  di   Jawa Tengah,  juga menjadi  Penggalang  P 4 dan anggauta  terhormat golkar ( siapa yang tidak ?), mengincar jabatan Jaksa Agung, dapada akhirnya mendapatkannya.
Dari  warisan 35 tahun Pendidikan dan lingkungan  hidup semacan itu, artinya pedidikan budi perkerti diberikan oleh mereka yang culas, mengesampingkan nurani, hanya nafsu egoisme  di zama Orde Baru,  Perilaku egoisme  masyarakat yang tersisa sekarang, lantas budi pekerti semacam apa yang bisa diharapkan ?
Di Masyarkat lain di seluruh dunia, terlebih setelah perang Dunia II, kebudayaan ngantri merupakan jalan hidup, yang berarti ketulusan buat menghargai orang lain, menghargai kepentingan umum. Bahkan upaya ini di Singapore oleh mendiang Lie Kuan Yu ditekankan dengan hukum negara !!. !
Selanjutnya ketulusan hanya bisa dididikkan oleh mereka yang  dengan ketulusan juga  mengajarkannya.  Ketulusan adalah satu satunya ikatan simpul untuk seseoarng menjadi berpribadi wutuh,  memilah milah antara kepentingan pribadi dan kepentingan  masyarakat dengan benar.
 Siapa yang bisa neneguhkan watak tulus kepada masyarakat ini ?  
Yang terang hanya sebagian kecil guru guru yang menyadari ini, terutama guru sekolah dasar,  karena murid muridnya masih polos, jiwanya masih labil dan tunduk pada bully/ancaman, makanya meskipun telah jadi nenek nenek, budi pekerti yang besifat egois masih mejadi kebiasaan, karena kepribadian yang sudah terbelah. Tragis kan *)


0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More