Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 09 Maret 2016

KEPADA TEMAN AHOK

KEPADA TEMAN AHOK

Saya mennton siaran Metro tv tg 8/3/2015 sekira jam 5 sore, atau jam 7 sore saya tidak ingat, isinya wawancara bertiga satu dari Teman Ahok, satu dari Pengamat Politik seorang lecturer dari Perguran Tinggi. Satu pembicara dari PDI Perjuangan.

Dari penampilan nyata nyata stereotype fisik mereka: yang dari partai setengah baya, berkacamata trendy untuk profesinya, bibir sangat mudah menggambarkan perasaan hati, cair mudah bergerak, dari mulut yang relatip lebar ( maaf wajahnya mirip Pak Ganjar Pranowo Gebernur Jateng, tapi tarikan bibirnya pak Ganjar ini lebih banyak ke senyum olah ragawan  keramahannya lebih menonjol  dari yang ini, tapi jelas beliau lebih tua, maaf lebih banyak tarikan ujung bibirnya kebawah sekejap) , dengan tatapan ke kamera yang penuh percaya diri.

 Yang dari Perguruan tinggi lebih solid, pandai menahan diri, bicara tegas. beperawakan agak berisi. Mengenakan hem bathik lengan pendek, banyak warna merah tua.

Lha yang dari Teman Ahok,  muda, nyaris remaja, rambut agak gondrong tersisir rapi, kerempeng, lebih nampak selalu menahan diri  terlatih dari posisi existensinya, yang selalu direndahkan. Tetapi menggambarkan keluguan single mindedness dan kekerasan hatinya. Terbaca di mimiknya, sangat dipandang sebelah mata oleh si bibir tipis orang partai yang “berpengalaman”.  Sang partai lebih diberi kesempatan bicara oleh pewawancara. E saya hari ini 10/4/2015 pagi sudah ngelihat di tv, si krempeng potong rambut jadi lebih rapi.

Sang petugas partai, sangat menikmati pembicaraannya, dengan mengetengahkan bahwa partai telah sangat berpengalaman mengolah situasi politik, dipercaya oleh organisasi dari tukang sampah,  ranting ranting, sampai cabang cabang sampai tokoh yang tetap survive selama pergantian iklim politik setiap rezim, nadanya ya tetap mewakili rakyat, membela keutuhan NKRI, bukan sara, jadi pasti bukan bonek pendukung club sepakbola. Jadi balon executive harus lewat mekanisme partai, demi mencegah kekerdilan “sara” atau kepentingan kelompok kecil. Buktinya partai hampir selalu mendukung Penggede executive jagonya, lebih dari satu periode, karena tepatnya penjaringan balonnya dengan bibir yang sangat cair. Lha  apa itu cuma pertemanan di "Teman A Hok" ?  

Saya rakyat yang sudah mengalami empat  zaman, lima kekuasaan rezim, ya hanya berfikir dalam bathin, sayang marhaenisme sudah tiada, jadi si bibir tipis tidak perlu bicara mengenai itu.

 Sebaliknya rakyat ya sudah tahu tentang politik transaksional/dagang sapi antar teman teman partai mereka, mereka juga menarik "uang mahar" dari setiap balon untuk jabatan apa saja yang jumlahnya sampai milyaran. Lha bagaimana bisa pulang pokok bila diincar oleh KPK terus terusan ? Makanya mereka semua sepakat untuk bikin udang undang melemahkan KPK. Duh penginnya bekerja sama dengan ABRI seperti dulu, sekali pukul sudah beres. Malah Abrinya sudah enek dengan mereka, susah disuruh langsung melawan rakyat, sedang mereka menikmati hasilnya.

Sedang saya penonton tv, sudah uzur hampir 80 tahun, mulai muda remaja sudah tergetar oleh pandangan Bung Karno, mengenai Marhaenisme, Sosialisme Indonesia dan Trisakti. Umur saya menjelang 80 tahun, muslim, hidup zuhud. Selalu mengenang Pak Hugeng dan Pak Jusuf

Selalu terancam dianggap tersangkut G30S selama rezim Orde Baru. Berarti masuk jurang tanpa dasar.

Pengamat Politik dari Perguruan Tinggi, berbicara laconic, tapi melahirkan simpati pada si kerempeng, yang sangat muda, berkemeja ukuran terlalu besar, karena pekerjaan mereka mengumpulkan tanda tangan dan bukti dukungan tertulis di kertas yang ada fotocopy KTP Jakarta Raya dengan organisasi yang sangat profesional tanpa bayaran. Mendukung calon perorangan calon Gubernur A Hok, mengagumkan.  Sambil jadi sang pemembawa angin politik segar, sebab pemberi dukungan yang berKTP Jakarta terkumpul dengan pengertian yang mendalam bahwa rakyat sudah mengerti apa artinya hidup bermasyarakat plural yang modern sangat complex, bukan sekedar organisasi patembayan desa, atau gerombolan preman yang berkedok agama, atau suku dan ras. Semoga rakyat Jakarta Raya cepat aktip mengumpulkan dukungannya dengan KTP dan pernyataan  mendukung pencalonan A Hok/Heru satu juta, berjuta juta suara individu mendukung calon perorangan “Teman Ahok” ini, amiin.

Adapun rakyat kecil yang tertarik mengais kehidupan di Ibu Kota tidak hanya perlu agitasi ekonomi, agitasi keagamaam. Agitasi ke Betawi-an, tapi upaya sosio- ekonomi yang nyata berkesinambungan.  Yang bondho tenaga thok – ya mbok dibantu untuk bisa bertani di lahah lahan tidur yang masih sangat luas dimana saja di Indonesia, tunjukkan maksud A Hok ya seperti pindah kerumah susun itu, yang bisa berketrampilan perorangan maupun dengan kelompok, diupayakan perlindungan organisasi Perlindung yang dipimpin orang yang tulus dan zuhud seperti Teman Ahok si Kerempeng dengan hem yang kedodoran ini (tapi bersih lho), apa ini menunjukkan badannya sangat kurus, nggak kayak si tembem dari Majelis Kehormatan Dewan yang bikin orang sebel, tapi pengetahuan komunikasi modern mereka rata rata sangat luas, menelorkan upaya seperti gojeg, bantuan kepada keluarga pasangan suami- istri bekerja – Dengan organisasi modern sehingga bisa menyewa penjaga anak usia dini, bukan sekedar PRT migrant dari desa, tapi profesional yang bekeja dengan jam, terorganisasi, bayar  asuransi kesehatan, kecelakaan profesi, jaminan hari tua, menyekolahkan anak anaknya. Yang bisa menangani bantuan pada si pengais rezeki  migrant ini, nanti ya SEJENIS TEMAN AHOK  ini, si Kerempeng yang hemnya kedodoran ini, mereka pandai, tulus, dan bisa hidup zuhud, masih merasa nyaman, sebab pengetahuannya yang rata rata luas, bukan penjilat begundal socialites anak koruptor atau anak pentolan partai yang pasti jadi anggauta DPR RI, tapi mereka jago netizen, handal dengan sumber informasi yang tanpa batas, aku titipkan nasib bangsaku kepadamu, anda teman mudaku !*)  


Aku di blog ide subagyo,blogspots,com. Facebook dan g+ di   subagyo koesno di laman profil,  email subagyo.surabaya@gmail.com.

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More