IYA,.......SETELAH HAMPIR TIGAPEREMPAT ABAD
Masyarakat mnjadi sadar. Persoalan murni teknis, telah menjadi batu pondasi Politik, yang berarti dasar menyatukan kekuatan masyarakat dalam satu Negara, yaitu INFRA STRUKTUR. Tidak hanya itu, tapi infra structure yang menyangkut kepentingan hidup orang banyak, kesejahteraan umum. ALHAMDULILLAH, ini baru benar. Sebelum ini infra structure negeri ini hanya menjadi pembicaraan kaum Ekonom, karena malu diri lantas mereka menyebut dirinya kaum teknokrat. Segolongan dengan Ali Wardhana dkk, yang pengabdiannya hanya mencari keuntungan buat Boss beserta croni-nya yang diktator militer thok, atau Corporate raksasa yang menyewanya thok. Malah sekarang, orang teknik yang tergabung dalam teknokrat Orde Baru, menjadi menteri kabinet, menjadikan keilmuan teknik melebar ke politik dan kekuasaan seorang menteri, dia dan konco konconya menunggangi politik demi dukungan mencari uang fee satu juta dollar di Masela, yang dipertontonkan oleh mereka, yang lantas diomeli oleh Menteri Rizal Ramli, untuk membela off shore drilling yang lebih murah, demi membela Corporate dan mengesampingkan kepentingan rakyat buat nunut infra structure yang mereka bikin di inland drilling. Padahal seingat saya satpam mereka sangat galak, tidak akan mengizinkan infra strukure-nya di nunut oleh konvoi Militer sekalipun, itu pasti, melainkan sekian puluh tahun mendatang, sesudah sumurnya kering - baru jalan dan jembatan itu bisa di lewati rakyat umum. Lha gitu kok masih milih off shore yang tanpa pengawasan apa apa, berarti sudah siap pipa sampai Australia !!
Seperti yang telah dianut oleh Amerika Serikat selama hampir tiga abad, infra structure di jejalkan pembangunannya oleh para senators, congressmen, dengan beaya uang Negara, demi pemodal ganti kulit seperti ular, dilokasi baru dinegaranya sendiri membuat pabrik terintegrasi, otomatisasi, lebih canggih dengan lebih murah, sebab sudah disediakan jalan dan jembatan, ratusan kilometer dilokasi yang penduduknya jarang, jadi tidak ada gangguan lingkungan hidup dan tanahnya masih murah, air dan energy sudah tersedia oleh beaya Negara, dengan alasan penyerapan tenaga kerja. Lokasi yang lama jadi kota hantu. Disana infra structure bukan jadi issue kepentingan umum, tapi kepentingan teknokrat yang mengabdi kepada Corporasi raksasa, dengan motif hanya mencari keuntungan saja. Raja Sihanouk dari Cembodia juga meniru falsafah ini, sedang rakyatnya terbelah antara orang Khmer yang badannya kecil kulitnya agak gelap matanya bundar, dengan elite darah keturunan campuran darah Asia Timur, ganteng dan cantik berkulit cerah, mereka abai terhadap kehidupan suku Khmer yang jadi pemelihara kerbau dan hidup subsisten di hutan hutan, Apa yang kerjadi ? Peristiwa berdarah darah dari Khmer merah a'la Polpot. Jadi mendatang tidak ada lagi kekuatan ekonomi diluar sistim yang tumbuh semaunya sendiri, harus dalam sistim sesuai cita cita rakyatnya.
Sedang dinegara orang lain para magnate business dari AS ini mebongkar gunung, melenyapkan suku bangsa lain dengan perang, demi menguasai sumber daya alamnya. Edward Carnegy sudah wafat dan hartanya diwariskan kepada rakyat Amerika, tapi yang ini tidak bisa mati, tidak ada rasa, dia entitas modal yang abadi, kerjanya hanya mencari untung, bahkan mencuri warisan bangsa yang miskin, demi keuntugan. Karyanya hanya membesar dan berganti kulit, hingga tubuhnya menggilas apapun.
Yang Mulia Mokhtar Riyadi, si raja uang termasuk sepuluh orang terkaya di Indonesia, pernah diwawancara-i oleh TV yang pembawa acaranya nyaris menyembah saking hormatnya, bersabda dengan pelan jelas satu persatu kata supaya pemerintah Jokowi membuat infra structure jalan tol bebas hambatan untuk muatan berat yang menghubungkan factory factorynya yang telah dibangun di Krawang, Gunung Putri dan Tangerang, supaya harga produksinya bisa murah dan bersaing di pasar bebas dunia masa kini, dan rakyat melihatnya bagaimana dia beruntung.
Saya menebak, yang dimaksud dengan infra structures oleh Kabinet pak jokowi sekarang ini, adalah infra structures yang sangat dibutuhkan untuk membangunkan ekonomi kehidupan rakyat banyak. Mulai jembatan gantung antar desa dan kota kecamatan atau sekolah, sampai saluran air untuk mencegah pengeringan lahan gambut dan menjadikannya lahan pertanian dengan petaninya yang mempertahankannya dari kebakaran yang sekaligus hidupnya jadi lebih sejahtera, embung embung di NTT, dan penyediaan hidro listrik dan mikro hidrolistrik di Sulawesi tengah, sekaligus menarik investor industri pendinginan ikan dan pengolahan hasil dari keramba raksasa di teluk Tomini, mengembalikan keberadaan perkebunan kelapa di sepanjang pantai teluk Tomini, selang seling dengan hutan mangrove yang sudah digunduli dasana tanpa rencana, untuk tambak udang. Pengadaan kapal ternak besar yang berkeliling Nusantara bermuatan sapi kerbau, konsentrate, hay dan silage yang dipadatkan. Membersihan teluk itu dari limbah tambang emas. Ini semua infra structure yang terjangkau. Asal didaerah itu (Sumatra, Sulawesi, Maluku, NTT, Kalimantan) dibersihkan dari teroris dan penguasa setempat yang feodalistic skala puak dan kampung. Sebab di skala yang lebih besar para feodal ini sudah nenenuhi Ibu Kota, jadi koruptor buaya malah Tyranosaurus rex yang makan cicak dan buaya, tanpa merasa salah, sedang diskala kampung dan puak para feodal ini sumber makannya jadi pemalak liar a’la pak Ogah, perdagangan narkoba a'la Bupati OKI tanpa merasa salah, pendukung teroris yang sesat dari tujuan nasional kita saja. Tidak kalah penting adalah kepedulian di wilayah perbatasan yang sangat memerlukan infra struktur untuk menarik para calon “gafatar” yang pak Jokowi bisa menyulapnya jadi pahlawan pembela tanah air, asal ada infra structures yang cukup menghidupi ekonomi menengah saja, tanpa gencetan dan manipulasi dari feodal setempat, tukang bakar lahan gambut lagi. Dengan catatan, ini bukan kerja sepele, ini pekerjaan kecil kecil dengan beaya tinggi, ditambah dengan penuhnya godaan lalat calon koruptor yang tidak bertanggung jawab dan politisi hanya cari obyek percaloan, yang gentayangan di DPR dan Partai Partai Politik dengan sikap sisa Orde Baru yang feodalistis. Kita butuh "Teman Pak Jokowi" skala Nasional. lebih dari 70% pemilih, untuk menangkal godaan CIA dan iblis yang merasuki feodal feodal kita untuk cup de'etat oleh partai dan militer kayak biasanya dimana saja di dunia. jutaan sukarelawan yang pandai dan tulus bekerja terutama kaum muda, sebab ini menyangkut hari depan mereka. nfra struktur yang ini sudah membuat Kabinet Pak Jokowi dan Pendukung nya sangat sibuk, sedang warga yang kehilangan kesempatan, korupsi berjama'ah malah cengengesan di TV, mengobati kekecewaan-nya dan makan hati, karena Pak Jokowi mendadak menyaksikan situs kegoblokan kroni para sudrun yang dipiara oleh rezim yang digantikannya, trilyunan rupiah pemborosan di Hambalang. Wong sejak zaman beheula dikawasan itu desa saja tidak pernah didirikan sebab rawan longsor, kok dibangun bangunan bertingkat banyak. Dasar sudrun sudah menguasai ITB. Sekian semoga Allah menganugerahkan ijabah kepada bangsa ini *) Kalok Tuan Van Danu bisa membuat Pertai dengan cabangnya disetiap Propinsi, Kenapa saudaraku yang sadar tidak membuat Partai Sahabat Marhaen ? Partai PSM sekarang juga ?
0 comments:
Posting Komentar