MENANGGAPI HARAPAN PROF. HAJI SALIM SAID, DI ILC TG.22/01/2019 ASUHAN BANG KARNI.
NIAT BAIK UNTUK MENCARI SOLUSI TERBAIK UNTUK MENCIPTAKAN HUBUNGAN ANTARA ISLAM DAN NEGARA DI NUSANTARA KITA INI
Prof. Salim Said mengemukakan sejak tahun 1930 Bung Karno penah berdiskusi antana beliau dengan Mohammad Natsi, mengenai topic ini dan belum ada kesepakatan. Kemudian muncul pemikiran Gus Dur dan Nurcholis Majid yang menyatakan bukan Negara Islam tapi masyarakat Islamlah yang diperjuangkan. Malah diharu biru dengan watak menang sendiri model wahabiyah a’la habib Rizik dan FPI yang terang terangan tidak mempedulikan pentingnya keutuhan Bangsa Negara plural kita. Sejak abad ke 12 kejadian penyebaran ajaran Islam di pulau Jawa – yang telah berabad abad mendapatkan ajaran Hinduisme yang sudah mendasari ajarannya kepada masyarakat dengan pembaharuan ekonomi agraris menciptkan sawah berpengairan – yang di Bali namanya sistim Subak, masih bertahan hingga sekarang dengan sukses, dengan ajaran Hindu jawa - saking jarangnya ada Brahmana dari India, mengadakan pemurnian cara India ( untungnya) sehingga kedudukan perempuan di Hindu jawa lebih baik dari di India. Malah di pulau jawa dapat tersaingi oleh komunitas islam, dengan pembukaan sawah rawa ( yang memang diterlantarkan olah Kerajaan Majapahit) oleh para mubalegh islam dari Yunan abad ke 12, mencangkok kebudayaan Majusi dari Mesopotamia – dengan hibah sawah rawa in kepada para sudra dan waysia , memberikan pelajaran membaca dan menulis huruf hijaiyah dan huruf palawa kepada para waysia dan sudra, sehingga perdagangan dengan pembukuan dan invoice dan surat perjanjian menjadikan kaum ini maju pesat. Begitu pula kepada kaum Brahmana rendahan diberikan pelajaran ilmu yang menenteramkan dan sejuk dari ilmu makrifat /tasawuf dan ilmu hakikat islam, memberikan pegangan bathin yang lebih kuat dalam menuntun budi pekerti islami. Mengenai ini sudah banyak tulisan saya di Blog idesubagyo,blogspot.com. sebagai pencarian yang terus menerus. Menunjukkan petapa hati hatinya ulama islam Jawa begaul dengan umat Hndu sampai menjadi dasar dari kesultanan Islam yang pertama di Demak Bintoro – Jawa Tengah, menyediakan sawah rawa yang luas dengan sistim pengelolaan air a’la Mesopotamia oleh para wali – antaraya Sunan Kalijogo. Yang kenyataannya memang kerjanya meneliti kali dan rawa yang menjadi pekerjaannya demi rancang bangun saluran saluran pematus dan pamasukan air ke lahan sawah rawa ini. Maka meskipun kesultanan islam ini umurnya pendek, dasar toleransi agama dan pergaulan masyarakat yang sejuk yang secara naluri diwarisi oleh ormas islam hingga sekarang NU – meskipun di akar rumputnya fanatisme dan intoleransi masih mudah tersulut oleh ajaran islam a'la wahabiah, dengan julukan islam Nusantara, warisan para wali tanah jawa. Sayangnya naluri ini belum diperkuat dengan penelitian sejarah formal dengan kesadaran ilmu –jadi hingga sekarang masih cair. Dengan mudah mendapat cibiran Islam itu ya Islam ndak pake embel embel - ini kan jargon oleh mereka yang dangkal, tidak pernah mempelajari sejarah.
Apalagi kedatangan para
ulama dan ustadz yang belajar di Timur Tengah, seabad yang lalu hingga sekarang, walaupun hanya mengajarkan
koreksi formal ilmu islam umpama arah kiblat, sampai ke bisa menikmati hikmah Al Qur’an dan Al Hadist secara
benar dan formal: tartil, tajwid, mahfu, sorof, kebudayaan padang pasir, sastra
Arab, sejarah Arab – itu saja memerlukan waktu betahun tahun sejak umur sangat
dini ( penyataan Gus Mus) - kenyataannya baaru setelah digunakan kapal api dan
terusan Suez dibuka. Transport dimajukan oleh sistim kolonialis/kapitalis
Europa. Yang ini demi kepentingan ekonominya sengaja mengaduk aduk syari’ah
untuk memecah belah pesatuan umat
terjajah, menjadi perpecahan yang fanatik, dari masyarakat Nusantara yang memang plural
ini. Merekalah yang ikut tanpa kesadadaran akan bernegara Nusantara sebagai
ajaran para Wali islam tanah Jawa di abad 12 -15, yang malah mereka cap kuno,
sincretic dan bid’ah. Itulah Islam Nusantara, menrut mereka yang sudah merasa kaffah.
Kok ya ndelalah kersaning Allah, dari banyak Pemimpin Negara ini, hanya satu yang sudah berhasil melaksanakan dan berniat mengembangkan sawah rawa ini - Presiden Jokowi dan Kabinetnya terutama Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri
https://www.kupastuntas.co/2018/02/bulan-ini-rawa-jitu-siap-panen-padi/
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/15/181500726/hadiri-hps-ke-38-jokowi-akan-canangkan-optimalisasi-lahan-rawa-
–
Apabila upaya yang sangat strategis ini bisa dengan sadar disambut sebagai tulang
punggung penyatuan umat yang plural oleh
NU – Maka umat islam Nusantara akan lebih cepat melaksanakan tugasnya sebagai
khalifah Allah di bumi – menjadi rakhmatan lil alamin artinya memberi makan
kepada rakyat jalur Gaza, Yaman, Siria yang sangat menderita kurang pangan
karena pertanian disana sudah morat marit. Tugas sepenting ini jadi jauh lebih
cepat dlaksanakan dari mempelajari upaya memurnikan islam, secara formal Al Qur’an
dan Al Hadist yang memang harus dalam keadaan tenteram, urut dan penuh konsentrasi
akan tercapai dalam 12 – 15 tahun – Malah jauh lebih cepat untuk membuka mata
manusia sedunia, bahwa ajaran islami sangat pantas mengilhami
prilaku mereka, untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik.
Sebaliknya
bila ada dana, bukan mengundang para ulama seluruh Nusantara untuk seminar
akbar bermingu miggu dihotel mewah, mencari solusi bentuk hubungan Islam dan Negara terutama di Nusantara –
sebagai yang diusulkan oleh sang Proffesor, tapi beaya digunakan untuk mengirim para ulama
seluruh Nusantara – melihat dan menghayati betapa “terjangkaunya” nuruti isyarah
para Wali tanah jawa, mencetak rawa jadi sawah, yang potensinya diseluruh
Negeri ini ada 9,3 j u
t a hectare, sudah itu menghayati tembang Ilir ilir – Sedangkan bila dukungan NU khususnya dan
umat islam umumnya – berhasil, maka lima tahun mendatang, mulai satu juta ha sawah rawa dari yang 9,3 juta ha potensi yang ada pada akhir 2021 sudah bisa, pasti pak Jokowi mampu mengembangkannya walau mungkin
hanya 3 Juta hektar saja pada akhir 2024, serta sistim usaha professional yang moderen mengikutkan
petaninya untuk “tandur” artinya ikut menguasai usaha ini bersama Negara
sebagai counterpart-nya, sudah amat sangat baik.
Guna menyediakan pangan bagi umat islam yang sudah hancur hacuran gara
gara pengembangan ilmu islam yang belum pas.*)