Blogku ini adalah diary dan tumpahan semua ideku. Dan catatan ini kudapat dari pencarian sepanjang hidup.
Dunia manusia adalah Alam Raya yang berdimensi 4, dimensi 3 menentukan ruang dan dimensi ke 4 adalah waktu.
Di atas Alam yang berdimensi 4 tempat existensi manusia, masih ada alam alam lain yang berdimensi lebih tinggi, dengan dimensi 5 dimensi 6 dimensi 7. ( Dalam Al Qur’an langit bersusun 7 inikah susunan dimensi alam alam itu ?)
Ada aksioma bahwa alam dengan dimensi satu tingkat lebih tinggi bisa muat alam alam yang jumlahnya tak terbatas dari dimensi di bawahnya, contohnya satu “bidang” punya dua dimensi mengandung “garis” yang hanya punya satu dimensi -tak terhingga, satu luasan bidang, setiap garis punya “singgungan” mempunyai “titik potong” dengan garis lainnya tak terhingga, dengan derajad kemepetan yang tak terhitung.
Dari sini disimpulkan bahwa bila ada alam dengan 5 dimensi satu tingkat saja di atas alam dimensi manusia yang berdimensi 4, pasti mengandung alam 4 dimensi yang lain, tak terbatas jumlahnya, pasti ada pada satu saat ”bersinggungan” dengan ruang dan waktu existensi seseorang, dengan segala konsekuensinya. Apabila “waktu” di alam sesama berdimensi 4 yang skalanya lain, akibat dari “kecepatan” rambat, atau “ frekwensi getaran elemen dasar” yang ada di alam tersebut lebih dari kecepataan cahaya, mungkin bisa bersinggungan dengan alam 4 dimensi kita, manusia peka mungkin ketemu “penghuninya” bila kebetulan ada, mungkin merasakan “suasana”, mungkin bisa memanfaatkan imbas energinya, apapun mungkin, yang pasti “kondensatnya atau hasil transformasinya di alam kita akan menjadi sangat berlipat-lipat nilai lokalnya.
Apa yang berada dalam Alam 4 dimensi adalah “energi” dan “materi” sebagai perwujudan mendua masing masing ada secara dwitunggal – rwa bhinedha. Contoh klasik adalah fenomena “sinar” atau cahaya yang sekaligus bisa dinyatakan sebagai energi dan materi. Juga kedua sisi existensi ini bisa saling bertukar wujud yaitu energi bisa jadi materi dan materi bisa jadi energi. Dinyatakan oleh rumusan Albert Einstain : E = m c kwadrat.
Ilmu Fisika nuklir menyatakan betapa alam raya dimensi nya manusia terlalu pejal, miskin energi kaya materi pejal, mungkin alam 5 dimensi cenderung lebih “kaya” energi dan “kondensat” energi jenis ini menjadi jenis materi yang jauh kurang pejal, atau ber derajad “vibrasi” yang jauh lebih tinggi.
Konsekuensi dari dugaan ini, manusia dengan alam raya 4 dimensi sangat bisa bersinggungan dengan alam 4 dimensi atau yang lebih tinggi. Yang skala waktu atau kecepatan gerak lebih tinggi dari kecepatan cahaya dengan derajad energi yang jauh lebih tinggi, memungkinkan mengalirnya energi dari “jenis lain” bisa berperan dalam kehidupan sehari hari, melewati suatu “transformer” seperti tansformator listrik dalam Fisika alam kita.
Ada pesan dari hampir semua Agama lurus, bahwa manusia berasal dari alam dengan dimensi yang tinggi.
Satu “kehendak” dari dimensi “Maha Tinggi”- Allah, dengan seketika terciptalah alam raya dengan 4 dimensi kayak“the big bang” nya Stephen Hawking yaitu ditandainya energi terhebat yang dalam seketika menciptakan alam raya 4 dimensi dengan gradasi kecepatan yang berbeda beda yang erat hubungannya dengan demensi waktu dan tingkatan energi yang dikandung.
Manusia tinggal di alam dimensi 4 dengan gradasi waktu dan kecepatan yang rendah hanya sementara, sebenarnya Manusia tempatnya di alam raya dengan dimensi dimensi tinggi, sangat tidak pantas untuk terpikat kepada kehidupan di sesama dimensi, hanya karena derajad energinya lebih tinggi.
Bagaimana dengan Manusia sendiri ?
Dalam alam raya 4 dimensi yang dihuni Manusia dimensi ke 4 adalah waktu yang erat sekali berhubungan dengan kecepatan bergerak yang merupakan simbol existensi alam ini yaitu mendua yang tak terpisahkan antara energi dan materi yaitu “cahaya” yang hanya 300.000 km/detik, di ruang hampa. Selain cahaya yang menjadi symbol alam 4 dimensi nyata bagi manusia tidak ada sesuatupun yang lebih cepat dari itu. Dengan batas itulah ruang dan waktu alam 4 dimensi yang bisa terjangkau oleh Manusia amat sangat terbatas. Dalam lingkup inilah existensi manusia diuji, karena existernsi manusia adalah mendua yang tak terpisahkan yaitu dengan materi pejal “raga” dan energi murni “rokh” dimana raga adalah materi pejal yang tidak bakal mampu bertahan sebagai materi bila diberi energi kecepatan sama dengan kecepatan cahaya, materi apa saja akan berhenti jadi materi – melainkan energi-materi serupa cahaya, jadi pada situasi itu, raga dan rokh bukan satuan yang mendua lagi.
Rokh manusia ditempatkan di alam yang mendua oleh Allah, dengan sendirinya berpasangan dengan materi yang ber-energi rendah dengan dasar energi getaran makro molekul prtotein DNA dan RNA pengendali jenis senyawa makro molekul protrein – protoplasma, dasar kehidupan alam kita.
Toleransi manusia terhadap lingkungan alami sangat sangat terbatas umpama temperature lingkungan, katakan antara 15 derajad C hingga 35 derajad C di luar batas temperatur itu harus ada alat pendukung yang diciptakan sendiri oleh akal manusia alat penghangat tubuh atau pendingin tubuh. Semua alat diciptakan oleh manusia dari materi yang pejal dan energi yang menyertainya.
Mungkin telah ada satu cabang kebudayaan manusia puluhan bahkan ratusan ribu tahun yang lalu yang dapat mempergunakan energi dari dimensi lain yang dapat memperluas batas toleransi tubuhnya terhadap alam lingkungannya tanpa menggunakan materi pejal dan energi yang menyertainya, ini adalah teknologi jenis yang sekarang sudah punah.
Bayangkan dari reaksi fisi dan fusi materi inti atom yang “pejal” dari alam 4 demensi kita ini, yang berupa atom uranium (isotopnya) juga atom hydrogen, manusia sudah bisa membuat kerusakan yang demikian dahsyatnya. Tapi sebaliknya tidak ada “kondensasi” energi langsung menjadi materi, karena dibutuhkan energi amat besar, sebesar energi yang menghancurkan satu kota besar menjadi debu, hanya untuk transformasi energi ke materi setara dengan -katakanlah- 20 Kg Uranium isotop.
Masih ada individu-individu yang dengan “hidup”nya yang merupakan kesatuan mendua antara rokh dan raga masih mampu mengelola energi “lain” yang Islam mendefinisikan sebagai kemampuan adhikodrati yang merupakan ilmu “laduni” – tidak bisa dikejar untuk dimiliki dan bisa hilang begitu saja tanpa “sebab”.
Energi dari dimensi “lain” bisa menyertai manusia – itupun ada yang dilarang oleh Agama dan ada yang dibolehkan.
Islam memperlakukan gejala adanya energi adhikodrati, bukannya khusus dipelari tapi sebagai “hasil ikutan” dari hidup manusia istimewa, misalnya: Mu’jizatnya para Nabiyullah, kharomahnya para Waliyullah dan ma’unahnya para santri ( arti ma’unah konon adalah pertolongan Allah)
Ada satu puak dari bangsa Tibet, penghuni lereng-lereng pegunungan Himalaya yang khusus mempelajari dengan sistimatis pemupukan dan pengelolaan energi adhikodrati – mereka adalah para kaum Lama, menggabungkan penguasaan energi dari dimensi lain dengan praktek satu sekte agama Buddha.
Pertumbuhan dan perkembangan telah dicapai oleh “raga”, manusia dengan “otak” yang menjadi pengendali dari raga dalam ke “pejalan” alam 4 dimensi, dorongan, kecenderungan otak untuk mempertahankan “hidup” yaitu menyatunya raga dan rokh, diwarnai dengan nafsu nafsu ragawi atau nafsu amarah, yang satu lagi dari nafsu ragawi selanjutnya adalah nafsu lawwamah yang masih terikat pada reflex mempertahankan hidup yang primitive , kemudian lebih halus berkat kesadaran ke sia-sian duniawi adalah mutmainah dan supiyah.
Jiwa adalah raga dalam bentuk “software otak” yang mampu menyeimbangkan alat alat yaitu ke empat nafsu yang ada pada manusia.
Kesadaran akan adanya nafsu nafsu ini, menimbulkan kemauan untuk mengendalikannya, karena rokh memerlukan raga yang teduh dan seimbang.
Dalam hidup, yang berarti dwitunggal raga dan rokh, si rokh menerangi otak dengan “nuraini”.
Inilah hakikat dari hidup manusia, siapapun dia, semakin berkembang daya pikirnya, artinya daya otaknya semakin mudah untuk mendapat tuntunan dari nuraini, tuntunan rokhaniah.
Betapa banyaknya jebakan dan rintangan ketika jiwa yang berbasis ragawi bisa tertuntun oleh rokh sesuai dengan nuraini.
Evolusi ragawi juga evolusi jiwa manusia menghasikan kaidah hidup yang hingga kini diterima oleh umat manusia, yaitu hukum pola tingkah laku atau moral pokok manusia dalam skala prioritas:
1. Seseorang harus dibenarkan sampai batas maksimum untuk menyelamatkan hidupnya.
2. Seseorang jangan berbuat merugikan manusia lain dan lingkungan hidupnya, prioritas kedua pada tahap awal kebudayaan manusia prioritas kedua ini sering diabaikan karena“bertentangan” dengan prioritas pertama, sampai sekarang masih bisa dipertimbangkan.
3. Seseorang diharuskan berbuat baik kepada manusia lain dan lingkungannya, dibolehkan tidak melakukan prioritas ketiga bila dengan melaksanakan prioritas ketiga ini prioritas di atasnya terabaikan.
Apabila seseorang sudah mampu melaksanakan hidupnya menurut skala prioritas di atas, orang tersebut bisa dianggap manusia baik dan wajar.
Sedangkan Fisikawan pengarang fiksi ilmiah dijuluki Futurologist – meramalkan ada jenis moral yang nanti akan diprogramkan pada otak “positronic” robot:
Isaac Azimov - memberi definisi untuk dasar moralitas robot yang punya kemampuan kerja mandiri:
1. Satu robot harus berbuat dengan seluruh kemampuannya untuk kebaikan manusia dengan segala aspeknya.
2. Satu robot tidak boleh membiarkan dirinya menjadi halangan terjaminnya keselamatan manusia, apabila prioritas pertama oleh suatu sebab dari ketidak mapuannya, tidak bisa dilakukannya.
3. Satu robot baru boleh menyelamatkan dirinya apabila tidak bertentangan dengan prioritas pertama dan kedua.
Isaac Azimov mengerti bahwa moralitas Robot ini harus ditanamkan pada program ‘otak” robot oleh manusia, seandainya ada otak manusia dengan pola skala prioritas seperti otak robot dengan program di atas, maka dia adalah manusia terbaik, yang amat sangat langka sepanjang zaman.
Satu robot tidak “hidup”, tidak merasa lapar dahaga dan tidak merasakan sakit atau takut, tidak mengenal emosi dan tidak dilahirkan, melainkan dibuat, batas existensinya dalam alam dimensi 4 sama dengan manusia tidak mampu menempuh kecepatan lebih atau sama 300.000 km/detik, dia tidak akan berwujud, melainkan menjadi cahaya saja.
Sebaliknya “hidup” dengan kenyataan bahwa dia berlandaskan bahan pejal atom dan molekul yang telah ber -evolusi begitu panjang dari macro molekul protein yang dipola oleh DNA dengan RNA sehingga “menyelamatkan diri” yaitu menjaga hidup itu sendiri menjadi hal yang teramat penting – termasuk regenerasinya, karena langkanya Allah menciptakan proses ini.
Hasil evolusi terbaiknya mempunyai central informasi dan reaksi – otak, fungsinya telah berobah kualitasnya jadi soft wares Jiwa – satu aspek dari benda pejal yang berevolusi sehingga “berjiwa” bisa ditinggali oleh “rokh”- entitas dari dimensi yang tinggi sekali.
Dengan rokh inilah seluruh raga dengan jiwanya terbentuk rwa bhineda, dwitunggal, “hidup” manusia yang begitu hebatnya mampu dijadikan khalifah Allah di Alam 4 dimensi ini dengan sandaran “nuraini”yang bisa menerangi jalan setiap saat.
Ternyata hasil sinergi antara raga (otak dan jiwa) dengan rokh akan bisa menciptakan “kondisi” untuk menembus kecepatan melebihi kecepatan sinar hingga berlipat lipat dengan “pilot” sekaligus penumpang “kesadaran manusia” dalam sekejap mencapai alam alam berdimensi lebih tinggi.
Evolusi ragawi yang telah membentuk sosok manusia modern, menorehkan pola yang sangat dalam dakan kehidupan manusia kini.
Pada satu tahap tertentu Primata ini menanggalkan bulu bulunya, dengan bayi yang lahir sangat tidak berdaya, tanpa gigi dan hanya tergantung susu ibu dalam jangka yang relatif lama, tanpa kemampuan bertahan hidup bila tidak dilindungi secara cermat dan hati-hati oleh kedua bapak-ibunya dan puaknya, engan masa juvenile yang sangat panjang dibandingkan dengan Primata lain.
Kondisi ini membutuhkan soft ware yang bisa menjamin keteguhan perilaku setiap pasangan yang melahirkan bayi untuk “memelihara” anak hingga mampu mandiri, bila tidak, pasti jenis Primata humanoid ini sudah punah sejak tahap ini.
Binatang sebangsa Rodentia/ Pengerat seperti tikus juga harus memelihara bayi -bayi yang sangat lemah, tapi tahap dewasa seekor tikus kembali memiliki raga yang sudah dirancang untuk menjaga sistim fisiologi tubuh tanpa alat bantu yaitu bulu yang memadai untuk menjaga temperature tubuh, reseptor-reseptor syaraf yang sangat lengkap, untuk mempertahankan diri dan mencari makanan tanpa alat bantu, sehingga pusat komando dari raga tidak berkembang lebih lanjut untuk berbudi daya dengan variable kombinasi yang sangat banyak, tapi mengandalkan soft ware yang sudah tetap terpateri dalam otak, yaitu instink seperti bangsa Beaver dan Bajing, sehingga otak sangat kurang terangsang untuk mengadakan eksperimen dan berfikir.
Sedangkan manusia harus “bekerja dengan tangan dan jemari, kaki dan seluruh anggauta tubuhnya untuk menciptakan alat untuk mempertahankan hidup dari unsur-unsur alam dan mencari makan, jadi ada rangsangan yang sangat kuat dan terus-menerus kepada otak untuk mengolah data dengan berkoordinasi dengan anggauta tubuhnya terutama tangan dan panca indra.
Maka raga manusia yaitu badan termasuk otak, sangat berkembang untuk “menciptakan” alat, semula alat alat pejal, kemudian alat alat imajiner, seperti bahasa, ilmu-lmu dan rancang bangun. Maka raga ini bisa ditempati oleh rokh yang merupakan reseptor dan transmitter dari nurani.
Tidak heran bila agama-agama besar selalu mengingatkan bahwa jalan hidup manusia harus selalu dituntun oleh kasih, inti sari dari pesan nuraini.
Agama Islam malah mengharuskan pemeluknya untuk mengulangi “ikrar hidup yang hakiki” tak terhitung dengan kesadarannya termasuk setiap mulai membaca surah-surah dari wahyu Illahi dari Al Qur’an juga dalam sholat setiap hari yaitu hidupnya adalah Khalifah. Di Alam Raya ini, setiap langkah tindakannya dilandasi ikrar “Dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih” atau “Bismillahirokhmannirokhim”.
Bukankah ini sudah mencakup azas moral manusia?
Bila saja disadari, apakah manusia bisa berbuat bertentangan dengan ikrarnya sebagai Khalifah Allah di Alam dimensi ini ?
Bagaimana hubungan antara individu manusia seharusnya ?
Meskipun satu unit utuh dari hidup adalah “individu” yang ber-evolusi mulai dengan makhluk satu sel, menjadi makhluk ber-sel trilyunan yang mengelompok dalan jaringan jaringan sel yang sangat beraneka ragam, unit terkecil dari kehidupan adalah individu.
Satu individu “ hidup” dan pasti nantinya “mati” memang harus sendiri-sendiri.
“Kehidupan” di alam kita ini mewujudkan azas pokoknya yaitu “mempertahankan hidup” dengan mempertahankan species” - karena “mati” dari “hidup individu” bisa dipertahankan dalam jangka yang jauh lebih panjang karena didalam populasi satu species sudah terkandung “regenerasi” dan “adaptasi”, yang ilmu Genetika menandai sebagai wahana evolusi species- makhluk hidup di dimensi kita. Jadi oleh karena nyata nyata hukum pokok kehidupan di dimensi 4 alam kita ini yaitu “mempertahankan hidup” merupakan prioritas pertama dari kegiatannya, maka dalam lingkup species-lah yang lebih pas untuk berlakunya hukum pokok ini , daripada dalam lingkup individu, ini sangat wajar bagi semua makhluk hidup di alam kita ini, kecuali ada sebagian manusia yang meng-interpretasikan lain, oleh kepentingan yang tersembunyi.
Dua bersaudara Durrant yang menulis buku yang paling banyak dibaca di AS : "The History of Mankind” bahwa untuk mempertahankan hidup Durrant bersaudara mengutip aksioma dari teori evolusi makhluk hidup yang didalami oleh Charles Darwin selama hidupnya: Semua makhluk hidup bersaing untuk mendapatkan hajat hidupnya berlaku hukum “the survival of the fittest” termasuk dalam hal mencari makan dalam persaingan antar individu, meskipun Darwin lebih cenderung mengartikan dalam mempertahankan hidup seluruh species.
Bahkan selanjutnya Durrant bersaudara mengemukakan bahwa dalam hal persaingan mendapat makanan, makhluk hidup bisa begitu ganas sehinga saling membunuh antara anggauta satu species wajar bila makanan kurang, tapi melunak bila makanan mudah didapat, ini interpretasi yang keliru, karena kanibalisme-pun adalah instink khusus bagi Karnivora pemakan daging guna membatasi jumlah populasi yang tidak berguna terutama pejantan, sehingga Singa jantan biasanya sengaja makan bayi Singa yang jantan. Ini tidak bakal terjadi pada golongan Herbivora atau Omnivora.
Kecerdasan otak manusia begitu hebatnya sehingga azas mempertahankan hidup warisan dari juta tahun evolusi kehidupan di dimensi ini, menjadikan hal mempertahankan hidup dia seorang dengan “existensi“ sebatas fantasinya saja, misalnya keluarga- famili- puak – suku – bangsa – ras – species manusia. di wilayah wilayah dari satu ego dengan perluasannya di situlah azas mempertahankan hidup diberlakukan. Ini terang-terangan sangat tendensius, guna pembenaran pola tingkah laku hangkara murka.
Padahal, satu ego sosok manusia juga sangat tergantung dengan manusia lain dari ego lain yang merupakan keaneka ragaman genetic demi keberhasilan regenerasi seluruh species, juga manusia.
Di sisi lain, manusia bisa mencuat berada di puncak piramida kehidupan karena kemampuannya mengorganisasi individu-individu menjadi satu kelompok kerja dan mempertahankan diri, bahkan dalam mengusahakan agar kecukupan dan keamanan selalu terjamin. Malah dalam hal informasi, wajar sepanjang zaman “Guru mencari murid”, jadinya ilmu milik Species.
Manusia makhluk individu – benar, karena sakitnya sendiri ,matinya sendiri, dan dilahirkan juga sendiri, tapi juga makhluk bermasyarakat, karena satu individu tidak bisa mengatasi kecukupan pangan sandang dan papan sendiri sejak awal perjalanan evolusinya, manusia harus bekerjasama sebagai kelompok, jadi juga makhluk bermasyarakat atau makhluk sosial.
Bahkan entitas “individu” yang menjadi gurita raksasa menguasai dan memiliki hajat hidup orang banyak seperti ENRON dan LEHMAN BROTHERS difasilitasi Hukum yang diciptakan khusus untuk kehidupan “modal” di Wall Street USA th. 2005- 2007 sebenarnya adalah bekerja atas nama kelompok manusia, hanya si entitas individu ini oleh Hukum yang dibuat manusia dianggap mempunyai hak sebagai individu, bisa menguasai hak milik tanpa batas, berbuat se-enak perutnya sendiri atas dasar hukum yang berlaku, sehingga mencelakakan jutaan orang dengan bencana ekonomi.
Apakah ada aturan yang bisa mewajibkan entitas seperti Enron dan Lehman Brothers ini berikrar untuk mendasari segala tindakannya atas Nama Alloh yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih”?
CEO (Chief Executive Officer)-nya yang disewa oleh Entitas semacam ini malah mengabdi pada Entitas ciptaan manusia, dianggap seperti manusia, akan tetapi tanpa hidup tanpa masa bayi, juvelil menginjak dewasa sepertri pengalaman setiap manusia tidak pernah ditanam di hidupnya hal Rakhman dan Rakhim mirip semua benda alam, tanpa raga dan rokh, yang ada hanya Perlindungan Hukum kepada Entitas ini yang sangat dijaga oleh ratusan Pengacara dan Ahli Hukum, meskipun garda pengawal-pengawal ini manusia yang bisa mati tapi entitas Badan Hukum tidak bisa mati, menguasai hak milik atas hajat hidup orang banyak dan bukan manusia.
Tanggung jawab apa yang ada pada Entitas semacam ini terhadap kesejahteraan manusia di Dunia dan Akhirat ?
Sekiranya manusia menyadari bahwa menjadi Khalifah Alloh di Alam empat dimensi
kita ini tidak bisa mewakilkan kewajibannya kepada Entitas jadi jadian seperti Badan Hukum Wall Street, atau dari tempat lain, yang tidak pernah bisa berikrar bahwa “hidupnya ”Hanya atas nama Alloh yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih” (*)
(Ir.Subagyo,M.Sc-tinggal di Surabaya)
Dunia manusia adalah Alam Raya yang berdimensi 4, dimensi 3 menentukan ruang dan dimensi ke 4 adalah waktu.
Di atas Alam yang berdimensi 4 tempat existensi manusia, masih ada alam alam lain yang berdimensi lebih tinggi, dengan dimensi 5 dimensi 6 dimensi 7. ( Dalam Al Qur’an langit bersusun 7 inikah susunan dimensi alam alam itu ?)
Ada aksioma bahwa alam dengan dimensi satu tingkat lebih tinggi bisa muat alam alam yang jumlahnya tak terbatas dari dimensi di bawahnya, contohnya satu “bidang” punya dua dimensi mengandung “garis” yang hanya punya satu dimensi -tak terhingga, satu luasan bidang, setiap garis punya “singgungan” mempunyai “titik potong” dengan garis lainnya tak terhingga, dengan derajad kemepetan yang tak terhitung.
Dari sini disimpulkan bahwa bila ada alam dengan 5 dimensi satu tingkat saja di atas alam dimensi manusia yang berdimensi 4, pasti mengandung alam 4 dimensi yang lain, tak terbatas jumlahnya, pasti ada pada satu saat ”bersinggungan” dengan ruang dan waktu existensi seseorang, dengan segala konsekuensinya. Apabila “waktu” di alam sesama berdimensi 4 yang skalanya lain, akibat dari “kecepatan” rambat, atau “ frekwensi getaran elemen dasar” yang ada di alam tersebut lebih dari kecepataan cahaya, mungkin bisa bersinggungan dengan alam 4 dimensi kita, manusia peka mungkin ketemu “penghuninya” bila kebetulan ada, mungkin merasakan “suasana”, mungkin bisa memanfaatkan imbas energinya, apapun mungkin, yang pasti “kondensatnya atau hasil transformasinya di alam kita akan menjadi sangat berlipat-lipat nilai lokalnya.
Apa yang berada dalam Alam 4 dimensi adalah “energi” dan “materi” sebagai perwujudan mendua masing masing ada secara dwitunggal – rwa bhinedha. Contoh klasik adalah fenomena “sinar” atau cahaya yang sekaligus bisa dinyatakan sebagai energi dan materi. Juga kedua sisi existensi ini bisa saling bertukar wujud yaitu energi bisa jadi materi dan materi bisa jadi energi. Dinyatakan oleh rumusan Albert Einstain : E = m c kwadrat.
Ilmu Fisika nuklir menyatakan betapa alam raya dimensi nya manusia terlalu pejal, miskin energi kaya materi pejal, mungkin alam 5 dimensi cenderung lebih “kaya” energi dan “kondensat” energi jenis ini menjadi jenis materi yang jauh kurang pejal, atau ber derajad “vibrasi” yang jauh lebih tinggi.
Konsekuensi dari dugaan ini, manusia dengan alam raya 4 dimensi sangat bisa bersinggungan dengan alam 4 dimensi atau yang lebih tinggi. Yang skala waktu atau kecepatan gerak lebih tinggi dari kecepatan cahaya dengan derajad energi yang jauh lebih tinggi, memungkinkan mengalirnya energi dari “jenis lain” bisa berperan dalam kehidupan sehari hari, melewati suatu “transformer” seperti tansformator listrik dalam Fisika alam kita.
Ada pesan dari hampir semua Agama lurus, bahwa manusia berasal dari alam dengan dimensi yang tinggi.
Satu “kehendak” dari dimensi “Maha Tinggi”- Allah, dengan seketika terciptalah alam raya dengan 4 dimensi kayak“the big bang” nya Stephen Hawking yaitu ditandainya energi terhebat yang dalam seketika menciptakan alam raya 4 dimensi dengan gradasi kecepatan yang berbeda beda yang erat hubungannya dengan demensi waktu dan tingkatan energi yang dikandung.
Manusia tinggal di alam dimensi 4 dengan gradasi waktu dan kecepatan yang rendah hanya sementara, sebenarnya Manusia tempatnya di alam raya dengan dimensi dimensi tinggi, sangat tidak pantas untuk terpikat kepada kehidupan di sesama dimensi, hanya karena derajad energinya lebih tinggi.
Bagaimana dengan Manusia sendiri ?
Dalam alam raya 4 dimensi yang dihuni Manusia dimensi ke 4 adalah waktu yang erat sekali berhubungan dengan kecepatan bergerak yang merupakan simbol existensi alam ini yaitu mendua yang tak terpisahkan antara energi dan materi yaitu “cahaya” yang hanya 300.000 km/detik, di ruang hampa. Selain cahaya yang menjadi symbol alam 4 dimensi nyata bagi manusia tidak ada sesuatupun yang lebih cepat dari itu. Dengan batas itulah ruang dan waktu alam 4 dimensi yang bisa terjangkau oleh Manusia amat sangat terbatas. Dalam lingkup inilah existensi manusia diuji, karena existernsi manusia adalah mendua yang tak terpisahkan yaitu dengan materi pejal “raga” dan energi murni “rokh” dimana raga adalah materi pejal yang tidak bakal mampu bertahan sebagai materi bila diberi energi kecepatan sama dengan kecepatan cahaya, materi apa saja akan berhenti jadi materi – melainkan energi-materi serupa cahaya, jadi pada situasi itu, raga dan rokh bukan satuan yang mendua lagi.
Rokh manusia ditempatkan di alam yang mendua oleh Allah, dengan sendirinya berpasangan dengan materi yang ber-energi rendah dengan dasar energi getaran makro molekul prtotein DNA dan RNA pengendali jenis senyawa makro molekul protrein – protoplasma, dasar kehidupan alam kita.
Toleransi manusia terhadap lingkungan alami sangat sangat terbatas umpama temperature lingkungan, katakan antara 15 derajad C hingga 35 derajad C di luar batas temperatur itu harus ada alat pendukung yang diciptakan sendiri oleh akal manusia alat penghangat tubuh atau pendingin tubuh. Semua alat diciptakan oleh manusia dari materi yang pejal dan energi yang menyertainya.
Mungkin telah ada satu cabang kebudayaan manusia puluhan bahkan ratusan ribu tahun yang lalu yang dapat mempergunakan energi dari dimensi lain yang dapat memperluas batas toleransi tubuhnya terhadap alam lingkungannya tanpa menggunakan materi pejal dan energi yang menyertainya, ini adalah teknologi jenis yang sekarang sudah punah.
Bayangkan dari reaksi fisi dan fusi materi inti atom yang “pejal” dari alam 4 demensi kita ini, yang berupa atom uranium (isotopnya) juga atom hydrogen, manusia sudah bisa membuat kerusakan yang demikian dahsyatnya. Tapi sebaliknya tidak ada “kondensasi” energi langsung menjadi materi, karena dibutuhkan energi amat besar, sebesar energi yang menghancurkan satu kota besar menjadi debu, hanya untuk transformasi energi ke materi setara dengan -katakanlah- 20 Kg Uranium isotop.
Masih ada individu-individu yang dengan “hidup”nya yang merupakan kesatuan mendua antara rokh dan raga masih mampu mengelola energi “lain” yang Islam mendefinisikan sebagai kemampuan adhikodrati yang merupakan ilmu “laduni” – tidak bisa dikejar untuk dimiliki dan bisa hilang begitu saja tanpa “sebab”.
Energi dari dimensi “lain” bisa menyertai manusia – itupun ada yang dilarang oleh Agama dan ada yang dibolehkan.
Islam memperlakukan gejala adanya energi adhikodrati, bukannya khusus dipelari tapi sebagai “hasil ikutan” dari hidup manusia istimewa, misalnya: Mu’jizatnya para Nabiyullah, kharomahnya para Waliyullah dan ma’unahnya para santri ( arti ma’unah konon adalah pertolongan Allah)
Ada satu puak dari bangsa Tibet, penghuni lereng-lereng pegunungan Himalaya yang khusus mempelajari dengan sistimatis pemupukan dan pengelolaan energi adhikodrati – mereka adalah para kaum Lama, menggabungkan penguasaan energi dari dimensi lain dengan praktek satu sekte agama Buddha.
Pertumbuhan dan perkembangan telah dicapai oleh “raga”, manusia dengan “otak” yang menjadi pengendali dari raga dalam ke “pejalan” alam 4 dimensi, dorongan, kecenderungan otak untuk mempertahankan “hidup” yaitu menyatunya raga dan rokh, diwarnai dengan nafsu nafsu ragawi atau nafsu amarah, yang satu lagi dari nafsu ragawi selanjutnya adalah nafsu lawwamah yang masih terikat pada reflex mempertahankan hidup yang primitive , kemudian lebih halus berkat kesadaran ke sia-sian duniawi adalah mutmainah dan supiyah.
Jiwa adalah raga dalam bentuk “software otak” yang mampu menyeimbangkan alat alat yaitu ke empat nafsu yang ada pada manusia.
Kesadaran akan adanya nafsu nafsu ini, menimbulkan kemauan untuk mengendalikannya, karena rokh memerlukan raga yang teduh dan seimbang.
Dalam hidup, yang berarti dwitunggal raga dan rokh, si rokh menerangi otak dengan “nuraini”.
Inilah hakikat dari hidup manusia, siapapun dia, semakin berkembang daya pikirnya, artinya daya otaknya semakin mudah untuk mendapat tuntunan dari nuraini, tuntunan rokhaniah.
Betapa banyaknya jebakan dan rintangan ketika jiwa yang berbasis ragawi bisa tertuntun oleh rokh sesuai dengan nuraini.
Evolusi ragawi juga evolusi jiwa manusia menghasikan kaidah hidup yang hingga kini diterima oleh umat manusia, yaitu hukum pola tingkah laku atau moral pokok manusia dalam skala prioritas:
1. Seseorang harus dibenarkan sampai batas maksimum untuk menyelamatkan hidupnya.
2. Seseorang jangan berbuat merugikan manusia lain dan lingkungan hidupnya, prioritas kedua pada tahap awal kebudayaan manusia prioritas kedua ini sering diabaikan karena“bertentangan” dengan prioritas pertama, sampai sekarang masih bisa dipertimbangkan.
3. Seseorang diharuskan berbuat baik kepada manusia lain dan lingkungannya, dibolehkan tidak melakukan prioritas ketiga bila dengan melaksanakan prioritas ketiga ini prioritas di atasnya terabaikan.
Apabila seseorang sudah mampu melaksanakan hidupnya menurut skala prioritas di atas, orang tersebut bisa dianggap manusia baik dan wajar.
Sedangkan Fisikawan pengarang fiksi ilmiah dijuluki Futurologist – meramalkan ada jenis moral yang nanti akan diprogramkan pada otak “positronic” robot:
Isaac Azimov - memberi definisi untuk dasar moralitas robot yang punya kemampuan kerja mandiri:
1. Satu robot harus berbuat dengan seluruh kemampuannya untuk kebaikan manusia dengan segala aspeknya.
2. Satu robot tidak boleh membiarkan dirinya menjadi halangan terjaminnya keselamatan manusia, apabila prioritas pertama oleh suatu sebab dari ketidak mapuannya, tidak bisa dilakukannya.
3. Satu robot baru boleh menyelamatkan dirinya apabila tidak bertentangan dengan prioritas pertama dan kedua.
Isaac Azimov mengerti bahwa moralitas Robot ini harus ditanamkan pada program ‘otak” robot oleh manusia, seandainya ada otak manusia dengan pola skala prioritas seperti otak robot dengan program di atas, maka dia adalah manusia terbaik, yang amat sangat langka sepanjang zaman.
Satu robot tidak “hidup”, tidak merasa lapar dahaga dan tidak merasakan sakit atau takut, tidak mengenal emosi dan tidak dilahirkan, melainkan dibuat, batas existensinya dalam alam dimensi 4 sama dengan manusia tidak mampu menempuh kecepatan lebih atau sama 300.000 km/detik, dia tidak akan berwujud, melainkan menjadi cahaya saja.
Sebaliknya “hidup” dengan kenyataan bahwa dia berlandaskan bahan pejal atom dan molekul yang telah ber -evolusi begitu panjang dari macro molekul protein yang dipola oleh DNA dengan RNA sehingga “menyelamatkan diri” yaitu menjaga hidup itu sendiri menjadi hal yang teramat penting – termasuk regenerasinya, karena langkanya Allah menciptakan proses ini.
Hasil evolusi terbaiknya mempunyai central informasi dan reaksi – otak, fungsinya telah berobah kualitasnya jadi soft wares Jiwa – satu aspek dari benda pejal yang berevolusi sehingga “berjiwa” bisa ditinggali oleh “rokh”- entitas dari dimensi yang tinggi sekali.
Dengan rokh inilah seluruh raga dengan jiwanya terbentuk rwa bhineda, dwitunggal, “hidup” manusia yang begitu hebatnya mampu dijadikan khalifah Allah di Alam 4 dimensi ini dengan sandaran “nuraini”yang bisa menerangi jalan setiap saat.
Ternyata hasil sinergi antara raga (otak dan jiwa) dengan rokh akan bisa menciptakan “kondisi” untuk menembus kecepatan melebihi kecepatan sinar hingga berlipat lipat dengan “pilot” sekaligus penumpang “kesadaran manusia” dalam sekejap mencapai alam alam berdimensi lebih tinggi.
Evolusi ragawi yang telah membentuk sosok manusia modern, menorehkan pola yang sangat dalam dakan kehidupan manusia kini.
Pada satu tahap tertentu Primata ini menanggalkan bulu bulunya, dengan bayi yang lahir sangat tidak berdaya, tanpa gigi dan hanya tergantung susu ibu dalam jangka yang relatif lama, tanpa kemampuan bertahan hidup bila tidak dilindungi secara cermat dan hati-hati oleh kedua bapak-ibunya dan puaknya, engan masa juvenile yang sangat panjang dibandingkan dengan Primata lain.
Kondisi ini membutuhkan soft ware yang bisa menjamin keteguhan perilaku setiap pasangan yang melahirkan bayi untuk “memelihara” anak hingga mampu mandiri, bila tidak, pasti jenis Primata humanoid ini sudah punah sejak tahap ini.
Binatang sebangsa Rodentia/ Pengerat seperti tikus juga harus memelihara bayi -bayi yang sangat lemah, tapi tahap dewasa seekor tikus kembali memiliki raga yang sudah dirancang untuk menjaga sistim fisiologi tubuh tanpa alat bantu yaitu bulu yang memadai untuk menjaga temperature tubuh, reseptor-reseptor syaraf yang sangat lengkap, untuk mempertahankan diri dan mencari makanan tanpa alat bantu, sehingga pusat komando dari raga tidak berkembang lebih lanjut untuk berbudi daya dengan variable kombinasi yang sangat banyak, tapi mengandalkan soft ware yang sudah tetap terpateri dalam otak, yaitu instink seperti bangsa Beaver dan Bajing, sehingga otak sangat kurang terangsang untuk mengadakan eksperimen dan berfikir.
Sedangkan manusia harus “bekerja dengan tangan dan jemari, kaki dan seluruh anggauta tubuhnya untuk menciptakan alat untuk mempertahankan hidup dari unsur-unsur alam dan mencari makan, jadi ada rangsangan yang sangat kuat dan terus-menerus kepada otak untuk mengolah data dengan berkoordinasi dengan anggauta tubuhnya terutama tangan dan panca indra.
Maka raga manusia yaitu badan termasuk otak, sangat berkembang untuk “menciptakan” alat, semula alat alat pejal, kemudian alat alat imajiner, seperti bahasa, ilmu-lmu dan rancang bangun. Maka raga ini bisa ditempati oleh rokh yang merupakan reseptor dan transmitter dari nurani.
Tidak heran bila agama-agama besar selalu mengingatkan bahwa jalan hidup manusia harus selalu dituntun oleh kasih, inti sari dari pesan nuraini.
Agama Islam malah mengharuskan pemeluknya untuk mengulangi “ikrar hidup yang hakiki” tak terhitung dengan kesadarannya termasuk setiap mulai membaca surah-surah dari wahyu Illahi dari Al Qur’an juga dalam sholat setiap hari yaitu hidupnya adalah Khalifah. Di Alam Raya ini, setiap langkah tindakannya dilandasi ikrar “Dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih” atau “Bismillahirokhmannirokhim”.
Bukankah ini sudah mencakup azas moral manusia?
Bila saja disadari, apakah manusia bisa berbuat bertentangan dengan ikrarnya sebagai Khalifah Allah di Alam dimensi ini ?
Bagaimana hubungan antara individu manusia seharusnya ?
Meskipun satu unit utuh dari hidup adalah “individu” yang ber-evolusi mulai dengan makhluk satu sel, menjadi makhluk ber-sel trilyunan yang mengelompok dalan jaringan jaringan sel yang sangat beraneka ragam, unit terkecil dari kehidupan adalah individu.
Satu individu “ hidup” dan pasti nantinya “mati” memang harus sendiri-sendiri.
“Kehidupan” di alam kita ini mewujudkan azas pokoknya yaitu “mempertahankan hidup” dengan mempertahankan species” - karena “mati” dari “hidup individu” bisa dipertahankan dalam jangka yang jauh lebih panjang karena didalam populasi satu species sudah terkandung “regenerasi” dan “adaptasi”, yang ilmu Genetika menandai sebagai wahana evolusi species- makhluk hidup di dimensi kita. Jadi oleh karena nyata nyata hukum pokok kehidupan di dimensi 4 alam kita ini yaitu “mempertahankan hidup” merupakan prioritas pertama dari kegiatannya, maka dalam lingkup species-lah yang lebih pas untuk berlakunya hukum pokok ini , daripada dalam lingkup individu, ini sangat wajar bagi semua makhluk hidup di alam kita ini, kecuali ada sebagian manusia yang meng-interpretasikan lain, oleh kepentingan yang tersembunyi.
Dua bersaudara Durrant yang menulis buku yang paling banyak dibaca di AS : "The History of Mankind” bahwa untuk mempertahankan hidup Durrant bersaudara mengutip aksioma dari teori evolusi makhluk hidup yang didalami oleh Charles Darwin selama hidupnya: Semua makhluk hidup bersaing untuk mendapatkan hajat hidupnya berlaku hukum “the survival of the fittest” termasuk dalam hal mencari makan dalam persaingan antar individu, meskipun Darwin lebih cenderung mengartikan dalam mempertahankan hidup seluruh species.
Bahkan selanjutnya Durrant bersaudara mengemukakan bahwa dalam hal persaingan mendapat makanan, makhluk hidup bisa begitu ganas sehinga saling membunuh antara anggauta satu species wajar bila makanan kurang, tapi melunak bila makanan mudah didapat, ini interpretasi yang keliru, karena kanibalisme-pun adalah instink khusus bagi Karnivora pemakan daging guna membatasi jumlah populasi yang tidak berguna terutama pejantan, sehingga Singa jantan biasanya sengaja makan bayi Singa yang jantan. Ini tidak bakal terjadi pada golongan Herbivora atau Omnivora.
Kecerdasan otak manusia begitu hebatnya sehingga azas mempertahankan hidup warisan dari juta tahun evolusi kehidupan di dimensi ini, menjadikan hal mempertahankan hidup dia seorang dengan “existensi“ sebatas fantasinya saja, misalnya keluarga- famili- puak – suku – bangsa – ras – species manusia. di wilayah wilayah dari satu ego dengan perluasannya di situlah azas mempertahankan hidup diberlakukan. Ini terang-terangan sangat tendensius, guna pembenaran pola tingkah laku hangkara murka.
Padahal, satu ego sosok manusia juga sangat tergantung dengan manusia lain dari ego lain yang merupakan keaneka ragaman genetic demi keberhasilan regenerasi seluruh species, juga manusia.
Di sisi lain, manusia bisa mencuat berada di puncak piramida kehidupan karena kemampuannya mengorganisasi individu-individu menjadi satu kelompok kerja dan mempertahankan diri, bahkan dalam mengusahakan agar kecukupan dan keamanan selalu terjamin. Malah dalam hal informasi, wajar sepanjang zaman “Guru mencari murid”, jadinya ilmu milik Species.
Manusia makhluk individu – benar, karena sakitnya sendiri ,matinya sendiri, dan dilahirkan juga sendiri, tapi juga makhluk bermasyarakat, karena satu individu tidak bisa mengatasi kecukupan pangan sandang dan papan sendiri sejak awal perjalanan evolusinya, manusia harus bekerjasama sebagai kelompok, jadi juga makhluk bermasyarakat atau makhluk sosial.
Bahkan entitas “individu” yang menjadi gurita raksasa menguasai dan memiliki hajat hidup orang banyak seperti ENRON dan LEHMAN BROTHERS difasilitasi Hukum yang diciptakan khusus untuk kehidupan “modal” di Wall Street USA th. 2005- 2007 sebenarnya adalah bekerja atas nama kelompok manusia, hanya si entitas individu ini oleh Hukum yang dibuat manusia dianggap mempunyai hak sebagai individu, bisa menguasai hak milik tanpa batas, berbuat se-enak perutnya sendiri atas dasar hukum yang berlaku, sehingga mencelakakan jutaan orang dengan bencana ekonomi.
Apakah ada aturan yang bisa mewajibkan entitas seperti Enron dan Lehman Brothers ini berikrar untuk mendasari segala tindakannya atas Nama Alloh yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih”?
CEO (Chief Executive Officer)-nya yang disewa oleh Entitas semacam ini malah mengabdi pada Entitas ciptaan manusia, dianggap seperti manusia, akan tetapi tanpa hidup tanpa masa bayi, juvelil menginjak dewasa sepertri pengalaman setiap manusia tidak pernah ditanam di hidupnya hal Rakhman dan Rakhim mirip semua benda alam, tanpa raga dan rokh, yang ada hanya Perlindungan Hukum kepada Entitas ini yang sangat dijaga oleh ratusan Pengacara dan Ahli Hukum, meskipun garda pengawal-pengawal ini manusia yang bisa mati tapi entitas Badan Hukum tidak bisa mati, menguasai hak milik atas hajat hidup orang banyak dan bukan manusia.
Tanggung jawab apa yang ada pada Entitas semacam ini terhadap kesejahteraan manusia di Dunia dan Akhirat ?
Sekiranya manusia menyadari bahwa menjadi Khalifah Alloh di Alam empat dimensi
kita ini tidak bisa mewakilkan kewajibannya kepada Entitas jadi jadian seperti Badan Hukum Wall Street, atau dari tempat lain, yang tidak pernah bisa berikrar bahwa “hidupnya ”Hanya atas nama Alloh yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih” (*)
(Ir.Subagyo,M.Sc-tinggal di Surabaya)