Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 01 Februari 2016

CIRI BEDEBAH, BERWATAK FEODAL

   CIRI BEDEBAH,  BERWATAK FEODEAL.
Saya mohon maaf, kerna terlalu sering memakai istilah “feodal” ini, tapi ternyata masih banyak dari teman teman saya yang pengertiannya tentang istilah ini, lain dari yang dimaksud.
Ternyata pengertian feudalisme menurut umum teman teman adalah “keturunan” darah biru,  tolangi, adat-istiadat “penghormatan” nyaris seperti “kultus individu” yang nampak dari segi budaya indah saja.
Yang dimaksud bukan itu ………… itu kan hanya kulit kulitnya saja. Meskipun sangat menjadikan perasaan risih dan muak, ITULAH CIRI WATAK BEDEBAH Dengan contoh perilaku anggauta DPR RI ( Berita TV tg 1/02/2016 konon dari fraksi PDIP yang gagah berani), memukul asisten-nya wanita muda, sambil mabok dalam mobil)  apa mau dikata ? Maka lengkaplah gambaran kita mengenai watak feudal kita. Itu hanya kulitnya.
Inti pengertian feudal adalah “Diakui haknya dipanggil Yang Mulia, Menjadi kaya raya tanpa upaya- memeras tenaga dan pikiran”  karena previlegi itu sudah didapat dari lahir atau dipilih masyarakat puaknya. Satu factor derajad dalam masyarakat yang  dipatuhi masyarakat.
Feodalisme dipatuhi masyarakat luas karena pembenaran hak feodal in telah dipertahankan dengan kekuatan dan ketegasan dari si feodal ini selama berabad abad. Pelaksana-an hukuman bagi pelanggar/melawan hak istimewa ini adalah hukuman mati, seluruh pembangkang dihabisi sekeluarganya, desanya dibakar habis.  Kebiasaan ini dipakai di Negeri kita hingga sekarang, oleh kelompok bedebah, bila perkara tanah yang dimaui, gampang mengerahkan kroninya  dijadikan gerah, resah. Makanya selama ribuat tahun hak hak feodal dipatuhi masyarakat, meskipun makin lama makin susut sehingga tinggal simbolik saja. Tapi watak kelompok yang mengandalkan kekuatan fisik pakaian seragam dan senjata masih saja dipertontonkan dengan tawuran satu sama lain, ini kan atribut kekuatan nyata dari feodalisme yang sudah riban tahun umurnya ?
Sesudah 70 tahun merdeka, masyarakat kita sebagian besar masih feudal yang sebenarnya, terutama mengenai hak kepemilikan tanah,  ada  secara tersirat, terutama di pulau diluar Jawa, dapat  timbul kembali bila ada alasan atau kesempatan, dengan motif yang terang benderang untuk memperoleh previlegi kekayaan tanpa upaya tenaga dan pikiran. Seperti menarik pajak a’la pak Ogah, pembayaran pembayaran uang tinggal dan bekerja di tanah transmigrasi dsb.
Masyarakat diluar pulau Jawa, bahkan di Papua, masih menggunakan hak ini atas tanah tanah di pulaunya, secara tersirat, secara psychologic dari mayoritas penghuni aslinya. Saya baru sadar mengenai ini. Setiap warga local masih menyimpan “rasa” menjadi tuan dari tanah nganggur berabad abad sebagai pilihan lahan pertanian yang berpindah pindah, dan masih mengincarnya sebagtai panggilan jiwa feodal, baik sebagai Pejabat Pemda maupun perorangan yang berkelompok komunitas local. Makanya program transmigrasi selalu jadi sarang korupsi dan pengusiran oleh komunitas local, dengan segala dalih yang kentara maupun yang tersembunyi.
Yang tersirat dimana mana selalu ada pembersihan kelompok yang dianggap meresahkan oleh kelompok local seperti yang terjadi pada orang Madura di Kalimantan, perampasan dan pembakaran lahan pertanian orang yang terpincuk pada “bantuan gafatar” yang termasuk mewah bagi para pencari lahan hidup, dibandingkan dengan penyelengaraan cara Departemen Transmigrasi yang dijalankan oleh orang local dengan setengah hati. Pengusiran lahan kelapa sawit milik para transmigran, selalu jalin menjalin dengan nafsu feodalisme orang setempat dan business perkebunan besar, yang menjanjikan keuntungan feodalistis, sperti merelakan kencing minyak kelapa sawit setiap konvoi tanki tanki minyak kelapa sawit lewat dsb. Dipekerjakan sebagai pengawal keamanan kebun yang dibayar dengan baik kerja setengah nganggur, termasuk membakari lahan gambut, dan menteror penduduk sekitar untuk meniggalkan desa yang bertetangga dengan kebun besar kelapa sawit. Juga peberpihakkan si Feodal  kepada para investor sekelas Hartati Murdaya Poo oleh feodal suku Amran Batalipu dngan kroninya sesuku.
Bila Indonesia mau maju, lipatgandakan dan percepat tempo transmigrasi disertai dengan mengendalikan nafsu feodal dari orang setempat.
Feodalisme dimasa kini adalah counterproductive, lihat watak anggauta DPR RI kita yang sekarang ini, sebagai cermin, apakah bangsa ini mau maju ? *)



0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More