JANGAN SEKALI –KALI MEMBIARKAN MASSA MENEGAKAN HUKUM, APAPUN ALASANNYA.
Saya bersimpati kepada setiap orang atau kelompok orang warga Indonesia yang berniat menggarap tanah nganggur di pulau pulau selain pulau Jawa, Sebab inilah cara satu satunya untuk mulai memanfaatkan kekayaan bhumi Nusantara secara berkesinambungan dan saya harap seluruh bangsaku pun demikian.
Toh sebenarnya rezim pemerintahan apa saja selama kemerdekaan ini, bahkan sebelum kemersdekaan Indonesia, pemerintah kolonial Belanda telah menyelengarakan “ kolonisasi” di lahan lahan tidur di Lampung bahkan Pulau pulau di samudra Pasifik. Setelah zaman merdeka kegiatan ini selalu menjadi jargon pokok para Pemimpin dan Ekonom kita untuk “bertransmigrasi” yang hasilnya sangat minim, cenderung menyedihkan karena dikerjakan setengah hati, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Bangsawan Penguasa Daerah. Terutama dalam kuantitasnya tidak dapat dirasakan dalan skala ekonomi nasional. Lain halnya dengan pembukaan kebun kelapa sawit, karena feodal setempat setuju dan diuntungkan, kayak Amran Batalipu yang ex Bupati.
Lha kalok “gafatar” bisa menggerakkan komunitas orang orang sampai mengerjakan tanah, bertani disana, apa salahnya ? Bukankah Pemerintah sendiri dengan segenap aparatnya dari atas sampai Lurah ( disana namanya Datuk. Raja Tetua suku pokoknya jabatan feodal kuno, tapi sama saja despotiknya dengan feodal kuno yang lain - mereka mengertinya cuma warga marganya dan hamba untuk yang lain) , telah menunjukkan ketidak mampuannya membangun secara nyata upaya transmigrasi menjadi kekuatan ekonomi negeri ini ?
Lha bahwa gafatar mempunyai maksud tersembunyi dengan membangun komunitas petani bahwa konon bakalnya seluruh satu kota, sehingga komunitas itu bisa dia peralat untuk tujuannya sendiri, bararti pemerintah Pusat dan Daerah yang kecolongan jaring.. Komunitas petani baru, yang ingin memperbaiki nasibnya dengan bertani disana, mungkin diberi fasilitas untuk mulai, penyuluhan dan bantuan moril yang lebih tulus, diberi perhatian yang lebih baik dari yang biasanya diberikan oleh Jawatan Jawatan Pemerintahannya siapapun selama 70 tahun merdeka ini, yang lantas orang orang ini harus dipulangkan ? Dipulangkan kemana ? Rumah rumahnya sudah kadung dibakar oleh fanatic dibawah arahan feodal setempat, siapa yang memprovokasina? - feodal yang jadi penjabat ?. Lha sejak Nabi Adam, apa upaya penduduk local untuk menjadikan lahan lahan nganggur ini menjadi otot ekonomi, kecuali jadi tukang takik karet atau getah perca yang menghutan selama satu abad ? Adakan solusi lain yang lebih manusiawi nasionalistik dan masuk akal pada orang orang yang hanya mau mengubah nasib ini, katakan mereka nantinya akan tertipu karena cita cita baik mereka dalam waktu yang singkat akan diselewengkan oleh Pemimpnnya yang ISIS kek, yang Sy’ah kek, yang akan merongrong kewibawaan Negara kek, tapi bukan sekarang, yang sekarang berbuat makar itu ya yang pentalitan di DPR RI, sama dengan yang ngebom Star bug di Sarinah itu. yek apa sih Pak Jokowi ?
Kan sudah terkenal “reputasi” PNS pusat apalagi PNS daerah dimana saja, kapan saja pasti suka sekali menilep anggaran, alias korupsi, mark up setiap project apa saja, apa lagi ihwal anggaran transmigrasi, kepada pendatang baru di lahan baru ini, ini saNGAT EMPUK, BISA berjama'ah sesama deodal. Dari tingkat menteri, eselon eselon apapun, sampai supir truck dan tukang timbang sukanya ya menilep anggarannya siapa yang mau protes ? Lha kok massa penghuni lama ikut nimbrung membakari rumah mereka yang belum terbukti membangun masyarakat eksklusive, tetutup, menyimpangkan agama Islam, melakukan makar pada Pemerintah, anggauta Al Qaedah. Kalok ada pimpinannya yang men-design itu, ya telanjangi makarnya, tangkap, adili, hukum seberat beratnya, tapi mengusir kembali ke asalnya, orang yang mau mencari nafkah dari bertani dilahan nganggur, sungguh ndak ada beda dengan orang Jahudi Zionis di Israel. Semoga Permerintahan Pak Jokowi bijaksana
Massa, adalah sekmpulan populasi satu tempat yang menggumpal, secara spontan, bukan sekedar menggumpal kayak jalan macet, tapi dengan satu maksud, terutama keinginan tahu, secara spontan, kemudian mulai terbentuk merupakan keinginan bersama dari massa itu, meskipun motifnya tidak jelas. Orang menjadi berani karena perorangan jadi tidak nyata, larut dalam jumlah massa itu. Massa merasa dibelakang mereka kekuasaan senjata, dan Allah oleh para da'i kaum telo, perbuatan keterusan/kabablasan dari massa tidak bisa dipertanggung jawabkan, apalagi kepada mereka yang lemah, karerna Penjabat setempat lepas tangan.
Kamis, 21 Januari 2016
PESAN KE BEDEBAH,: JANGAN SEKALI KALI MEMBIARKAN MASSA NIMBRUNG MENEGAKKAN HUKUM
Apalagi dari semula feodal setempat mau jadi tuan tanah dengan menarik bagi hasil upeti kayak feodal feodal zaman dulu, lha ke-bisaan-nya ya hanya itu, hatinya yang kotor, mulutnya yang pandai bicara, wataknya yang malas menggunakan setiap kesempatan, kebetulan watak opportunis-nya digunakan oleh rezim Orde Barunya Pak Harto diangkat jadi pengendali massa oleh Golkar. Kemudian dalam era reformasi bermetamorphose jadi macam macam partai, bahkan FPI, karena massa disana Kabupaten Mempawah Propinsi Kalimantan Barat terprovokasi dengan tindakan yang sama membakar asset mereka yang tidak disukainya dengan alasan Agama - siapapun mereka harus diusut motivasinya, bukan sekedar menjatuhkan dakwaan pada populasi pendatang yang cuma diperalat oleh gafatar yang tidak bertanggung jawab dengan dalih Agama juga. Kalok mau berkrlahi ya jangan memperalat orang yang mau memperbaiki nasib dengan bertani kan bukan ditanahmu he ? *).
0 comments:
Posting Komentar