Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Sabtu, 02 Januari 2016

POLITIK HARUS LENGSER DI ZAMAN TECHNOLOGY MENJADI PENGLIMA

POLITIK HARUS LENGSER, AGAMA HASRUS MEMBIMBING TEKNOLOGI, DI  ZAMAN  TECHNOLOGY MENJADI PANGLIMA.
Belun pernah terjadi sebelumnya, semenjak alam diciptakan, bahwa technology – arti harfiahnya pembuatan alat oleh umat manusia mencapai setinggi ini. Semua ini adalah akibat pembebasan manusia dari kebodohan dan takhayul. Technology pangan, terutama penyimpanan yang mencapai waktu nyaris tanpa batas waktu secara murah dan massal, Informasi yang nyaris bisa mecapai setiap individu diseluruh Dunia tanpa kecuali, sehingga sangat perlu kecerdasan untuk menganalisanya ( sedangkan kita, baca- pun tak mau, sedangkan perintah Allah di Al Qur”anul Karim “Iqrok” – bacalah!, apa tetap tak mau ? - Tidak aneh , orang alim, emembaca seluruh informasi  yang didapat dari perkembangan Ilmu Pengetahuan, bahkan menurut petunjuk Rasulullah terakhir, Rasululllah Muhammad salallahu allaihi wassalam, Walau sampai di Negeri China (sebagai prumpaman betapa asing sumbernya), hidupnya zuhud itu orang berilmu - yang didapat dari membaca - bukan orang yang membanggakan kebodohannya, karena sudah tidak peduli lingkungannya - karena sudah berserah diri kepada Allah - ini salah - bila sabar itu benar, Bandingkan dengan ajaran Hinduisme. selain kaum Brahmin, dilarang mendalami kitab sucinya empat Wedda. Islam malah membuka lebar Al Qur'anul karimah bagi semua yang berminat. Sebab inti sari dari semua pengetahuan harus diabadikan untuk seluruh umat manusia.

Sekarang zamannya informasi bagi setiap individu, kemudian sampai ke masyarakat luas dengan singkat. Tdak bisa ada lagi paradigma Kirche. Kuche  Kinder, emansipasi alami juga dalam bidang politik dan ekonomi, dan sciences
Nah sekarang yang sangat bergantung dari keduanya yaitu pangan dan informasi yang begitu sudah maju adalah kebebasan masyarakat untuk mengatur dirinya – ini benar benar demokrasi yang harus siap kita songsong, dengan cepat datang dengan kehendak zaman, yang kita jalani sebagai era revolusi mental, mau atau tidak mau. Artinya setiap individu dan setiap konstelasi kekuasaan yang menghalangi akan hancur secara alami.  diterjang kemajuan zaman, dengan contoh sejarah masa kini yang sangat jelas.
Para Diktator dan para Despot, Guruji, Pemimpin Spriritual menampilkan dirinya dengan kekuasaan mutlak atas jiwa dan raga pengikutnya ndak ada pengikutnya lagi diseluruh Dunia,  dalam permulaan zaman ini mereka berguguran. Para Demokrat sejati bermunculan, damana mana dimasyarakat yang tidak kita perkirakan dengan sangat cepat, tanpa bisa dihalangi.
Tidak heran, bahwa kaum militer yang dicetak oleh Orde Baru menjadi Politisi dan Penguasa dengan senjata, berdwifungsi, menjadi kikuk, kedodoran seperti badak diruang tamu pada saat era  reformasi ini, terutama upaya pencitraannya sebagai bapak dan pelindung rakyat, melainkan menumpuk harta tahta dan wanita - yang stereotype macam ini dapakai juga oleh pencari uang guna terorisme bersenjata, mncuci uang supaya alirannya lancar.
Paradigma baru ini,  benar benar menjadikan mereka badak diruang tamu, dalam menyongsong era ini, contoh yang sangat nyata, sorang  Jendral membeli jabatan Ketua Partai dengan caranya sendiri, sangat jelas bagi rakyat telah memakai cara politik lama dengan berkomplot, perselingkuhan dengan kaum business, dan dagang sapi dengan politisi – Sama sama memberi kebebasan  amnesty pada gembong preman diwilayah ricuh, menjadi beban politiknya, tersandung sandung, terpuruk kaku dengan cepat. Lagi, seorang  Jendral menjadi Monseur Fouce’ mencitrakan dirinya jadi penyulap kedamaian dari nurani kelompok  extremist tradisional, bersenyata, meskipun  telah diperhitungkan efeknya dengan teliti menurut dalil dalilnya, yang dia pelajari dari CIA jaman dia jadi militer kemudian jadi politisi gaya dwifngsi zaman itu sebagai Penggede Wilayah penting Negeri ini,  meleset dari relnya tak terkendali hanya dalam beberapa hari,  (Siaran Metro TV jam 6 pagi, tg 02/01/2016 program IM Editorial) sebagai terjangan oleh badai era Demokrasi , alih alih mendapatkan citra pahlawan, malah jadi bulan bulanan pertanyaan atas kelancangannya melanggar “daripada”   patokan demokrasi yang baku lainnya, “ Penundukan rakyat pada Hukum” tanpa kecuali. Menerjang dengan gegabahya hak prerogative dari figure yang terpilih secara demokratik oleh rakyat banyak. Cap/ jejak langkah/ pemilihan rakyat secara langsung atas namanya. pada figur ini,  tidak bisa dihapus dengan segala siasat politik yang dipelajari dari CIA maupun pengalaman pribadi dia sendiri, yang rakyatpun diam diam sangat tahu dan selalu ingat sepak terjang  dengan kroninya Hartati Murdaya Poo yang telah dihukum atas satu saja kejahatannya, belum pembagian suapnya dalam hal lain,  bersama yang lain kroninya dimana mana ada penguasa model ini – menjual belikan asset Negara denga uang Negara.  Semoga dia sadar bahwa pencitraannya telah gagal karena menurut dalil paradigma lama. Apa perlu dikirim Ke AS lagi untuk belajar ? . Karena paradigma lama terbukti counterproductive, pengalaman dari operasinya yang sudah menguasai Dunia, sekarang dijaga supaya awet.  Saya anjurkan belajar disini saja dari RMP Sosrokartono Alm: Murid gurune pribadi,  guru muride peribadi” = pamulange sangsaraning sesami, ganjarane aju, aruming sesami *)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More