Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 07 Agustus 2013

21. MATAHARI TERBIT DI WILWATIKTAPURA (SERI 20)

 PERTEMPURAN DI LAUT  TERNATE

Pertempuran laut antara Armada Majaphit dan Armada kora kora dari kerajaan Tidore.
Setelah” Sumpah Palapa” di ucapkan, seperti kata pepatah mengatakan “Ucapan seorang lelaki sejati, seperti panah api yang dilepaskan, pantang untuk ditarik kembali.
Sejenak Mahapatih Gajah dari desa Mada, Ksatria Brahmana , tertegun oleh ucapannya sendiri, lah iya sahabat juga majikannya yang imbang dengan dia,  baik dalam pengalaman  maupun cita cita, sudah tiada, Mahaprabhu Kartarajasa Jayawardana, meskipun terhadap Mpu Mada ini tetep Raden Wijaya.
Dengan siapa dia akan berunding, menghadapi exspedisi laut  dengan armada Majapahit yang baru saja dibentuk baru menyesaikan latihan maneuver laut enam bulan pada akhir musin timur ?
Benar selama sang Patih Gajah Mada menjadi Panglima Mandala Majapahit dibawah Mahaprabhu Kartarajasa Jayawardhana sudah dibangun empat puluh perahu perang yang menurut ukuran parahu  model Madura sudah besar, muat lima –enam ribu kati dengan   aman. Diasebut perahu perang karena lambungnya sedikit lebih langsing dari perahu Madura yang biasa untuk muatan, perahu ini khusus  untuk perang, lagi ada tambahan layar di anjungan, untuk menambah laju berlayar. Selebihnya tetep design perahu Madura, dengan lunas yang melengkung layaknya sabut kelapa, inilah konstruksi andalan perahu model ini, yang akan sangat mudah dibelokan, laksana piring cekung mengapung diatas air. Menggunakan,  dua layar lateen (berbentuk segitiga) satu layar agung dengan betuk nyartis trapasium karena layar agung ini di sisi atas di ikatkan membujur pada sepotong bambu petung yang panjang dan kokoh, dibawah diberi rangka sebatang bambu yang  lebih keil tapi panjangnya sama dengan rangka diatas, untuk mengatur sudut layar terhadap angin. satu lebih kecil dipasang dihaluan (layar jib) tanpa rangka bambu yanya tali temaIi saja bila perlu.  Perahu ini diawaki oleh tujuh belas awak perahu, dan memuat empatpuluh prajurit,  empat (meriam) kalantaka, dua dipasang di haluan dan dua lagi untuk disediakan demi  kecepatan mengisian obat mesiu dan peluru setelah menembakkan peluru. diisi cara bergantian.
Pada gladi perang yang terakhir, dua bulan yang lalu, semua berjalan lancar, setiap perahu perang dapat menembakkan peluru empat puluh tembakan, atau duapuluh pasang, dalam waktu yang cepat, sebab bubuk bubuk mesiu sudah ditempatkan dalam kantong kantong anyaman agel (daun tal), tinggal mengisikan dan mendorong dengan galah trus   sampai kedasar lubang kalantaka, peluru peluru sesudah itu. Jarak tembak terjauh  tiga ratus depa, dengan sudut tigapuluh derajad. Semua peralatan bisa belerja dan ada gunanya. 
Untuk prajurit laut disediakan seligi  ( tombak untuk dilempar) sebanyak lima belas batang setiap awak, teribuat dari bambu khusus,  berujung besi tuang  runcing dengan dengan kait dan pembakar nafta. Gandewa hanya empat untuk dipasang dan ditarik dengan seluruh badan, sambil terlentang dijejak dengan kaki dan dibidikkan sambil terlentang dikenal dengan panah gajah. Kena apa tentara laut tidak dilengkapi dengan panah ? Karena dilaut selalu angin sehingga panah sedikit manfaatnya.
Formasi yang telah dicoba adalah “jajar pandawa”, perahu perang berurutan lima perahu, angin dari samping  keburitan, secara serempak semua haluan formasi  diputar  kearah angin, langsung menembakan   bareng tiga kali,  sejarak dua ratus depa, seratus  lima puluh  depa dan seratus depa. Baru satu formasi inilah yang secara memuaskan dikerjakan, maneuver diakhiri dengan maneuver “pedang ligan”, formasi berlayar maju berlima dengan jajar melebar.  Juga dilaksanan maneuver Rantai wura wari, berlayar berurutan sampil menenbakkan panah gajah yang ujungnya api nafta. Selama musim timur seluruh armada mengadakan perjalanan muhibah ke barat dikenal dengan pelayaran Pamalayu yang pertama, dipimpin oleh Patih Raganatha ke II  dengan mandala laut dipimpin oleh Wraha Nala, seorang bhayangkari raja, mengabdi R. Wijaya bersama Gajah mada, berasal dari Tanjung Bhumi  pulau Madura.

Meskipun pengabdian pertama sebagai Bhayangkari Raja, tapi  Gajah mada, tahu betul bahwa Wraha Nala telah dididik oleh sukunya untuk berlayar sebagai pelaut, tahu asam garam kelautan.
Wraha Nala itulah sosok yang Gajah Mada bisa mengajak berunding saling menimbang pendapat masing masing. Mahapatih Gajah Mada, memanggil Wraha Nala untuk merundingkan pelaksanaan exspedisi pertama ke wilayah bawah angin di timur, Kapulauan Tanimbar, wlayah Kerajaan Tidore yang lagi naik daun.
Wraha Nala tahu betul, meskipun formasi  “jajar pandawa” ini baru di digladikan sekali, dengan hasil baik, dia yakin bahwa selama pelayaran ke timur bisa di gladikan lain lain formasi, seperti rantai wura wari yang dapat menenbakkan anak panah api lebih jauh. Ketepatan penembakan kalantaka untuk sasaran yang bergerak maupun sasaran diam.
Mahapatih Gajah Mada merasa sedikit tentram dengan mempunyai Panglima Madala laut Wraha Nala. Segera Mahapatih pada hari penghadapan Soma manis, menghadap Prabhustri Tribhuanatunggadewi, untuk mengangkat Wraha Nala menjadi Laksamana Mandala Laut,  dalam waktu tiga bulan menyiapkan pelayaran exspedisi penaklukan kerajaan Tidore ke timur.
Dalam tiga bulan disiapkan perlengkapan tiga puluh perahu perang dengan seratus kalantaka dan mesiunya, panah gajah seratus duapuluh, seligi, tameng logam, perlengkapan perahu perang dan mandala laut seratus limapuluh orang, awak perahu lengkap dengan Pandeganya masing masing. 
Pada bulan Kanem, pertengahan kedua musim barat, mandala laut Kerajaan Majapahit mulai mengadakan exspedisi ke timur melaksanakan “Sumpah Palapa”  
Semenjak sumpah sang Mahapatih di ucapkan, ramailah telik sandi dari Negara tetangga, Bali dan Tarnate, Tidore, Bugis mengirimkan berita berita supaya Negerinya memperkuat Pertahanan mandala laut, 
  Tentu saja Kerajaan Tidore sudah mulai siap dengan Banyak suku suku pelayar yang handal dengan menggunakan kora kora yang sama saja dipakai untuk perang maupun untuk angkutan dagangan, hanya jarak jelajahnya tidak bisa jauh, paling jauh sampai ke Timor, Banda dan pulau Kei. Tapi mandala laut yang berani mati amat banyak, dengan peralatan perangnya, busur panah dan seligi tidak terhitung.
Kora kora adalah perahu panjang dengan ratusan pendayung, dan layar yang lemah. Andalan dalam perang laut adalah menabrak dan menyerbu naik ke perahu musuh.
Mendekati laut Ternate, angin mulai berganti ganti arah, laksamana mandala tahu bahwa ini saatnya kora kora mendatangi armadanya dari kepulauan disekitar laut itu. Segera diperintahkan untuk semua perahu siaga mebentuk formasi jajar pandawa, berlayar kearah timur laut dimana angin dari samping kanan buritan, keutara. Formasi perahu perang menuju ke timur laut. Laksamana Nala tahu benar bahwa kora kora akan mucul dari utara, sekarang masih tersembunyi di pulau pulau kecil di utara.
Benar dugaan sang Laksamana, kora kora mengandalkan prajurit pendajung yang ratusan setiap kora kora, semua lengkap bersenjata, panah dan seligi, dari jarak seribu depa Nampak semua pendayung sambil berdiri dengan bersorak sorak seolah olah sudah menabrak formasi mandala Majapahit.
Jarak limaratus depa dengan haluan menuju ke formasi jajar pandawa, kora kora yang menyemut ratusan jumlahnya, menyempitkan jarak satu sama lain, dengan cepat akan menabrak formasi, yang segera meniup terompet kerang, serempak haluan perahu perang Madura dengan angin dari buritan,  menghadap ke utara, dengan cepat jarak memendek jadi duratus depa dan serentak enampuluh kalantaka dari tiga puluh perahu formasi jajar padawa, jadi formasi pedang ligan, memuntahkan peluru tepat ke haluan perahu perahu cepat kora kora yang  saling mendekatkan lambungnya, terkonsentrasi ke tiga puluh perahu perang  Majapahit yang siap dengan formasi pedang ligan, sebelum tembakan kedua dengan jarak seratus lima puluh depa, keadaan kora kora berubah jadi neraka, bukan suaranya saja yang sangat memekakkan telinga, tapi guncangan kora kora yang kena peluru kalantaka  haluannya dan membuat semua pendayung berantakan dan kora kora banyak yang tenggelam pada penembakan kedua dari jarak reatus limapuluh depa, belum lagi tembakan ketiga sudah ada aba aba dari terompet kerang agar melanjutkan formasi jajar pandawa lagi,  menuju timur laut. Dengang cepat layar terisi angin dari buritan samping kanan meliuk meninggalkan kora kora yang sungsang sumbel.  Banyak prajurit pemburu tenggelam ada dua puluh empat kora kora yang tenggelam sisanya saling bertabrakan dan terbalik. Sewaktu aba aba dengan terompet kerang berbunyi lagi, ketiga puluh perahu perang Majapahit menuju kebarat, berada di utara neraka laut akibat kora kora saling bertabrakan. Tembakan panah api dari gandewa panah gajah diarahkan ke gerombolan kora kora yang sedang berkutat menolong satu sama lain, semua kora kora yang sedang sibuk menyelamatkan temannya, panah api ini sekedar meyakinkan bahwa semua kora kora rusak, agar tidak bisa pulang mempertahankan pelabuhan Tidore. Ternyata kalantaka ini bisa mengenai sasaran dengan jarak tigaratus depa, dengan menambah serbuk mesiu setengah kantung mesiu, meninggikan sudut tembak, akibatnya peluru  jatuh dari atas, sehingga melubangi lunas, bukan lambung, ini penemuan baru dari kemampuan kalantaka, dan celakalah prajurit pendayung kora kora yang menyemut ini. 
Pelabuhan Tidore kosong, tidak ada satu kora korapun, dengan tergopoh gopoh Raja dan segenap keluarganya menuju ke pelabuhan, menakluk sambil mamohon ampun.
Laksamana Wraha Nala bijaksana, ampunan atas nama Maharani Tribhuanatunggadewi diberikan, malah Sang Ratu, Prabhustri mengirimkan kain dari India dan Cina, kain destar bathik Majapahit puluhan kodi. Selang tiga hari para prajurit pemburu yang gagah berani pulang ke kota Raja sendiri dan berombongan, menemukan Ibu Kota aman saja, hanya sedikit prajurit laut berkemah di pantai, dengan penjagaan diri yang rapi. Masing masing bertukar buah segar dan sayuran dengan penduduk dengan ramainya. 
Sedangkan para perwira menjadi tamu agung kerajaan.     
Segera enam puluh burung merpati pos yang didatangkan bibit bibitnya dari Cina, ddikirim ke Ibu Kota, Wilwatikta pura akan sampai dalam waktu paling lama satu minggu, burung merpati pos ini dengan gagah berani tebang melawan angin, hujan dan menghindari badai, empat puluh delapan sampai di sarang anaknya di Wilwatikta pura.  Segera berita dari merpati merpati itu disampaikan ke Mahapatih Gajah Mada tanpa rintangan ketangan Paduka Mahapatih. Matahari sedang tenggelam, berita ini pecah ke seluruh Ibu Kota. Mendadak saja semua lampu ditambah obor dan lampion lampion dinyalakan di Istana Wilwariktapura disusul dinyalakannya obor dan dian dimuka halaman setiap penduduk, ibukota bersinar laksana siang. Tetabuhan disetiap pura ditabuh dengan ramainya dengan irama degung dan baleganjur.(*) 




  

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More