Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Kamis, 29 Agustus 2013

POTENSI PETERNAKAN KAMBING DAN SAPI DI PEDESAAN UMUM PULAU JAWA

Sebenarnya bukan potensi Pedesaannya  di Pulau jawa yang dibicarakan, tapi potensi manusianya, penduduk desanya yang ada dan potensi pasarnya. Umur perkerja di pedesaan Jawa, yang bisa mendapatkan pekerjaan dengan upah lebih baik terbatas sampai umur katakan limapuluh tahun, sesudah itu, berat untuk tidur dan istirahat di tempat yang sembarangan atau berdesak desakan dengan MCK yang harus ngantri, ditempat di perkotaan, sementara itu manula (manusia lajut usia)  dari desanya yang masih santai. Belum tergangu oleh kondisi makan tidak teratur, dan beban mental yang lain. Golongan umur yang inilah yang saya perhitungkan untuk menjadi peteternak yang potensial a’la “Muamalat” dari perkotaan, yang perlu digali dan digalakkan. Saya bayangkan bila laju peryumbuhan produksi daging di Indonesia th 2005-2009, menurut thesis Titik Sukmawati untuk mendapatkan S2 dari universitas Gajah Mada adalah 5,4%  sementara produksi sapi potong Cuma  3,69%. Kan diperiode itu dan selanjutnya pasara masih luas, ditandai dengan ulah Si Sudrun,sebagai Pengambil Keputusan import Sapi th 2012-2013 yang menghasilkan gratifikasi puluhan meliard rupiah dan istri sekian puluh.
Sudah tak terhitung banyaknya keluraga “baru” yang “commuting” dari pedesaan dekat kota ke tempat kerjanya dengan alasan bahwa disitu mereka masih dapat tempat tinggal yang aman dari segi financial dan masih menjamin kalayakan hunian, walau jauh dari tempat kerja ( sampai limapuluh kilometer !), Maunya sih apartment, atau sedikitnya complex perumahan yang dibangun masal oleh pengembang, tapi yang ini cukup memenuhi kebutuhan sesuai dengan penghasilan. Banyak dari mereka yang sudah memiliki rumahnya sendiri dengan cara ini. Perkampungan di pedesaan masih jadi tempat bertamu dari kota yang pengap bertandang beberapa jam disini, rumah model desa dengan halaman! Dekat dengan kolam pemancingan, berselang seling dengan bau kandang ayam dan kambing, masih menjadi daya tarik dari sanak family yang lebih “berhasil” diperkotaan.
Bagi kerabat ini masih ada kemungkinan mnyimpan secara “mu’amalat” dengan para saudaranya yang tinggal di pedesaan untuk mengembangkan kekuatan ekonominya, dengan ikut memodali pemeliharaan kambing dan sapi. Kenapa? Dari jaman beuheulak ini bidang untuk menipu sanak family yang hidup di kota !
Kali ini mbok jangan, pandanglah zaman telah berubah, ini itung itu “Produksi aliran dana mu’amalat” untuk modal kerja, bukan untuk ditilep semua.
Hijauan dilingkungan pedesaan sebenarnya masih sangat banyak, hanya berfluktuasi kemudahannya sepanjang tahun, dan banyak diantar tumbuhan/ tanaman/ pagar/ tumbuh alami di lahan terbengkalai/ lereng lreng dan tepi jalan malah tidak berguna untuk makana ternak berperut empat, atau ternak memamah biak. Penduduk pulau Madura konon mempnyai kebiasaan untuk mengeringkan daun, pucuk bamboo selam musim hujan dan dikeringkan selama ada matahari, untuk persediaan makanan pada musim kering,  diberikan sebagai makanan ternak ini dimusim kemarau,  tidak apa wong yang dibutuhkan celullosanya, sama dengan ‘hay’ di belahan sub tropic artinya rumput yang dikeringkan, dipangkas pada usia optimum dan jerami, atau hijauan kering lain. Banyak diantara tumbuhan liar atau tanaman pagar atau penutup tanah yang baik untuk makanan hewan memamah biak, dapat segera bertunas lagi bila dipangkas, jadi dipangkas untuk dikeringkan dan disimpan malah menambah potensi produksi mmakanan ternak. Hanya perlu daun yang berpenampilan kering, seperti kulit luar jagung atau daun bambu.
Persoalannya, siapa yang mengerjakan dengan mendapat manfaat kegiatan ini ?
Sebab kegiatan ini harus didukung dengan kandang yang sehat, bebas dari ecto dan indo parasite, bebas dari lalat dan nyamuk hewan, sanitasi yang baik, ini semua butuh beaya yang tidak mencekek, dan tidak sedikit, kecuali itu jasa mantri kesehatan hewan, juga makanan consentrate yang harus disediakan untuk ration yang sehat setiap hari, bila perlu menggunakan food aditives yang dibutuhkan. Last but not least “timbangan tubuh hewan ternak” untuk control kemajuan kerja.
Lha ini semua membutuhka modal jalan, untuk mendapat grafik pertumbuhan yang baik, percayalah manfaat ini bagi penanam modal maupun penerima modal lebih baik dari bank manapun. Kecuali itu adalah kegiatan yang sangat sehat bagi raga dan jiwa penduduk pedesaan yang sudah berumur limapuluh tahun keatas jasmani dan rokhani, bila berhasil menyelenggarakan hubungan ini. Percayalah untuk orang sebangsa LHI itu ex Presiden Partai, dan Fth kroni dan financer Partai yang sama. tidak ada lahan empuk lagi.
Kita sudah punya jenis sapi pedaging yang dijinakkan dari hutan tropis kita sendiri ribuan tahun yang lalu, yang mestinya sudah teraklimatisasi diiklim sini secara baik, kita sudah punya  domba yang sudah teraklimatisasi di iklim kita sudah sangat berhasil yaitu domba kita yang biasa itu !ho. Meskipun dia hasil introduksi dari Afrika ke pulau Jawa ratusan  tahun yang lalu, tapi ternyata sangat cocok dengan kondisi iklim dan tumbuhan makan ternak kita, saban Idhul adha diminati pembeli tidak itu saja kebutuhan masyarakat akan sate kambing berkualitas baik juga meningkat.
Untuk ikut berinfestasi dalam memelihara sapi pedaging, atau domba pedaging, sudah ada pilihan bibit antara lain:
Sapi SO atau sumba onggole, anak dari pejantan sapi onggole sumba dan betina sapi jawa, berwarna abu abu coklat, sudah teradaptasi secara baik dengan makanan ternak seadanya.
Sapi Madura hasil persilangan ribuan tahun yang lalu antara banteng ( Bos banteng) dan sapi zebu, kurang lebih sudah terkosolidasi sebagai Sapi Madura, berkat kawin suntik masal dengan para juara kerapan sapi.
Sapi Bali sudah terkonsolidasi dari banteng yang dijinakkan ribuan tahun yang lalu, tahan trerhadap penyakit Jembrana dan CMF.
Sapi Simmental dari keturunan Bos taurus bentuk liarnya di Europa ribuan tahun ysng lalu, yang ini berasal dari Switzerland merupakan sapi pedaging dan susu, dipiara di seputar Bandung yang sejuk, warna coklat kemerahan ujung ekor berwarna putih pejantan berat lk 1150 kg dan betina lk 800 kg.
Sapi Limosine berasal dari Bos taurus, dibiakkan dari Perancis, berwarna coklat kebawah lebih muda,  cenderung gembul, dengan metabolic rate yang tinggi, bisa dilakukan intensifikasi makanan ternak dengan pengembalian berat jauh lebih baik dari onggole. Berat badan pejantan lebih dari 1000 kg dan betina hampir 800 kg.
Sumber dari  dunia sapi.com/budidaya, kata kunci sapi pedaging.
Disini nampak sekali perkembangan peternakan sapi pedaging selama lebih dari 35 tahun sangat ditentukan oleh penggemar ternak sapi kelas kakap zaman Orde Baru, Presiden Suharto. Maka selera beliau diikuti oleh aliran dana dan perhatian para peneliti penjilat pada sapi pedaging yang memang sudah terconsolidasi lama di iklim sub tropic Europa dan Amerika Serikat, keturunan dan pengembangan dari Bos taurus. Sedangkan kita di iklim tropis lebih cenderung kepada  species mammalia berkeringat untuk mengendalikan panas tubuh - dari varietas yang badannya lebih kecil, karena panasnya iklim dan kelembaban relatip yang tinggi, lebih gampang diregulasi dengan luas kulit yang relatip lebih besar dari berat badan pada varietas yang lebih kecil.  Varietes yang besar tentu saja bisa dipelihara di Indonresia tapi memilih wilayah yang beriklim sub tropic di dataran tinggi, yang bukan mayoritas dari iklim kita.*)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More